Belajar dari Kutipan
oleh Natalia Endah
Saat ibadah pagi tadi, aku belajar tentang melakukan sesuatu di balik layar. Dalam artian, setiap kali melakukan segala sesuatu, maka aku harus melakukannya untuk Tuhan dan bukan mencari pujian dari orang lain. Kadang hal itu mudah dilakukan dan kadang sulit dilakukan. Sebagai sosok introvert, sering kali aku bersembunyi di balik “kelemahan” itu. Aku suka melakukan segala sesuatu di balik layar dan paling menghindari tugas-tugas yang harus tampil di muka umum atau yang harus berhubungan dengan banyak orang.
Pemimpin ibadah pun menegaskannya dengan 1 kutipan: I’m only living for the audience of ONE. Sebenarnya tidak masalah untuk bekerja di balik layar. Namun, perlu dilihat motivasinya juga. Apakah karena aku sebenarnya ingin mendapatkan pujian saat pekerjaanku mengagumkan atau karena aku malu dan tidak mau ketahuan saat pekerjaanku gagal atau karena aku memang benar-benar melakukannya untuk Dia? Sering kali ketiga motivasi itu muncul bersama-sama.
Ketika menyadari, bahwa apapun yang aku lakukan dan yang aku butuhkan sudah diketahui terlebih dulu oleh Dia yang menciptakan aku, maka sebenarnya aku sudah tidak punya alasan lagi untuk tidak melakukan segala sesuatu sesuai dengan kehendak-Nya.
Tetapi, siapa sih orangnya yang tidak suka dipuji? Saat aku memberikan sesuatu yang dihargai dan disukai orang lain tanpa dia mengetahui siapa yang memberinya, ada terbersit rasa bangga dan kadang keinginan untuk menyatakan: “Itu aku lho yang melakukannya.” 🙂 Namun, diingatkan lagi dalam Matius 6 ini bahwa aku sudah mendapatkan upahku saat orang itu memujiku. Wah, tentu bukan itu upah yang kuharapkan. Yang selalu kurindukan adalah menyenangkan hati-Nya. Memang tidak mudah untuk melakukannya karena keinginan untuk menyombongkan diri senantiasa muncul dalam hati ketika melakukan segala sesuatu “yang baik” menurutku.
Kutipan yang kedua pun sangat menegurku bahwa I am not doing the work of God if I am not being the person of God. Aku tidak bisa melakukan segala kebaikan itu dengan motivasi yang benar selama aku belum diubahkan oleh Allah. Hanya Dia yang memampukan aku untuk melakukan segala pekerjaan baik sesuai dengan kehendak-Nya.
Renungan hari ini sangat membantuku untuk melihat kembali motivasi pribadiku saat aku melayani dan saat aku melakukan pekerjaanku. Apakah aku melakukan semuanya itu karena Dia sendiri yang bekerja didalamku? Atau apakah aku masih mengandalkan kekuatanku sendiri untuk melakukan semuanya itu?
Tentang Penulis:
Ari Setiawan, Yogyakarta | Merupakan lulusan Ilmu Komunikasi UK Petra. Sedang dan terus bergumul akan panggilan Tuhan dalam hidup, berjuang juga untuk mengalahkan ketakutan akan kehidupan. Aktif menulis di WarungSaTeKaMu, Ignite GKI dan merupakan head producer dari podcast Ignite GKI. Berharap dapat menjadi penggerak bagi anak muda Kristen untuk menjadi berkat bagi bangsa dan dunia dalam berbagai aspek kemampuan.
hu….menyentuh sekali…:)
makasi ya buat artikelnya…ngingetin lagi kalo kita harus ngelakuin sesuatu itu semuanya buat Tuhan. Jadi inget ayat kurang lebih isinya “Lakukanlah segala sesuatu seperti untuk Tuhan”. Sekalipun orang lain gak memuji ato menghargai pekerjaan yang kita sudah lakukan. Tapi Tuhan gak pernah mengabaikan kita loh. Dia melihat semua jerih payah kita. Dan bener ketika kita melakukan semuanya untuk Kemulian Tuhan, kita sudah menerima upah kita di Surga. 🙂
Mudah2an artikel ini juga memberkati temen2 yang membacanya.:)
GBU
Ibadah atau pujian itu emang bukan soal suara indah apa ga… Tapi soal apakah kita sudah menyembah Dia yang memanggil kita untuk datang itu dengan cara yang berkenan padaNya. Top bgt!
like this… trima kasih buat artikelnya
Tuhan menilai pribadi kita dari ketulusan hati kita…
skarang yang menjadi pertanyaan bagi kita adalah apakah hidup kita sudah memberikan yang terbaik untuk DIA?
gb
artikel yang berbobot, yang sering kali kita pikirkan, renungkan bahkan kadang terlupakan.
Bahkan saat aku menulis comment ini;
Apakah aku melakukannya untuk kepuasan diri sendiri, mengkritik ataupun memuji?
Apakah ini akan diterima?
Apa ada yang salah dari tulisan ini?
Apakah ini wujud dari ketidak pedean ku, untuk comment secara vague?
I meant it when I say that your writing has a magnitude. It is an important thing that no one should ever forget.
Thank you, very much.
mantap banget…trims sdh mengingatkan dan sekaligus mengevaluasi.