Posts

Ketika Tuhan Berkata Pria Itu Bukan Untukku

ketika-tuhan-berkata-pria-itu-bukan-untukku

Oleh Ruth Theodora, Jakarta

Sakit. Sedih. Kecewa. Itulah yang kurasakan ketika aku akhirnya putus dari pacarku setelah kami menjalin hubungan selama 3 tahun 7 bulan. Di saat aku telah mendoakan hubungan ini dan membayangkan akan menikah dengannya, ternyata hubungan kami harus kandas di tengah jalan. “Aku rasa aku tidak sungguh-sungguh mencintaimu,” begitulah alasan yang diucapkannya ketika memintaku untuk putus.

Tiga bulan berikutnya menjadi hari-hari terberat dalam hidupku. Aku bertanya kepada Tuhan, “Tuhan, kenapa ini harus terjadi?” Aku pun menjadi takut menghadapi masa depan. “Kalau hubungan yang telah kudoakan ini saja bisa kandas di tengah jalan, bagaimana dengan masa depanku?” begitu pikirku.

Aku pun merasa lelah sendiri. Aku merasa tidak bisa hidup seperti ini terus-menerus. Aku berdoa kepada Tuhan setiap hari agar aku bisa terlepas dari semua perasaan ini. Tuhan menjawabku melalui kakak rohaniku, mamaku, saat teduhku, firman Tuhan di gerejaku, bahkan juga melalui media sosial Instagram, Path, dan Facebook yang kugunakan. Pesan itu terangkum dalam tiga kata: Let it go (Lepaskan saja).

Meskipun pesan untuk melepaskan itu begitu kuat, tapi aku masih takut untuk melepaskan mantan pacarku. Aku takut aku tidak bisa mendapat pria yang sebaik dia. Aku takut mempunyai masa depan yang suram. Aku takut aku tidak bisa masuk dalam suatu hubungan lagi. Namun, semakin besar perasaan takut yang aku rasakan, semakin keras juga pesan “let it go” itu kutemukan dalam keseharianku. Entah mengapa, setiap kali aku membuka media sosial, banyak sekali postingan yang kutemukan itu berbicara tentang melepaskan masa lalu.

Akhirnya, pada minggu kedua bulan Januari 2017, saat aku pergi ke gereja, Tuhan kembali mengatakan kepadaku lewat khotbah yang kudengar, “Jangan mau dihantui masa lalu, karena Aku menyiapkan masa depan yang penuh harapan untukmu.” Kata-kata itu begitu menguatkanku, dan di saat itu juga aku mengambil komitmen untuk tidak takut lagi. Aku mulai mengatakan kepada diriku, “Kalau Tuhan berkata pria itu bukan untukku berarti Tuhan sudah menyiapkan yang lebih baik untukku.”

Puji Tuhan, pengalamanku ini akhirnya dapat membuatku mengenal Tuhan lebih baik lagi.

1. Aku percaya Tuhan punya rencana yang terbaik untukku

Jangan lagi terpaku dengan kesedihan masa lalu. Percayalah bahwa Tuhan memiliki rencana yang luar biasa yang sedang Dia siapkan buat kita, meskipun saat ini kita belum dapat melihatnya. Percayalah bahwa apapun yang terjadi saat ini memang Tuhan izinkan terjadi untuk mempersiapkan kita untuk mendapatkan sesuatu yang lebih baik di masa depan kita. Dalam Yeremia 29:11, Dia mengatakan bahwa Dia mempunyai rencana, dan rencana-Nya itu adalah untuk mendatangkan kebaikan dan masa depan yang penuh harapan.

2. Aku percaya dengan proses dan waktu yang ditentukan Tuhan

Ketika Tuhan mengizinkan hubunganku dengan mantan pacarku kandas, aku tidak tahu apa maksud Tuhan. Yang aku tahu adalah aku mengalami proses yang luar biasa yang menjadikanku semakin dewasa baik secara rohani maupun karakter. Aku jadi bisa melihat segala sesuatu dengan cara yang berbeda, yang mengubah hidupku. Aku juga menjadi percaya bahwa waktu-Nya Tuhan tidak pernah terlambat dan tidak pernah terlalu cepat, sama seperti matahari yang setiap hari terbit dan tenggelam tepat pada waktunya.

Proses yang Tuhan izinkan terjadi dalam hidupku membuatku semakin kuat dan mempersiapkan diriku untuk masa depanku. Ketika aku berumah tangga kelak, tentu akan ada lebih banyak tantangan. Tapi aku percaya pada saat itu tiba, aku telah siap untuk menghadapinya karena Tuhan telah membentukku melalui proses-Nya.

3. Aku percaya Tuhan mengetahui isi hatiku dan peduli kepadaku

Ketika aku baru putus, setiap hariku terasa berat dan hampir setiap saat aku menangis. Hatiku begitu hancur sampai-sampai aku tidak tahu bagaimana aku harus berdoa dan mengutarakan isi hatiku kepada Tuhan. Tapi kemudian aku membaca firman Tuhan berikut ini.

“Sebab sebelum lidahku mengeluarkan perkataan, sesungguhnya, semuanya telah Kauketahui, ya TUHAN” (Mazmur 139:4).

Firman Tuhan itu memberitahuku bahwa Tuhan sangat mengerti isi hatiku, bahkan sebelum itu terucap di bibirku. Dia amat mengenalku, bahkan lebih baik daripada aku mengenal diriku sendiri. Dan Dia juga peduli kepadaku. Buat apa lagi aku takut? (Matius 10:31).

“Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau” (Ibrani 13:5).

Baca Juga:

Tuhan, Mengapa Aku Harus Masuk Sekolah Farmasi?

Bersekolah hingga meniti karier di dunia farmasi bukanlah cita-cita yang dulu kuinginkan. Dalam pandanganku dulu, dunia kesehatan itu punya banyak aturan dan pantangan sedangkan aku ingin hidup bebas. Tetapi, rencanaku bukanlah yang terbaik dan lewat pengalaman inilah Tuhan hendak memberiku pelajaran-pelajaran berharga.

3 Hal yang Kudapatkan Ketika Aku Memutuskan untuk Bersaat Teduh Saat Aku Patah Hati

3-hal-yang-kudapatkan-ketika-aku-memutuskan-untuk-bersaat-teduh-saat-aku-patah-hati

Oleh Ruth Theodora, Jakarta

“Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah” (Matius 4:4).

Sebagai seorang yang bertumbuh di keluarga Kristen, ayat di atas tidaklah asing bagiku. Aku mengerti bahwa kita tidak hanya membutuhkan makanan jasmani, tapi juga makanan rohani. Untuk mendapatkan makanan rohani ini, kita perlu menjalin relasi dengan Tuhan, salah satunya melalui saat teduh, saat di mana kita menyediakan waktu untuk berdoa dan membaca firman-Nya setiap hari.

Namun, meskipun aku mengerti prinsip tersebut, melakukannya adalah hal yang berbeda. Hubunganku dengan pacarku dahulu membuatku lebih mengutamakan waktu bersama dengannya daripada waktu bersama dengan Tuhan. Apalagi, kami dahulu menjalani hubungan jarak jauh yang membuat waktu pagi dan malam kami habiskan untuk menelepon. Waktu saat teduh pun terlupakan.

Hingga akhirnya pada akhir tahun lalu, aku putus dengan pacarku. Saat itu, aku merasa berada di titik terendah dalam hidupku. Di saat itulah, Tuhan kembali mengingatkanku akan ayat Matius 4:4 di atas dalam sebuah khotbah di gereja. Aku merasa tertegur akan ayat itu karena telah melupakan Tuhan saat aku dulu berpacaran. Aku pun mulai memutuskan untuk kembali menjalin relasi dengan Tuhan dan bersaat teduh setiap hari, dan itu membawa dampak yang positif dalam hidupku.

1. Aku dapat melepaskan masa laluku yang kelam

Awalnya, aku begitu diliputi perasaan bersalah. Aku takut Tuhan marah kepadaku karena kesalahan yang aku buat di masa lalu di mana aku mengutamakan pacarku daripada Dia. Namun ketika aku bersaat teduh, aku menyadari bahwa Tuhan mengasihiku apa adanya. Dia tidak melihat masa laluku yang kelam. Dia juga tidak marah kepadaku. Dia menghapus dosa-dosaku dan memberiku kesempatan untuk bertobat dan kembali kepada-Nya.

2. Aku memiliki pengharapan untuk hari depan

Ketika aku bersaat teduh, aku membaca banyak kisah dalam Alkitab yang memberikanku harapan. Aku membaca kisah Rut. Meskipun dia seorang janda yang miskin dan bukan orang Israel, namun dia bisa mendapatkan Boas yang tidak memandang latar belakangnya. Bahkan, dari keturunannya, Yesus dilahirkan. Aku juga membaca kisah Yusuf yang awalnya mengalami berbagai macam penderitaan, dijual oleh saudara-saudaranya, dimasukkan dalam penjara, namun akhirnya dipakai Tuhan untuk memelihara hidup suatu bangsa yang besar (Kejadian 50:20).

Semakin sering aku membaca kisah-kisah yang ada dalam Alkitab, semakin aku diyakinkan bahwa Tuhan selalu menepati janji-Nya dan Ia merancangkan rancangan damai sejahtera bagi anak-anak-Nya, untuk memberikan kepada kita hari depan yang penuh harapan (Yeremia 29:11).

Awalnya, ketika aku putus dengan pacarku, aku begitu takut akan masa depan. Aku takut untuk menjalin hubungan yang baru, karena aku takut kembali disakiti. Aku juga takut kalau-kalau aku takkan pernah menikah nantinya. Namun, ayat dalam Yeremia 29:11 menguatkanku, dan membuatku percaya bahwa Tuhan memiliki rencana yang terbaik dalam hidupku. Yang perlu kulakukan hanyalah percaya kepada-Nya.

3. Aku menjadi lebih peka dengan penyertaan Tuhan

Ketika aku bersaat teduh, aku meluangkan waktu untuk bercakap-cakap dengan Tuhan. Semakin sering aku bercakap-cakap dengan Tuhan, aku menjadi semakin mengenal-Nya dan semakin peka dengan setiap perkataan-Nya. Aku dapat merasakan penyertaan-Nya ketika aku melakukan pekerjaan, merencanakan segala sesuatu, dan mengambil keputusan. Aku pun semakin disadarkan bahwa jika aku ada hari ini, ini bukan karena kekuatanku, tetapi karena penyertaan Tuhan dalam hidupku yang begitu luar biasa.

* * *

Ada begitu banyak dampak positif yang kurasakan ketika aku bersaat teduh. Saat teduh bukanlah hanya sekadar rutinitas rohani, tetapi sebuah hubungan dengan Tuhan yang perlu kita utamakan. Yesus berkata dalam Matius 6:33, “Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu.” Aku telah merasakannya. Ketika aku mengutamakan Tuhan dalam hidupku, aku dapat melepaskan masa laluku yang kelam, aku memiliki pengharapan untuk hari depan, dan aku menjadi lebih peka dengan penyertaan-Nya.

Baca Juga:

Mengapa Aku Takut Membagikan Imanku?

Ketika aku masih duduk di kelas IV sekolah dasar, keluargaku adalah satu-satunya orang Kristen di lingkungan tempat tinggal kami. Suatu hari, ketika aku sedang bersepeda melewati sebuah rumah ibadah, beberapa anak sepantaranku datang dan menutup jalanku serta memaksaku turun dari sepeda.