Perlunya Menangis

Sabtu, 3 September 2011

Dan ketika Yesus telah dekat dan melihat kota itu, Ia menangisinya. —Lukas 19:41

Setelah gempa bumi melanda Haiti di tahun 2010, kita semua dibuat terenyuh ketika menyaksikan foto-foto yang menggambarkan beratnya kerusakan dan kesulitan yang harus ditanggung oleh rakyat dari negara kecil tersebut. Dari banyak foto yang memedihkan hati, ada satu yang menarik perhatian saya. Foto itu memperlihatkan seorang wanita yang sedang menatap kerusakan hebat di sana sambil menangis tersedu-sedu. Pikiran wanita ini berusaha keras mencerna penderitaan yang dialami bangsanya, dan saat hatinya hancur, air matanya pun mengalir. Reaksinya dapat dimengerti. Terkadang menangis merupakan satu-satunya tanggapan yang pantas terhadap penderitaan yang kita hadapi.

Ketika memperhatikan foto tersebut, saya terpikir akan belas kasihan Tuhan kita. Yesus memahami tentang perlunya air mata, dan Dia juga menangis. Namun, Dia menangisi suatu kehancuran yang berbeda, yakni kehancuran yang diakibatkan oleh dosa. Ketika mendekati Yerusalem, kota yang penuh dengan korupsi, ketidakadilan, dan penderitaan, Yesus bereaksi dengan menangis. “Dan ketika Yesus telah dekat dan melihat kota itu, Ia menangisinya” (Luk. 19:41). Tangisan Yesus adalah karena belas kasihan dan duka mendalam yang dirasakan-Nya.

Ketika kita menghadapi kebiadaban, penderitaan, dan dosa yang memporak-porandakan dunia kita, bagaimana kita menanggapinya? Bila hati Kristus hancur karena melihat keadaan dunia kita yang rusak, bukankah hati kita pun seharusnya demikian? Oleh karena itu, bukankah kita seharusnya melakukan apa saja yang kita dapat untuk menolong mereka yang membutuhkan, baik dalam hal rohani maupun jasmani? —WEC

Tuhan, saat kutahu seseorang sedang terluka,
Tolong aku supaya tahu apa yang perlu kuperbuat dan katakan;
Berbicaralah di hatiku dan beriku belas kasihan
Kiranya kasih-Mu yang agung mengalir dariku hari ini. —K. De Haan

Belas kasihan memberikan apa pun yang diperlukan untuk menyembuhkan luka sesama.

Bagikan Konten Ini