Membidik Lebih Tinggi

Senin, 8 November 2010

Baca: Ibrani 5:13–6:3

. . . usahakanlah dirimu supaya sempurna. Terima-lah segala nasihatku! Sehati sepikirlah kamu, dan hiduplah dalam damai sejahtera; maka Allah, sumber kasih dan damai sejahtera akan menyertai kamu! —2 Korintus 13:11

Ketika putri saya dan keluarganya berkunjung ke kota kami, saya mengajak putra saya dan dua menantu laki-laki saya untuk melakukan kegiatan “khusus laki-laki”. Sementara para wanita berbelanja, kami memutuskan untuk pergi ke lapangan tembak dan berlatih menembak. Kami menyewa dua pistol dan mulai membidik sasaran yang ada. Saat menembak, kami berempat menyadari bahwa di salah satu senapan itu, alat pembidiknya diatur terlalu rendah. Jika kami membidik melaluinya, tembakan kami akan mengenai sisi bawah dari sasaran. Oleh karena itu, kami harus membidik lebih tinggi supaya tembakan kami dapat mendekati sasaran.

Bukankah hidup juga seperti itu? Jika kita mengarahkan bidikannya terlalu rendah, kita tidak akan mencapai sasaran yang semestinya dapat kita capai. Kadang kala kita harus membidik lebih tinggi supaya dapat mencapai tujuan yang kita inginkan.

Apa yang seharusnya menjadi bidikan hidup kita? Seberapa tinggi kita harus menetapkan ambisi kita? Karena Kitab Suci yang menjadi penuntun kita yang sejati, kita harus berusaha mencapai kedewasaan rohani. Ketika berpisah dengan jemaat Korintus, Paulus berkata, “Usahakanlah dirimu supaya sempurna” (2 Kor. 13:11). Dan kita juga harus menetapkan bidikan tinggi seperti perkataan yang terucap dari bibir Yesus ini, “Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna” (Mat. 5:48).

Kesempurnaan adalah target yang begitu tinggi, dan kita tidak mungkin mencapainya dalam hidup ini. Namun, jika kita ingin memuliakan Allah dan mendekati sasaran yang tinggi itu, kita harus membidik lebih tinggi. —JDB

Oh, menjadi seperti-Mu, Penebusku,
Itu yang selalu menjadi kerinduan dan doaku;
Dengan sukacita kuakan lepaskan segala harta dunia,
Yesus, kuingin sempurna seperti-Mu.
—Chisholm

Pertobatan adalah mukjizat sesaat,
sedangkan kedewasaan rohani membutuhkan waktu seumur hidup.

Bagikan Konten Ini
4 replies

Bagikan Komentar Kamu

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *