Posts

Pikiran Orang yang Selamat

Jumat, 15 Mei 2015

Pikiran Orang yang Selamat

Baca: Roma 9:1-5

9:1 Aku mengatakan kebenaran dalam Kristus, aku tidak berdusta. Suara hatiku turut bersaksi dalam Roh Kudus,

9:2 bahwa aku sangat berdukacita dan selalu bersedih hati.

9:3 Bahkan, aku mau terkutuk dan terpisah dari Kristus demi saudara-saudaraku, kaum sebangsaku secara jasmani.

9:4 Sebab mereka adalah orang Israel, mereka telah diangkat menjadi anak, dan mereka telah menerima kemuliaan, dan perjanjian-perjanjian, dan hukum Taurat, dan ibadah, dan janji-janji.

9:5 Mereka adalah keturunan bapa-bapa leluhur, yang menurunkan Mesias dalam keadaan-Nya sebagai manusia, yang ada di atas segala sesuatu. Ia adalah Allah yang harus dipuji sampai selama-lamanya. Amin!

Aku mau terkutuk dan terpisah dari Kristus demi saudara-saudaraku. —Roma 9:3

Pikiran Orang yang Selamat

Setelah seorang wanita asal Korea Selatan yang telah berusia 71 tahun diselamatkan dari sebuah kapal feri yang sedang tenggelam, ia bergumul dengan rasa bersalah karena berhasil selaMat. Saat masih berbaring di rumah sakit, ia mengatakan bahwa ia tidak merasa pantas selamat dari sebuah kecelakaan yang telah merenggut jiwa banyak orang yang lebih muda darinya. Ia juga menyesal karena tidak mengetahui nama seorang pria muda yang telah menariknya keluar dari air setelah ia merasa putus asa. Ia menambahkan, “Aku ingin membelikannya makanan, atau menggenggam tangannya, atau sekadar memeluknya.”

Wanita yang memiliki hati untuk memperhatikan orang lain tersebut mengingatkan saya akan Rasul Paulus. Paulus begitu peduli pada keadaan sesama dan kaum sebangsanya sehingga ia berharap bisa menukar hubungan pribadinya dengan Kristus demi keselamatan mereka. “Aku sangat berdukacita dan selalu bersedih hati. Bahkan, aku mau terkutuk dan terpisah dari Kristus demi saudara-saudaraku, kaum sebangsaku secara jasmani” (Rm. 9:2-3).

Paulus juga mengungkapkan rasa syukurnya yang mendalam. Ia sadar bahwa ia tidak memahami jalan dan maksud Allah (ay.14-24). Jadi, di tengah usahanya untuk terus-menerus mengabarkan Injil kepada semua orang, ia juga menikmati damai sejahtera dan sukacita dalam mempercayai maksud hati Allah yang jauh mengasihi seluruh isi dunia melebihi kasih yang dapat kita berikan. —Mart DeHaan

Tuhan Allah, cara-cara-Mu jauh melampaui pemahaman kami. Namun kami tahu pasti bahwa Engkau mengasihi kami. Tolong kami untuk mempercayai maksud hati-Mu yang penuh kasih untuk hal-hal yang tidak kami mengerti.

Sikap yang penuh syukur kepada Allah membawa kita bertumbuh dalam
kekudusan.

Bacaan Alkitab Setahun: 2 Raja-Raja 22-23; Yohanes 4:31-54

Ke Mana Kita Bersandar?

Selasa, 12 Mei 2015

Ke Mana Kita Bersandar?

Baca: 2 Samuel 9

9:1 Berkatalah Daud: "Masih adakah orang yang tinggal dari keluarga Saul? Maka aku akan menunjukkan kasihku kepadanya oleh karena Yonatan."

9:2 Adapun keluarga Saul mempunyai seorang hamba, yang bernama Ziba. Ia dipanggil menghadap Daud, lalu raja bertanya kepadanya: "Engkaukah Ziba?" Jawabnya: "Hamba tuanku."

9:3 Kemudian berkatalah raja: "Tidak adakah lagi orang yang tinggal dari keluarga Saul? Aku hendak menunjukkan kepadanya kasih yang dari Allah." Lalu berkatalah Ziba kepada raja: "Masih ada seorang anak laki-laki Yonatan, yang cacat kakinya."

9:4 Tanya raja kepadanya: "Di manakah ia?" Jawab Ziba kepada raja: "Dia ada di rumah Makhir bin Amiel, di Lodebar."

9:5 Sesudah itu raja Daud menyuruh mengambil dia dari rumah Makhir bin Amiel, dari Lodebar.

9:6 Dan Mefiboset bin Yonatan bin Saul masuk menghadap Daud, ia sujud dan menyembah. Kata Daud: "Mefiboset!" Jawabnya: "Inilah hamba tuanku."

9:7 Kemudian berkatalah Daud kepadanya: "Janganlah takut, sebab aku pasti akan menunjukkan kasihku kepadamu oleh karena Yonatan, ayahmu; aku akan mengembalikan kepadamu segala ladang Saul, nenekmu, dan engkau akan tetap makan sehidangan dengan aku."

9:8 Lalu sujudlah Mefiboset dan berkata: "Apakah hambamu ini, sehingga engkau menghiraukan anjing mati seperti aku?"

9:9 Lalu raja memanggil Ziba, hamba Saul itu, dan berkata kepadanya: "Segala sesuatu yang adalah milik Saul dan milik seluruh keluarganya kuberikan kepada cucu tuanmu itu.

9:10 Engkau harus mengerjakan tanah baginya, engkau, anak-anakmu dan hamba-hambamu, dan harus membawa masuk tuaiannya, supaya cucu tuanmu itu ada makanannya. Mefiboset, cucu tuanmu itu, akan tetap makan sehidangan dengan aku." Ziba mempunyai lima belas orang anak laki-laki dan dua puluh orang hamba.

9:11 Berkatalah Ziba kepada raja: "Hambamu ini akan melakukan tepat seperti yang diperintahkan tuanku raja kepadanya." Dan Mefiboset makan sehidangan dengan Daud sebagai salah seorang anak raja.

9:12 Mefiboset mempunyai seorang anak laki-laki yang kecil, yang bernama Mikha. Semua orang yang diam di rumah Ziba adalah hamba-hamba Mefiboset.

9:13 Demikianlah Mefiboset diam di Yerusalem, sebab ia tetap makan sehidangan dengan raja. Adapun kedua kakinya timpang.

Aku pasti akan menunjukkan kasihku kepadamu oleh karena Yonatan, ayahmu. —2 Samuel 9:7

Ke Mana Kita Bersandar?

Sungguh upacara pemakaman yang indah!” ujar Cindy saat kami berjalan pulang. Helen, sahabat kami, baru saja meninggal dunia. Sahabat-sahabatnya bergiliran mengenang dirinya dengan berbagi cerita tentang sifat Helen yang ceria. Namun kehidupan Helen tak hanya dihiasi canda dan tawa. Keponakannya menceritakan tentang iman Helen dalam Yesus dan kepeduliannya terhadap sesama. Keponakan itu pernah tinggal di rumah Helen saat ia masih muda dan menghadapi banyak masalah. Sekarang di usia duapuluhan, ia bercerita tentang Bibi Helen yang disayanginya, “Ia sudah seperti seorang ibu bagiku. Ia tak pernah meninggalkanku di masa-masa sulitku. Aku yakin, kalau bukan karena dirinya, aku mungkin telah kehilangan imanku.” Suatu pengaruh yang sangat dahsyat! Helen bersandar kepada Yesus dan rindu keponakannya dapat mempercayai Yesus juga.

Dalam Perjanjian Lama, kita membaca bahwa Raja Daud membawa Mefiboset untuk tinggal di rumahnya. Daud hendak menunjukkan kebaikan kepada Mefiboset karena ayah pemuda itu adalah Yonatan (sahabat Daud yang telah meninggal; lihat 2Sam. 9:1). Ketika masih kecil, Mefiboset pernah menjadi timpang saat pengasuhnya menjatuh-kannya ketika mereka berusaha melarikan diri setelah mendapat berita bahwa Yonatan telah terbunuh (4:4). Ia merasa terkejut karena sang raja menghiraukannya; ia bahkan menyebut dirinya sebagai “anjing mati” (9:8). Namun raja memperlakukan Mefiboset seperti putranya sendiri (9:11).

Saya ingin menjadi orang seperti itu—seseorang yang peduli kepada sesama dan membantu mereka tetap berpegang pada iman dalam Yesus bahkan ketika mereka telah merasa putus asa terhadap hidup ini. Bagaimana denganmu? —Anne Cetas

Tuhan, Engkau menunjukkan kebaikan-Mu yang terbesar dengan menyelamatkan kami ketika kami tenggelam dalam dosa. Kiranya kehidupan kami ditandai dengan kebaikan agar orang lain bisa melihat Engkau di dalam diri kami.

Allah lebih sering berkarya dengan memakai manusia untuk melayani sesamanya.

Bacaan Alkitab Setahun: 2 Raja-Raja 15-16; Yohanes 3:1-18

Itu Milikku!

Minggu, 12 April 2015

Itu Milikku!

Baca: Yehezkiel 29:1-9

29:1 Pada tahun kesepuluh, dalam bulan yang kesepuluh, pada tanggal dua belas bulan itu, datanglah firman TUHAN kepadaku:

29:2 "Hai anak manusia, tujukanlah mukamu kepada Firaun, raja Mesir dan bernubuatlah melawan dia dan melawan seluruh Mesir.

29:3 Berbicaralah dan katakan: Beginilah firman Tuhan ALLAH: Lihat, Aku menjadi lawanmu, hai Firaun, raja Mesir, buaya yang besar, yang berbaring di tengah anak-anak sungaimu, yaitu Nil, dan yang berkata: Sungai Nil aku punya, aku yang membuatnya.

29:4 Aku akan mengenakan kelikir pada rahangmu dan membuat ikan dari anak-anak sungaimu berlekatan pada sisikmu. Aku akan mengangkat engkau dari tengah anak-anak sungaimu dengan segala ikannya yang berlekatan pada sisikmu

29:5 dan Aku akan melemparkan engkau ke padang gurun, ya, engkau dengan segala ikan anak-anak sungaimu. Engkau akan jatuh di padang dan tidak akan dipungut atau dikubur. Aku memberikan engkau menjadi makanan binatang-binatang liar dan burung-burung di udara.

29:6 Dan semua penduduk Mesir akan mengetahui bahwa Akulah TUHAN. Oleh karena engkau ibarat tongkat bambu bagi kaum Israel:

29:7 pada saat mereka memegang engkau dengan tangan, engkau patah terkulai dan engkau melukai bahu mereka semua; dan waktu mereka bertopang padamu, engkau patah dan engkau membuat mereka semua terhuyung-huyung.

29:8 Oleh sebab itu beginilah firman Tuhan ALLAH: Sungguh, Aku mendatangkan pedang atasmu dan melenyapkan manusia dan binatang dari padamu,

29:9 sehingga tanah Mesir akan menjadi sunyi sepi dan menjadi reruntuhan. Dan mereka akan mengetahui bahwa Akulah TUHAN. Oleh karena engkau berkata: Sungai Nil aku punya, aku yang membuatnya,

Aku ini TUHAN, itulah nama-Ku. —Yesaya 42:8

Itu Milikku!

Sungai Nil di Afrika, yang membentang sepanjang 6.650 km dan mengalir ke utara melintasi beberapa negara di timur laut Afrika, adalah sungai terpanjang di dunia. Selama berabad-abad, sungai Nil telah menjadi sumber pangan dan mata pencaharian bagi jutaan orang di negara-negara yang dilaluinya. Saat ini, Etiopia sedang membangun bendungan pembangkit listrik tenaga air terbesar di Afrika pada sungai Nil. Hal itu akan membawa manfaat yang luar biasa bagi kehidupan masyarakat di daerah tersebut.

Firaun, raja Mesir, mengaku dirinya sebagai pemilik dan pembuat sungai Nil. Ia dan seluruh Mesir menyombongkan diri, “Sungai Nil aku punya, aku yang membuatnya” (Yeh. 29:3,9). Mereka menolak untuk mengakui bahwa hanya Allah yang menjadikan sumber daya alam. Akibatnya, Allah berjanji akan menghukum bangsa itu (ay.8-9).

Sudah sepatutnya kita memelihara alam ciptaan Allah, dengan tidak melupakan bahwa segala yang kita miliki berasal dari Tuhan. Roma 11:36 menyatakan, “Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya!” Dialah Sang Pencipta yang juga mengaruniakan kepada umat manusia kemampuan untuk menemukan dan membuat sumber daya buatan manusia. Kapan saja kita berbicara tentang kebaikan yang telah kita alami atau prestasi yang kita capai, kita perlu mengingat firman Allah dalam Yesaya 42:8, “Aku ini TUHAN, itulah nama-Ku; Aku tidak akan memberikan kemuliaan-Ku kepada yang lain.” —Lawrence Darmani

Puji Tuhan Allah, Allah Israel, yang dengan kuasa-Nya sendiri menciptakan hal-hal yang demikian luar biasa. Terpujilah nama-Mu yang agung selamanya! Kiranya seluruh bumi dipenuhi kemuliaan-Mu.

Terpujilah Allah, hikmat-Nya besar!

Bacaan Alkitab Setahun: 1 Samuel 19-21; Lukas 11:29-54

Photo credit: Indivien / Foter / CC BY-NC

Dimulai dari Saya

Kamis, 5 Maret 2015

Dimulai dari Saya

Baca: 1 Korintus 13:4-13

13:4 Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong.

13:5 Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain.

13:6 Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran.

13:7 Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu.

13:8 Kasih tidak berkesudahan; nubuat akan berakhir; bahasa roh akan berhenti; pengetahuan akan lenyap.

13:9 Sebab pengetahuan kita tidak lengkap dan nubuat kita tidak sempurna.

13:10 Tetapi jika yang sempurna tiba, maka yang tidak sempurna itu akan lenyap.

13:11 Ketika aku kanak-kanak, aku berkata-kata seperti kanak-kanak, aku merasa seperti kanak-kanak, aku berpikir seperti kanak-kanak. Sekarang sesudah aku menjadi dewasa, aku meninggalkan sifat kanak-kanak itu.

13:12 Karena sekarang kita melihat dalam cermin suatu gambaran yang samar-samar, tetapi nanti kita akan melihat muka dengan muka. Sekarang aku hanya mengenal dengan tidak sempurna, tetapi nanti aku akan mengenal dengan sempurna, seperti aku sendiri dikenal.

13:13 Demikianlah tinggal ketiga hal ini, yaitu iman, pengharapan dan kasih, dan yang paling besar di antaranya ialah kasih.

Janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga. —Filipi 2:4

Dimulai dari Saya

Saya menyebutnya Catatan Mell—catatan-catatan kecil yang dibuat putri saya, Melissa, di dalam Alkitab miliknya untuk membantunya menerapkan ayat-ayat Alkitab dalam hidupnya. Misalnya di Matius 7, Melissa menggambar sebuah kotak di sekeliling ayat 1 dan 2 yang berbicara tentang tidak menghakimi orang lain karena saat kamu menghakimi, “ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu.” Di samping kotak itu, Mell menuliskan: “Lihat apa yang kau sendiri lakukan sebelum kau melihat orang lain.”

Melissa adalah seorang remaja yang hidup untuk sesamanya. Ia menerapkan Filipi 2:4 dalam hidupnya. Matt adalah teman Melissa di kelas 11 yang mengenalnya sejak batita di gereja hingga peristiwa kecelakaan mobil yang merenggut nyawa Melissa. Dalam kebaktian untuk mengenang Melissa, Matt berkata, “Seingatku, tidak pernah aku melihatmu tanpa senyum atau tidak sedang melakukan sesuatu yang membawa keceriaan pada orang lain.” Seorang teman lain bernama Tara berkata, “Terima kasih karena kamu telah menjadi temanku, bahkan saat tak seorang pun bersikap sebaik dan seceria dirimu.”

Di zaman ketika penghakiman begitu marak seperti ini, ada baiknya untuk mengingat bahwa kasih bermula dari kita. Ingatlah perkataan Paulus, “Demikianlah tinggal ketiga hal ini, yaitu iman, pengharapan dan kasih, dan yang paling besar di antaranya ialah kasih” (1Kor. 13:13).

Besar sekali pengaruh yang kita berikan, apabila ketika melihat orang lain, kita berkata, “Kasih bermula dariku.” Bukankah itu menjadi cerminan yang luar biasa akan kasih Allah kepada kita? —Dave Branon

Tuhan, terima kasih untuk kasih-Mu yang besar bagi kami. Engkau mengutus Anak-Mu untuk mati dan dibangkitkan agar kami dapat bersama-Mu selamanya. Tolong kami untuk mengasihi orang lain. Tuhan, kami ingin menjadi seperti-Mu.

Menghayati kasih Allah bagi kita menjadi kunci untuk mengasihi sesama.

Bacaan Alkitab Setahun: Bilangan 34-36; Markus 9:30-50

Photo credit: Dusty J / Foter / CC BY

Allah Berbisik, “Ikan”

Rabu, 26 November 2014

Allah Berbisik, “Ikan”

Baca: Lukas 5:1-10

5:1 Pada suatu kali Yesus berdiri di pantai danau Genesaret, sedang orang banyak mengerumuni Dia hendak mendengarkan firman Allah.

5:2 Ia melihat dua perahu di tepi pantai. Nelayan-nelayannya telah turun dan sedang membasuh jalanya.

5:3 Ia naik ke dalam salah satu perahu itu, yaitu perahu Simon, dan menyuruh dia supaya menolakkan perahunya sedikit jauh dari pantai. Lalu Ia duduk dan mengajar orang banyak dari atas perahu.

5:4 Setelah selesai berbicara, Ia berkata kepada Simon: "Bertolaklah ke tempat yang dalam dan tebarkanlah jalamu untuk menangkap ikan."

5:5 Simon menjawab: "Guru, telah sepanjang malam kami bekerja keras dan kami tidak menangkap apa-apa, tetapi karena Engkau menyuruhnya, aku akan menebarkan jala juga."

5:6 Dan setelah mereka melakukannya, mereka menangkap sejumlah besar ikan, sehingga jala mereka mulai koyak.

5:7 Lalu mereka memberi isyarat kepada teman-temannya di perahu yang lain supaya mereka datang membantunya. Dan mereka itu datang, lalu mereka bersama-sama mengisi kedua perahu itu dengan ikan hingga hampir tenggelam.

5:8 Ketika Simon Petrus melihat hal itu iapun tersungkur di depan Yesus dan berkata: "Tuhan, pergilah dari padaku, karena aku ini seorang berdosa."

5:9 Sebab ia dan semua orang yang bersama-sama dengan dia takjub oleh karena banyaknya ikan yang mereka tangkap;

5:10 demikian juga Yakobus dan Yohanes, anak-anak Zebedeus, yang menjadi teman Simon. Kata Yesus kepada Simon: "Jangan takut, mulai dari sekarang engkau akan menjala manusia."

Mulai dari sekarang engkau akan menjala manusia. —Lukas 5:10

Allah Berbisik, “Ikan”

Beberapa tahun yang lalu, saya dan anak-anak saya menikmati kebersamaan selama beberapa hari dengan menyusuri dan memancing di sungai Madison di Montana. Kami ditemani oleh dua pemandu memancing yang juga menjadi awak dari perahu kami.

Pemandu yang saya ajak adalah seorang pria yang sepanjang hidupnya memang tinggal di kawasan sungai. Ia tahu betul lokasi tempat ikan trout besar hidup. Ia seorang pendiam yang jarang berbicara dan rasanya hanya mengeluarkan dua lusin kata di sepanjang perjalanan. Namun kata-katanya yang sedikit itu telah mencerahkan hari-hari saya.

Kami memancing dengan umpan serangga kecil pada sungai yang berombak. Penglihatan saya tidak sebaik dahulu, dan pancingan saya sering gagal. Pemandu saya yang sangat sabar itu memberikan tanda kepada saya dengan menggumamkan kata “ikan” apabila ia melihat seekor ikan trout meloncat di bawah umpan. Mengikuti isyaratnya, saya pun mengangkat ujung pancing saya dan . . . benar saja, seekor ikan trout berhasil saya pancing!

Saya sering teringat akan pemandu itu dan panggilan Yesus pada murid-murid-Nya yang adalah nelayan, “Mulai dari sekarang engkau akan menjala manusia” (Luk. 5:10). Ada banyak peluang emas yang hadir dalam hidup kita tiap hari—orang-orang di sekitar kita yang sedang mencari pemuas dahaga jiwa mereka—kesempatan untuk menunjukkan kasih Kristus dan membagikan pengharapan yang kita miliki. Kita mungkin meluputkan peluang itu bila kita tidak waspada.

Kiranya sang Penjala Agung, yang mengenal setiap hati manusia, membisikkan kata “ikan” di telinga kita, dan kiranya kita punya telinga yang peka untuk mendengar bisikan-Nya. —DHR

Sepanjang hari ini, ya Tuhan, kiranya aku dapat menjangkau
sebanyak mungkin jiwa bagi-Mu—melalui perkataan yang
kuucapkan, doa yang kupanjatkan, surat yang kutulis,
dan hidup yang kujalani.

Ketika Roh Kudus mendorongmu, bertindaklah.

Bisakah Kamu Membantu?

Kamis, 20 November 2014

Bisakah Kamu Membantu?

Baca: Yakobus 2:14-20

2:14 Apakah gunanya, saudara-saudaraku, jika seorang mengatakan, bahwa ia mempunyai iman, padahal ia tidak mempunyai perbuatan? Dapatkah iman itu menyelamatkan dia?

2:15 Jika seorang saudara atau saudari tidak mempunyai pakaian dan kekurangan makanan sehari-hari,

2:16 dan seorang dari antara kamu berkata: "Selamat jalan, kenakanlah kain panas dan makanlah sampai kenyang!", tetapi ia tidak memberikan kepadanya apa yang perlu bagi tubuhnya, apakah gunanya itu?

2:17 Demikian juga halnya dengan iman: Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati.

2:18 Tetapi mungkin ada orang berkata: "Padamu ada iman dan padaku ada perbuatan", aku akan menjawab dia: "Tunjukkanlah kepadaku imanmu itu tanpa perbuatan, dan aku akan menunjukkan kepadamu imanku dari perbuatan-perbuatanku."

2:19 Engkau percaya, bahwa hanya ada satu Allah saja? Itu baik! Tetapi setan-setanpun juga percaya akan hal itu dan mereka gemetar.

2:20 Hai manusia yang bebal, maukah engkau mengakui sekarang, bahwa iman tanpa perbuatan adalah iman yang kosong?

Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati. — Yakobus 2:17

Bisakah Kamu Membantu?

Pengurus suatu Sekolah Menengah Atas di Barrow, Alaska, telah jenuh melihat 50 persen dari murid mereka terjerumus masalah hingga harus berhenti sekolah. Untuk membuat para siswa tetap tertarik bersekolah, mereka membentuk sebuah tim sepakbola. Tim itu akan memberikan kesempatan kepada para siswa untuk mengembangkan keterampilan diri, kerja sama tim, dan berbagai pelajaran-pelajaran tentang hidup. Akan tetapi, kegiatan sepakbola di Barrow menemui hambatan karena sulitnya membuat lapangan dari rumput di tengah iklim dingin yang mereka alami sepanjang tahun. Akibatnya, para siswa harus bertanding di atas lapangan yang dipenuhi dengan kerikil dan debu tanah.

Di Florida, sekitar 6.500 km dari Barrow, Cathy Parker mendengar tentang keadaan tim sepakbola itu dan lapangan mereka yang berbahaya. Karena merasa bahwa Allah menggerakkan dirinya untuk menolong, serta terkesan oleh perubahan positif yang dialami para siswa di sana, ia mulai mencari jalan. Kurang lebih setahun kemudian, sekolah itu telah mempunyai sebidang lapangan baru dengan permukaan rumput buatan yang cantik. Cathy berhasil mengumpulkan ribuan dolar untuk membantu anak-anak yang sama sekali tidak dikenalnya.

Yang penting di sini bukanlah soal sepakbola—atau uang. Ini soal mengingat untuk “berbuat baik dan memberi bantuan” (Ibr. 13:16). Yakobus mengingatkan bahwa iman kita terlihat nyata melalui perbuatan kita (2:18). Kebutuhan di dunia kita ini begitu beragam dan banyak, tetapi ketika kita mengasihi sesama kita seperti diri sendiri, seperti yang dikatakan Yesus (Mrk. 12:31), kita akan dapat menjangkau dengan kasih Allah. —JDB

Bukalah mata kami, ya Bapa, bagi mereka yang membutuhkan.
Biarlah kami menemukan cara untuk membantu mereka, baik berupa
uang atau hal lainnya. Tolong kami untuk tidak menaruh perhatian
pada diri sendiri, tetapi pada mereka yang perlu bantuan kami.

Buka hatimu kepada Allah untuk belajar berbelas kasih dan buka tanganmu untuk memberi pertolongan.

Melihat Dengan Terbalik

Rabu, 15 Oktober 2014

Melihat Dengan Terbalik

Baca: Matius 8:1-4; 9:9-12

8:1 Setelah Yesus turun dari bukit, orang banyak berbondong-bondong mengikuti Dia.

8:2 Maka datanglah seorang yang sakit kusta kepada-Nya, lalu sujud menyembah Dia dan berkata: "Tuan, jika Tuan mau, Tuan dapat mentahirkan aku."

8:3 Lalu Yesus mengulurkan tangan-Nya, menjamah orang itu dan berkata: "Aku mau, jadilah engkau tahir." Seketika itu juga tahirlah orang itu dari pada kustanya.

8:4 Lalu Yesus berkata kepadanya: "Ingatlah, jangan engkau memberitahukan hal ini kepada siapapun, tetapi pergilah, perlihatkanlah dirimu kepada imam dan persembahkanlah persembahan yang diperintahkan Musa, sebagai bukti bagi mereka."

9:9 Setelah Yesus pergi dari situ, Ia melihat seorang yang bernama Matius duduk di rumah cukai, lalu Ia berkata kepadanya: "Ikutlah Aku." Maka berdirilah Matius lalu mengikut Dia.

9:10 Kemudian ketika Yesus makan di rumah Matius, datanglah banyak pemungut cukai dan orang berdosa dan makan bersama-sama dengan Dia dan murid-murid-Nya.

9:11 Pada waktu orang Farisi melihat hal itu, berkatalah mereka kepada murid-murid Yesus: "Mengapa gurumu makan bersama-sama dengan pemungut cukai dan orang berdosa?"

9:12 Yesus mendengarnya dan berkata: "Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit.

Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit. —Matius 9:12

Melihat Dengan Terbalik

Di India, saya beribadah di antara para penderita kusta. Kebanyakan dari kemajuan medis dalam bidang perawatan untuk para penderita kusta merupakan buah usaha dari para dokter misionaris. Dokter-dokter ini memilih untuk tinggal di antara para penderita kusta dan berisiko terjangkiti penyakit yang mengerikan tersebut. Alhasil, gereja-gereja pun bertumbuh subur di kebanyakan pusat perawatan utama bagi para penderita kusta. Di Myanmar, saya pernah mengunjungi panti asuhan bagi para penderita AIDS yang yatim piatu. Di sana para relawan Kristen berusaha memberikan perhatian yang tidak lagi diberikan oleh orangtua para penderita karena penyakit mereka. Kebaktian gereja paling meriah yang pernah saya hadiri berlangsung di dalam penjara di negara Cili dan Peru. Di antara kaum yang hina, malang, dan tertindas—mereka yang tidak dianggap oleh dunia ini—Kerajaan Allah teguh berdiri.

Menaati tugas yang diberikan Allah dengan sepenuh hati berarti kita harus belajar memandang dunia ini dari sudut pandang yang terbalik, sebagaimana yang Yesus lakukan. Alih-alih mencari orang-orang kaya yang dapat mendukung kita, kita menjangkau orang-orang papa yang tidak berpunya. Kita mencari yang lemah, bukan yang kuat; yang sakit, bukan yang sehat. Bukan yang saleh, tetapi yang berdosa. Bukankah itu juga cara Allah mendamaikan dunia dengan diri-Nya? “Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit. . . . Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa” (Mat. 9:12-13).

Untuk mendapatkan cara pandang yang baru, pandanglah dunia ini dengan cara terbalik sebagaimana yang Yesus lakukan. —PDY

Ya Yesus, kami tahu bahwa Engkau mencari orang yang hina dan
yang tidak dianggap oleh sesamanya. Kami ingin menjadi seperti-Mu.
Bukalah mata kami dan tunjukkanlah kepada kami caranya.
Kami rindu dipakai oleh-Mu untuk memberkati sesama.

Apakah kamu memandang dunia yang membutuhkan kasih ini sebagaimana Yesus memandang mereka?

Domba Merah Muda

Minggu, 5 Oktober 2014

Domba Merah Muda

Baca: Yohanes 10:7-18

10:7 Maka kata Yesus sekali lagi: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya Akulah pintu ke domba-domba itu.

10:8 Semua orang yang datang sebelum Aku, adalah pencuri dan perampok, dan domba-domba itu tidak mendengarkan mereka.

10:9 Akulah pintu; barangsiapa masuk melalui Aku, ia akan selamat dan ia akan masuk dan keluar dan menemukan padang rumput.

10:10 Pencuri datang hanya untuk mencuri dan membunuh dan membinasakan; Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan.

10:11 Akulah gembala yang baik. Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya;

10:12 sedangkan seorang upahan yang bukan gembala, dan yang bukan pemilik domba-domba itu sendiri, ketika melihat serigala datang, meninggalkan domba-domba itu lalu lari, sehingga serigala itu menerkam dan mencerai-beraikan domba-domba itu.

10:13 Ia lari karena ia seorang upahan dan tidak memperhatikan domba-domba itu.

10:14 Akulah gembala yang baik dan Aku mengenal domba-domba-Ku dan domba-domba-Ku mengenal Aku

10:15 sama seperti Bapa mengenal Aku dan Aku mengenal Bapa, dan Aku memberikan nyawa-Ku bagi domba-domba-Ku.

10:16 Ada lagi pada-Ku domba-domba lain, yang bukan dari kandang ini; domba-domba itu harus Kutuntun juga dan mereka akan mendengarkan suara-Ku dan mereka akan menjadi satu kawanan dengan satu gembala.

10:17 Bapa mengasihi Aku, oleh karena Aku memberikan nyawa-Ku untuk menerimanya kembali.

10:18 Tidak seorangpun mengambilnya dari pada-Ku, melainkan Aku memberikannya menurut kehendak-Ku sendiri. Aku berkuasa memberikannya dan berkuasa mengambilnya kembali. Inilah tugas yang Kuterima dari Bapa-Ku."

Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi. —Yohanes 13:35

Domba Merah Muda

Saat berada dalam perjalanan darat dari Glasgow ke Edinburgh, Skotlandia, dan menikmati indahnya pemandangan pedesaan, saya terpikat oleh suatu pemandangan yang lumayan menggelikan. Di kejauhan, pada puncak sebuah bukit kecil, terdapat sekawanan domba berwarna merah muda dalam jumlah besar.

Saya tahu bahwa para pemilik domba suka menandai ternak mereka dengan membuat bintik-bintik dari cat semprot—tetapi kawanan domba merah muda tersebut sangat menyolok. Pemiliknya telah mengecat seluruh badan dari setiap dombanya dengan pewarna merah muda. Semua orang jadi tahu siapa pemilik domba-domba tersebut.

Kitab Suci menyebut para pengikut Kristus sebagai domba yang juga memiliki tanda pengenal yang unik. Hal apa yang menjadi “pewarna merah muda” dalam kehidupan seorang pengikut Kristus? Bagaimana seseorang dapat dikenali sebagai milik Yesus?

Dalam Injil Yohanes, Yesus, Sang Gembala yang baik, menyatakan bahwa tanda pengenal pengikut-Nya adalah kasih. “Sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi. Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi” (Yoh. 13:34-35).

Lewat perkataan dan perbuatannya, seorang percaya harus menunjukkan kasih kepada orang-orang di sekelilingnya. “Saudarasaudaraku yang kekasih,” tulis Yohanes, “jikalau Allah sedemikian mengasihi kita, maka haruslah kita juga saling mengasihi” (1Yoh. 4:11). Kasih seorang Kristen untuk sesamanya haruslah terlihat nyata, sejelas warna merah muda pada sekawanan domba di Skotlandia. —JDB

Ya Tuhan, ingatkan aku bahwa hidup ini bukanlah tentang diriku
maupun kebutuhanku, melainkan tentang sesama dan bagaimana
kasih-Mu dapat terpancar kepada mereka melalui diriku.
Kiranya kasih yang Kristus teladankan menjadi ciri khas hidupku.

Kasih kita harus menjadi ciri khas kita sebagai pengikut Kristus.

Hidup Dalam Kasih

Jumat, 22 Agustus 2014

Hidup Dalam Kasih

Baca: Mazmur 112

112:1 Haleluya! Berbahagialah orang yang takut akan TUHAN, yang sangat suka kepada segala perintah-Nya.

112:2 Anak cucunya akan perkasa di bumi; angkatan orang benar akan diberkati.

112:3 Harta dan kekayaan ada dalam rumahnya, kebajikannya tetap untuk selamanya.

112:4 Di dalam gelap terbit terang bagi orang benar; pengasih dan penyayang orang yang adil.

112:5 Mujur orang yang menaruh belas kasihan dan yang memberi pinjaman, yang melakukan urusannya dengan sewajarnya.

112:6 Sebab ia takkan goyah untuk selama-lamanya; orang benar itu akan diingat selama-lamanya.

112:7 Ia tidak takut kepada kabar celaka, hatinya tetap, penuh kepercayaan kepada TUHAN.

112:8 Hatinya teguh, ia tidak takut, sehingga ia memandang rendah para lawannya.

112:9 Ia membagi-bagikan, ia memberikan kepada orang miskin; kebajikannya tetap untuk selama-lamanya, tanduknya meninggi dalam kemuliaan.

112:10 Orang fasik melihatnya, lalu sakit hati, ia menggertakkan giginya, lalu hancur; keinginan orang fasik akan menuju kebinasaan.

Di dalam gelap terbit terang bagi orang benar; pengasih dan penyayang orang yang adil. —Mazmur 112:4

Hidup Dalam Kasih

Di negara Afrika, tempat tinggal teman saya, Roxanne, air merupakan komoditas berharga yang langka. Sering orang harus menempuh perjalanan yang jauh untuk mendapatkan air dari sungai-sungai kecil yang telah tercemar, dan akibatnya ada warga yang jatuh sakit bahkan meninggal. Kondisi kurangnya air bersih itu juga menyulitkan lembaga-lembaga seperti panti asuhan dan gereja yang hendak melayani mereka. Namun perubahan sudah mulai terjadi.

Lewat kepemimpinan Roxanne dan persembahan kasih yang diberikan secara sukarela oleh sejumlah orang dari gereja-gereja yang berdiri di sana, berlangsunglah penggalian untuk membangun sumur air bersih. Sekarang setidaknya enam sumur baru sudah berfungsi, dan gereja pun berperan menjadi sumber pengharapan dan penghiburan. Sebuah pusat kesehatan dan panti bagi 700 anak yatim-piatu juga dapat dibuka karena sudah ada akses untuk mendapatkan air bersih.

Itulah kasih yang dapat mengalir dari hati orang-orang percaya dalam Kristus yang telah mengalami kasih dan kemurahan Allah. Paulus berkata di dalam 1 Korintus 13 bahwa jika kita tidak mempunyai kasih, suara kita hanya bergemerincing di telinga orang-orang dan iman kita bernilai hampa. Dan Rasul Yohanes berkata bahwa jika kita memiliki harta benda, dan kita bertindak untuk menolong orang-orang yang membutuhkan bantuan kita, hal itu membuktikan bahwa kasih Allah tinggal di dalam kita (1Yoh. 3:16).

Allah rindu kita “menaruh belas kasihan” (Mzm. 112:5) kepada orang-orang yang membutuhkan, karena hati-Nya pun menaruh belas kasihan kepada kita. —JDB

Janganlah lelah dalam pelayanan kita;
Lakukan yang terbaik bagi yang membutuhkan;
Kebaikan akan mendapat upahnya
Dari Tuhan yang mendorong kita. —NN.

Kebaikan adalah wujud nyata dari iman Kristen.