Posts

Aku Menyertai Engkau

Minggu, 23 Oktober 2016

Aku Menyertai Engkau

Baca: Yeremia 1:1-10

1:1 Inilah perkataan-perkataan Yeremia bin Hilkia, dari keturunan imam yang ada di Anatot di tanah Benyamin.

1:2 Dalam zaman Yosia bin Amon, raja Yehuda, dalam tahun yang ketiga belas dari pemerintahannya datanglah firman TUHAN kepada Yeremia.

1:3 Firman itu datang juga dalam zaman Yoyakim bin Yosia, raja Yehuda, sampai akhir tahun yang kesebelas zaman Zedekia bin Yosia, raja Yehuda, hingga penduduk Yerusalem diangkut ke dalam pembuangan dalam bulan yang kelima.

1:4 Firman TUHAN datang kepadaku, bunyinya:

1:5 “Sebelum Aku membentuk engkau dalam rahim ibumu, Aku telah mengenal engkau, dan sebelum engkau keluar dari kandungan, Aku telah menguduskan engkau, Aku telah menetapkan engkau menjadi nabi bagi bangsa-bangsa.”

1:6 Maka aku menjawab: “Ah, Tuhan ALLAH! Sesungguhnya aku tidak pandai berbicara, sebab aku ini masih muda.”

1:7 Tetapi TUHAN berfirman kepadaku: “Janganlah katakan: Aku ini masih muda, tetapi kepada siapapun engkau Kuutus, haruslah engkau pergi, dan apapun yang Kuperintahkan kepadamu, haruslah kausampaikan.

1:8 Janganlah takut kepada mereka, sebab Aku menyertai engkau untuk melepaskan engkau, demikianlah firman TUHAN.”

1:9 Lalu TUHAN mengulurkan tangan-Nya dan menjamah mulutku; TUHAN berfirman kepadaku: “Sesungguhnya, Aku menaruh perkataan-perkataan-Ku ke dalam mulutmu.

1:10 Ketahuilah, pada hari ini Aku mengangkat engkau atas bangsa-bangsa dan atas kerajaan-kerajaan untuk mencabut dan merobohkan, untuk membinasakan dan meruntuhkan, untuk membangun dan menanam.”

Janganlah takut kepada mereka, sebab Aku menyertai engkau. —Yeremia 1:8

Aku Menyertai Engkau

Ketika magang di sebuah majalah rohani, saya pernah menuliskan kisah tentang seseorang yang bertobat dan menjadi Kristen. Dalam perubahan yang dialaminya secara dramatis, tokoh tersebut melepaskan kehidupan lamanya dan menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamatnya dalam hidup yang baru. Beberapa hari setelah majalah itu diterbitkan, seseorang yang tidak menyebutkan namanya mengancam saya lewat telepon dengan mengatakan: “Awas kau, Darmani. Kami mengawasimu! Hidupmu tidak akan aman di negeri ini kalau kamu terus menulis kisah-kisah semacam itu.”

Itu bukanlah satu-satunya ancaman yang pernah saya terima karena upaya saya memperkenalkan orang kepada Kristus. Seorang pria pernah mengusir dan mengancam saya ketika saya memberikan traktat kepadanya! Jujur saya merasa gentar. Namun itu semua hanyalah ancaman lisan. Banyak orang Kristen menghadapi berbagai ancaman atas hidup mereka. Bahkan menjalani hidup yang saleh pun dapat mengundang perlakuan buruk dari orang-orang.

Tuhan berfirman kepada Yeremia, “Kepada siapapun engkau Kuutus, haruslah engkau pergi, dan apapun yang Kuperintahkan kepadamu, haruslah kausampaikan” (Yer. 1:7), dan Yesus berkata kepada murid-murid-Nya, “Aku mengutus kamu seperti domba ke tengah-tengah serigala” (Mat. 10:16). Memang kita mungkin menghadapi ancaman, penderitaan, dan kepedihan. Namun Allah menjamin kehadiran-Nya. “Aku menyertai engkau,” firman-Nya kepada Yeremia (Yer. 1:8). Yesus meyakinkan para pengikut-Nya, “Aku menyertai kamu senantiasa” (Mat. 28:20).

Apa pun pergumulan yang kita hadapi dalam upaya kita menjalani hidup bagi Tuhan, kita dapat mempercayai bahwa Dia menyertai kita senantiasa. —Lawrence Darmani

Tuhan, kami bersyukur karena Engkau menyertai kami dalam keadaan apa pun yang kami hadapi. Lindungilah umat-Mu di seluruh dunia.

Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga. Matius 5:10

Bacaan Alkitab Setahun: Yeremia 1-2; 1 Timotius 3

Artikel Terkait:

Apakah Kamu Takut Gelap?

Mungkinkah ketakutan-ketakutan kita bersumber dari kekhawatiran kita akan masa depan yang tidak kita ketahui?
Baca kisah selengkapnya di dalam artikel ini.

Pelajaran dalam Penderitaan

Sabtu, 19 September 2015

Pelajaran dalam Penderitaan

Baca: 2 Korintus 11:21-30

11:21 Dengan sangat malu aku harus mengakui, bahwa dalam hal semacam itu kami terlalu lemah. Tetapi jika orang-orang lain berani membanggakan sesuatu, maka akupun–aku berkata dalam kebodohan–berani juga!

11:22 Apakah mereka orang Ibrani? Aku juga orang Ibrani! Apakah mereka orang Israel? Aku juga orang Israel. Apakah mereka keturunan Abraham? Aku juga keturunan Abraham!

11:23 Apakah mereka pelayan Kristus? –aku berkata seperti orang gila–aku lebih lagi! Aku lebih banyak berjerih lelah; lebih sering di dalam penjara; didera di luar batas; kerap kali dalam bahaya maut.

11:24 Lima kali aku disesah orang Yahudi, setiap kali empat puluh kurang satu pukulan,

11:25 tiga kali aku didera, satu kali aku dilempari dengan batu, tiga kali mengalami karam kapal, sehari semalam aku terkatung-katung di tengah laut.

11:26 Dalam perjalananku aku sering diancam bahaya banjir dan bahaya penyamun, bahaya dari pihak orang-orang Yahudi dan dari pihak orang-orang bukan Yahudi; bahaya di kota, bahaya di padang gurun, bahaya di tengah laut, dan bahaya dari pihak saudara-saudara palsu.

11:27 Aku banyak berjerih lelah dan bekerja berat; kerap kali aku tidak tidur; aku lapar dan dahaga; kerap kali aku berpuasa, kedinginan dan tanpa pakaian,

11:28 dan, dengan tidak menyebut banyak hal lain lagi, urusanku sehari-hari, yaitu untuk memelihara semua jemaat-jemaat.

11:29 Jika ada orang merasa lemah, tidakkah aku turut merasa lemah? Jika ada orang tersandung, tidakkah hatiku hancur oleh dukacita?

11:30 Jika aku harus bermegah, maka aku akan bermegah atas kelemahanku.

Jika aku harus bermegah, maka aku akan bermegah atas kelemahanku. —2 Korintus 11:30

Pelajaran dalam Penderitaan

Gambar jarak dekat di layar raksasa itu begitu besar dan tajam, sehingga kami dapat melihat luka yang menganga pada tubuh orang tersebut. Seorang tentara memukulinya sementara kerumunan orang yang marah menertawakan pria yang mukanya sekarang berlumur darah itu. Adegan-adegan tersebut tampak begitu nyata sehingga, di tengah keheningan bioskop alam terbuka itu, saya bergidik dan meringis seakan-akan saya sendiri merasakan pedihnya penderitaan itu. Namun itu hanyalah tayangan reka ulang dari kesengsaraan yang ditanggung Yesus demi kita.

Ketika Petrus mengingatkan kita akan penderitaan Yesus, ia menulis, “Sebab untuk itulah kamu dipanggil, karena Kristuspun telah menderita untuk kamu dan telah meninggalkan teladan bagimu, supaya kamu mengikuti jejak-Nya” (1Ptr. 2:21). Meskipun penderitaan bisa datang dalam bentuk dan intensitas yang berbeda-beda, hal itu tidak terelakkan. Penderitaan kita mungkin tidak seburuk pengalaman Paulus, yang demi Kristus telah didera, dilempari batu, dan mengalami karam kapal. Ia dirampok, dan menanggung lapar serta dahaga (2Kor. 11:24-27). Demikian pula, kita mungkin tidak menderita seperti umat Tuhan di berbagai belahan dunia yang dianiaya begitu berat karena iman mereka.

Meskipun demikian, dalam berbagai bentuknya, penderitaan akan kita alami ketika kita menyangkal diri, tidak membalas pelecehan, menanggung hinaan, atau menolak terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang tidak memuliakan Tuhan. Sikap kita yang panjang sabar, tidak membalas dendam, dan mengampuni sesama demi terpeliharanya hubungan yang baik adalah contoh perbuatan yang mengikuti jejak-Nya.

Dalam menghadapi penderitaan, ingatlah apa yang telah ditanggung Yesus demi kita. —Lawrence Darmani

Apa yang kamu pelajari tentang Allah melalui pencobaan-pencobaan yang kamu alami?

Penderitaan memberi kita pelajaran yang tidak akan dapat kita pelajari dengan cara lain.

Bacaan Alkitab Setahun: Pengkhotbah 1-3; 2 Korintus 11:16-33

Tidak Sekadar Bertahan

Senin, 13 Januari 2014

Tidak Sekadar Bertahan

Baca: 1 Tesalonika 2:17-3:7

2:17 Tetapi kami, saudara-saudara, yang seketika terpisah dari kamu, jauh di mata, tetapi tidak jauh di hati, sungguh-sungguh, dengan rindu yang besar, telah berusaha untuk datang menjenguk kamu.

2:18 Sebab kami telah berniat untuk datang kepada kamu–aku, Paulus, malahan lebih dari sekali–,tetapi Iblis telah mencegah kami.

2:19 Sebab siapakah pengharapan kami atau sukacita kami atau mahkota kemegahan kami di hadapan Yesus, Tuhan kita, pada waktu kedatangan-Nya, kalau bukan kamu?

2:20 Sungguh, kamulah kemuliaan kami dan sukacita kami.

3:1 Kami tidak dapat tahan lagi, karena itu kami mengambil keputusan untuk tinggal seorang diri di Atena.

3:2 Lalu kami mengirim Timotius, saudara yang bekerja dengan kami untuk Allah dalam pemberitaan Injil Kristus, untuk menguatkan hatimu dan menasihatkan kamu tentang imanmu,

3:3 supaya jangan ada orang yang goyang imannya karena kesusahan-kesusahan ini. Kamu sendiri tahu, bahwa kita ditentukan untuk itu.

3:4 Sebab, juga waktu kami bersama-sama dengan kamu, telah kami katakan kepada kamu, bahwa kita akan mengalami kesusahan. Dan hal itu, seperti kamu tahu, telah terjadi.

3:5 Itulah sebabnya, maka aku, karena tidak dapat tahan lagi, telah mengirim dia, supaya aku tahu tentang imanmu, karena aku kuatir kalau-kalau kamu telah dicobai oleh si penggoda dan kalau-kalau usaha kami menjadi sia-sia.

3:6 Tetapi sekarang, setelah Timotius datang kembali dari kamu dan membawa kabar yang menggembirakan tentang imanmu dan kasihmu, dan bahwa kamu selalu menaruh kenang-kenangan yang baik akan kami dan ingin untuk berjumpa dengan kami, seperti kami juga ingin untuk berjumpa dengan kamu,

3:7 maka kami juga, saudara-saudara, dalam segala kesesakan dan kesukaran kami menjadi terhibur oleh kamu dan oleh imanmu.

Timotius datang kembali dari kamu dan membawa kabar yang menggembirakan tentang imanmu dan kasihmu. —1 Tesalonika 3:6

Tidak Sekadar Bertahan

Pada bulan April 1937, serbuan pasukan Mussolini memaksa semua misionaris yang melayani di daerah Wallamo untuk meninggalkan Ethiopia. Hanya ada 48 orang Kristen baru yang tertinggal di sana, dan mereka hanya memiliki Injil Markus untuk mendukung pertumbuhan iman mereka. Lebih dari itu, hanya sedikit di antara mereka yang dapat membaca. Akan tetapi, ketika para misionaris kembali ke Ethiopia 4 tahun kemudian, gereja itu tidak sekadar bertahan, tetapi jumlah jemaatnya telah mencapai 10.000 orang!

Ketika Rasul Paulus didesak untuk meninggalkan Tesalonika (lih. Kis. 17:1-10), ia rindu untuk mengetahui kelangsungan hidup dari sekumpulan kecil jemaat Kristen yang ia tinggalkan (1Tes. 2:17). Ketika Timotius mengunjungi jemaat di Tesalonika itu di kemudian hari, ia memberikan kabar kepada Paulus di Athena tentang iman dan kasih yang dimiliki orang-orang percaya di Tesalonika (1Tes. 3:6). Jemaat itu telah menjadi teladan bagi orang-orang percaya di daerah sekitar Makedonia dan Akhaya (1Tes. 1:8).

Paulus tidak pernah menuntut pujian atas perkembangan apa pun yang dialami dalam pelayanannya. Ia juga tidak melihat perkembangan itu sebagai jasa siapa pun. Sebaliknya, ia menyatakan pujiannya kepada Allah. Ia menulis, “Aku menanam, Apolos menyiram, tetapi Allah yang memberi pertumbuhan” (1Kor. 3:6).

Situasi-situasi sulit mungkin saja menghalangi niat baik kita dan menyebabkan para sahabat terpisah untuk sementara waktu. Namun Allah tetap menumbuhkan gereja-Nya di tengah setiap kesulitan. Kita hanya perlu setia dan menyerahkan hasilnya kepada Dia. —CPH

Tuhan, kami begitu mudah merasa takut ketika menghadapi
perlawanan, tetapi sering kali begitu ingin dianggap berjasa untuk
tiap keberhasilan yang kami capai. Tolong kami untuk melihat bahwa
Engkau sendirilah yang memberkati dan membangun gereja-Mu.

Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya. —Yesus (Matius 16:18)

Kita Dapat Mempercayai-Nya

Selasa, 7 Mei 2013

Kita Dapat Mempercayai-Nya

Baca: Matius 10:32-38

Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu. —Matius 5:44

Saya tidak tahu banyak tentang penganiayaan. Secara fisik saya tidak pernah terancam karena iman atau perkataan saya. Apa yang saya ketahui itu saya peroleh dari apa yang saya baca dan dengar. Namun tidak demikian halnya bagi banyak saudara seiman kita di belahan dunia lainnya. Beberapa dari mereka hidup di dalam situasi berbahaya setiap harinya semata-mata karena mereka mengasihi Yesus dan ingin orang lain untuk mengenal-Nya juga.

Ada bentuk penganiayaan lain yang mungkin tidak mengancam jiwa, tetapi membuat hati hancur. Penganiayaan ini datang dari anggota keluarga kita yang belum percaya. Pada saat orang yang kita sayangi mengolok-olok iman kita dan mencemooh kita atas keyakinan dan cara kita mengungkapkan kasih kepada Allah, kita merasa ditolak dan dibenci.

Rasul Paulus mengingatkan umat Tuhan bahwa sikap mengikut Yesus akan mengakibatkan penganiayaan: “Memang setiap orang yang mau hidup beribadah di dalam Kristus Yesus akan menderita aniaya” (2Tim. 3:12), dan kita tahu terkadang penolakan akan datang dari orang-orang yang kita kasihi (Mat. 10:34-36). Namun ketika orang yang kita kasihi menolak Allah yang kita kasihi, penolakan itu terasa begitu pedih.

Yesus meminta kita untuk mendoakan mereka yang menganiaya kita (Mat. 5:44), dan itu juga termasuk orang-orang terdekat yang membenci kita. Allah sanggup memberikan anugerah-Nya sehingga kita mampu bertahan terhadap penganiayaan yang datang bahkan dari orang-orang yang kita kasihi. —JAL

Tuhan, berikanlah kepada kami karunia agar dapat berdoa bagi
mereka yang ingin mencelakakan dan tidak membawa kebaikan
kepada kami; dan ajarilah kami untuk menunjukkan kasih
kepada mereka dengan cara yang dapat mereka terima. —Sper

Orang bisa mencemooh kabar baik yang kita beritakan, tetapi mereka tak bisa menghentikan doa-doa kita.

Dikuatkan Melalui Penderitaan

Jumat, 19 April 2013

Dikuatkan Melalui Penderitaan

Baca: 1 Petrus 5:1-11

Dan Allah, sumber segala kasih karunia, . . . menguatkan dan mengokohkan kamu, sesudah kamu menderita seketika lamanya. —1 Petrus 5:10

Suatu ibadah gereja sering diakhiri dengan doa berkat. Doa berkat yang umum diucapkan terambil dari pesan penutup Petrus dalam suratnya yang pertama: “Allah, sumber segala kasih karunia, yang telah memanggil kamu dalam Kristus kepada kemuliaan-Nya yang kekal, akan melengkapi, meneguhkan, menguatkan dan mengokohkan kamu, sesudah kamu menderita seketika lamanya” (1Ptr. 5:10). Terkadang frasa “sesudah kamu menderita seketika lamanya” dihilangkan dari doa berkat tersebut. Mengapa? Mungkin karena berbicara mengenai penderitaan tidak terlalu menyenangkan.

Namun seharusnya kita tidak terkejut ketika penderitaan datang menerpa kita. Rasul Paulus, yang tahu benar apa artinya menderita, menulis: “Memang setiap orang yang mau hidup beribadah di dalam Kristus Yesus akan menderita aniaya” (2Tim. 3:12).

Jika kita hidup tunduk kepada Allah (1Ptr. 5:6) dan melawan si Iblis (ay.9), tidaklah mengherankan apabila kita dicemooh, disalahpahami, dan bahkan dimanfaatkan. Namun Rasul Petrus berkata bahwa penderitaan itu mengandung suatu maksud. Penderitaan dimaksudkan untuk “melengkapi, meneguhkan, menguatkan dan mengokohkan kamu” (ay.10).

Tuntunan Allah bagi pertumbuhan iman kita sering kali mengharuskan kita untuk melalui berbagai kesulitan. Namun semuanya itu mengokohkan kita untuk menghadapi berbagai badai hidup di masa yang akan datang. Kiranya Allah menolong kita agar tetap setia seiring dengan usaha kita untuk sungguh-sungguh hidup memuliakan nama-Nya. —CPH

Ya Tuhan, kiranya aku kelak
Tak gentar diterpa aniaya;
Karena janji-Mu bahwa yang setia
Akan diberi mahkota kemenangan. —Bosch

Ketika Allah hendak menguatkan kita, Dia mendidik kita melalui kesulitan.

Saksi Hidup

Rabu, 13 Maret 2013

Saksi Hidup

Baca: 2 Timotius 2:1-10

Ingatlah ini: Yesus Kristus, yang telah bangkit dari antara orang mati, yang telah dilahirkan sebagai keturunan Daud, itulah yang kuberitakan dalam Injilku. —2 Timotius 2:8

Watchman Nee ditangkap karena imannya kepada Kristus pada tahun 1952, dan ia menghabiskan sisa hidupnya di dalam penjara. Ia meninggal di dalam sel penjaranya pada tanggal 30 Mei 1972. Ketika keponakannya datang untuk mengambil beberapa barang milik Nee, ia menerima secarik kertas yang ditemukan oleh penjaga penjara di ranjang pamannya. Pada kertas tersebut tertulis kesaksian hidup Nee:

“Kristus adalah Anak Allah yang mati untuk menebus manusia berdosa dan dibangkitkan kembali pada hari ketiga. Inilah kebenaran yang teragung di seluruh alam semesta. Aku mati karena imanku kepada Kristus—Watchman Nee.”

Tradisi menyebutkan bahwa Rasul Paulus juga mati sebagai martir karena imannya kepada Kristus. Dalam sebuah surat yang ditulis hanya beberapa saat sebelum kematiannya, Paulus mendorong para pembacanya demikian: “Ingatlah ini: Yesus Kristus, yang telah bangkit dari antara orang mati, yang telah dilahirkan sebagai keturunan Daud, itulah yang kuberitakan dalam Injilku. Karena pemberitaan Injil inilah aku menderita, . . . tetapi firman Allah tidak terbelenggu” (2Tim. 2:8-9).

Kita mungkin tidak dipanggil menjadi seorang martir karena kesaksian akan Kristus yang hidup—seperti yang sudah dialami oleh jutaan pengikut-Nya di sepanjang abad—tetapi kita semua dipanggil untuk menjadi saksi hidup atas karya Yesus dalam diri kita. Dengan hati yang penuh syukur atas kasih karunia Allah, kita bisa menceritakan kepada orang lain apa yang telah Yesus lakukan bagi kita, bagaimana pun hasil akhirnya. —HDF

Memuliakan nama Kristus Tuhan,
Mengagungkan anugerah-Nya di dalam kita;
Memberitakan firman-Nya yang hidup—
Biarlah ini saja karya hidup kita. —Whittle

Biarlah hidup dan bibir kita bersaksi untuk Kristus.

Setia Sampai Mati

Minggu, 11 November 2012

Setia Sampai Mati

Baca: Wahyu 2:8-11

Jangan takut terhadap apa yang harus engkau derita! . . . Hendaklah engkau setia sampai mati, dan Aku akan mengaruniakan kepadamu mahkota kehidupan. —Wahyu 2:10

Galeri Seni Walker di Liverpool, Inggris, memiliki sebuah lukisan tentang seorang prajurit Romawi yang dengan setia berdiri menjaga kota Pompeii kuno. Lukisan tersebut diilhami oleh sebuah penemuan arkeologi di Pompeii tentang seorang prajurit Romawi dalam perlengkapan militer lengkap yang telah diselimuti abu. Ledakan gunung berapi Vesuvius di tahun 79 m telah menimbun kota tersebut dengan lava dan melahap para penduduk dan budaya mereka dalam waktu sekejap saja. Lukisan yang berjudul “Setia sampai Mati” itu menjadi sebuah kesaksian tentang sikap perajurit tersebut yang tetap berjaga meski sekitarnya sedang ditelan habis oleh kematian yang ganas.

Gereja di Smirna—jemaat abad pertama yang menderita penganiayaan karena Kristus—ditantang untuk setia sampai mati. Komitmen rohani mereka tidaklah diabaikan oleh Sang Tuan (Why. 2:9). Dan untuk setiap penderitaan yang akan mereka alami, Yesus menguatkan mereka dengan mengatakan: “Jangan takut terhadap apa yang harus engkau derita! Sesungguhnya Iblis akan melemparkan beberapa orang dari antaramu ke dalam penjara supaya kamu dicobai . . . . Hendaklah engkau setia sampai mati, dan Aku akan mengaruniakan kepadamu mahkota kehidupan” (ay.10).

Tuhan memahami segala sesuatu yang sedang kita alami di masa sekarang ini dan apa yang akan kita hadapi di masa mendatang. Meski ada penderitaan di dunia ini, Tuhan menjanjikan hidup kekal bagi anak-anak-Nya. Di dalam kekuatan-Nya, kita dapat setia sampai mati (Flp. 4:12-13). —WEC

Meski tekanan dan beban hidup
Mungkin mematahkan benang imanku,
Namun tonggak kesetiaan Allahku
Tak goyah oleh badai apa pun. —NN.

Iman kita mungkin akan diuji supaya kita mempercayai kesetiaan-Nya.