Posts

Satu Hal yang Kulupakan Ketika Semua Impianku Tidak Terwujud

Oleh Evant Christina, Jakarta

Setiap orang boleh memiliki keinginan dan cita-cita. Tetapi, pada kenyataannya, terlepas dari sekeras apapun upaya kita untuk mewujudkannya, tidak semua yang kita harapkan bisa terjadi sesuai keinginan kita. Inilah realita kehidupan. Pernahkah kamu mengalaminya? Aku pernah.

Sebagai seorang perempuan yang dilahirkan dalam keadaan tuli, saat memasuki masa-masa TK, kedua orangtuaku menyekolahkanku di sebuah Sekolah Luar Biasa (SLB). Di sana aku pernah diberi tugas untuk membuat buku harian oleh guruku. Setiap hari, sepulang sekolah aku menuliskan cerita-cerita, kemudian mengumpulkannya kepada guruku keesokan harinya. Bermula dari sekadar tugas, lama-kelamaan menulis menjadi kegemaranku, hingga aku pun bercita-cita kelak ingin menjadi seorang penulis.

Beberapa tahun setelahnya, kedua orangtuaku memindahkanku ke sebuah sekolah umum. Saat duduk di bangku SMP, aku melihat kalau ternyata teman-temanku punya cita-cita yang beragam. Ada yang ingin menjadi seorang dokter, pilot, perawat, pengusaha, juga cita-cita lainnya. Karena saat itu aku belum pernah mendengar ada seorang penyandang tunarungu yang menekuni profesi-profesi tersebut, aku jadi tertantang untuk memiliki cita-cita seperti mereka, profesi yang biasa dilakoni oleh orang-orang yang kondisi fisiknya sempurna. Waktu itu aku bercita-cita ingin menjadi seorang pendeta, psikolog, desainer grafis, bahkan juga seorang chef.

Menjelang kelulusan SMA, aku bergumul tentang rencana mau melanjutkan kuliah ke mana. Aku berdoa pada Tuhan dan juga bertanya kepada orangtuaku tentang pilihan apa yang harus kuambil. Waktu itu orangtuaku menyarankan agar aku tidak memilih tempat kuliah dengan lokasi yang lokasinya jauh dari rumah. Saat itu aku berbicara jujur pada ibuku tentang cita-citaku dan rencana kuliah. Namun, jawaban ibuku membuatku kecewa.

“Wah kalau kamu menjadi pendeta rasanya mustahil sekali. Apakah kamu bisa? Kamu kan tuli. Bagaimana kalau sampai kamu salah dalam sharing atau ngomong yang tidak jelas malah membuat orang- orang tidak mengerti atau malah tertawa? Untuk psikologi rasanya kamu tidak akan bisa…bla bla bla…. Ibu juga takut dan khawatir jika terjadi sesuatu apa- apa dengan kamu selama kuliah nanti, nak.” Kemudian ibuku memberikan jawaban lain yang cukup panjang.

Ibuku tidak setuju dengan pilihan cita-cita yang kuinginkan sedangkan ayahku hanya diam saja seolah tidak peduli, sehingga sejak saat itu aku merasa segala impian yang kucita-citakan pun kandas. Kemudian ayahku menyarankanku untuk kuliah di jurusan Ilmu Komputer saja karena menurutnya prospek karier di jurusan ini bagus. Aku pun menuruti saran ayahku dan mengambil jurusan Teknik Informatika. Sepanjang waktu studiku selama empat tahun, aku berjuang dengan keras supaya bisa mendapatkan nilai yang baik dan juga lulus sebagai Sarjana. Namun, karena jurusan yang kuambil bukanlah jurusan yang benar-benar kuinginkan, semangatku dalam kuliah sering naik turun. Ketika semangatku turun, sebuah ayat dari Yeremia 29:11 selalu menjadi pengingat dan memberiku kekuatan. Ya, aku percaya bahwa Tuhan akan memberiku masa depan yang penuh harapan.

Setelah aku dinyatakan lulus sebagai seorang Sarjana, seperti para fresh graduate lainnya aku pun mencari informasi lowongan pekerjaan baik melalui media sosial ataupun informasi dari orang-orang. Lamaran sudah kumasukkan melalui berbagai situs penyedia jasa lowongan pekerjaan. Tetapi, semuanya nihil. Padahal setelah aku cermati, tidak ada yang salah dengan CV-ku. Lalu, aku juga tidak lupa dengan waktu teduh, selalu berdoa dan bekerja (ora et labora) serta memohon hikmat pada Tuhan supaya ada perusahaan yang mau menerima penyandang tunarungu. Selain itu, aku juga sering bertanya kepada teman- teman tentang informasi pekerjaan, sembari meminta saran dari mereka untuk mencoba kerja di kantor lama tempat aku magang dulu. Tetapi apalah dayaku ternyata hasilnya sama.

Satu bulan, dua bulan, hingga setahun berlalu tanpa ada kejelasan. Semua perusahaan yang meresponsku hanya memberikan harapan palsu. Ceritanya, setelah mengikuti interview untuk keempat kalinya di perusahaan yang berbeda, katanya aku akan dikabari lebih lanjut melalui e-mail. Tapi, sekian lama menanti, tak kunjung ada e-mail yang kuterima. Aku menjadi bingung, putus asa, dan juga berprasangka buruk. Apakah mungkin karena keadaan disabilitasku yang membuat perusahaan-perusahaan jadi tidak mau menerimaku bekerja? Atau, apakah karena posisi yang kuambil tidak sesuai dengan jurusan kuliahku dulu?

Sampai di titik ini aku merasa ini adalah momen terendahku sebagai seorang pencari kerja selama setahun. Aku merasa kecewa dan putus asa, bahkan tidak tahu harus berbuat apa lagi. Aku merasa bahwa semua yang telah kulakukan itu sia-sia sehingga akhirnya aku berhenti untuk mencari pekerjaan.

Sebuah pelajaran dari kegagalan dan impian yang kandas

Di balik momen-momen sulitku sebagai seorang pencari kerja, aku sadar bahwa aku tidak bisa hanya sekadar berpangku tangan. Bagaimanapun juga aku harus memiliki penghasilan sendiri. Aku mulai mencari cara-cara lain. Jika aku tidak bisa menemukan perusahaan yang bisa memberiku pekerjaan, maka aku bisa menciptakan pekerjaan untuk diriku sendiri. Sejak saat itu, aku mencoba memulai usaha kecil-kecilan dengan berjualan pulsa elektronik. Hasil dari jualan ini memang tidaklah seberapa, akan tetapi aku percaya bahwa ini adalah langkah terbaik untukku belajar memulai usaha dari nol.

Selain berjualan pulsa, aku juga membantu melanjutkan usaha bersama keluargaku di rumah. Walaupun aku tidak menyukai pekerjaan itu karena aku cukup kesulitan untuk berkomunikasi terhadap pembeli, tetapi aku coba menikmatinya sebagaimana mestinya saat mengingat betapa beratnya hidupku. Aku bersyukur karena keluargaku dan beberapa orang pembeli tersebut mengenalku dengan baik dan mereka akhirnya memahami keadaanku.

Sebelumnya itu, aku juga pernah berencana mencoba bisnis online yaitu mempromosikan sebuah produk melalui media sosial berdasarkan permintaan dari beberapa temanku. Tetapi, setelah aku berunding dengan ibuku tentang bisnis online ternyata tidak mendapat persetujuan dari ibuku dengan beberapa alasan yang membuatku kecewa. Padahal itu satu-satunya cara terbaik untuk mendapat penghasilan. Aku pun sedih, putus asa, dan tidak tahu harus berbuat apa setelah mendengar hal tersebut.

Ketika aku mengingat kembali momen-momen terendah dalam hidupku, kadang aku merasa kalau diriku itu bodoh dan kacau. Bahkan, dulu aku sempat bertanya kepada Tuhan: Mengapa aku selalu gagal? Apakah karena imanku kurang? Saat itu aku hanya berfokus pada kegagalan demi kegagalan. Aku berfokus pada impianku yang kandas hingga aku melupakan satu hal yang teramat penting: Tuhan tetap berlaku baik. Kasih setia-Nya tidak berkesudahan dan rahmat-Nya tak pernah habis (Ratapan 3:22).

Ada banyak hal dalam kehidupan ini yang sulit dimengerti, termasuk mengapa Dia mengizinkanku dilahirkan dalam keadaan tuli, mengalami banyak kegagalan, dan seolah membiarkan setiap impianku kandas. Tetapi, satu hal yang aku tahu dengan pasti bahwa Tuhan itu baik bukan hanya karena dia memberikanku kesuksesan, tetapi karena Dia memang baik. Tuhan mengasihiku bukan hanya karena Dia memberiku berkat, tetapi karena Dia adalah kasih. Seperti Ayub yang mengakui kebesaran Tuhan, aku pun yakin bahwa karena Dia adalah Tuhan yang Mahabesar, maka tak ada sesuatupun yang mustahil bagi-Nya. “Aku tahu Engkau sanggup melakukan segala sesuatu dan tidak ada rencana-Mu yang gagal” (Ayub 42:2).

Aku tidak menyesal karena telah gagal berkali-kali. Aku juga tidak menyesal karena impian-impian yang kudambakan sejak dahulu pada akhirnya tidak terwujud. Aku percaya bahwa hidupku itu ibarat pensil dan kertas. Aku bisa menuliskan banyak keinginanku di atas kertas itu. Tetapi, aku tidak boleh lupa bahwa Tuhan memiliki alat tulis yang lebih lengkap. Ketika ada keinginanku yang tidak baik, Dia bisa menghapusnya dan menuliskan yang lebih baik dan tentunya terbaik untukku.

Aku percaya bahwa pekerjaan sederhana yang aku kerjakan saat ini adalah kesempatan berharga yang Tuhan berikan kepadaku. Ketika aku melakukannya dengan setia dan bertanggung jawab, aku yakin bahwa kelak Tuhan akan memberiku tanggung jawab yang lebih besar.

“Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah”
(Roma 8:28).

Baca Juga:

Hal yang Kulupakan Ketika Aku Asyik Menggunakan Instagram Story

Awalnya, seperti kebanyakan teman-temanku, aku menikmati fitur Instastory dengan cukup aktif. Setiap harinya aku bisa mengunggah 1-5 konten pada Instastoryku. Namun, sampai di satu titik, aku memutuskan untuk berhenti menggunakan fitur ini hingga waktu yang tidak ditentukan.

Sekalipun Aku Tuli, Tetapi Tuhan Tidaklah Tuli

Sekalipun-Aku-Tuli,-Tetapi-Tuhan-Tidaklah-Tuli

Oleh Evant Christina, Jakarta

Pernahkah kalian bergumul karena kekurangan fisik yang kalian alami? Aku pernah mendapatkan perlakuan tidak baik, merasa dikucilkan, bahkan juga mengalami diskriminasi karena sebuah cacat fisik yang kualami sejak lahir. Hidup dengan keadaan disabilitas sejatinya tidaklah mudah buatku, namun karena penyertaan Tuhan sajalah aku bisa melewati hari-hariku.

Ketika aku masih berada dalam kandungan, virus menginfeksi janin dalam rahim ibuku. Virus itu kemudian menyerang indra pendengaran dan penglihatanku. Ketika janin itu genap berusia sembilan bulan, maka terlahirlah aku ke dunia dalam keadaan tuli dan mata yang juling. Ketika aku beranjak dewasa aku sempat bertanya-tanya mengapa Tuhan mengizinkan aku mengalami cacat fisik seperti ini? Bahkan, aku pernah menyalahkan Tuhan karena aku terlahir dalam keadaan cacat.

Di kala aku bertanya-tanya tentang apa maksud Tuhan dari cacat ini, aku menemukan sebuah video kesaksian yang diunggah di YouTube. Video itu diberi judul “Tuhan tidak tuli” dan bercerita tentang kesaksian dari Yahya Tioso, seorang penyandang tunarungu sejak lahir yang kini telah bekerja sebagai desainer. Yahya tidak menyerah sekalipun karena cacat fisiknya dia sempat tidak memiliki teman dan merasa dikucilkan. Di video itu, dia juga menyebutkan sebuah ayat yang diambil dari Yohanes 9:3, ketika murid-murid bertanya kepada Yesus mengapa ada seorang yang dilahirkan buta. Yesus menjawabnya demikian, “Bukan dia dan bukan juga orangtuanya, tetapi karena pekerjaan-pekerjaan Allah harus dinyatakan di dalam dia.” Apa yang baru saja kusaksikan itu menyadarkanku bahwa aku tidak sendiri. Ada orang-orang lain di luar sana yang juga memiliki disabilitas tetapi bisa memuliakan Tuhan lewat kehidupan mereka.

Sejak masih kanak-kanak di sekolah Minggu dahulu, aku bercita-cita ingin menjadi saluran berkat buat orang lain lewat pelayanan. Aku melihat teman-teman di kelasku bisa menyanyi, menari, dan tampil di panggung di hadapan banyak orang. Aku ingin bisa seperti mereka, tetapi karena disabilitasku, aku tidak bisa melakukan seperti yang mereka lakukan. Ketika teman-temanku yang lain bernyanyi riang bersama-sama, aku hanya sekadar mengikuti irama mereka menyanyi. Kadang juga aku terdiam sambil menghayati lagu, atau bertepuk tangan.

Kerinduanku untuk melayani itu dijawab Tuhan. Dia memberiku sebuah kesempatan untuk mulai melayani-Nya. Karena aku tidak bisa bernyanyi, aku diberi kesempatan untuk menjadi seorang pembawa kantong persembahan. Aku bersukacita atas pelayanan sederhana yang bisa kulakukan saat itu. Seiring waktu beranjak, harapan dan semangatku untuk melayani tidak pudar hingga aku masuk ke komisi remaja.

Di masa remaja ini aku berharap bisa berbaur dengan teman-teman baru. Akan tetapi, harapanku untuk bisa berbaur dengan teman-teman itu tidak mudah. Banyak dari mereka tidak memahamiku sehingga aku merasa dikucilkan. Lama-kelamaan aku mulai undur diri dan jarang hadir dalam pelayanan di komisi remaja gerejaku.

Aku berdoa kepada Tuhan dan menceritakan segala keluh kesahku kepada-Nya. Tuhan tidak tertidur, Dia mendengar isi doaku. Tak lama kemudian, salah seorang teman senior di komisi remaja bertemu dan bertanya mengapa aku sudah jarang terlihat hadir. Aku bingung mau menjawab apa, akhirnya malah ibuku yang menjelaskan masalahku kepadanya. Setelah pertemuan itu, dia mengajakku untuk kembali bergabung dan melayani Tuhan bersama-sama di komisi remaja.

Kadang-kadang, setiap minggunya, aku diberi tugas pelayanan sebagai penerima tamu dan pembawa kantong persembahan. Aku tidak pernah menolak saat selalu diberi tugas yang sama. Tugas pelayanan inilah yang selalu aku lakukan dari sejak kanak-kanak di sekolah Minggu, remaja, hingga sekarang di komisi pemuda. Lalu, aku juga amat bersyukur karena Tuhan boleh mempercayakan tugas pelayanan lainnya kepadaku. Setelah beberapa kali diberi kesempatan menjadi panitia untuk suatu acara, aku pernah masuk kepengurusan komisi pemuda dan melayani di divisi marketing and communication selama dua tahun.

Akan tetapi, perjalanan pelayananku tidak sepenuhnya mulus. Tidak semua teman-temanku menerimaku apa adanya. Kadang, ada pula yang memandangku sebelah mata karena disabilitasku. Ada yang memandangku penuh keraguan, menganggapku tidak bisa melakukan apa-apa karena aku tuli.

Di tahun ini aku tidak diberikan lagi kesempatan untuk melayani sebagai pengurus di komisi pemuda setelah masa kepengurusan dua tahun selesai. Sejujurnya aku merasa sedih dan merasa Tuhan seolah tidak adil karena aku adalah seorang penyandang tunarungu, sedangkan orang lain bisa melayani-Nya dengan mudah sesuai dengan talenta masing-masing. Tapi, kemudian aku ingat sebuah ayat yang mengatakan bahwa rencana Tuhan tidak pernah salah, seperti tertulis demikian, “Aku tahu, bahwa Engkau sanggup melakukan segala sesuatu, dan tidak ada rencana-Mu yang gagal” (Ayub 42:2).

Alih-alih menjadi kecewa dan terpuruk, aku mencoba untuk menggali potensi diriku dan menggunakannya untuk melayani Tuhan. Pahit manis kehidupan pelayananku, kehidupan sekolah hingga kuliahku, semuanya aku coba tuangkan dalam untaian kata. Aku menulis cerita-cerita dari pengalaman hidupku, mempublikasikannya di blog pribadiku, juga mengirimkannya ke beberapa situs rohani Kristen. Aku berharap bahwa kisah hidupku bisa menjadi kekuatan untuk orang lain yang membacanya.

Aku tahu, bukan aku saja yang memiliki pergumulan hidup. Tapi, hendaknya semangat kita tidak padam. Tuhan tidak tuli atapun juga tertidur. Dia selalu mendengar setiap doaku, entah itu yang kubisikkan ataupun hanya terlintas di hati. Dia memelukku setiap kali aku merasa lemah dan tak berdaya. Dia memberiku kekuatan untuk melewati setiap hari.

Untuk menutup kesaksian ini, aku berharap apabila kamu memiliki teman-teman penyandang disabilitas yang punya kerinduan untuk melayani dan berkarya, berilah kesempatan kepada mereka untuk melakukannya. Lalu, untuk teman-teman penyandang disabilitas, jangan pernah putus asa, tetap semangat melayani Tuhan dalam keadaan apapun. Tuhan memiliki rencana yang baik atas hidup setiap kita. Soli Deo Gloria.

Baca Juga:

Mengapa Aku Tidak Puas dengan Hidupku?

Pekerjaanku sebagai seorang dokter kadang membuatku stres. Setiap harinya aku harus mengambil keputusan yang berkaitan dengan nyawa manusia. Tanggung jawab yang kuemban ini pernah membuatku merasa tidak puas dengan diriku sendiri.