Ucapan yang Buruk
Setidaknya ada empat implikasi yang muncul ketika kita memikirkan tentang buah yang tidak baik, seperti yang disebutkan Tuhan Yesus dalam Matius 12:
1. Buah itu tidak bermanfaat
Pertama-tama, buah yang sudah rusak atau busuk tidaklah bermanfaat. Demikian pula dengan perkataan yang tidak baik. Tidak menguatkan, tidak membangun, tidak menolong. Tidak ada gunanya selain untuk dibuang di tempat sampah.
2. Buah itu bisa membuatmu sakit.
Yang kedua, buah yang tidak baik bisa membuatmu sakit jika kamu mencoba memakannya. Demikian pula perkataan yang tidak baik bisa membuat orang sakit. Dengan kata lain, perkataan yang tidak baik bukan hanya gagal untuk memberikan manfaat yang baik, tetapi juga bisa menyebabkan sesuatu yang buruk. Kata-kata bisa melukai orang sangat dalam. Kata-kata bisa seperti virus yang menularkan penyakit “kebencian” atau “kekurangajaran” dari orangtua kepada anak, dari satu teman kepada teman lain, atau dari satu rekan kerja kepada rekan kerja lainnya. Perkataan yang tidak baik dapat membuat orang yang dipaksa “memakannya” menjadi sakit.
3. Baunya tidak enak dan membuat suasana di sekitarnya ikut tidak enak.
Ketiga, buah yang rusak atau busuk mengeluarkan aroma yang tidak enak dan membuat udara di sekitarnya ikut tidak enak. Aku ingat beberapa teman di sekolah yang selalu membawa aroma vulgar ke mana pun mereka pergi. Mereka selalu membuat lelucon yang jorok. Yang menyedihkan, makin jorok leluconnya, makin keras mereka tertawa. Dengan perkataan mereka membuat suasana sekitarnya sangat tidak enak. Semua orang merasa tidak nyaman, kecuali diri mereka sendiri. Dan dalam suasana semacam itu, akan sangat sulit untuk memikirkan hal-hal yang baik, indah, dan mulia. Sulit menikmati keindahan dari sebuah tempat pembuangan sampah.
4. Kemungkinan buah itu berasal dari pohon yang terserang penyakit.
Hal keempat yang bisa dipikirkan tentang buah yang rusak atau busuk, adalah kemungkinan bahwa itu berasal dari sebuah pohon yang terserang penyakit. Jika begitu muncul pada batang pohon, buah itu sudah tidak baik, tentulah pohonnya sendiri tidak baik. Demikian pula jika kata-kata yang keluar dari mulut sudah tidak baik, kita tahu bahwa ada masalah dengan sumbernya.
Tuhan Yesus berkata, “yang diucapkan mulut meluap dari hati. Orang yang baik mengeluarkan hal-hal yang baik dari perbendaharaannya yang baik dan orang yang jahat mengeluarkan hal-hal yang jahat dari perbendaharaannya yang jahat. Aku berkata kepada-Mu: Setiap kata sia-sia yang diucapkan orang harus dipertanggungjawabkannya pada hari penghakiman. Karena menurut ucapanmu engkau akan dibenarkan, dan menurut ucapanmu pula engkau akan dihukum.” (Matius 12:34-37)
Perkataan yang keluar dari hati yang tidak meletakkan pengharapan di dalam Tuhan, tidak akan menunjukkan kasih kepada mereka yang mendengarnya. Bagaimana kita dapat menjadikan perkataan kita sebagai sarana kasih karunia bagi orang lain jika kita sendiri tidak memiliki pengharapan di dalam anugerah Tuhan? Dari hati yang tanpa pengharapan, penuh frustrasi, kemarahan, dan kepahitan, muncullah semua perkataan yang tidak baik dan menyakitkan.
Orang yang peduli dengan nilai-nilai moral yang baik akan bertanya: Apakah aku sudah menghindari perkataan yang kotor? Tetapi pengikut Kristus akan bertanya lebih jauh: Apakah aku membangun iman orang lain dengan apa yang aku ucapkan? Apakah perkataanku telah menjadi sarana untuk menunjukkan kasih karunia?
diadaptasi dari: Make Your Mouth a Means of Grace oleh John Piper
ucapan yang menjadi sukacita adalah ucapan yang disertai dengan bukti perbuatan yang mulia dan menjadi berkat bagi sesama. Gbu us all. Amen
Ucapan yang menjadi bukti perbuatan mulia adalah ucapan yang membangun, bukan sekedar motivasi belaka, tapi yang menjadi kesukaan, tentu saja yang menunjukkan Kasih Karunia. Amen. God blessing.
Thx buat renungan nya 🙂
Matius 12:34-37 ..
He reminds me by all of you ..