Kesempatan Untuk Bersukacita
Saudara-saudaraku, anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan —Yakobus 1:2.
Terkadang Alkitab membingungkanku. Misalnya, kitab Yakobus diawali dengan suatu nasihat bahwa ketika masa-masa sulit datang, kita perlu menganggapnya “sebagai suatu kebahagiaan” (Yak. 1:2). Apa tidak salah? Kebahagiaan? Bagiku, kadang-kadang rasanya sulit untuk merasakan secuil kebahagiaan saja.
Aku pernah bertanya-tanya, bagaimana ayat ini bisa diterapkan ketika seseorang yang kita kasihi meninggal dunia? Rasanya hatiku tak pernah lebih hancur daripada ketika istri kakakku meninggal karena kanker. Pada saat itu, derita yang terasa dan terlihat dalam diri kakakku dan anak-anaknya begitu tak tertahankan. Jadi ketika kita kehilangan seseorang karena kematian, apakah Alkitab meminta kita untuk tidak berduka dan hanya bersukacita? Syukurlah, tidak demikian. Ketika seseorang meninggal dunia, berduka merupakan respon yang wajar. Yesus sendiri berduka untuk kematian Lazarus, sahabat yang dikasihi-Nya (Yoh. 11:35). Namun untuk orang-orang yang mengenal Yesus, duka bukanlah akhir dari segalanya.
Beberapa jam sebelum Yesus disiksa dan disalibkan, Dia memberitahu murid-murid pertama-Nya, “Kamu akan menangis dan meratap, tetapi dunia akan bergembira; kamu akan berdukacita, tetapi dukacitamu akan berubah menjadi sukacita” (Yoh. 16:20). Hmmm—dukacita berubah menjadi sukacita. Lagi-lagi hal itu. Tetapi bagaimana mungkin hal itu terjadi? Yesus melanjutkan, “Demikian juga kamu sekarang diliputi dukacita, tetapi Aku akan melihat kamu lagi dan hatimu akan bergembira dan tidak ada seorangpun yang dapat merampas kegembiraanmu itu dari padamu” (Yoh. 16:22).
Sebagai orang Kristen, kita dapat memandang kematian dari sudut pandang yang berbeda. Sikap ini memang tidak melenyapkan rasa sakit karena kehilangan kita saat ini, tetapi harapan untuk dapat berkumpul kembali kelak dengan orang-orang yang telah mendahului kita dapat memberi suatu rasa sukacita sejati yang menolong kita melewati rasa sakit yang kita alami. —Jeff Olson
Selanjutnya kami tidak mau, saudara-saudara, bahwa kamu tidak mengetahui tentang mereka yang meninggal, supaya kamu jangan berduka seperti orang-orang lain yang tidak mempunyai pengharapan (1 Tesalonika 4:13).
Untuk direnungkan:
Kapan Tuhan memberikanmu sukacita di tengah-tengah kesengsaraan hidup?
Bagaimana perkataan Yesus menguatkanmu ketika kamu sedang mengalami penderitaan?
Ya, namun kadang kitanya yang suka lupa sih janji-janji Tuhan tersebut… 🙂
Karena Dia sya sukacita,
karena Dia jg sya punya harapan,
aku pegang s’tiap janji yg Kau berikan.. 🙂
amien
Maaf, namun apabila kita terluka parah apakah bisa hanya menunggu janji dokter? Apalagi sering dikatakan luka hati jauh lebih menyiksa dibanding luka atau sakit badani. Sering pendeta dan orang percaya hanya berkata mengenai janji Tuhan saat mendapati mereka yang terluka dan berduka lalu menghakimi saat mereka mengaduh atau menangis.
Jujur saja puluhan tahun saya jadi orang Kristen dan berdoa, saya belum pernah melihat sebuah janji sanggup meringankan derita duka (tidak ada beda yang signifikan saat orang Kristen kehilangan dengan orang yang tak percaya kehilangan). The pain is still same. Bukan maksud kurangajar, namun siapa tahu ada yang bisa membantu memberi pencerahan ( walau ada yang bilang mungkin karena saya mengalami kehilangan yang bertubi-tubi jadi ‘something’s broken”). Terimakasih.