Posts

Aku Ingin Menceritakan Kebaikan Tuhan

Oleh Nikita Theresia, Depok

Halo teman-teman, ini adalah pengalaman pertamaku menulis sebuah artikel rohani. Aku berdoa tulisan sederhana ini jadi berkat buat siapa pun yang membacanya. Judul artikel ini adalah isi hatiku, tentang pengalamanku merasakan sendiri kebaikan-kebaikan Tuhan khususnya sepanjang tahun 2022 yang baru saja kita tutup.

Aku merupakan fresh-graduate dari salah satu perguruan tinggi negeri di Jakarta. Perjalanaku sepanjang 2022 sangat menguras tenaga, pikiran, waktu, dan perasaan. Selain jadi mahasiswa, aku merangkap juga sebagai tulang punggung keluarga. Aku tidak pernah menganggap status gandaku ini sebagai beban, melainkan aku percaya bahwa Tuhan sedang memakaiku untuk menjadi berkat buat keluargaku.

Perjalananku menuntaskan skripsi kulalui dengan penuh air mata. Sembari kuliah, aku harus memenuhi kebutuhan keluarga. Aku bekerja sambilan sebagai guru les dan kadang membantu proyek dosenku seperti menulis jurnal dan membantu beberapa kegiatan. Ada suatu momen ketika pengeluaranku membengkak, yang membuatku sempat pesimis. Tapi, berkat kebaikan Tuhan, dosen pembimbingku memberiku tawaran mengajar di sebuah sekolah sebagai guru pengganti selama tiga bulan. Tanpa berlama-lama aku menerima tawaran itu.

Sampai tibalah waktu sidangku. Jujur aku takut karena kegiatanku sangat banyak. Aku khawatir jika nanti hasil sidangku mengecewakan. Namun, berkat dukungan keluarga dan doa mereka, aku dapat melewati sidangku dan puji Tuhan, hasil akhirnya aku dinyatakan lulus. Aku pulang dengan penuh sukacita, dan berkat Tuhan tidak berhenti di sini saja. Esoknya ketika aku datang ke sekolah, murid-murid memberiku kejutan sederhana. Mereka menulis di papan, “Ms. Nikita lulus sidang.” Ini adalah suatu hal yang tidak terduga bagiku, dan aku tidak menyangka penyambutan sederaha itu membuatku terharu.

Tanpa terasa, setelah sidang dan mengurus berkas-berkas wisuda, waktu mengajarku selama tiga bulan sebagai guru pengganti pun usai. Ada perasaan sedih karena aku tidak akan bertemu dengan siswa-siswaku lagi. Di hari terakhirku di sekolah, lagi-lagi aku merasakan kebaikan Tuhan. Para siswa di setiap kelas yang kuajar meninggalkan beragam tulisan yang menyatakan perasaan mereka selama diajar olehku. Aku tersentuh dan sangat bersyukur karena Tuhan memberikan kesempatan yang luar biasa bagiku.

Setelah tugasku di sekolah usai, aku kembali menghadapi dilema. Bagaimana hidupku setelah ini? Apakah aku akan menganggur? Pikiran negatif ini membuatku sampai jatuh sakit selama seminggu dan tidak bisa berbuat apa-apa. Saat itulah aku mencoba berpikir positif, tetap berdoa dan mengandalkan Tuhan. Kukirimkan beberapa lamaran ke sekolah dan puji Tuhan semuanya direspons baik. Ada satu sekolah yang mencuri perhatianku dan tanpa ragu kukirimkan lamaranku. Tanpa berselang lama, mereka menghubungiku dan aku mengikuti semua tahapan rekrutmen. Kurang dari satu minggu aku diterima sebagai guru full time dan penerimaan ini terjadi tepat satu minggu sebelum aku diwisuda.

Pada hari wisudaku, aku merasakan kebahagiaan kedua orang tuaku dengan wajah tersenyum, empat tahun mereka menanti momen indah ini dan setelah wisuda besoknya aku sudah bekerja. Aku meneteskan air mataku karena aku bersyukur Tuhan menolongku melewati semua yang terjadi dalam hidupku.

Aku bersyukur dan sangat bersyukur kepada-Nya. Aku menjalani tahun-tahunku selama perkuliahan bukan hal yang mudah, terutama di tahun 2022. Tuhan masih memberikan kepadaku kesempatan untuk bertumbuh di tempatku yang baru dan aku percaya Dia akan memberikan kekuatan kepadaku melewati semuanya. Aku teringat pada satu ayat Ibrani 13:8, “Yesus Kristus tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya”.

Tahun demi tahun bisa berganti, setiap momen pasti berlalu dan berganti. Tetapi Yesus Kristus tetap sama, dan aku ingin menceritakan kebaikan Tuhan hari ini dan sampai selama-lamanya.

Papa Mama, Terima Kasih untuk Teladan Kalian

Oleh Jonathan Marshell Kevin, Jakarta

“Mam, aku lulus mam!”

Aku menelepon Mama setelah aku dinyatakan lulus sidang akhir. Saat itu Mama sedang berdoa. Setelah dia mengangkat teleponku, aku mendengar suara Mama dengan nada terharu. Dia menangis.

Saat aku sampai di rumah, Mama terlihat bahagia. Pandangannya seakan berkata: “Kita sudah melewati satu tahap perjuangan iman bersama, Nak.” Mama memelukku dan kami pun berdoa.

Kemudian Mama bercerita tentang apa yang dia rasakan saat kali pertama mengantarkanku ke universitas yang menjadi tempat studiku. Saat Mama menungguku di student-lounge, dia sempat berpikir: “Gimana bayarnya kalau kuliah di sini?” Kampus yang kupilih saat itu adalah kampus swasta yang terkenal mahal.

Sejak kelas 2 SMA dulu, aku tertarik untuk kuliah di bidang teknik dan sempat juga ingin masuk kedokteran. Saat penjurusan, aku pun memilih IPA. Tapi, karena aku takut melihat jenazah, aku mengurungkan niatku masuk kuliah kedokteran. Pilihan hatiku jatuh pada Mechatronics Engineering, fakultas yang saat itu hanya ada di kampus swasta yang kupilih sekarang. Fakultas ini sangat menarik untukku karena di sana aku akan belajar tentang automation system, robotic, dan lain-lain. Teknologi-teknologi itulah yang banyak diterapkan di perusahaan-perusahaan sekarang. Saat itu aku tidak memikirkan masalah biaya.

Hasil seleksi masuk pertama di universitas swasta itu keluar, dan ternyata aku gagal. Aku sedih dan kecewa. Sampai suatu ketika, seorang temanku yang kuliah di Korea memberitahuku kalau di sana juga ada Mechatronics Engineering. Aku berdiskusi dengan Mama mengenai kesempatan ini. Meski ragu karena jarak yang jauh, Mama setuju. Aku coba mendaftarkan diri.

Setelah melalui tes tertulis dan wawancara, aku diterima. Tentu aku senang karena bisa diterima dan ditambah lagi dapat beasiswa 40%. Beasiswa itu akan ditingkatkan hingga 100% jika aku berprestasi di sana. Tapi, kesenangan itu tidak lama karena tuition fee yang harus dibayarkan sebelum berangkat melampaui kemampuan keluargaku. Jujur aku kecewa. Namun, aku tahu bahwa Papa dan Mama sudah mencoba memberikan yang terbaik buatku. Mereka menguatkanku bahwa aku harus terus berjuang. “Kalau memang itu sejalan dengan rencana Tuhan, pasti Tuhan buka jalan,” kata mereka.

Akhirnya, aku pun mencoba kembali mendaftar ke kampus swasta yang awalnya aku gagal. Di tes kedua ini aku diterima. Tapi, keraguan yang Mama pikirkan waktu mengantarku ujian itu benar terjadi. Keluargaku cukup sulit untuk membayar uang semesteran. Aku mendapat surat peringatan beberapa kali, didenda, dan diancam tidak ikut ujian akhir.

Salah satu kejadian yang tak terlupakan adalah saat aku duduk di semester 3. Aku bilang ke Mama, “Mam, aku pindah aja ya? Kuliah di sini terlalu mahal.”

Kami pun menangis waktu itu. Tapi, Mama akhirnya menanggapiku dengan bijak. Dia memberikan argumen dan pertimbangan tentang pilihan yang ada, apakah itu aku tetap bertahan atau pindah ke universitas lain yang lebih terjangkau biayanya. Setelah mempertimbangkannya dalam suasana yang lebih tenang, aku memutuskan tetap lanjut kuliah di sini. Yang bisa kami lakukan hanyalah berdoa seraya tetap berusaha.

Untuk mencukupi kebutuhan kuliahku, orang tuaku berjuang ekstra. Papa menjajal usaha-usaha lain seperti berjualan bahan kimia untuk semen, mesin fotokopi dan lainnya. Aku pun belajar untuk menjalani kuliahku dengan sungguh-sungguh. Aku bukanlah anak yang pintar. Aku membutuhkan waktu lebih lama untuk menguasai sebuah mata kuliah. Tapi, aku bersyukur karena Tuhan mengaruniakanku kerajinan sehingga akhirnya aku bisa mendapatkan beasiswa hingga semester 7 karena indeks prestasiku masuk dalam kategori 3 terbesar di kelas.

Sekarang, puji Tuhan karena studiku telah selesai. Aku lulus dari sidang akhir dan mendapatkan nilai A. Semuanya karena anugerah Tuhan.

Kalau aku melihat kembali kisahku ke belakang, ada satu hal yang ingin aku sharing-kan kepadamu. Hidup itu tidak pernah mudah. Banyak kejadian yang membuatku ragu, apakah aku bisa menyelesaikan kuliahku di sini? Orang bilang kalau hidup itu kadang di atas, kadang di bawah. Tapi, dari apa yang kulewati, aku merasa mengapa aku selalu di bawah? Kapan aku naik ke atas?

Tapi, papa dan mamaku selalu mengingatkanku bahwa jangan pernah lupa kalau Tuhan selalu ada untuk mengawasi kita. Mereka mengajariku untuk sepenuhnya bergantung pada Tuhan. Ketika studiku mengalami kendala, mereka berdoa untukku. Mereka menguatkanku untuk tidak minder dan larut dalam kesedihan.

Aku bersyukur karena Tuhan menempatkanku dalam keluarga ini. Keluarga yang mungkin tidak seberuntung keluarga yang lain, tapi aku tahu bahwa papa dan mamaku adalah orang yang sangat taat dan selalu mengandalkan Tuhan. Aku belajar banyak dari cara mereka melihat masalah, menyikapi masalah, beriman, dan menyerahkan hidup untuk melayani Tuhan.

Memang Tuhan tidak menjanjikan hidup yang mudah untuk dijalani, tapi Dia menjanjikan penyertaan-Nya yang selalu ada, saat melalui situasi tersulit sekalipun. Tuhan telah membuktikan penyertaan-Nya kepadaku dan keluargaku sampai aku bisa menyelesaikan kuliahku. Aku percaya bahwa Tuhan yang sama juga akan menyertai hidupmu.

Baca Juga:

Jawaban Mengejutkan dari Temanku Ketika Aku Curhat tentang Kekecewaanku pada Tuhan

Jauh dari Tuhan membuat hidupku semakin hancur dan membuatku semakin mudah marah dan stres. Sampai suatu kali, aku curhat via LINE dengan seorang temanku. Aku berkata padanya bahwa aku kecewa pada Tuhan. Namun, satu jawaban dari temanku itu mengubah pemikiranku.