Posts

Konflik Ada untuk Dihadapi dan Diatasi

Hari ke-20 | 30 Hari Saat Teduh bersama Kitab Filipi
Baca Konteks Historis Kitab Filipi di sini

Baca: Filipi 4:2-3

4:2 Euodia kunasihati dan Sintikhe kunasihati, supaya sehati sepikir dalam Tuhan.

4:3 Bahkan, kuminta kepadamu juga, Sunsugos, temanku yang setia: tolonglah mereka. Karena mereka telah berjuang dengan aku dalam pekabaran Injil, bersama-sama dengan Klemens dan kawan-kawanku sekerja yang lain, yang nama-namanya tercantum dalam kitab kehidupan.

Aku pernah pergi jalan-jalan bersama beberapa teman baikku. Aku menganggap mereka punya pemikiran yang sama denganku. Tapi, tak butuh waktu lama, mereka yang kuanggap sepemikiran ini malah berdebat hal-hal yang kecil, mulai dari urusan selera, kebiasaan pribadi, sampai kepada masalah tentang keputusan apa yang terbaik buat kelompok kami.

Perdebatan ini melukai relasiku dengan seseorang dalam kelompok itu. Sebelumnya kami tak pernah bertengkar hebat, tapi semenjak itu, kami jadi merasa sensi satu sama lain dan tidak bahagia. Rasanya mustahil untuk meluangkan waktu 24 jam seminggu bersamanya dengan kondisi seperti ini.

Hingga akhirnya, temanku itu memberanikan diri untuk mengutarakan apa perasaannya terhadapku. Proses ini membutuhkan waktu dan tentunya melibatkan rasa sakit di hati kami berdua. Tetapi, setelah amarah kami mereda, aku mulai menyadari betapa konyolnya sikapku selama ini dalam menghadapi perbedaan pendapat yang ada. Kami pun berdamai. Melihat ke belakang, aku bisa mengatakan sejujurnya bahwa perselisihan itu berubah menjadi hal yang baik buat kami berdua: kami jadi lebih mengerti satu sama lain, bahkan pada akhirnya berteman lebih akrab.

Dalam bagian terakhir dari kitab Filipi, Paulus menggiring perhatian kita kepada sebuah situasi yang serupa ketika ia memohon dengan sangat pada dua orang wanita, Euodia dan Sintikhe, untuk menerima perbedaan yang ada di antara mereka.

Tidak banyak hal yang diketahui tentang kedua wanita ini. Tetapi dalam Filipi 4:3, Paulus berkata bahwa kedua wanita ini “berjuang dengan aku dalam pekabaran Injil” dan “yang nama-namanya tercantum dalam kitab kehidupan” bersama-sama dengan teman sekerja Paulus lainnya. Penjelasan Paulus mengindikasikan bahwa kedua wanita ini ada dalam satu pihak, bekerja untuk sebuah maksud yang sama, dan mengarah ke satu tujuan akhir yang sama—surga.

Ketika kita berada di tengah-tengah konflik, seringkali lebih mudah bagi kita untuk menonjolkan perbedaan. Tetapi, menyadari bahwa kita adalah anak-anak dari Tuhan yang sama, rekan sekerja untuk sebuah maksud yang sama, dan penduduk surga di masa depan akan membantu kita untuk tidak membesar-besarkan perbedaan-perbedaan yang sepele. Akan menjadi lebih baik bagi kita untuk memfokuskan diri pada hal yang benar-benar penting, yaitu apa yang mempersatukan kita di dalam Kristus.

Dalam ayatnya yang ketiga, Paulus meminta temannya yang setia, Sunsugos, untuk membantu proses perdamaian kedua wanita tersebut. Ayat ini menggarisbawahi peran penting yang dapat kita lakukan untuk mempertahankan kesatuan tubuh Kristus. Meskipun kita tidak terlibat secara langsung dalam konflik yang ada, sudah sepatutnya kita peduli terhadap saudara-saudara kita di dalam Kristus dengan berusaha untuk menguatkan mereka dan melakukan apa yang bisa kita lakukan untuk membantu mereka berdamai.

Paulus mendambakan perdamaian sejati untuk kedua wanita ini. Ia tidak ingin mereka hanya berdamai seadanya, tetapi lebih dari itu “supaya sehati sepikir dalam Tuhan” (ayat 2). Kata dalam bahasa Yunani yang digunakan di sini adalah “phroneo” yang bermakna “melatih pikiran” atau “untuk membuat seseorang tertarik”. Artinya, kita tidak dipanggil untuk sekadar mengucapkan permintaan maaf di bibir saja. Sebaliknya, kita harus meluangkan waktu dan tenaga untuk mengatasi perbedaan yang ada dengan berkomunikasi satu sama lain, bersedia untuk saling mendengarkan, serta mengimplementasikan pengampunan dan cinta kasih.

Konflik adalah hal yang tidak terhindarkan. Seringkali bahkan menimbulkan rasa tidak nyaman dan menyakitkan, dan untuk mengatasinya pun memakan waktu. Meskipun begitu, konflik itu diperlukan untuk membantu kita semakin bertumbuh dalam kasih yang lebih besar bagi satu sama lain. Kapan pun konflik menghadang, kiranya kita mengingat nasihat Paulus kepada jemaat Filipi. Dengan fokus pada identitas kita di dalam Kristus dan apa yang dapat kita bagikan sebagai saudara seiman, kita dimampukan untuk mengatasi konflik dan memperoleh kesatuan sejati di dalam-Nya.—Chong Shou En, Singapura

Handlettering oleh Novelia Damara

Pertanyaan untuk direnungkan

1. Mengapa perdamaian dan kesatuan teramat penting dalam tubuh Kristus?

2. Apakah Roh Kudus tengah mendorongmu untuk berdamai dengan seseorang? Siapakah yang dapat membantu kalian untuk mengadakan perdamaian?

3. Apakah Tuhan sudah menunjukkan kepadamu orang yang perlu kamu bantu untuk berdamai dengan orang lain?

Bagikan jawaban atas perenunganmu ini di kolom komentar. Kiranya jawaban sobat muda dapat menjadi inspirasi dan berkat bagi orang lain.

Tentang Penulis:

Chong Shou En, Singapura | Proyek besar Shou En selanjutnya adalah mengalahkan kebiasaan menunda-nunda. Shou juga menyukai musik, olahraga, dan menikmati waktu luangnya bersama keluarga dan teman-teman. Yang paling penting, dia rindu untuk menyenangkan hati Tuhan lebih lagi.

Baca 30 Hari Saat Teduh bersama Kitab Filipi

Melangkah dalam Kesatuan

Hari ke-7 | 30 Hari Saat Teduh bersama Kitab Filipi
Baca Konteks Historis Kitab Filipi di sini

Baca: Filipi 2:1-4

2:1 Jadi karena dalam Kristus ada nasihat, ada penghiburan kasih, ada persekutuan Roh, ada kasih mesra dan belas kasihan,

2:2 karena itu sempurnakanlah sukacitaku dengan ini: hendaklah kamu sehati sepikir, dalam satu kasih, satu jiwa, satu tujuan,

2:3 dengan tidak mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia. Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri;

2:4 dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga.

Aku tumbuh besar di keluarga Kristen, jadi aku menghabiskan banyak hari Minggu pagiku di gereja. Namun aku tidak pernah memiliki keinginan untuk terlibat di dalamnya.

Bahkan, sepanjang masa kuliahku, aku datang tepat waktu untuk ibadah Minggu, lalu langsung menyelinap keluar setelah lagu terakhir selesai dinyanyikan. Hingga suatu hari, seorang teman bertanya padaku, “Tidakkah kamu ingin tinggal sejenak dan mengobrol bersama saudara-saudarimu dalam Kristus?

Nyatanya, jangankan menganggap mereka sebagai saudara dan saudariku, aku bahkan tidak pernah berpikir mengenai kesamaanku dengan orang-orang di gerejaku. Namun ketika temanku bertanya dengan terus terang, aku merasa bersalah karena tidak berusaha mengenal mereka.

Orang-orang di gereja bukanlah kumpulan orang-orang asing. Kita tidak dipersatukan oleh ketertarikan yang dangkal, atau kesamaan latar belakang belaka. Kita memiliki kesamaan yang jauh lebih dalam. Rasul Paulus, dalam suratnya pada jemaat Filipi, mengingatkan mereka bahwa orang-orang Kristen dipersatukan oleh penguatan yang sama-sama kita dapatkan melalui Kristus, penghiburan dalam kasih-Nya, persekutuan dalam Roh, oleh kasih mesra dan belas kasihan.

Pernahkah kamu merasakan karya Tuhan dalam hidupmu? Pernahkah kamu merasakan kedamaian ilahi yang Ia berikan setelah kamu menaikkan sebuah doa? Pernahkah kamu digerakkan pada belas kasih dan kelemahlembutan seperti Kristus? Pengalaman-pengalaman ini juga dirasakan oleh orang-orang yang duduk di sebelahmu di gereja. Hal itulah yang menyatukan kita semua.

Paulus mengatakan jika Kristus ada di dalam hidup kita, maka seharusnya kita “sehati sepikir, dalam satu kasih, satu jiwa, satu tujuan.” Mengapa kita harus sedemikian disatukan? agar kita dapat “sehati sejiwa berjuang untuk iman yang timbul dari Berita Injil” (Filipi 1:27).

Jika kita tidak mengenal saudara-saudari kita di dalam Kristus, jika kita tidak memberi diri kita dalam kehidupan mereka, dan tidak mengizinkan mereka memberi diri dalam hidup kita, bagaimana mungkin kita dapat sehati sepikir berjuang bersama demi Berita Injil?

Alih-alih bertengkar atas perbedaan semu dan mencoba mengungguli satu sama lain, orang-orang Kristen seharusnya bekerja sama untuk menunjukkan keberagaman dan kesatuan yang indah, yang telah dikaruniakan oleh Kristus.

Secara praktis, bagaimana kita dapat menghidupi kesatuan ini? Paulus memberikan petunjuk yang jelas dalam ayat 3-4: “tidak mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia. Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri; dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga.”

Ketika aku langsung menyelinap keluar dari gereja setelah ibadah Minggu selesai, aku sedang memperhatikan kepentinganku saja. Namun Paulus mendorongku untuk menganggap orang lain lebih utama daripada diriku sendiri. Aku sedang mencoba untuk tinggal lebih lama setelah ibadah. Aku berusaha melakukan perbincangan yang berarti dan tidak basa-basi semata dengan saudara-saudariku, dengan menanyakan bagaimana Allah berkarya di hidup mereka minggu ini, atau jika ada suatu hal yang dapat kudoakan. Semakin aku berusaha mengenal mereka, semakin aku diberkati untuk menanggung beban sesamaku, dan juga bersuka dengan yang orang-orang lain.

Maukah kamu berusaha bersamaku untuk mengesampingkan kepentingan diri atau pujian yang sia-sia, dan memperhatikan kepentingan orang-orang di sekitar kita demi menjalankan tugas yang dipercayakan Allah pada kita? Tentunya hal ini tidaklah mudah, namun sebagaimana kita telah diselamatkan oleh pengorbanan Kristus, kita juga dapat percaya bahwa kasih dan penguatan-Nya akan memampukan kita untuk hidup bersama dalam kesatuan yang luar biasa, yang tidak dikenal dunia.—Christine Emmert, Amerika Serikat

Handlettering oleh Septianto Nugroho

Pertanyaan untuk direnungkan

1. Apakah kamu sedang menjadi orang yang memikirkan diri sendiri atau orang lain? Bagaimana bacaan hari ini meyakinkan dan menguatkanmu?

2. Apakah kamu memiliki ambisi atau kepentingan pribadi yang menghalangimu untuk hidup dalam kesatuan? Apa langkah-langkah praktis yang dapat kamu lakukan untuk mengesampingkan hal-hal tersebut?

3. Bagaimana kamu telah mengalami Kristus minggu ini (Filipi 2:1)? Apakah ada orang percaya lainnya yang dapat kamu temui untuk kamu bagikan pengalamanmu tentang karya Kristus dalam hidupmu?

Bagikan jawaban atas perenunganmu ini di kolom komentar. Kiranya jawaban sobat muda dapat menjadi inspirasi dan berkat bagi orang lain.

Tentang Penulis:

Christine Emmert, Amerika Serikat | Christine adalah seorang pengikut Kristus, kutu buku, dan penyuka makanan. Hidup ini indah, setiap hembusan nafas adalah pengingat bahwa apapun keadaannya, Tuhan itu baik.

Baca 30 Hari Saat Teduh bersama Kitab Filipi

Ketika Pelayanan Tidak Selaras

Oleh Deastri Pritasari, Surabaya

Setiap hari Jumat, tempat kerjaku mengadakan doa dan sharing bersama. Biasanya acara diawali dengan menyanyikan satu lagu, kemudian berdoa, dan diakhiri dengan sharing. Yang menarik perhatian kami adalah saat sesi menyanyi. Kami punya kelebihan dan kekurangan masing-masing dalam hal olah suara dan bermusik.

Seorang teman kami, sebut saja namanya Lukas, dia menggenjreng gitar dengan penuh percaya diri. Sebenarnya, dia tidak begitu pandai bermain gitar, pun suaranya saat menyanyi biasa saja. Andrew, dia tidak tahu persis tangga nada. Sedangkan Dita, dia punya suara merdu yang akhirnya mendominasi nyanyian dan menuntun kami yang bersuara fals.

Mungkin kamu bisa membayangkan bagaimana suasana ketika kami bernyanyi dan bersekutu. Aku tidak ingin menunjukkanmu bahwa kami adalah kelompok kerja yang ‘rohani’. Tidak, sama sekali bukan itu.

Aku melihat ada ketidakselarasan dalam hal selera dan kemampuan kami bermusik. Kami tidak selaras dalam suara, juga irama dan nada. Aku bisa menyanyi, tapi aku tak begitu paham dengan tangga nada. Jika dilihat sekilas, agaknya ketidakselarasan bisa mengacaukan suasana. Tapi, dalam kelompok kerjaku yang terjadi malah sebaliknya. Ketidakselarasan membuat sesi menyanyi kami menjadi lucu dan mengundang tawa.

Bicara tentang kata “selaras”, jika melihat definisinya di KBBI adalah sebuah kesesuaian atau kesamaan. Kata “selaras” juga sering dikaitkan dengan nada atau lantunan lagu.

Kembali ke ceritaku di awal, ketika lagu-lagu yang kami nyanyikan di persekutuan kami tidak selaras dengan kecakapan kami bermusik, aku pun terbersit dua pertanyaan.

Apakah ketidakselarasan itu berdosa dan tidak berkenan di hadapan Tuhan?

Apakah ketidakselarasan itu tidak menyenangkan hati Tuhan?

Jika aku melihat dari sudut pandangku sebagai manusia, mungkin ketidakselarasan adalah sesuatu yang menganggu. Bahkan, mungkin bagi sebagian orang yang terbiasa dengan segalal sesuatu yang sesuai, ketidakselarasan dianggap dapat menimbulkan kekacauan atau kerusakan. Tapi, mungkin pula ada orang yang menganggap ketidakselarasan sebagai hal biasa, lalu memakluminya dan menerima apa adanya.

Tuhan kita adalah Tuhan yang sempurna (Matius 5:48). Tetapi, aku bersyukur karena dalam kesempurnaan-Nya, Tuhan menerima kita apa adanya. Tuhan menganggap kita berharga dan memberi diri-Nya untuk menebus kita dari dosa (Yohanes 3:16).

Dalam pelayanan kita, mungkin kita mendapati ada orang-orang yang kita anggap tidak selaras. Apa yang mereka lakukan agaknya membuat kita memandang sebelah mata. Tetapi, alih-alih menghakimi mereka, kita bisa mendorong dan mengajak mereka untuk mengembangkan diri. Bersama teman-temanku, kami berlatih vokal dan mendengarkan nada, irama, dan sebagainya. Dengan lembut, kami saling mengignatkan dan menguatkan, serta menopang satu sama lain dalam doa. Ketidakselarasan kami dalam persekutuan adalah sarana untuk kami bersukacita dalam Tuhan dan saling mengasah diri. Tuhan dalam kesempurnaan-Nya menerima kita apa adanya, memberikan kasih-Nya, dan mengampuni kita. Kita pun melayani Tuhan sebagai ungkapan syukur atas kasih-Nya tersebut.

Apapun yang menjadi pelayananmu hari ini, lakukanlah itu untuk Tuhan. Berikan yang terbaik untuk-Nya.

God doesn’t call the qualified
He qualifies the called

Tuhan tidak memanggil orang-orang yang sempurna
Dia menyempurnakan orang-orang yang dipanggil-Nya

Baca Juga:

Jadilah Tuhan, Kehendak-Mu

Ketika mendapat kabar kalau aku harus segera dioperasi, duniaku terasa berhenti sejenak. Jujur, aku takut. Tapi, Tuhan menuntunku agar aku kuat melalui semuanya.

Tidak Terus-Terusan Menghukum

Minggu, 26 Agustus 2018

Tidak Terus-Terusan Menghukum

Baca: Galatia 2:11-16

2:11 Tetapi waktu Kefas datang ke Antiokhia, aku berterang-terang menentangnya, sebab ia salah.

2:12 Karena sebelum beberapa orang dari kalangan Yakobus datang, ia makan sehidangan dengan saudara-saudara yang tidak bersunat, tetapi setelah mereka datang, ia mengundurkan diri dan menjauhi mereka karena takut akan saudara-saudara yang bersunat.

2:13 Dan orang-orang Yahudi yang lainpun turut berlaku munafik dengan dia, sehingga Barnabas sendiri turut terseret oleh kemunafikan mereka.

2:14 Tetapi waktu kulihat, bahwa kelakuan mereka itu tidak sesuai dengan kebenaran Injil, aku berkata kepada Kefas di hadapan mereka semua: “Jika engkau, seorang Yahudi, hidup secara kafir dan bukan secara Yahudi, bagaimanakah engkau dapat memaksa saudara-saudara yang tidak bersunat untuk hidup secara Yahudi?”

2:15 Menurut kelahiran kami adalah orang Yahudi dan bukan orang berdosa dari bangsa-bangsa lain.

2:16 Kamu tahu, bahwa tidak seorangpun yang dibenarkan oleh karena melakukan hukum Taurat, tetapi hanya oleh karena iman dalam Kristus Yesus. Sebab itu kamipun telah percaya kepada Kristus Yesus, supaya kami dibenarkan oleh karena iman dalam Kristus dan bukan oleh karena melakukan hukum Taurat. Sebab: “tidak ada seorangpun yang dibenarkan” oleh karena melakukan hukum Taurat.

Ketika Petrus datang ke Antiokhia, saya menentang dia terang-terangan, sebab tindakannya salah. —Galatia 2:11 BIS

Tidak Terus-Terusan Menghukum

Dalam suatu diskusi tentang rekonsiliasi, seorang peserta dengan bijak mengatakan, “Janganlah kita terus-terusan menghukum orang lain.” Ia berkomentar tentang sikap kita yang cenderung mengingat-ingat kesalahan orang lain dan tak pernah memberi mereka kesempatan untuk berubah.

Ada begitu banyak momen dalam kehidupan Petrus yang bisa saja membuat Allah terus-terusan menghukum Petrus. Namun, Dia tidak melakukannya. Petrus yang impulsif pernah berusaha “menegur” Yesus, tetapi ia justru mendapat teguran tajam dari Tuhan (Mat. 16:21-23). Petrus pernah menyangkal Kristus (Yoh. 18:15-27), tetapi kemudian dipulihkan kembali (21:15-19). Ia juga pernah ambil bagian dalam perpecahan rasial dalam gereja.

Masalah tersebut muncul saat Petrus memisahkan diri dari orang-orang non-Yahudi (Gal. 2:11-12). Ia baru saja makan bersama-sama dengan mereka, tetapi ketika sejumlah orang Yahudi datang (dari pihak yang bersikeras mewajibkan sunat bagi orang percaya), Petrus pun menjauhi orang-orang non-Yahudi yang tidak disunat itu. Rasul Paulus lalu menyebut sikap Petrus itu “munafik” (ay.13). Karena teguran yang keras dari Paulus, masalah itu dapat diselesaikan. Petrus kemudian melanjutkan pelayanannya kepada Allah dalam kesatuan yang indah seperti yang dikehendaki-Nya untuk kita semua.

Tak seorang pun perlu dihukum terus-terusan dalam kesalahan mereka. Dalam anugerah Allah, kita dapat saling menerima, saling belajar, saling menegur jika memang dibutuhkan, dan bertumbuh bersama dalam kasih-Nya. —Tim Gustafson

Tuhan, bawa kami mendekat kepada-Mu hari ini, agar kami juga dapat mendekat dengan sesama kami. Lindungilah kesatuan gereja-Mu. Berilah kami kesepahaman di saat muncul ketidakpercayaan. Pulihkan kami di saat terjadi perpecahan.

Saat menegur seseorang, kita patut memiliki satu tujuan: untuk memulihkan dan bukan mempermalukan dirinya. —Chuck Swindoll

Bacaan Alkitab Setahun: Mazmur 119:89-176; 1 Korintus 8

Banyak Karunia, Satu Tujuan

Minggu, 8 Juli 2018

Banyak Karunia, Satu Tujuan

Baca: 1 Korintus 12:4-14

12:4 Ada rupa-rupa karunia, tetapi satu Roh.

12:5 Dan ada rupa-rupa pelayanan, tetapi satu Tuhan.

12:6 Dan ada berbagai-bagai perbuatan ajaib, tetapi Allah adalah satu yang mengerjakan semuanya dalam semua orang.

12:7 Tetapi kepada tiap-tiap orang dikaruniakan penyataan Roh untuk kepentingan bersama.

12:8 Sebab kepada yang seorang Roh memberikan karunia untuk berkata-kata dengan hikmat, dan kepada yang lain Roh yang sama memberikan karunia berkata-kata dengan pengetahuan.

12:9 Kepada yang seorang Roh yang sama memberikan iman, dan kepada yang lain Ia memberikan karunia untuk menyembuhkan.

12:10 Kepada yang seorang Roh memberikan kuasa untuk mengadakan mujizat, dan kepada yang lain Ia memberikan karunia untuk bernubuat, dan kepada yang lain lagi Ia memberikan karunia untuk membedakan bermacam-macam roh. Kepada yang seorang Ia memberikan karunia untuk berkata-kata dengan bahasa roh, dan kepada yang lain Ia memberikan karunia untuk menafsirkan bahasa roh itu.

12:11 Tetapi semuanya ini dikerjakan oleh Roh yang satu dan yang sama, yang memberikan karunia kepada tiap-tiap orang secara khusus, seperti yang dikehendaki-Nya.

12:12 Karena sama seperti tubuh itu satu dan anggota-anggotanya banyak, dan segala anggota itu, sekalipun banyak, merupakan satu tubuh, demikian pula Kristus.

12:13 Sebab dalam satu Roh kita semua, baik orang Yahudi, maupun orang Yunani, baik budak, maupun orang merdeka, telah dibaptis menjadi satu tubuh dan kita semua diberi minum dari satu Roh.

12:14 Karena tubuh juga tidak terdiri dari satu anggota, tetapi atas banyak anggota.

Karena sama seperti tubuh itu satu dan anggota-anggotanya banyak, dan segala anggota itu, sekalipun banyak, merupakan satu tubuh, demikian pula Kristus. —1 Korintus 12:12

Banyak Karunia, Satu Tujuan

Jagung adalah makanan pokok di negara asal saya, Meksiko. Ada banyak jenis jagung. Kamu dapat menemukan tongkol jagung berwarna kuning, cokelat, merah, dan hitam, bahkan ada yang bercorak belang-belang. Namun, penduduk kota biasanya tidak mau memakan jagung yang belang-belang. Amado Ramírez, seorang pengusaha restoran sekaligus peneliti, menjelaskan bahwa hal itu terjadi karena mereka meyakini keseragaman menunjukkan kualitas yang tinggi. Meski demikian, jagung yang belang-belang ternyata enak rasanya dan cocok untuk bahan baku keripik tortilla.

Gereja Tuhan lebih mirip dengan jagung yang belang-belang daripada jagung dengan satu warna. Rasul Paulus menggunakan tubuh untuk menggambarkan tentang gereja. Walaupun kita semua adalah satu tubuh, dan kita memiliki Allah yang sama, setiap dari kita telah diberi karunia yang berbeda-beda. Inilah yang dikatakan Paulus, “Ada rupa-rupa pelayanan, tetapi satu Tuhan. Dan ada berbagai-bagai perbuatan ajaib, tetapi Allah adalah satu yang mengerjakan semuanya dalam semua orang” (1Kor. 12:5-6). Keragaman dalam cara kita melayani satu sama lain menunjukkan kemurahan hati dan kreativitas Allah.

Ketika kita menerima keragaman yang ada, kiranya kita juga berusaha sungguh-sungguh untuk menjaga kesatuan iman dan tujuan kita bersama. Memang, kita memiliki kemampuan dan latar belakang yang berbeda-beda. Kita berbicara dalam bahasa yang berbeda-beda dan berasal dari negara yang berbeda-beda. Namun, kita memiliki Allah yang sama, sang Pencipta yang sangat menikmati keragaman ciptaan-Nya. —Keila Ochoa

Bapa, kiranya kami berusaha sungguh-sungguh untuk menjadi satu, dengan menghormati satu sama lain dan menghargai keragaman karunia serta talenta kami.

Kita membutuhkan satu sama lain untuk dapat menjadi pribadi-pribadi yang Allah kehendaki.

Bacaan Alkitab Setahun: Ayub 36-37; Kisah Para Rasul 15:22-41

Gesekan Budaya

Minggu, 11 Februari 2018

Gesekan Budaya

Baca: Kisah Para Rasul 6:1-7

6:1 Pada masa itu, ketika jumlah murid makin bertambah, timbullah sungut-sungut di antara orang-orang Yahudi yang berbahasa Yunani terhadap orang-orang Ibrani, karena pembagian kepada janda-janda mereka diabaikan dalam pelayanan sehari-hari.

6:2 Berhubung dengan itu kedua belas rasul itu memanggil semua murid berkumpul dan berkata: “Kami tidak merasa puas, karena kami melalaikan Firman Allah untuk melayani meja.

6:3 Karena itu, saudara-saudara, pilihlah tujuh orang dari antaramu, yang terkenal baik, dan yang penuh Roh dan hikmat, supaya kami mengangkat mereka untuk tugas itu,

6:4 dan supaya kami sendiri dapat memusatkan pikiran dalam doa dan pelayanan Firman.”

6:5 Usul itu diterima baik oleh seluruh jemaat, lalu mereka memilih Stefanus, seorang yang penuh iman dan Roh Kudus, dan Filipus, Prokhorus, Nikanor, Timon, Parmenas dan Nikolaus, seorang penganut agama Yahudi dari Antiokhia.

6:6 Mereka itu dihadapkan kepada rasul-rasul, lalu rasul-rasul itupun berdoa dan meletakkan tangan di atas mereka.

6:7 Firman Allah makin tersebar, dan jumlah murid di Yerusalem makin bertambah banyak; juga sejumlah besar imam menyerahkan diri dan percaya.

Mereka itu dihadapkan kepada rasul-rasul, lalu rasul-rasul itupun berdoa dan meletakkan tangan di atas mereka. Firman Allah makin tersebar. —Kisah Para Rasul 6:6-7

Gesekan Budaya

Gelombang pengungsi yang baru menetap di komunitas kami membawa pertumbuhan bagi gereja-gereja di lingkungan ini. Namun, pertumbuhan itu memunculkan tantangan tersendiri. Jemaat gereja harus belajar menyambut para pendatang itu dengan baik, sementara para pendatang itu perlu menyesuaikan diri dengan budaya, bahasa, dan cara ibadah yang baru dan berbeda. Segala perubahan itu dapat menimbulkan kecanggungan.

Di mana pun manusia berinteraksi, kesalahpahaman dan perbedaan pendapat dapat terjadi, tak terkecuali di gereja. Jika kita tidak menangani perbedaan-perbedaan kita dengan cara yang sehat, keadaan dapat menjadi semakin tegang hingga terjadilah perpecahan.

Gereja mula-mula di Yerusalem sedang berkembang ketika perselisihan muncul karena gesekan-gesekan budaya. Orang Yahudi yang berbahasa Yunani (kaum Helenis) mengeluhkan sikap orang Yahudi yang berbahasa Aram. Para janda dari kaum Helenis “diabaikan dalam pelayanan sehari-hari” (Kis. 6:1). Oleh karena itu, para rasul berkata, “Pilihlah tujuh orang dari antaramu, yang terkenal baik, dan yang penuh Roh dan hikmat, supaya kami mengangkat mereka untuk tugas itu” (ay.3). Tujuh orang yang kemudian terpilih memiliki nama Yunani (ay.5). Dengan kata lain, mereka berasal dari kaum Helenis, yakni anggota dari kelompok yang terabaikan. Merekalah yang paling mengerti masalahnya. Para rasul mendoakan dan menumpangkan tangan di atas mereka, lalu gereja pun semakin berkembang (ay.6-7).

Pertumbuhan memang membawa tantangan, sebagian disebabkan karena meningkatnya interaksi di antara orang-orang yang berbeda budaya dan kebiasaan. Namun dengan meminta tuntunan Roh Kudus, kita akan menemukan solusi-solusi kreatif sehingga hal-hal yang awalnya berpotensi menjadi masalah diubah menjadi kesempatan untuk semakin bertumbuh. —Tim Gustafson

Apa yang dimulai dengan kebersamaan, dipertahankan sebagai kemajuan, dan dikerjakan bersama hingga mencapai kesuksesan.

Bacaan Alkitab Setahun: Imamat 11-12; Matius 26:1-25

Mengupayakan Kesatuan

Senin, 15 Januari 2018

Mengupayakan Kesatuan

Baca: Kolose 3:9-17

3:9 Jangan lagi kamu saling mendustai, karena kamu telah menanggalkan manusia lama serta kelakuannya,

3:10 dan telah mengenakan manusia baru yang terus-menerus diperbaharui untuk memperoleh pengetahuan yang benar menurut gambar Khaliknya;

3:11 dalam hal ini tiada lagi orang Yunani atau orang Yahudi, orang bersunat atau orang tak bersunat, orang Barbar atau orang Skit, budak atau orang merdeka, tetapi Kristus adalah semua dan di dalam segala sesuatu.

3:12 Karena itu, sebagai orang-orang pilihan Allah yang dikuduskan dan dikasihi-Nya, kenakanlah belas kasihan, kemurahan, kerendahan hati, kelemahlembutan dan kesabaran.

3:13 Sabarlah kamu seorang terhadap yang lain, dan ampunilah seorang akan yang lain apabila yang seorang menaruh dendam terhadap yang lain, sama seperti Tuhan telah mengampuni kamu, kamu perbuat jugalah demikian.

3:14 Dan di atas semuanya itu: kenakanlah kasih, sebagai pengikat yang mempersatukan dan menyempurnakan.

3:15 Hendaklah damai sejahtera Kristus memerintah dalam hatimu, karena untuk itulah kamu telah dipanggil menjadi satu tubuh. Dan bersyukurlah.

3:16 Hendaklah perkataan Kristus diam dengan segala kekayaannya di antara kamu, sehingga kamu dengan segala hikmat mengajar dan menegur seorang akan yang lain dan sambil menyanyikan mazmur, dan puji-pujian dan nyanyian rohani, kamu mengucap syukur kepada Allah di dalam hatimu.

3:17 Dan segala sesuatu yang kamu lakukan dengan perkataan atau perbuatan, lakukanlah semuanya itu dalam nama Tuhan Yesus, sambil mengucap syukur oleh Dia kepada Allah, Bapa kita.

Dalam hal ini tiada lagi orang Yunani atau orang Yahudi, orang bersunat atau orang tak bersunat, orang Barbar atau orang Skit, budak atau orang merdeka, tetapi Kristus adalah semua dan di dalam segala sesuatu. —Kolose 3:11

Mengupayakan Kesatuan

Tumbuh besar di era 1950-an, saya tidak pernah mempertanyakan rasisme dan praktik pemisahan golongan yang mewarnai kehidupan sehari-hari di kota tempat saya tinggal. Di berbagai sekolah, restoran, transportasi umum, dan lingkungan tempat tinggal, orang-orang yang warna kulitnya berbeda memang dipisahkan.

Sikap saya berubah pada tahun 1968 ketika mulai mengikuti Pelatihan Dasar Angkatan Darat Amerika Serikat. Kompi saya beranggotakan para pemuda dari berbagai latar belakang. Kami belajar bahwa kami perlu saling memahami dan menerima satu sama lain, bekerja sama, dan menyelesaikan misi kami.

Ketika Paulus menulis surat kepada jemaat di Kolose pada abad pertama, ia menyadari keragaman dalam jemaat itu. Ia mengingatkan mereka, “Dalam hal ini tiada lagi orang Yunani atau orang Yahudi, orang bersunat atau orang tak bersunat, orang Barbar atau orang Skit, budak atau orang merdeka, tetapi Kristus adalah semua dan di dalam segala sesuatu” (Kol. 3:11). Kepada sekelompok orang yang sangat mudah terpecah belah, baik oleh perbedaan yang sepele maupun yang serius, Paulus mendorong mereka untuk mengenakan “belas kasihan, kemurahan, kerendahan hati, kelemahlembutan dan kesabaran” (ay.12). Dan yang lebih utama daripada segala perilaku yang mulia itu, ia mengatakan kepada mereka untuk mengenakan kasih “sebagai pengikat yang mempersatukan dan menyempurnakan” (ay.14).

Menerapkan prinsip-prinsip tersebut dalam hidup kita mungkin terasa seperti upaya yang tak pernah usai. Namun, itulah panggilan Yesus bagi kita. Yang menyatukan kita sebagai umat percaya adalah kasih kita kepada-Nya. Dengan dasar itulah kita mengejar pengertian, damai sejahtera, dan kesatuan sebagai sesama anggota tubuh Kristus.

Di tengah segala keragaman kita, marilah mengupayakan kesatuan yang semakin erat di dalam Kristus. —David C. McCasland

Kasih Kristus menciptakan kesatuan dalam keragaman.

Bacaan Alkitab Setahun: Kejadian 36–38; Matius 10:21-42

Desain gambar oleh WarungSaTeKaMu & Dian Trisna

Semua Generasi

Minggu, 30 Juli 2017

Semua Generasi

Baca: Mazmur 145:1-13

145:1 Puji-pujian dari Daud. Aku hendak mengagungkan Engkau, ya Allahku, ya Raja, dan aku hendak memuji nama-Mu untuk seterusnya dan selamanya.

145:2 Setiap hari aku hendak memuji Engkau, dan hendak memuliakan nama-Mu untuk seterusnya dan selamanya.

145:3 Besarlah TUHAN dan sangat terpuji, dan kebesaran-Nya tidak terduga.

145:4 Angkatan demi angkatan akan memegahkan pekerjaan-pekerjaan-Mu dan akan memberitakan keperkasaan-Mu.

145:5 Semarak kemuliaan-Mu yang agung dan perbuatan-perbuatan-Mu yang ajaib akan kunyanyikan.

145:6 Kekuatan perbuatan-perbuatan-Mu yang dahsyat akan diumumkan mereka, dan kebesaran-Mu hendak kuceritakan.

145:7 Peringatan kepada besarnya kebajikan-Mu akan dimasyhurkan mereka, dan tentang keadilan-Mu mereka akan bersorak-sorai.

145:8 TUHAN itu pengasih dan penyayang, panjang sabar dan besar kasih setia-Nya.

145:9 TUHAN itu baik kepada semua orang, dan penuh rahmat terhadap segala yang dijadikan-Nya.

145:10 Segala yang Kaujadikan itu akan bersyukur kepada-Mu, ya TUHAN, dan orang-orang yang Kaukasihi akan memuji Engkau.

145:11 Mereka akan mengumumkan kemuliaan kerajaan-Mu, dan akan membicarakan keperkasaan-Mu,

145:12 untuk memberitahukan keperkasaan-Mu kepada anak-anak manusia, dan kemuliaan semarak kerajaan-Mu.

145:13 Kerajaan-Mu ialah kerajaan segala abad, dan pemerintahan-Mu tetap melalui segala keturunan. TUHAN setia dalam segala perkataan-Nya dan penuh kasih setia dalam segala perbuatan-Nya.

Kerajaan-Mu ialah kerajaan segala abad, dan pemerintahan-Mu tetap melalui segala keturunan. —Mazmur 145:13

Semua Generasi

Orangtua saya menikah pada tahun 1933 sewaktu masa Depresi Besar. Saya dan istri lahir pada era Baby Boomers, di mana angka kelahiran meningkat drastis setelah Perang Dunia II. Keempat putri kami lahir pada dekade 70-an dan 80-an, dan mereka termasuk Generasi X dan Y. Karena besar pada masa-masa yang sangat berbeda, tidaklah heran apabila masing-masing dari kami berbeda pendapat tentang banyak hal!

Setiap generasi sangat berbeda dalam pengalaman dan nilai-nilai kehidupan yang mereka anut. Itu juga terjadi di antara para pengikut Yesus Kristus. Mungkin selera pakaian dan musik kita masing-masing sangat berbeda, tetapi ikatan rohani kita jauh lebih kuat daripada segala perbedaan tersebut.

Mazmur 145, sebuah pujian agung kepada Allah, menyerukan tentang ikatan rohani kita tersebut. “Angkatan demi angkatan akan memegahkan pekerjaan-pekerjaan-Mu dan akan memberitakan keperkasaan-Mu. . . . Peringatan kepada besarnya kebajikan-Mu akan dimasyhurkan mereka, dan tentang keadilan-Mu mereka akan bersorak-sorai” (ay.4,7). Dengan usia dan pengalaman yang begitu berbeda-beda, kita semua disatukan untuk memuliakan Tuhan. “Mereka akan mengumumkan kemuliaan kerajaan-Mu, dan akan membicarakan keperkasaan-Mu” (ay.11).

Meskipun perbedaan dan pilihan dapat memisahkan kita, iman yang sama dalam Tuhan Yesus Kristus menyatukan kita untuk saling mempercayai, mendukung, dan memuji. Berapa pun usia dan apa pun pandangan kita, kita membutuhkan satu sama lain! Apa pun generasi kita, kita dapat belajar dari satu sama lain dan bersama-sama memuliakan Tuhan—“untuk memberitahukan keperkasaan-[Nya] kepada anak-anak manusia, dan kemuliaan semarak kerajaan-[Nya]” (ay.12). —David McCasland

Tuhan, satukanlah umat-Mu dari segala generasi untuk memuliakan dan memuji-Mu seiring kami bersaksi tentang kasih-Mu kepada dunia.

Kerajaan Allah hidup dan bertumbuh dari generasi ke generasi.

Bacaan Alkitab Setahun: Mazmur 51-53 dan Roma 2

Bermain dengan Selaras

Jumat, 23 Juni 2017

Bermain dengan Selaras

Baca: Roma 12:3-8

12:3 Berdasarkan kasih karunia yang dianugerahkan kepadaku, aku berkata kepada setiap orang di antara kamu: Janganlah kamu memikirkan hal-hal yang lebih tinggi dari pada yang patut kamu pikirkan, tetapi hendaklah kamu berpikir begitu rupa, sehingga kamu menguasai diri menurut ukuran iman, yang dikaruniakan Allah kepada kamu masing-masing.

12:4 Sebab sama seperti pada satu tubuh kita mempunyai banyak anggota, tetapi tidak semua anggota itu mempunyai tugas yang sama,

12:5 demikian juga kita, walaupun banyak, adalah satu tubuh di dalam Kristus; tetapi kita masing-masing adalah anggota yang seorang terhadap yang lain.

12:6 Demikianlah kita mempunyai karunia yang berlain-lainan menurut kasih karunia yang dianugerahkan kepada kita: Jika karunia itu adalah untuk bernubuat baiklah kita melakukannya sesuai dengan iman kita.

12:7 Jika karunia untuk melayani, baiklah kita melayani; jika karunia untuk mengajar, baiklah kita mengajar;

12:8 jika karunia untuk menasihati, baiklah kita menasihati. Siapa yang membagi-bagikan sesuatu, hendaklah ia melakukannya dengan hati yang ikhlas; siapa yang memberi pimpinan, hendaklah ia melakukannya dengan rajin; siapa yang menunjukkan kemurahan, hendaklah ia melakukannya dengan sukacita.

Demikian juga kita, walaupun banyak, adalah satu tubuh di dalam Kristus; tetapi kita masing-masing adalah anggota yang seorang terhadap yang lain. Demikianlah kita mempunyai karunia yang berlain-lainan menurut kasih karunia yang dianugerahkan kepada kita. —Roma 12:5-6

Bermain dengan Selaras

Melihat konser band sekolah cucu kami, saya terkesan pada betapa bagusnya anak-anak berusia 11-12 tahun itu bermain bersama. Jika tiap anak ingin tampil sendiri-sendiri, mereka tidak akan mampu mencapai apa yang dilakukan band itu bersama-sama. Semua seruling, terompet, dan perkusi memainkan bagiannya masing-masing dan menghasilkan musik yang indah!

Kepada para pengikut Yesus di Roma, Paulus menulis, ”Demikian juga kita, walaupun banyak, adalah satu tubuh di dalam Kristus; tetapi kita masing-masing adalah anggota yang seorang terhadap yang lain. Demikianlah kita mempunyai karunia yang berlain-lainan menurut kasih karunia yang dianugerahkan kepada kita” (Rm. 12:5-6). Karunia yang disebutkan Paulus antara lain adalah bernubuat, melayani, mengajar, menasihati, berbagi, memberi pimpinan, dan menunjukkan kemurahan (ay.7-8). Setiap karunia hendaknya digunakan dengan leluasa untuk kepentingan bersama (1Kor. 12:7).

Salah satu definisi dari konser adalah “kesepakatan dalam rancangan atau rencana, kesatuan aksi; harmoni atau keselarasan”. Itulah rancangan Allah untuk kita, anak-anak-Nya di dalam iman kepada Yesus Kristus. “Hendaklah kamu saling mengasihi sebagai saudara dan saling mendahului dalam memberi hormat” (ay.10). Allah ingin kita bekerja sama, bukan saling bersaing.

Kita berada “di atas panggung”, disaksikan dan didengarkan oleh dunia setiap hari. Tidak ada pemain tunggal dalam konser Allah, dan tiap alat musik berperan penting. Musik terbaik dihasilkan ketika setiap orang memainkan perannya dalam kesatuan bersama. —David McCasland

Tuhan, Kaulah Pemimpin hidup kami. Kami ingin meninggikan kasih dan anugerah-Mu dalam keselarasan dengan anak-anak-Mu yang lain hari ini.

Tidak ada pemain tunggal dalam orkestra Allah.

Bacaan Alkitab Setahun: Ester 9-10 dan Kisah Para Rasul 7:1-21