Posts

Menyiapkan Anak

Jumat, 19 Mei 2017

Menyiapkan Anak

Baca: Mazmur 78:1-8

78:1 Nyanyian pengajaran Asaf. Pasanglah telinga untuk pengajaranku, hai bangsaku, sendengkanlah telingamu kepada ucapan mulutku.

78:2 Aku mau membuka mulut mengatakan amsal, aku mau mengucapkan teka-teki dari zaman purbakala.

78:3 Yang telah kami dengar dan kami ketahui, dan yang diceritakan kepada kami oleh nenek moyang kami,

78:4 kami tidak hendak sembunyikan kepada anak-anak mereka, tetapi kami akan ceritakan kepada angkatan yang kemudian puji-pujian kepada TUHAN dan kekuatan-Nya dan perbuatan-perbuatan ajaib yang telah dilakukan-Nya.

78:5 Telah ditetapkan-Nya peringatan di Yakub dan hukum Taurat diberi-Nya di Israel; nenek moyang kita diperintahkan-Nya untuk memperkenalkannya kepada anak-anak mereka,

78:6 supaya dikenal oleh angkatan yang kemudian, supaya anak-anak, yang akan lahir kelak, bangun dan menceritakannya kepada anak-anak mereka,

78:7 supaya mereka menaruh kepercayaan kepada Allah dan tidak melupakan perbuatan-perbuatan Allah, tetapi memegang perintah-perintah-Nya;

78:8 dan jangan seperti nenek moyang mereka, angkatan pendurhaka dan pemberontak, angkatan yang tidak tetap hatinya dan tidak setia jiwanya kepada Allah.

Kami mau mewartakan kepada angkatan yang kemudian tentang kuasa Tuhan dan karya-karyaNya yang besar, serta perbuatan-perbuatan-Nya yang ajaib. —Mazmur 78:4 BIS

Menyiapkan Anak

Frasa di banyak situs web tentang pengasuhan anak menyatakan, “Siapkan anakmu untuk menjalani hidup daripada menyiapkan jalan untuk anakmu.” Daripada berusaha menghilangkan semua rintangan dan memuluskan jalan hidup anak-anak kita, kita seharusnya membekali mereka agar dapat mengatasi kesulitan-kesulitan yang akan mereka temui di perjalanan hidup mereka mendatang.

Pemazmur menulis, “Kami mau mewartakan kepada angkatan yang kemudian tentang kuasa Tuhan dan karya-karya-Nya yang besar, serta perbuatan-perbuatan-Nya yang ajaib. . . . Ia memberi hukum-Nya, . . . . Ia menyuruh nenek moyang kita mengajarkannya kepada anak-anak mereka, supaya angkatan berikut mengenal-Nya, lalu meneruskannya kepada anak-anak mereka” (Mzm. 78:4-6 BIS). Tujuannya adalah agar mereka “menaruh harapannya kepada Allah, dan tidak melupakan perbuatan-Nya, tetapi selalu taat pada perintah-Nya” (Mzm. 78:7 BIS).

Pikirkan kuatnya pengaruh rohani yang diberikan orang lain dalam hidup kita melalui perkataan dan cara hidup mereka. Percakapan dan perbuatan nyata mereka memikat perhatian kita dan membangkitkan semangat kita untuk mau mengikut Yesus sama seperti mereka.

Meneruskan firman Allah dan rencana-Nya bagi hidup kita kepada generasi-generasi mendatang adalah kesempatan sekaligus tanggung jawab yang istimewa. Apa pun yang mereka hadapi kelak dalam perjalanan hidup mereka, kita rindu mereka telah dibekali dan siap sedia menghadapi semua itu dengan kekuatan dari Tuhan. —David McCasland

Bapa di surga, kami memohon hikmat dan tuntunan-Mu untuk menyiapkan anak-anak yang kami kasihi agar mereka berjalan bersama-Mu dalam iman.

Lewat percakapan dan perbuatan nyata, marilah menolong anak-anak untuk mengikut Tuhan dalam perjalanan hidup mereka.

Bacaan Alkitab Setahun: 1 Tawarikh 7-9; Yohanes 6:22-24

Warisan yang Baik

Rabu, 15 Maret 2017

Warisan yang Baik

Baca: 2 Timotius 1:1-5

1:1 Dari Paulus, rasul Kristus Yesus oleh kehendak Allah untuk memberitakan janji tentang hidup dalam Kristus Yesus,

1:2 kepada Timotius, anakku yang kekasih: kasih karunia, rahmat dan damai sejahtera dari Allah Bapa dan Kristus Yesus, Tuhan kita, menyertai engkau.

1:3 Aku mengucap syukur kepada Allah, yang kulayani dengan hati nurani yang murni seperti yang dilakukan nenek moyangku. Dan selalu aku mengingat engkau dalam permohonanku, baik siang maupun malam.

1:4 Dan apabila aku terkenang akan air matamu yang kaucurahkan, aku ingin melihat engkau kembali supaya penuhlah kesukaanku.

1:5 Sebab aku teringat akan imanmu yang tulus ikhlas, yaitu iman yang pertama-tama hidup di dalam nenekmu Lois dan di dalam ibumu Eunike dan yang aku yakin hidup juga di dalam dirimu.

Sebab aku teringat akan imanmu yang tulus ikhlas, yaitu iman yang pertama-tama hidup di dalam nenekmu Lois dan di dalam ibumu Eunike dan yang aku yakin hidup juga di dalam dirimu. —2 Timotius 1:5

Warisan yang Baik

Kakek dan nenek tidak memiliki banyak uang, tetapi mereka selalu berhasil membuat setiap Natal terasa berkesan bagi saya dan sepupu-sepupu saya. Selalu ada banyak makanan, kegembiraan, dan kasih sayang. Selain itu sejak kecil kami belajar bahwa hanya Kristus yang membuat kami semua dapat merayakan Natal.

Kami juga ingin mewariskan hal yang sama kepada anak-anak kami. Saat berkumpul bersama keluarga pada Natal yang lalu, kami menyadari bahwa tradisi yang indah itu dirintis oleh kakek dan nenek kami. Mereka berdua memang tidak meninggalkan warisan berupa uang, tetapi mereka dengan sungguh-sungguh menanamkan benih-benih kasih, rasa hormat, dan iman sehingga kami, cucu-cucu mereka dapat meniru teladan mereka.

Dalam Alkitab, kita membaca tentang Nenek Lois dan Ibu Eunike yang meneruskan iman yang tulus ikhlas kepada Timotius (2Tim. 1:5). Pengaruh mereka telah menyiapkan Timotius untuk mewartakan Kabar Baik kepada banyak orang.

Kita dapat menyiapkan warisan iman bagi orang-orang yang hidupnya kita pengaruhi dengan cara menjalani hidup dalam persekutuan yang erat dengan Allah. Secara praktis, kita mewujudnyatakan kasih-Nya kepada orang lain ketika kita memberikan perhatian sepenuhnya kepada mereka, menunjukkan minat pada pemikiran dan tindakan mereka, dan berbagi hidup dengan mereka. Kita bahkan dapat mengajak mereka untuk bersukacita bersama kita! Ketika hidup kita mencerminkan kasih Allah yang nyata, kita akan meneruskan warisan iman yang kekal dalam diri orang lain. —Keila Ochoa

Bapa, kiranya aku meneruskan warisan iman yang baik bagi keluargaku ketika Engkau memakai diriku untuk menunjukkan kasih-Mu yang kekal.

Jika seseorang telah meneruskan warisan iman kepadamu, teruskanlah warisan yang sama kepada orang lain.

Bacaan Alkitab Setahun: Ulangan 26-27; Markus 14:27-53

Artikel Terkait:

Mengapa Aku Takut Membagikan Imanku?

Pernahkah kamu merasa takut untuk membagikan imanmu dengan orang lain? Teman kita, Aryanto pernah merasakannya. Bagaimana kisahnya? Apa yang membuat Aryanto takut membagikan imannya? Temukan jawabannya di dalam artikel berikut.

Orang Asing dan Pendatang

Kamis, 10 Maret 2016

Orang Asing dan Pendatang

Baca: Ibrani 11:8-16

11:8 Karena iman Abraham taat, ketika ia dipanggil untuk berangkat ke negeri yang akan diterimanya menjadi milik pusakanya, lalu ia berangkat dengan tidak mengetahui tempat yang ia tujui.

11:9 Karena iman ia diam di tanah yang dijanjikan itu seolah-olah di suatu tanah asing dan di situ ia tinggal di kemah dengan Ishak dan Yakub, yang turut menjadi ahli waris janji yang satu itu.

11:10 Sebab ia menanti-nantikan kota yang mempunyai dasar, yang direncanakan dan dibangun oleh Allah.

11:11 Karena iman ia juga dan Sara beroleh kekuatan untuk menurunkan anak cucu, walaupun usianya sudah lewat, karena ia menganggap Dia, yang memberikan janji itu setia.

11:12 Itulah sebabnya, maka dari satu orang, malahan orang yang telah mati pucuk, terpancar keturunan besar, seperti bintang di langit dan seperti pasir di tepi laut, yang tidak terhitung banyaknya.

11:13 Dalam iman mereka semua ini telah mati sebagai orang-orang yang tidak memperoleh apa yang dijanjikan itu, tetapi yang hanya dari jauh melihatnya dan melambai-lambai kepadanya dan yang mengakui, bahwa mereka adalah orang asing dan pendatang di bumi ini.

11:14 Sebab mereka yang berkata demikian menyatakan, bahwa mereka dengan rindu mencari suatu tanah air.

11:15 Dan kalau sekiranya dalam hal itu mereka ingat akan tanah asal, yang telah mereka tinggalkan, maka mereka cukup mempunyai kesempatan untuk pulang ke situ.

11:16 Tetapi sekarang mereka merindukan tanah air yang lebih baik yaitu satu tanah air sorgawi. Sebab itu Allah tidak malu disebut Allah mereka, karena Ia telah mempersiapkan sebuah kota bagi mereka.

Sebab ia menanti-nantikan kota yang mempunyai dasar, yang direncanakan dan dibangun oleh Allah. —Ibrani 11:10

Orang Asing dan Pendatang

Saya memarkir sepeda, lalu menelusuri peta wilayah Cambridge untuk memastikan bahwa saya berada di jalan yang benar. Saya tidak pandai membaca peta dan khawatir dapat tersesat di tengah keruwetan jalanan yang dijejali banyak bangunan bersejarah itu. Saya membayangkan hidup akan begitu indah, karena saya baru saja menikahi seorang pria Inggris dan pindah ke negaranya. Namun sekarang saya justru merasa terkatung-katung. Saya baru bisa berbaur kalau saya berdiam diri, karena jika saya berbicara, dengan seketika saya merasa dianggap sebagai turis asal Amerika. Saya belum tahu apa yang bisa saya lakukan, tetapi saya segera menyadari bahwa menyatukan dua pribadi yang keras kepala dalam pernikahan ternyata lebih sulit daripada yang pernah saya bayangkan.

Saya memahami perasaan Abraham, yang meninggalkan segala sesuatu yang akrab baginya demi menaati panggilan Tuhan untuk hidup sebagai pendatang dan orang asing di tanah yang baru (Kej. 12:1). Ia terus maju menghadapi tantangan budaya yang ada dengan tetap beriman kepada Allah, dan dua ribu tahun kemudian penulis kitab Ibrani menyebutnya sebagai pahlawan (11:9). Seperti tokoh-tokoh lainnya dalam pasal itu, Abraham hidup oleh iman dengan menantikan penggenapan janji Tuhan, sambil mengharapkan dan merindukan rumah surgawinya.

Mungkin selama ini kamu selalu tinggal di kota yang sama, tetapi sebagai pengikut Kristus, kita semua adalah pendatang dan orang asing di bumi ini. Kita melangkah maju oleh iman, dengan menyadari Allah yang memimpin dan membimbing kita, dan dengan iman, kita percaya bahwa Dia takkan pernah membiarkan atau meninggalkan kita. Oleh iman, kita merindukan rumah surgawi kita. —Amy Boucher Pye

Allah Bapa, aku ingin hidup oleh iman, dengan mempercayai janji-Mu dan meyakini bahwa Engkau akan menyambutku dalam kerajaan-Mu. Aku berdoa, tambahkanlah imanku, ya Tuhan.

Allah memanggil kita untuk hidup oleh iman, dengan mempercayai bahwa Dia akan menggenapi setiap janji-Nya.

Bacaan Alkitab Setahun: Ulangan 11-13; Markus 12:1-27

Resep Masakan Nenek

Kamis, 3 Maret 2016

Resep Masakan Nenek

Baca: Mazmur 145:1-13

145:1 Puji-pujian dari Daud. Aku hendak mengagungkan Engkau, ya Allahku, ya Raja, dan aku hendak memuji nama-Mu untuk seterusnya dan selamanya.

145:2 Setiap hari aku hendak memuji Engkau, dan hendak memuliakan nama-Mu untuk seterusnya dan selamanya.

145:3 Besarlah TUHAN dan sangat terpuji, dan kebesaran-Nya tidak terduga.

145:4 Angkatan demi angkatan akan memegahkan pekerjaan-pekerjaan-Mu dan akan memberitakan keperkasaan-Mu.

145:5 Semarak kemuliaan-Mu yang agung dan perbuatan-perbuatan-Mu yang ajaib akan kunyanyikan.

145:6 Kekuatan perbuatan-perbuatan-Mu yang dahsyat akan diumumkan mereka, dan kebesaran-Mu hendak kuceritakan.

145:7 Peringatan kepada besarnya kebajikan-Mu akan dimasyhurkan mereka, dan tentang keadilan-Mu mereka akan bersorak-sorai.

145:8 TUHAN itu pengasih dan penyayang, panjang sabar dan besar kasih setia-Nya.

145:9 TUHAN itu baik kepada semua orang, dan penuh rahmat terhadap segala yang dijadikan-Nya.

145:10 Segala yang Kaujadikan itu akan bersyukur kepada-Mu, ya TUHAN, dan orang-orang yang Kaukasihi akan memuji Engkau.

145:11 Mereka akan mengumumkan kemuliaan kerajaan-Mu, dan akan membicarakan keperkasaan-Mu,

145:12 untuk memberitahukan keperkasaan-Mu kepada anak-anak manusia, dan kemuliaan semarak kerajaan-Mu.

145:13 Kerajaan-Mu ialah kerajaan segala abad, dan pemerintahan-Mu tetap melalui segala keturunan. TUHAN setia dalam segala perkataan-Nya dan penuh kasih setia dalam segala perbuatan-Nya.

Ingatlah akan zaman dahulu, perhatikan zaman angkatan-angkatan yang lalu.Tanyakanlah kepada orang tuamu, supaya mereka memberitahukannya kepadamu. —Ulangan 32:7 BIS

Resep Masakan Nenek

Banyak keluarga mempunyai resep rahasia, yakni cara istimewa dalam memasak suatu hidangan hingga membuatnya luar biasa lezat. Kami dari kaum Hakka mempunyai hidangan tradisional yang disebut biji sempoa—dinamakan demikian karena tampilannya yang mirip biji sempoa. Suatu hidangan yang unik dan lezat!

Bagi kami, resep Neneklah yang terbaik. Tiap Tahun Baru Tionghoa, saat makan malam bersama keluarga besar, kami sering berujar, “Kita perlu belajar cara memasak hidangan ini.” Namun kami tak pernah menanyakan resepnya kepada Nenek. Sekarang Nenek sudah tiada, bersama dengan resep rahasianya.

Kami gagal mewarisi resep masakan Nenek. Namun, akan jauh lebih tragis apabila kita gagal melestarikan warisan iman yang dipercayakan kepada kita. Allah menghendaki tiap generasi meneruskan kisah tentang karya-karya-Nya yang agung kepada generasi berikutnya. “Angkatan demi angkatan akan memegahkan pekerjaan-pekerjaan [Allah],” demikian kata pemazmur (Mzm. 145:4), menggemakan perintah Musa sebelumnya, “Ingatlah akan zaman dahulu . . . tanyakanlah kepada orang tuamu, supaya mereka memberitahukannya kepadamu” (Ul. 32:7 BIS).

Dengan meneruskan kisah tentang keselamatan yang kita terima dan pertolongan Tuhan dalam tantangan yang kita hadapi, kita saling menguatkan dan menghormati-Nya. Dia ingin kita menikmati keluarga dan komunitas dengan cara mendukung satu sama lain. —Poh Fang Chia

Adakah seseorang yang berbeda usia yang mau mendengarkan kesaksian imanmu? Cobalah meminta seseorang dari generasi yang lebih tua untuk menceritakan kesaksian imannya. Apa saja yang dapat kamu pelajari darinya?

Apa yang kita ajarkan kepada anak-anak kita hari ini akan mempengaruhi dunia pada hari esok.

Bacaan Alkitab Setahun: Bilangan 28-30; Markus 8:22-38