Posts

Rumah Baru Kita

Senin, 19 Agustus 2019

Rumah Baru Kita

Baca: Wahyu 22:1-5

22:1 Lalu ia menunjukkan kepadaku sungai air kehidupan, yang jernih bagaikan kristal, dan mengalir ke luar dari takhta Allah dan takhta Anak Domba itu.

22:2 Di tengah-tengah jalan kota itu, yaitu di seberang-menyeberang sungai itu, ada pohon-pohon kehidupan yang berbuah dua belas kali, tiap-tiap bulan sekali; dan daun pohon-pohon itu dipakai untuk menyembuhkan bangsa-bangsa.

22:3 Maka tidak akan ada lagi laknat. Takhta Allah dan takhta Anak Domba akan ada di dalamnya dan hamba-hamba-Nya akan beribadah kepada-Nya,

22:4 dan mereka akan melihat wajah-Nya, dan nama-Nya akan tertulis di dahi mereka.

22:5 Dan malam tidak akan ada lagi di sana, dan mereka tidak memerlukan cahaya lampu dan cahaya matahari, sebab Tuhan Allah akan menerangi mereka, dan mereka akan memerintah sebagai raja sampai selama-lamanya.

Maka tidak akan ada lagi laknat. Takhta Allah dan takhta Anak Domba akan ada di dalamnya. —Wahyu 22:3

Rumah Baru Kita

Sebagai imigran pertama yang tiba di Amerika Serikat melalui Pulau Ellis pada tahun 1892, pastilah Annie Moore merasakan kegembiraan luar biasa saat membayangkan rumah dan awal yang baru. Jutaan orang lain akan melewati juga gerbang yang sama sesudah dirinya. Meski masih remaja, Annie telah meninggalkan kesulitan hidup di Irlandia dan memulai hidup baru di Amerika. Dengan hanya menjinjing sebuah tas kecil, ia datang dengan impian, harapan, dan keyakinan yang begitu besar akan suatu negeri yang penuh kesempatan.

Betapa akan kagum dan takjubnya anak-anak Allah kelak ketika melihat “langit yang baru dan bumi yang baru” (why. 21:1). Kita akan memasuki apa yang disebut kitab Wahyu sebagai “kota yang kudus, Yerusalem yang baru” (ay.2). Rasul Yohanes menggambarkan tempat yang menakjubkan itu dengan gambaran yang dahsyat. Di dalamnya akan ada “sungai air kehidupan, yang jernih bagaikan kristal, dan mengalir ke luar dari takhta Allah dan takhta Anak Domba itu” (22:1). Air melambangkan hidup dan kelimpahan, dan sumbernya adalah Allah yang kekal itu sendiri. Yohanes berkata bahwa di sana “tidak akan ada lagi laknat” (ay.3). Hubungan yang murni dan indah sebagaimana yang Allah rencanakan antara diri-Nya dan manusia akan dipulihkan sepenuhnya.

Alangkah luar biasanya mengetahui bahwa Allah, yang mengasihi anak-anak-Nya dan menebus kita dengan nyawa Anak-Nya, sedang menyiapkan rumah baru yang menakjubkan—di sana Dia sendiri akan tinggal bersama kita dan menjadi Allah kita (21:3). —Estera Pirosca Escobar

WAWASAN
Kitab Wahyu memberikan sekilas gambaran masa depan ketika kita kelak bersama-sama Allah dalam kekekalan. Pasal 21-22 memuat daftar berbagai “kebaruan” yang akan kita alami di langit dan bumi yang baru. Dalam bacaan hari ini, ada dua pohon kehidupan—atau satu pohon yang membentang sepanjang dua sisi sungai (22:2). Jalan menuju pohon kehidupan itu lenyap ketika Adam dan Hawa diusir dari taman Eden (lihat Kejadian 3:24). Di langit yang baru, buah-buah pohon itu, yang tampaknya memang untuk dimakan, akan selalu tersedia. Pohon kehidupan ini membuktikan bahwa kehidupan dalam kerajaan-Nya takkan pernah berakhir. —J.R.Hudberg

Apa yang terbayang dalam pikiranmu ketika berpikir tentang surga? Bagaimana bagian kitab Wahyu hari ini menguatkanmu?

Bapa, bersyukur untuk kasih-Mu! Kami gembira menantikan saatnya kami tinggal dalam damai bersama-Mu dan saudara-saudari lainnya di surga.

Bacaan Alkitab Setahun: Mazmur 103-104; 1 Korintus 2

Background photo credit: Setiawan Jati

Dalam Kelemahan Kita

Rabu, 19 Juni 2019

Dalam Kelemahan Kita

Baca: Roma 8:1-2,10-17

8:1 Demikianlah sekarang tidak ada penghukuman bagi mereka yang ada di dalam Kristus Yesus.

8:2 Roh, yang memberi hidup telah memerdekakan kamu dalam Kristus dari hukum dosa dan hukum maut.

8:10 Tetapi jika Kristus ada di dalam kamu, maka tubuh memang mati karena dosa, tetapi roh adalah kehidupan oleh karena kebenaran.

8:11 Dan jika Roh Dia, yang telah membangkitkan Yesus dari antara orang mati, diam di dalam kamu, maka Ia, yang telah membangkitkan Kristus Yesus dari antara orang mati, akan menghidupkan juga tubuhmu yang fana itu oleh Roh-Nya, yang diam di dalam kamu.

8:12 Jadi, saudara-saudara, kita adalah orang berhutang, tetapi bukan kepada daging, supaya hidup menurut daging.

8:13 Sebab, jika kamu hidup menurut daging, kamu akan mati; tetapi jika oleh Roh kamu mematikan perbuatan-perbuatan tubuhmu, kamu akan hidup.

8:14 Semua orang, yang dipimpin Roh Allah, adalah anak Allah.

8:15 Sebab kamu tidak menerima roh perbudakan yang membuat kamu menjadi takut lagi, tetapi kamu telah menerima Roh yang menjadikan kamu anak Allah. Oleh Roh itu kita berseru: “ya Abba, ya Bapa!”

8:16 Roh itu bersaksi bersama-sama dengan roh kita, bahwa kita adalah anak-anak Allah.

8:17 Dan jika kita adalah anak, maka kita juga adalah ahli waris, maksudnya orang-orang yang berhak menerima janji-janji Allah, yang akan menerimanya bersama-sama dengan Kristus, yaitu jika kita menderita bersama-sama dengan Dia, supaya kita juga dipermuliakan bersama-sama dengan Dia.

Demikian juga Roh membantu kita dalam kelemahan kita. —Roma 8:26

Dalam Kelemahan Kita

Anne Sheafe Miller meninggal dunia pada tahun 1999 dalam usia 90 tahun, tetapi ia pernah hampir kehilangan nyawanya pada tahun 1942 setelah menderita septicemia (keracunan darah) dari peristiwa keguguran yang dialaminya. Pada saat itu semua perawatan yang diberikan tidak membuahkan hasil. Saat salah seorang pasien di rumah sakit yang merawat Anne bercerita tentang seorang ilmuwan kenalannya yang sedang meneliti obat baru yang sangat manjur, dokter yang menangani Anne mendesak pemerintah untuk memberikan sedikit dari obat baru itu kepada Anne. Hanya dalam satu hari, suhu tubuhnya kembali normal! Obat bernama penisilin itu telah menyelamatkan nyawa Anne.

Sejak kejatuhannya ke dalam dosa, seluruh umat manusia menjadi bobrok secara rohani karena dosa (Rm. 5:12). Hanya kematian dan kebangkitan Yesus serta kuasa Roh Kudus yang sanggup memulihkan kita (8:1-2). Roh Kudus memampukan kita menikmati kehidupan yang berlimpah di dunia dan untuk selamanya di dalam hadirat Allah (ay.3-10). “Dan jika Roh Dia, yang telah membangkitkan Yesus dari antara orang mati, diam di dalam kamu, maka Ia, yang telah membangkitkan Kristus Yesus dari antara orang mati, akan menghidupkan juga tubuhmu yang fana itu oleh Roh-Nya, yang diam di dalam kamu” (ay.11).

Ketika watak dosa mengancam untuk menguras semangat hidupmu, pandanglah sumber keselamatanmu, Yesus Kristus, dan kiranya kamu dikuatkan oleh kuasa Roh-Nya (ay.11-17). “Roh membantu kita dalam kelemahan kita” dan “sesuai dengan kehendak Allah, berdoa untuk orang-orang kudus” (ay.26-27). —Ruth O’Reilly-Smith

WAWASAN
Dalam kekaisaran Romawi abad pertama, surat Paulus kepada jemaat Roma adalah pernyataan publik yang berani dan berbahaya. Ia menulis kepada para pengikut Yesus yang tinggal dalam ibukota kerajaan, menyatakan ketaatan terhadap Kristus melebihi Kaisar (1:7). Paulus menjelaskan bagaimana kebangkitan Anak Allah telah mengalahkan maut (ps.1-5)—suatu kabar yang lebih baik daripada kemenangan militer Roma. Untuk memperoleh kehidupan kekal, ia menawarkan jalan masuk kepada identitas baru dalam Kristus (ps.6), kebebasan dari kegagalan dari hidup berdasarkan Taurat (ps.7), dan satu jalan untuk hidup selamanya dalam Roh dan kasih Allah (ps.8). —Mart DeHaan

Pada bagian apa kamu perlu mengalami Kristus dan kuasa Roh Kudus? Bagaimana kamu bisa lebih peka terhadap kehadiran dan karya Roh Kudus?

Bapa di surga, terima kasih untuk Anak-Mu yang Kau karuniakan dan kuasa Roh Kudus yang memampukanku menikmati kehidupan sejati di dalam-Mu.

Bacaan Alkitab Setahun: Nehemia 12-13; Kisah Para Rasul 4:23-37

Handlettering oleh Septianto Nugroho

Secercah Firdaus

Selasa, 5 September 2017

Secercah Firdaus

Baca: Roma 8:18-23; Wahyu 21:1-5

Roma 8:18 Sebab aku yakin, bahwa penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita.

8:19 Sebab dengan sangat rindu seluruh makhluk menantikan saat anak-anak Allah dinyatakan.

8:20 Karena seluruh makhluk telah ditaklukkan kepada kesia-siaan, bukan oleh kehendaknya sendiri, tetapi oleh kehendak Dia, yang telah menaklukkannya,

8:21 tetapi dalam pengharapan, karena makhluk itu sendiri juga akan dimerdekakan dari perbudakan kebinasaan dan masuk ke dalam kemerdekaan kemuliaan anak-anak Allah.

8:22 Sebab kita tahu, bahwa sampai sekarang segala makhluk sama-sama mengeluh dan sama-sama merasa sakit bersalin.

8:23 Dan bukan hanya mereka saja, tetapi kita yang telah menerima karunia sulung Roh, kita juga mengeluh dalam hati kita sambil menantikan pengangkatan sebagai anak, yaitu pembebasan tubuh kita.

Wahyu 21:1 Lalu aku melihat langit yang baru dan bumi yang baru, sebab langit yang pertama dan bumi yang pertama telah berlalu, dan lautpun tidak ada lagi.

21:2 Dan aku melihat kota yang kudus, Yerusalem yang baru, turun dari sorga, dari Allah, yang berhias bagaikan pengantin perempuan yang berdandan untuk suaminya.

21:3 Lalu aku mendengar suara yang nyaring dari takhta itu berkata: “Lihatlah, kemah Allah ada di tengah-tengah manusia dan Ia akan diam bersama-sama dengan mereka. Mereka akan menjadi umat-Nya dan Ia akan menjadi Allah mereka.

21:4 Dan Ia akan menghapus segala air mata dari mata mereka, dan maut tidak akan ada lagi; tidak akan ada lagi perkabungan, atau ratap tangis, atau dukacita, sebab segala sesuatu yang lama itu telah berlalu.”

21:5 Ia yang duduk di atas takhta itu berkata: “Lihatlah, Aku menjadikan segala sesuatu baru!” Dan firman-Nya: “Tuliskanlah, karena segala perkataan ini adalah tepat dan benar.”

Ia yang duduk di atas takhta itu berkata: “Lihatlah, Aku menjadikan segala sesuatu baru!” —Wahyu 21:5

Secercah Firdaus

Saat menatap keluar dari jendela yang terbuka di ruang kerja saya, saya mendengar kicauan burung-burung dan mendengar serta melihat tiupan angin yang lembut menerpa pepohonan. Ikatan-ikatan jerami menghiasi ladang tetangga yang baru saja digarap. Awan-awan putih dan besar berarak mewarnai langit biru yang cerah.

Bisa dikatakan bahwa saya sedang menikmati secercah firdaus—kecuali untuk suara bising dari lalu lintas yang hampir selalu terdengar di sekitar rumah saya dan juga perasaan nyeri yang mendera punggung saya. Saya sengaja menyebut secercah firdaus karena meskipun dunia kita pernah sepenuhnya sempurna di masa silam, sekarang sudah tidak demikian lagi. Ketika berdosa, manusia terusir dari taman Eden dan tanah menjadi “terkutuk” (lihat Kej. 3). Sejak saat itu bumi dan segala sesuatu di dalamnya terbelenggu oleh “perbudakan kebinasaan”. Penderitaan, penyakit, dan kematian kita semua merupakan akibat dari kejatuhan manusia dalam dosa (Rm. 8:18-23).

Namun, Allah menjadikan segala sesuatu baru. Suatu hari nanti tempat kediaman-Nya akan berada di tengah-tengah umat-Nya dalam ciptaan yang telah diperbarui dan dipulihkan—“langit yang baru dan bumi yang baru”—di mana “maut tidak akan ada lagi; tidak akan ada lagi perkabungan, atau ratap tangis, atau dukacita, sebab segala sesuatu yang lama itu telah berlalu” (Why. 21:1-4). Sampai hari itu tiba, kita berkesempatan menikmati sekilas dan terkadang paparan yang luas dari keindahan yang sangat mengagumkan di sekeliling kita. Itu semua hanyalah secercah “firdaus” dari apa yang kelak akan kita nikmati selamanya. —Alyson Kieda

Tuhan, terima kasih karena di dalam dunia yang dinodai dosa dan kebusukan ini, Engkau memperkenankan kami untuk melihat secercah keindahan di sana-sini.

Allah menjadikan segala sesuatu baru.

Bacaan Alkitab Setahun: Mazmur 146-147 dan 1 Korintus 15:1-28

Pohon yang Bermakna

Selasa, 31 Januari 2017

Pohon yang Bermakna

Baca: Kolose 1:15-20

1:15 Ia adalah gambar Allah yang tidak kelihatan, yang sulung, lebih utama dari segala yang diciptakan,

1:16 karena di dalam Dialah telah diciptakan segala sesuatu, yang ada di sorga dan yang ada di bumi, yang kelihatan dan yang tidak kelihatan, baik singgasana, maupun kerajaan, baik pemerintah, maupun penguasa; segala sesuatu diciptakan oleh Dia dan untuk Dia.

1:17 Ia ada terlebih dahulu dari segala sesuatu dan segala sesuatu ada di dalam Dia.

1:18 Ialah kepala tubuh, yaitu jemaat. Ialah yang sulung, yang pertama bangkit dari antara orang mati, sehingga Ia yang lebih utama dalam segala sesuatu.

1:19 Karena seluruh kepenuhan Allah berkenan diam di dalam Dia,

1:20 dan oleh Dialah Ia memperdamaikan segala sesuatu dengan diri-Nya, baik yang ada di bumi, maupun yang ada di sorga, sesudah Ia mengadakan pendamaian oleh darah salib Kristus.

Ia sendiri telah memikul dosa kita di dalam tubuh-Nya di kayu salib. —1 Petrus 2:24

Pohon yang Bermakna

Salah satu sajak Kristen paling awal dalam sastra Inggris diberi judul “The Dream of the Rood” (Mimpi Si Salib). Kata rood berasal dari kata dalam bahasa Inggris kuno yang berarti batang atau tiang dan itu mengacu pada salib tempat Kristus disalibkan. Dalam sajak kuno itu, kisah penyaliban Yesus diceritakan kembali dari sudut pandang si kayu salib. Awalnya ketika pohon sumbernya tahu bahwa kayunya akan digunakan untuk membunuh Anak Allah, ia menolak dipakai untuk maksud tersebut. Namun akhirnya Kristus melibatkan pohon itu untuk menyediakan penebusan bagi semua orang yang percaya.

Di taman Eden, ada sebatang pohon yang menjadi sumber dari buah terlarang yang dinikmati oleh nenek moyang pertama kita, yang membuat dosa memasuki kehidupan umat manusia. Dan ketika Sang Anak Allah mencurahkan darah-Nya sebagai pengorbanan terbesar untuk menebus dosa seluruh umat manusia, Dia dipakukan pada kayu salib demi kita. Kristus “telah memikul dosa kita di dalam tubuh-Nya di kayu salib” (1Ptr. 2:24).

Salib merupakan titik balik bagi semua orang yang percaya kepada Kristus untuk mendapatkan keselamatannya. Sejak penyaliban Kristus, salib telah menjadi simbol luar biasa dari kematian Sang Anak Allah demi kebebasan kita dari dosa dan kematian. Salib menjadi bukti yang begitu indah dan tak terkatakan tentang kasih Allah bagi kita. —Dennis Fisher

Tuhan, kiranya hatiku memuji-Mu setiap kali aku melihat salib, karena oleh kasih-Mu Engkau telah menyerahkan diri-Mu bagiku.

Kristus menyerahkan nyawa-Nya di kayu salib demi keselamatan kita.

Bacaan Alkitab Setahun: Keluaran 25-26; Matius 20:17-34

Artikel Terkait:

Aku Tidak Memilih untuk Menjadi Gay

Aku pertama kali menyadari bahwa aku mempunyai perasaan-perasaan ini ketika aku mulai memasuki masa puber ketika aku SMP. Aku merasa tertarik dengan seorang laki-laki di kelasku. Saat mulai kuliah, aku juga terkagum-kagum dengan seorang teman laki-laki di kampusku. Itulah saat di mana aku mengindentifikasikan diriku sebagai seorang “gay”.

Baca kesaksian Raphael selengkapnya di dalam artikel ini.

Mendengar dan Menyimak Allah

Kamis, 5 Januari 2017

Mendengar dan Menyimak Allah

Baca: Kejadian 3:8-17

3:8 Ketika mereka mendengar bunyi langkah TUHAN Allah, yang berjalan-jalan dalam taman itu pada waktu hari sejuk, bersembunyilah manusia dan isterinya itu terhadap TUHAN Allah di antara pohon-pohonan dalam taman.

3:9 Tetapi TUHAN Allah memanggil manusia itu dan berfirman kepadanya: “Di manakah engkau?”

3:10 Ia menjawab: “Ketika aku mendengar, bahwa Engkau ada dalam taman ini, aku menjadi takut, karena aku telanjang; sebab itu aku bersembunyi.”

3:11 Firman-Nya: “Siapakah yang memberitahukan kepadamu, bahwa engkau telanjang? Apakah engkau makan dari buah pohon, yang Kularang engkau makan itu?”

3:12 Manusia itu menjawab: “Perempuan yang Kautempatkan di sisiku, dialah yang memberi dari buah pohon itu kepadaku, maka kumakan.”

3:13 Kemudian berfirmanlah TUHAN Allah kepada perempuan itu: “Apakah yang telah kauperbuat ini?” Jawab perempuan itu: “Ular itu yang memperdayakan aku, maka kumakan.”

3:14 Lalu berfirmanlah TUHAN Allah kepada ular itu: “Karena engkau berbuat demikian, terkutuklah engkau di antara segala ternak dan di antara segala binatang hutan; dengan perutmulah engkau akan menjalar dan debu tanahlah akan kaumakan seumur hidupmu.

3:15 Aku akan mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan ini, antara keturunanmu dan keturunannya; keturunannya akan meremukkan kepalamu, dan engkau akan meremukkan tumitnya.”

3:16 Firman-Nya kepada perempuan itu: “Susah payahmu waktu mengandung akan Kubuat sangat banyak; dengan kesakitan engkau akan melahirkan anakmu; namun engkau akan berahi kepada suamimu dan ia akan berkuasa atasmu.”

3:17 Lalu firman-Nya kepada manusia itu: “Karena engkau mendengarkan perkataan isterimu dan memakan dari buah pohon, yang telah Kuperintahkan kepadamu: Jangan makan dari padanya, maka terkutuklah tanah karena engkau; dengan bersusah payah engkau akan mencari rezekimu dari tanah seumur hidupmu:

Tuhan Allah memanggil . . . “Di manakah engkau?” —Kejadian 3:9

Mendengar dan Menyimak Allah

Putra saya yang masih kecil senang mendengar suara saya, kecuali ketika saya memanggil namanya dengan nada keras dan tegas, lalu diikuti dengan pertanyaan, “Di mana kamu?” Biasanya saya memanggil seperti itu karena ia telah berbuat nakal dan mencoba bersembunyi dari saya. Saya ingin putra saya mendengarkan suara saya karena saya peduli pada keadaannya dan tidak ingin ia terluka.

Adam dan Hawa sudah biasa mendengar suara Allah di Taman Eden. Namun setelah melanggar perintah Allah dengan memakan buah yang dilarang-Nya, mereka bersembunyi dari Allah ketika mendengar Dia memanggil, “Di manakah engkau?” (Kej. 3:9). Mereka tidak ingin bertemu dengan Allah karena mereka menyadari kesalahan mereka, yakni melakukan sesuatu yang telah dilarang oleh Allah (ay.11).

Saat Allah memanggil Adam dan Hawa serta menemukan mereka di taman itu, Dia memang memberikan teguran dan menjabarkan akibat yang akan mereka tanggung (ay.13-19). Namun demikian, Allah juga menunjukkan kebaikan-Nya kepada mereka dan memberikan pengharapan bagi umat manusia, yaitu Juruselamat yang dijanjikan (ay.15).

Allah tidak perlu mencari kita. Dia tahu di mana kita berada dan apa yang kita coba sembunyikan. Namun sebagai Bapa yang penuh kasih, Dia ingin berbicara dengan kita dari hati ke hati dan mengampuni serta memulihkan kita. Dia rindu kita mendengar suara-Nya dan sungguh-sungguh menyimak apa yang dikatakan-Nya. —Keila Ochoa

Ya Bapa, terima kasih untuk kasih dan pemeliharaan-Mu. Terima kasih Engkau telah memberikan Anak-Mu, Juruselamat kami, demi menggenapi janji-Mu untuk mengampuni dan memulihkan kami.

Saat Allah memanggil, kita harus menjawab.

Bacaan Alkitab Setahun: Kejadian 13-15; Matius 5:1-26

Artikel Terkait:

Aku Melakukan Kesalahan Besar, Akankah Tuhan Mengampuniku?

Kamu mungkin menemui mereka di jalanan. Orang-orang yang kesepian, tidak memiliki tempat tinggal, dan kecanduan. Aku merasa sedih karena mereka membiarkan pilihan-pilihan mereka di masa lalu menjebak mereka ke dalam kehidupan yang hancur—karena sebenarnya mereka tidak seharusnya seperti itu.

Baca kisah selengkapnya di dalam artikel ini.

Apa yang akan Terjadi

Sabtu, 6 Februari 2016

Apa yang akan Terjadi

Baca: Wahyu 22:1-5

22:1 Lalu ia menunjukkan kepadaku sungai air kehidupan, yang jernih bagaikan kristal, dan mengalir ke luar dari takhta Allah dan takhta Anak Domba itu.

22:2 Di tengah-tengah jalan kota itu, yaitu di seberang-menyeberang sungai itu, ada pohon-pohon kehidupan yang berbuah dua belas kali, tiap-tiap bulan sekali; dan daun pohon-pohon itu dipakai untuk menyembuhkan bangsa-bangsa.

22:3 Maka tidak akan ada lagi laknat. Takhta Allah dan takhta Anak Domba akan ada di dalamnya dan hamba-hamba-Nya akan beribadah kepada-Nya,

22:4 dan mereka akan melihat wajah-Nya, dan nama-Nya akan tertulis di dahi mereka.

22:5 Dan malam tidak akan ada lagi di sana, dan mereka tidak memerlukan cahaya lampu dan cahaya matahari, sebab Tuhan Allah akan menerangi mereka, dan mereka akan memerintah sebagai raja sampai selama-lamanya.

Di dalam kota itu tidak terdapat sesuatu pun yang terkena kutuk Allah. —Wahyu 22:3 BIS

Apa yang akan Terjadi

Kamu dan saya memiliki persamaan. Kita hidup di tengah dunia yang kacau-balau dan ternoda. Kita tidak pernah mengalami keadaan dunia yang berbeda—tidak seperti Adam dan Hawa. Mereka dapat mengingat bagaimana kehidupan mereka sebelum jatuhnya kutukan Allah. Mereka dapat mengingat keadaan dunia dalam rancangan asli Allah—dunia yang terbebas dari kematian, penderitaan, dan rasa sakit (Kej. 3:16-19). Di Eden, sebelum kejatuhan manusia dalam dosa, tidak ada kelaparan, pengangguran, dan penyakit. Tidak ada yang mempertanyakan daya cipta Allah ataupun rencana-Nya bagi hubungan antar manusia.

Dunia yang kita warisi sekarang ini begitu jauh berbeda dari taman Allah yang sempurna itu. Namun C. S. Lewis pernah berkata, “Dunia yang tadinya baik ini telah rusak, tetapi [dunia ini] masih menyimpan sisa-sisa dari keadaannya yang seharusnya.” Syukurlah, sisa-sisa kecil dari keadaan bumi yang pernah ada dahulu itu juga menjadi secuil bayangan tentang kekekalan di masa yang akan datang. Di dalam kekekalan, sama seperti Adam dan Hawa pernah berjalan dan berbincang langsung dengan Allah, orangorang percaya akan melihat wajah-Nya dan melayani-Nya secara langsung. Tidak akan ada lagi penghalang di antara Allah dengan kita. “Di dalam kota itu tidak terdapat sesuatu pun yang terkena kutuk Allah” (Why. 22:3 BIS). Tidak akan ada lagi dosa, rasa takut, dan rasa malu.

Masa lalu dan segala konsekuensinya mungkin masih membayangi masa sekarang. Namun demikian, orang percaya menerima janji akan sesuatu yang jauh lebih baik, yakni kehidupan kekal di suatu tempat yang sama sempurnanya dengan Eden. —Jennife Benson Schuldt

Ya Allah, tolong aku untuk mengingat, bahwa meski dunia ini tidak lagi menyerupai rancangan asli-Mu, masih ada banyak hal yang bisa dinikmati, dan dilakukan untuk-Mu dan untuk sesama. Terima kasih untuk janji bahwa kami akan tinggal bersama-Mu kelak dalam tempat yang sempurna.

Kelak Allah akan memulihkan segala sesuatu.

Bacaan Alkitab Setahun: Keluaran 39-40; Matius 23:23-29