Posts

Tuli di Usia Muda, Namun Kasih Tuhan Tak Pernah Absen Kudengar

Oleh Jireh
Artikel asli dalam bahasa Mandarin: 纵然失去听力,我却听见上帝的恩典和爱

Ketika usiaku memasuki 24 tahun, kemampuan pendengaranku semakin berkurang. Kusampaikan keluhan ini ke keluargaku. Ketika seseorang bicara, aku cuma bisa mendengar dua atau tiga kata saja dalam satu kalimat. Diagnosis dokter bilang aku mengalami gangguan pendengaran sensorineural. Otakku kesulitan meraih sinyal suara sehingga aku tidak bisa mendengar orang berbicara.

Dokter menyarankanku memakai alat bantu dengar, meskipun mereka tahu kalau kelak aku akan mengalami tuli total karena belum ada obat atas penyakit ini.

Selama sebulan aku sangat sedih dan takut. Aku berpikir: Aku masih muda. Masih banyak yang aku mau lakukan dan belum terlaksana. Dan sekarang aku malah tuli? Bagaimana hidupku selanjutnya? Bagaimana pekerjaanku? Bagaimana aku bisa berkomunikasi? Aku bekerja sebagai sales. Tidak bisa mendengar dan berkomunikasi mustahil untuk bidang pekerjaan ini, dan aku harus mengubah taktik penjualanku menjadi online.

Kehilangan pendengaran ini juga semakin menambah rasa insecure yang kupunya sejak kecil. Aku sangat introver dan minder. Orang tuaku sering bertengkar dan membuatku berpikir dalam diri “Buat apa aku lahir?” Ketika orang tuaku akhirnya bercerai, aku dipaksa untuk meninggalkan lingkungan masa kecilku, yang akhirnya mempengaruhi hidupku secara keseluruhan.

Namun, tahun ketika aku kehilangan pendengaranku adalah tahun ketika aku juga percaya Yesus. Aku pernah baca Alkitab sebelumnya, tapi barulah saat kubaca Amsal aku mengetahui dan percaya Allah. Lalu, aku mulai pergi ke gereja.

Setiap kali aku merasa tak berdaya, firman Tuhan bergema di telingaku, memberikan penghiburan dan menopang rohku yang lemah:

“Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku; gada-Mu dan tongkat-Mu, itulah yang menghibur aku” (Mazmur 23:4).

“Mengapa engkau tertekan, hai jiwaku, dan gelisah di dalam diriku? Berharaplah kepada Allah! Sebab aku akan bersyukur lagi kepada-Nya, penolongku dan Allahku!” (Mazmur 42:6).

Belas kasih dan kekuatan dari Allah besertaku dan menguatkanku sampai hari ini. Aku percaya Dia akan terus memelihara, menolong, dan menjagaku sampai aku berjumpa dengan-Nya. Harapan inilah yang mencukupkanku dan memberiku jaminan bahwa segala sesuatu terjadi seturut kehendak dan rencana Allah.

Dari kehilangan aku meraih

Aku menyerahkan sakitku kepada Tuhan. Kupercaya Tuhan Mahakuasa. Dia bekerja dalam segala sesuatu dan Dia tahu lebih banyak daripada yang kutahu akan apa yang harus terjadi dalam hidupku.

Pencapaian terbesar yang kuraih dari kehilangan pendengaranku adalah aku perlahan belajar untuk menikmati damai dan keheningan yang tak pernah kurasakan sebelumnya. Aku mulai menjauhkanku dari kebiasaan lamaku yang selalu sibuk dan rusuh mengerjakan satu hal ke hal lainnya.

Pertemananku juga mulai menyusut. Ada teman-temanku yang tak lagi mengobrol denganku karena mereka tak bisa sabar untuk berkomunikasi denganku dengan cara yang baru.

Dari semua ini, aku belajar bagaimana rasanya menjadi temannya Tuhan, berjalan erat bersama-Nya. Kulepaskan alat bantu dengarku, kututup pintu dan mataku, kubuka Alkitabku dan merenungkan sabda-Nya. Aku pun berdoa dan selalu mendekat pada-Nya setiap waktu.

Namun, ada pula kawan baru yang Tuhan berikan. Aku bertemu dengan teman-teman tuli dan semakin mengerti luka hati yang mereka alami. Mereka sering dipandang sebelah mata, ditolak, disalah mengerti, serta dihinggapi perasaan tak berdaya.

Dengan perspektif yang baru, kekurangan fisikku menjadi berkat yang indah. Meskipun raga manusia semakin lemah seiring waktu, roh selalu dibaharui hari demi hari (2 Korintus 4:16).

Aku tak lagi mengasihani diriku sendiri dan tak perlu lagi menyembunyikan kekurangan fisikku. Sekarang aku akan menyapa duluan orang yang kutemui. Meskipun pendengaranku telah hilang, aku semakin membuka diriku dan lebih siap untuk menghadapi dan menerima kehidupanku.

Mukjizat pemulihan

Jika bukan karena Yesus, kasih Bapa, dan sabda-Nya yang menghidupkan, kondisi fisikku hanya akan membuatku jatuh makin dalam ke jurang mengasihani diri. Aku akan lebih takut dan depresi. Namun, syukur kepada Allah yang menjauhkanku dari segala hal buruk tersebut, dan sungguhlah seala kemuliaan hanya bagi Dia.

Lima tahun setelah diagnosis itu, aku tiba-tiba meraih 90% pendengaranku hanya dalam dua minggu. Sensor-sensor di otakku mengalami perbaikan, meskipun tidak bisa sempurna. Tetapi, jika dibandingkan dengan periode sebelumnya, ada perbaikan signifikan dalam pendengaranku–dari tak bisa mendengar sama sekali hingga bisa mendengar beberapa suara.

Bagiku, Tuhan memberiku mukjizat untukku pulih. Aku tak melakukan pengobatan atau terapi karena dokter bilang tak ada cara untuk sembuh. Bahkan seorang ahli yang kukenal pun bilang kalau kasusku sulit dijelaskan. Namun seperti yang Alkitab katakan, “Dan karena kepercayaan dalam Nama Yesus, maka Nama itu telah menguatkan orang yang kamu lihat dan kamu kenal ini; dan kepercayaan itu telah memberi kesembuhan kepada orang ini di depan kamu semua” (Kisah Para Rasul 3:16).

Segala kemuliaan bagi Allah.

Ketika Impian Suksesku Kandas

Oleh Sister*, Jakarta

Meski terlahir dengan kondisi Tuli, itu tidak menyurutkan semangatku untuk menggapai sukses dalam karierku. Aku memiliki beberapa teman yang mengalami Tuli sepertiku yang juga sedang berjuang meniti kariernya. Kisah pekerjaanku dimulai pada pertengahan Juli 2018, ketika seorang teman Tuli sepertiku mengirimkan informasi lowongan kerja kepadaku melalui WhatsApp chat.

Singkat cerita, aku melewati proses rekrutmen dan lulus. Selama tiga bulan pertama, aku mengikuti masa training sebelum nantinya bisa menjadi karyawan tetap. Dengan motto hidup ora et labora, aku bersemangat mengerjakan tiap tugas dari atasanku. Aku mempelajari semua produk obat untuk nantinya membuat konten di media sosial yang berisi informasi kesehatan yang berkaitan dengan produk obat tersebut. Setelah konten diunggah, aku perlu melakukan monitoring terhadap bagaimana performa konten tersebut.

Awalnya aku belum terbiasa dengan rutinitas pekerjaanku, tapi Puji Tuhan karena anugerah-Nya aku bisa melewati semuanya. Tuhan juga memberiku seorang teman baik yang mengerti dan menerima kekuranganku. Pelan-pelan aku jadi terbiasa karena teman-teman kantorku tetap membaur denganku, meskipun aku Tuli. Aku ingat janji Tuhan dalam Yesaya 41:3, bahwa Tuhanlah yang memegang tanganku dan menopangku. Yang perlu kulakukan hanyalah percaya dan tidak takut.

Suasana baik tersebut rupanya tidak berlangsung seterusnya. Menjelang akhir tahun 2019, sebelum pandemi merebak, aku merasa tidak nyaman. Atasanku memintaku untuk mengerjakan jobdesc yang berbeda. “Apa yang terjadi dengan semua ini? Maksudnya apakah ini?” Jobdesc yang diubah secara mendadak itu membuatku jadi bertanya-tanya: apa yang menyebabkannya?

Pekerjaan dengan jobdesc baru pun kukerjakan, tetapi hari-hariku bekerja menjadi terasa berbeda. Revisi berkali-kali kini kuhadapi, tapi aku tidak menyerah.

Di tengah merebaknya pandemi COVID-19 sebelum kejadiannya mendarat ke negeri kita, aku tidak tahu apa yang telah terjadi. Di balik kesibukan dengan jobdesc-nya, tiba- tiba aku dipanggil oleh HRD ke ruangannya. Sangat mengejutkan dan tidak mengerti apa yang harus dilakukan. Berusaha untuk tenang dan tidak panik saat dipanggil.

Di ruangannya dia memulai percakapan mengenai masalah yang kurang menyenangkan terjadi selama di kantor hingga keputusan yang harus dilakukan. Mendengar penjelasan darinya, aku tidak bisa menjawab apa-apa dan langsung menunduk kepala dengan perasaan kecewa dan sedih hati. Setelah kejadian itu, tiga hari aku tidak bisa tidur dengan tenang karena membayangkan hal tersebut. Sejak itu, Mamaku menyadari apa yang terjadi padaku setelah aku menceritakan semuanya. Dan juga ke teman gerejaku.

Pandemi pun akhirnya merebak di negeri kita, dan per bulan Maret hampir semua karyawan di kantorku mengikuti kebijakan pemerintah untuk bekerja dari rumah atau work from home (WFH). Sembari WFH, aku menanti kabar baik. Semoga saja aku mendapat instruksi dari atasan kantor untuk segera berpindah ke jobdesc lain. Kudoakan harapan itu dan berserah. Namun, kenyataan ternyata berkata lain. Kantorku memberitahuku bahwa aku mendapatkan pemutusan hubungan kerja (PHK) untuk sementara waktu. Dengan segala usahaku untuk bekerja, aku merasa ini sangat tidak adil dan ini semua rasanya di luar dugaanku.

Pekerjaan ini adalah pekerjaan pertamaku setelah dua tahun mencari. Masa-masa tersebut adalah masa penuh perjuangan dan kesedihan, karena aku mengalami banyak penolakan. Namun bersyukurnya, Tuhan mengirim mamaku untuk selalu menghiburku. Mama bilang untukku sabar, meskipun kadang dia pun ikut kesal dengan orang-orang yang memperlakukanku dengan buruk. Bukan cuma Mamaku saja, aku juga dihibur oleh teman gerejaku saat setelah mendengar curhat dari aku.

Menanti harapan baru

Statusku saat ini masih bertahan menjadi karyawan, tetapi aku tidak melakukan pekerjaan apa pun di kantor. Aku merasa impianku untuk menjadi seorang karyawan yang baik dan sukses di tengah keterbatasanku sebagai Tuli menjadi pupus. Namun aku tahu bahwa Tuhan mengenal betul aku dan apa yang menjadi pergumulanku, Dia tetap hadir memberi kesabaran dan penghiburan bagiku.

Di masa-masaku tidak bekerja ini, aku mendapatkan waktu lebih leluasa untuk menemukan Tuhan lewat saat teduh dan doaku, juga di ibadah daring setiap Minggu. Meskipun saat ini keadaanku terasa sedang terombang-ambing, tetapi harapan dan doaku pada Tuhan tidaklah padam.

Tuhan tidak tidur, dan melalui kuasa-Nya yang tidak terbatas, Dia menerbitkan kembali sinar harapan yang telah padam kepada orang-orang yang terdampak pandemi. Terutama kepada teman- teman Tuli yang masih berjuang untuk mendapat kesetaraan dalam hal akses untuk Tuli, pekerjaan dan usaha bisnis karena mereka juga butuh uluran tangan kasih dari teman Dengar.

Semoga aku sebagai Tuli, juga kita yang mungkin bergumul dengan pekerjaan tetap semangat, sebab Tuhan memelihara kita dan memimpin kita pada pekerjaan yang baik.

*Bukan nama sebenarnya


Kamu diberkati oleh artikel ini?

Yuk, jadi berkat dengan mendukung pelayanan WarungSateKaMu!


Baca Juga:

Teologi Kemakmuran, Kemiskinan, dan Kekristenan

Untuk ikut Kristus, kita harus tanggalkan segalanya. Tapi, apakah artinya semua orang Kristen diharuskan menjadi miskin? Apakah untuk menjadi orang Kristen yang sesungguhnya kita harus menjual segala kepemilikan kita dan memberikannya kepada gereja, orang miskin, atau misi gereja?

Sekalipun Aku Tuli, Tetapi Tuhan Tidaklah Tuli

Sekalipun-Aku-Tuli,-Tetapi-Tuhan-Tidaklah-Tuli

Oleh Evant Christina, Jakarta

Pernahkah kalian bergumul karena kekurangan fisik yang kalian alami? Aku pernah mendapatkan perlakuan tidak baik, merasa dikucilkan, bahkan juga mengalami diskriminasi karena sebuah cacat fisik yang kualami sejak lahir. Hidup dengan keadaan disabilitas sejatinya tidaklah mudah buatku, namun karena penyertaan Tuhan sajalah aku bisa melewati hari-hariku.

Ketika aku masih berada dalam kandungan, virus menginfeksi janin dalam rahim ibuku. Virus itu kemudian menyerang indra pendengaran dan penglihatanku. Ketika janin itu genap berusia sembilan bulan, maka terlahirlah aku ke dunia dalam keadaan tuli dan mata yang juling. Ketika aku beranjak dewasa aku sempat bertanya-tanya mengapa Tuhan mengizinkan aku mengalami cacat fisik seperti ini? Bahkan, aku pernah menyalahkan Tuhan karena aku terlahir dalam keadaan cacat.

Di kala aku bertanya-tanya tentang apa maksud Tuhan dari cacat ini, aku menemukan sebuah video kesaksian yang diunggah di YouTube. Video itu diberi judul “Tuhan tidak tuli” dan bercerita tentang kesaksian dari Yahya Tioso, seorang penyandang tunarungu sejak lahir yang kini telah bekerja sebagai desainer. Yahya tidak menyerah sekalipun karena cacat fisiknya dia sempat tidak memiliki teman dan merasa dikucilkan. Di video itu, dia juga menyebutkan sebuah ayat yang diambil dari Yohanes 9:3, ketika murid-murid bertanya kepada Yesus mengapa ada seorang yang dilahirkan buta. Yesus menjawabnya demikian, “Bukan dia dan bukan juga orangtuanya, tetapi karena pekerjaan-pekerjaan Allah harus dinyatakan di dalam dia.” Apa yang baru saja kusaksikan itu menyadarkanku bahwa aku tidak sendiri. Ada orang-orang lain di luar sana yang juga memiliki disabilitas tetapi bisa memuliakan Tuhan lewat kehidupan mereka.

Sejak masih kanak-kanak di sekolah Minggu dahulu, aku bercita-cita ingin menjadi saluran berkat buat orang lain lewat pelayanan. Aku melihat teman-teman di kelasku bisa menyanyi, menari, dan tampil di panggung di hadapan banyak orang. Aku ingin bisa seperti mereka, tetapi karena disabilitasku, aku tidak bisa melakukan seperti yang mereka lakukan. Ketika teman-temanku yang lain bernyanyi riang bersama-sama, aku hanya sekadar mengikuti irama mereka menyanyi. Kadang juga aku terdiam sambil menghayati lagu, atau bertepuk tangan.

Kerinduanku untuk melayani itu dijawab Tuhan. Dia memberiku sebuah kesempatan untuk mulai melayani-Nya. Karena aku tidak bisa bernyanyi, aku diberi kesempatan untuk menjadi seorang pembawa kantong persembahan. Aku bersukacita atas pelayanan sederhana yang bisa kulakukan saat itu. Seiring waktu beranjak, harapan dan semangatku untuk melayani tidak pudar hingga aku masuk ke komisi remaja.

Di masa remaja ini aku berharap bisa berbaur dengan teman-teman baru. Akan tetapi, harapanku untuk bisa berbaur dengan teman-teman itu tidak mudah. Banyak dari mereka tidak memahamiku sehingga aku merasa dikucilkan. Lama-kelamaan aku mulai undur diri dan jarang hadir dalam pelayanan di komisi remaja gerejaku.

Aku berdoa kepada Tuhan dan menceritakan segala keluh kesahku kepada-Nya. Tuhan tidak tertidur, Dia mendengar isi doaku. Tak lama kemudian, salah seorang teman senior di komisi remaja bertemu dan bertanya mengapa aku sudah jarang terlihat hadir. Aku bingung mau menjawab apa, akhirnya malah ibuku yang menjelaskan masalahku kepadanya. Setelah pertemuan itu, dia mengajakku untuk kembali bergabung dan melayani Tuhan bersama-sama di komisi remaja.

Kadang-kadang, setiap minggunya, aku diberi tugas pelayanan sebagai penerima tamu dan pembawa kantong persembahan. Aku tidak pernah menolak saat selalu diberi tugas yang sama. Tugas pelayanan inilah yang selalu aku lakukan dari sejak kanak-kanak di sekolah Minggu, remaja, hingga sekarang di komisi pemuda. Lalu, aku juga amat bersyukur karena Tuhan boleh mempercayakan tugas pelayanan lainnya kepadaku. Setelah beberapa kali diberi kesempatan menjadi panitia untuk suatu acara, aku pernah masuk kepengurusan komisi pemuda dan melayani di divisi marketing and communication selama dua tahun.

Akan tetapi, perjalanan pelayananku tidak sepenuhnya mulus. Tidak semua teman-temanku menerimaku apa adanya. Kadang, ada pula yang memandangku sebelah mata karena disabilitasku. Ada yang memandangku penuh keraguan, menganggapku tidak bisa melakukan apa-apa karena aku tuli.

Di tahun ini aku tidak diberikan lagi kesempatan untuk melayani sebagai pengurus di komisi pemuda setelah masa kepengurusan dua tahun selesai. Sejujurnya aku merasa sedih dan merasa Tuhan seolah tidak adil karena aku adalah seorang penyandang tunarungu, sedangkan orang lain bisa melayani-Nya dengan mudah sesuai dengan talenta masing-masing. Tapi, kemudian aku ingat sebuah ayat yang mengatakan bahwa rencana Tuhan tidak pernah salah, seperti tertulis demikian, “Aku tahu, bahwa Engkau sanggup melakukan segala sesuatu, dan tidak ada rencana-Mu yang gagal” (Ayub 42:2).

Alih-alih menjadi kecewa dan terpuruk, aku mencoba untuk menggali potensi diriku dan menggunakannya untuk melayani Tuhan. Pahit manis kehidupan pelayananku, kehidupan sekolah hingga kuliahku, semuanya aku coba tuangkan dalam untaian kata. Aku menulis cerita-cerita dari pengalaman hidupku, mempublikasikannya di blog pribadiku, juga mengirimkannya ke beberapa situs rohani Kristen. Aku berharap bahwa kisah hidupku bisa menjadi kekuatan untuk orang lain yang membacanya.

Aku tahu, bukan aku saja yang memiliki pergumulan hidup. Tapi, hendaknya semangat kita tidak padam. Tuhan tidak tuli atapun juga tertidur. Dia selalu mendengar setiap doaku, entah itu yang kubisikkan ataupun hanya terlintas di hati. Dia memelukku setiap kali aku merasa lemah dan tak berdaya. Dia memberiku kekuatan untuk melewati setiap hari.

Untuk menutup kesaksian ini, aku berharap apabila kamu memiliki teman-teman penyandang disabilitas yang punya kerinduan untuk melayani dan berkarya, berilah kesempatan kepada mereka untuk melakukannya. Lalu, untuk teman-teman penyandang disabilitas, jangan pernah putus asa, tetap semangat melayani Tuhan dalam keadaan apapun. Tuhan memiliki rencana yang baik atas hidup setiap kita. Soli Deo Gloria.

Baca Juga:

Mengapa Aku Tidak Puas dengan Hidupku?

Pekerjaanku sebagai seorang dokter kadang membuatku stres. Setiap harinya aku harus mengambil keputusan yang berkaitan dengan nyawa manusia. Tanggung jawab yang kuemban ini pernah membuatku merasa tidak puas dengan diriku sendiri.