Posts

PustaKaMu: Doa itu Bukan Sekadar Meminta Pada Tuhan

doa-itu-bukan-sekadar-meminta-pada-tuhan

Oleh Yosheph Yang

Dalam sebuah sesi pendalaman Alkitab bersama mentorku, kami membahas tentang seberapa pentingnya doa dalam kehidupan orang Kristen. Terus terang, aku bukanlah termasuk orang yang rajin berdoa. Ketika berdoa, aku lebih memfokuskan doaku untuk meminta Tuhan memenuhi apa yang menjadi keinginan hatiku. Di pertemuan itu, mentorku menjelaskan bahwa pada dasarnya, doa bukan hanya tentang meminta sesuatu kepada Tuhan. Tapi, doa itu melingkupi bagaimana kita memuji dan memuliakan nama-Nya. Kalau disederhanakan, ada sebuah metode yang dapat membantu kita berdoa:

Adoration (pujian)
Confession (pengakuan)
Thanksgiving (ucapan syukur)
Supplication (permohonan)

Selain belajar untuk berdoa menggunakan metode di atas, mentorku juga menyarankanku untuk membaca sebuah buku berjudul 31 Days of Praise. Buku ini adalah salah satu dari seri 31 Days yang ditulis oleh Ruth Myers dan Warren Myers. Walaupun diterbitkan pertama kali pada tahun 1994, tetapi isi dan pesan yang disampaikannya masih sangat relevan dengan kehidupan Kristen masa sekarang. Melalui buku ini, kita bisa belajar bagaimana memuji dan memuliakan Tuhan untuk 3 hal: siapakah Dia (who He is), apa yang Dia lakukan (what He does), dan apa yang Dia berikan (what He gives).

Bagaimana kita bisa tetap memuji dan mengucap syukur kepada Tuhan di saat situasi yang kita alami tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan? Bagaimana kita bisa mengembangkan kehidupan puji-pujian kita? Apakah pentingnya puji-pujian dalam kehidupan kita? Semua pertanyaan ini dijelaskan secara rinci oleh Myers dalam buku ini. Secara tidak langsung, Myers menjelaskan pada kita bagaimana cara untuk mempraktekkan 1 Tesalonika 5:16-18 dalam kehidupan kita hari lepas hari.

Bersukacitalah senantiasa. Tetaplah berdoa. Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu.

Sesuai dengan judul buku ini, Myers mengajak kita untuk ikut memuji Tuhan lewat doa-doa harian yang dia tuliskan selama 31 hari. Tak lupa, Myers juga menyertakan ayat-ayat Alkitab yang menjadi referensi dari pujian itu. Tak hanya sekadar memuji, Myers mengajak kita untuk memuji Tuhan karena kebesaran-Nya dan kedaulatan-Nya.

Buku ini berperan besar dalam mengubah kehidupan doaku, dari yang tadinya hanya sekadar “meminta”, menjadi sebuah doa yang juga memuji Tuhan, mengucap syukur, dan mengakui kelemahanku di hadapan-Nya. Aku percaya buku ini juga dapat menolong semua orang Kristen yang rindu berdoa dan memuji Tuhan setiap hari.

Baca Juga:

Tidak Selamanya Gagal Itu Berakhir Buruk, Inilah Kisahku Ketika Aku Gagal Masuk ke Sekolah Impianku

Mungkin kamu pernah mendengar sebuah kutipan yang mengatakan proses takkan mengkhianati akhir. Tapi, benarkah kenyataannya pasti begitu? Aku pernah berjuang keras untuk mewujudkan impian yang sangat aku dambakan, akan tetapi aku jatuh terpuruk ketika aku gagal mewujudkan impian itu. Namun, dari kegagalan itu Tuhan mengajariku untuk percaya bahwa Dia punya rencana yang lebih baik daripada impianku semula.

Ulasan Buku: It’s OK To Be Not OK

Oleh: Devina Stephanie

kala segalanya tidak oke

Judul : Kala Segalanya Tidak Oke
Penulis : Rico G. Villanueva
Tahun Terbit : 2013
Jumlah Halaman : 228 halaman
Penerbit : Yayasan Komunikasi Bina Kasih

What?! Apa-apaan sih judul buku ini? It’s ok to be not ok?! Wah, jangan-jangan buku ini ngajarin orang buat bergalau ria lagi sepanjang hidupnya. Ckckck”, omelku dalam batin saat melihat buku ini dipajang pada rak toko buku. But, ketika aku membaca cover belakangnya, ungkapan “Don’t judge the book by its cover” menampar hatiku. Alhasil, aku beli juga bukunya, hehehe. Dan, setelah dibaca, ternyata buku ini sangat cocok dengan pergumulanku.

Yang diangkat sebagai judul untuk tiap bab dalam buku ini adalah “emosi negatif” yang mungkin sangat tidak ingin diakui oleh kebanyakan orang Kristen zaman sekarang. Menarik yah? Bukankah kita kerap merasa berdosa dan lemah iman jika kita sedang terpuruk, bersedih, menangis, takut, bergumul, marah, mempertanyakan Tuhan, serta mengalami kegagalan dalam hidup? Sadar ato gak sadar, kebanyakan kita lebih senang mendengar khotbah yang mendorong kita “selalu berkemenangan dalam Tuhan”. Kita lebih suka memujikan lagu-lagu gembira dalam ibadah, seolah-olah hidup kita selalu ceria dan indah. Bahkan, kesaksian yang biasanya dibagikan dalam pertemuan-pertemuan gerejawi pun lebih banyak berkisar pada hal-hal positif, seperti masalah yang terpecahkan dengan baik atau doa yang terjawab.

Buku ini mengingatkanku bahwa kita sangat perlu juga diisi dengan menu makanan rohani yang dapat mempersiapkan kita menghadapi masa-masa sulit. Bayangkan kalau kita hanya berpikir bahwa kehidupan Kristen itu pasti selalu dijaga Tuhan lancar dan berhasil, mungkin kita gak tahu bagaimana harus berespons saat hidup kita diterpa masalah, bencana, dan kehilangan yang bertubi-tubi. Apa yang harus kita lakukan ketika realita kehidupan berbanding terbalik dengan pemahaman teologis kita?

Dengan gaya bahasanya yang sederhana dan gampang dicerna, Pendeta Rico mengajak kita memiliki cara pandang baru dalam menghadapi setiap musim kehidupan, khususnya musim penuh kekalahan yang kerap dipandang tabu. Beliau membawa kita meneliti mazmur-mazmur ratapan, catatan nabi Yeremia serta kitab Ratapan yang ditulisnya, juga tokoh-tokoh Alkitab yang pernah meratap, seperti Ayub, Abraham, Hizkia, dan bahkan Tuhan Yesus sendiri. Melalui semua itu, kita belajar bahwa “it’s ok to be not ok”. Semua emosi negatif itu oke untuk dibawa ke hadapan Tuhan. Pencipta kita tahu segala keterbatasan kita. Yang Tuhan mau ialah hati yang terbuka dan jujur di hadapan-Nya. Tuhan ingin membawa kita lebih dekat dan intim dengan-Nya. Dengan kata lain, jujur di hadapan Tuhan itu jauh lebih baik, berharga, dan bermakna (Mat 11:28).

Eits, bukan hanya itu saja yang bisa kita dapatkan dari buku ini. Setelah membacanya, kita bisa lebih memahami teman-teman yang sedang mengalami pergumulan berat dalam hidup. Aku pribadi merasa dibentuk menjadi seorang sahabat yang gak gampang menghakimi temen kita dengan memberi teologi A-Z. Sebaliknya, aku didorong untuk mau memberi telinga, hati, dan doa kita untuk temen-temenku. Menolong mereka menerima keberadaan emosi atau perasaan negatif tersebut, dan meresponinya sesuai dengan Firman Tuhan.

Pada akhir setiap bab, buku ini juga menyajikan pertanyaan renungan untuk refleksi pribadi, sharing dengan keluarga/sahabat, dan bisa juga jadi bahan diskusi kelompok kecil di gereja. Menurutku, sangat baik jika hal-hal semacam ini bisa dibicarakan dengan leluasa dalam komunitas orang percaya. Jika kita, gereja-Nya, gak belajar hidup dengan kesedihan, kehancuran, dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang jujur dalam hidup ini, kita juga gak akan pernah belajar bagaimana berespon ketika peristiwa-peristiwa tragis Tuhan izinkan terjadi. Bukan hanya “respon positif” doang yang bisa diterima untuk memuliakan Allah, namun respon yang dianggap cemen-pun bisa dipakai Allah untuk memuliakan Dia, ketika itu keluar dari hati yang mau jujur dan terbuka di hadapan-Nya.

So, jangan lewatkan buku yang satu ini, guys! Selamat membaca dan bertumbuh! =)

 
TENTANG PENULIS :
Rico G. Villanueva mendapat gelar Ph.D bidang Perjanjian Lama dari University of Bristol, Inggris. Disertasinya telah diterbitkan menjadi sebuah buku berjudul The Uncertainty of a Hearing: A Study of the Sudden Change of Mood in the Lament Psalms.

Ulasan Buku: Waktu Bersama Tuhan

Oleh: Juni Liem

waktu-bersama-Tuhan

Judul : Waktu Bersama Tuhan (Feeding Your Soul)
Penulis : Jean Fleming
Tebal : 228 Halaman
Penerbit : Yayasan Gloria – Katalis

 

Topik HPdT (Hubungan Pribadi dengan Tuhan), bisa dibilang merupakan topik terpenting di dalam Kekristenan. Tidak hanya menjadi topik pembinaan dasar yang diberikan kepada mereka yang baru bertobat, masalah HPdT juga cukup sering diulang di atas mimbar pada saat ibadah minggu atau berbagai pembinaan. Jean Flemming, seorang penulis dan pembicara internasional, juga sangat concern akan hal ini. Jean berkata, “Aku ingin mereka bertemu dengan Tuhan dalam waktu teduh bersama-Nya.” Kerinduan inilah yang mendorong ia untuk menulis sebuah buku yang berjudul Feeding Your Soul (Waktu Bersama Tuhan).

Di dalam bukunya, Jean tidak hanya membahas apa itu waktu bersama Tuhan dan apa sih pentingnya punya waktu bersama Tuhan. Ia juga memberikan langkah-langkah praktis yang bisa dipraktikkan oleh pembacanya. Jean tidak hanya membagikan hal-hal yang “WAH” dari Waktu bersama Tuhan, tetapi juga apa yang menjadi pergumulannya dalam menjalani waktu besama Tuhan.

Di akhir tiap bab, Jean memberikan beberapa pertanyaan yang dapat kita jawab secara pribadi, atau kita diskusikan bersama dengan teman-teman KomSel kita. Ini dapat sangat menolong kita untuk bisa saling mendorong memiliki waktu teduh yang berkualitas bersama Tuhan.

Tidak hanya ditujukan kepada mereka yang baru mengenal apa itu saat teduh dan doa, buku ini juga sangat menyegarkan kita yang sudah bertahun-tahun mempraktikkannya. Jujur saja, bukankah sesuatu yang rutin dapat membuat kita kehilangan makna?

So guys, entah kamu ingin belajar lebih banyak tentang saat teduh dan doa, atau kamu ingin kembali direfresh dalam melakukannya, buku ini akan memberi wawasan sekaligus kesegaran yang kamu butuhkan. Kiranya kerinduan Jean juga menjadi kerinduan pribadi kita, sehingga setiap kita dapat berkata,”Aku mau bertemu dengan Tuhan dalam waktu teduhku bersama-Nya.”
 
Klik di sini untuk info lebih banyak tentang buku ini.