Posts

Ketika Pilihan Bebasku Selalu Mengerucut ke Arah Dosa

Oleh Rio Hosana, Surabaya

Bangun tidur, beraktivitas, hingga tidur lagi. Dalam rentangan momen itu, ada banyak sekali kegiatan yang kita lakukan. Suatu kali, terbersit pertanyaan dalam pikiranku.

Apakah yang aku lakukan hari ini Tuhan sudah terlebih dahulu mengetahuinya? Apakah ketika aku mengetik tulisan ini sekarang, Tuhan sudah merancangkannya? Apakah ketika esok hari aku bangun, Tuhan juga sudah melihatnya lebih dulu? Begitu pula dengan dosaku, apakah Allah sudah mengetahuinya? Apakah Dia telah mengintip pelanggaranku? Bagaimana dengan setiap ketaatan yang aku lakukan?

Daftar pertanyaan itu lantas mengantarku pada suatu perenungan akan hidupku. Hidupku berada dalam dua pilihan: Allah, atau aku yang menentukan? Tapi kusadar jawabannya tidak sesederhana asal memilih. Ada sebuah paradoksal dalam kehidupan ini, sesuatu yang berkontradiksi dan tidak dapat dijelaskan dengan akalku yang terbatas. Aku sadar betul hari ini aku merancangkan segala sesuatunya dengan baik. Aku berpikir tentang renungan dan berdoa pagi, dan benar saja, aku melakukannya. Aku menetapkan hari ini akan diadakan rapat dan aku mengikutinya. Aku berpikir perlu ada sharing session bersama komunitasku di malam hari dan aku menghadirinya. Dengan begitu, jelas aku menjamin bahwa hidup yang kuhidupi hari ini adalah kebebasanku sendiri (free will).

Namun, ketika aku melihat ke dalam diriku yang penuh dosa ini, aku menyadari bahwa Allah berdaulat di dalam setiap pilihanku—atau, memang sejak awal Dialah yang memegang kendali atas hidupku?

Akibat daripada dosa, kebebasanku cenderung membawaku ke arah yang sesat. Alih-alih renungan dan berdoa pagi, aku lebih memilih tidur lebih lama untuk menebus jam-jam tidurku yang hilang. Daripada menghadiri rapat strategis, aku lebih memilih duduk santai dan melupakan tanggung jawabku. Daripada meluangkan waktu untuk sharing dengan komunitas, aku memilih pergi ke tempat hiburan dan melepas penat di sana. Pilihan bebasku selalu mengerucut ke arah dosa, tetapi kasih Allah menyelamatkanku dan memampukanku untuk memilih apa yang benar dan tepat bagi pertumbuhan rohaniku, juga untuk kemuliaan nama-Nya.

Mazmur Daud berkata: “TUHAN menetapkan langkah-langkah orang yang hidupnya berkenan kepada-Nya.” (37:23-24).

Ayat ini meneguhkanku bahwa pertumbuhanku berada di dalam tangan Allah, sekaligus dengan penuh kesadaran aku melakukannya. Kasih Allah mengintervensi pilihanku yang kecenderungannya membawaku pada kesesatan dan mengubahnya dari yang jahat menuju apa yang baik bagi-Nya. Hidupku dituntun oleh Allah dan aku melangkah mengikuti-Nya setapak demi setapak. Pun bila hari ini aku terjatuh di dalam dosa dan gagal untuk melihat pimpinan-Nya, Ia tidak akan membiarkan aku mati dan musnah. Sebab demikianlah Firman Tuhan: “apabila ia jatuh, tidaklah sampai tergeletak, sebab TUHAN menopang tangannya.” (Mazmur 37:24).

Betapa bahagianya menjalani hidup yang telah ditentukan oleh Allah, sebab di dalam hidup ini aku tidak merasa seperti robot. Hidup yang ditentukan oleh Allah mengandung kebebasan dan kesadaran, bukan kekangan untuk berlaku sesuai diktat dari-Nya. Jika bisa kutulis dalam kalimat sederhana, mungkin beginilah kesimpulan dari perenunganku: Aku dapat hidup bebas, melakukan apa yang kukehendaki dan itu semua ada di dalam kedaulatan-Nya. Artinya, aku merasa bebas, tetapi dipimpin oleh kasih karunia Allah. Apabila aku bertumbuh, aku mengucap syukur atas kemurahan-Nya. Apabila aku jatuh, aku tidak akan dibiarkan terjatuh sampai tergeletak. Betapa bahagianya menjalani hidup yang telah ditentukan oleh Allah!

Kamu diberkati oleh ini? Yuk dukung pelayanan WarungSaTeKaMu

Ketika kulihat hidupku penuh cela dan noda…

Benar adanya firman Tuhan ini: “Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya.” ( Yohanes 15:13).

Kasih-Nya pada kita adalah kasih yang besar dan tulus. Dia yang suci telah merelakan nyawanya untuk menghapuskan dosa-dosa kita.

Yuk, bersyukur selalu atas cinta kasih Yesus dengan tetap hidup di dalam-Nya 🤗

Artspace ini ditulis oleh @nonielina, dibuat oleh @meilimu, dan diterjemahkan juga dalam bahasa Inggris @ymi.today.

Kamu diberkati oleh ini? Yuk dukung pelayanan WarungSaTeKaMu

Jalan Panjang Menang dari Candu Pornografi dan Masturbasi

Oleh Aaron Sebastian Surya

Shalom!

Perkenalkan, aku Aaron, seorang dokter yang tengah dalam pemulihan dari candu, dan pada kesempatan ini izinkan aku menceritakan kisah pribadiku.

Perjalanan panjangku terikat dengan candu ini berawal dari kegemaranku bermain jigsaw puzzle dan duduk kursi berlengan dengan motif Winnie the Pooh saat aku berumur 9 tahun. Pokoknya nyaman banget deh kalo duduk di situ. Saat mau menyelesaikan puzzle tersebut, ada beberapa bagian puzzlenya tersisip di selipan kursinya. Pada saat itu aku mencoba merogoh selipan kursi empuk itu sampai ketemu bagian-bagian puzzle yang terselip, dan setelah ketemu aku duduk di kursinya. Tanpa sengaja, saat aku merogoh sambil berlutut, bagian genitalku tergesek. Gesekan itu membuatku merasakan sensasi yang mengenakkan sekali, tidak pernah aku rasakan sebelumnya. Yang membuat aku bingung pada saat itu, kok celanaku basah? Itulah momen aku pertama kali melakukan masturbasi tanpa disadari.

Saat itu aku masih anak kecil kelas 3 SD. Tidak ada pemikiran apa pun yang kupahami tentang seksualitas. Namun, insting eksploratif yang berkembang pada usia tersebut membuatku mencari cara untuk merasakan sensasi enak yang pernah kurasakan tadi. Tidak ada anggota keluarga yang tahu tentang aktivitasku ini karena aku tidak menceritakannya. Sejak saat itu, aku jadi senang melihat lawan jenis yang tampil dengan busana-busana seksi di televisi. 

Mendekati usia puber, saat di kelas 6SD aku semakin kecanduan dengan aktivitas masturbasi ini karena aku bisa mengakses internet. Ada satu temanku yang aku anggap dekat. Saat di kelas dia berbisik, “Ron, nanti pas di rumah coba akses ini deh, tinggal buka komputer, sambungin internet, terus di browsernya ketik kata-kata kunci ini. Habis itu tinggal klik deh link-nya mau yang mana.” Karena yang menyarankan itu teman baikku dan juga mulai muncul rasa penasaran, aku lakukan apa yang dia disarankan. Itulah momen aku pertama kali menyaksikan pornografi tanpa disadari.

Semenjak itu, kombinasi masturbasi dan pornografi menggerogoti hidupku perlahan-lahan. Aku benar-benar hidup dalam dosa tersebut tanpa aku sadar dan tahu bahwa ini adalah dosa. Awalnya berupa ketidaksengajaan dan rasa penasaran, pada akhirnya melekat sebagai rutinitas. Syukur kepada Tuhan, saat aku kelas 1 SMP kebenaran Tuhan telah disingkapkan padaku. Lewat pelajaran agama di sekolah, guruku memberi tahu bahwa kedua hal yang telah kulakukan dari SD itu adalah dosa. Sejak saat itu, setiap kali aku jatuh dalam dosa, aku selalu mengakui dosa-dosaku dalam ibadah di gereja. Namun, perjalanan untuk bisa lepas dari candu ini adalah perjalanan yang tidak mudah. 

Dalam tahun-tahun hidupku setelahnya, aku sempat bertanya-tanya, apakah aku sungguh jadi orang Kristen jika tetap memelihara kehidupan seperti ini? Kucari tahu berbagai cara untuk bisa lepas dari dosa yang menjerat ini. Kucari khotbah di YouTube tentang masturbasi, pornografi, identitas Kristen, melawan keinginan daging, serta spiritualitas. Pelan-pelan, semua materi yang kusimak menolongku menyusun strategi untuk menanggulangi pergumulan dosaku. Dan, yang aku yakini adalah Roh Kudus tidak tinggal diam. Lewat kerinduan untuk berubah yang mendorongku mencari khotbah-khotbah, aku tahu Roh Kudus sedang bekerja untuk memimpinku lepas dari kecanduan ini. Beberapa Firman yang dibukakan kepadaku antara lain Matius 5:27-28, 1 Korintus 6:18-20, dan Roma 12:1-2. Mulai saat inilah aku berjuang melawan candu ini, peperangan antara melakukan kehendakku atau kehendak-Nya terus berlanjut. Yang dulunya aku tidak sadar bahwa yang kulakukan itu dosa, kini aku telah disadarkan.

Namun setiap kali aku tergoda, seringkali aku jatuh berulang-ulang kali di lubang yang sama. Efeknya, aku selalu diikuti rasa bersalah, merasa tidak layak untuk menghampiri Tuhan, sehingga inginnya menjauh dari hadirat-Nya. Namun, puji Tuhan! Dia tidak membiarkanku lari terlalu lama dan jauh daripada-Nya. Aku ingat kisah Alkitab tentang si bungsu yang melarikan diri dari bapanya. Si bungsu terhilang dan menghabiskan hidupnya di kandang babi. Aku yang tahu kisah itu tidak ingin berlama-lama di dalam ‘kandang babi’. Aku ingin dan harus segera kembali ke pelukan Bapa. Aku juga diingatkan bahwa di luar Tuhan, aku tidak bisa berbuat apa-apa (Yohanes 15:5). Meskipun aku berusaha menjauh dari Tuhan, aku tidak akan pernah bisa terpisahkan dari-Nya (Mazmur 139:7-10). Tuhan juga berfirman bahwa saat aku mendekat kepada-Nya, Dia akan mendekat kepadaku (Yakobus 4:8a).

Aku terus berdoa mengaku dosa-dosaku kepada Tuhan, dan diakhiri dengan berkomitmen untuk menjauhi masturbasi dan mengonsumsi pornografi lagi. Apakah aku segera bebas dari candu itu? Bagi aku tidak semudah itu. Siklus jatuh dalam dosa masturbasi dan pornografi, merasa bersalah, menjauh, mengaku dosa, berjanji untuk tidak mengulang, kemudian jatuh lagi terjadi terus-menerus, seperti lingkaran setan. Tuhan mengizinkan aku berproses selama bertahun-tahun untuk mengalami kebebasan dari candu tersebut.

“Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya.” (1 Korintus 10:13). Inilah salah satu ayat Alkitab yang menguatkanku. Tuhan memberikan aku jalan keluar, tetapi itu dimulai dari aku memberanikan diri untuk mengakui dosa-dosaku kepada sesamaku, karena selama ini kupikir aku cukup mengakui dosa kepada Tuhan saja. Kepada rekan-rekan di gereja aku memberanikan diri untuk mengaku dan mereka pun mendukungku untuk hidup benar. Setelah bersaksi, aku bukannya dihakimi atau dipandang rendah, tetapi aku diberikan penguatan dan dukungan doa oleh sesamaku, sesuai dengan Firman yang berbunyi: “…hendaklah kamu saling mengaku dosamu dan saling mendoakan, supaya kamu sembuh” (Yakobus 5:16). Dari kejadian itulah aku disadarkan bahwa aku tidak perlu malu dengan dosaku, malah justru perbuatan-perbuatan gelap tersebut perlu dibawa ke dalam terang Kristus supaya hilang kuasanya atas diriku. Keterbukaan memang adalah awal dari pemulihan.  Namun, penting untuk kita ingat bahwa keterbukaan ini perlu kita lakukan pada tempat yang aman dan benar, yakni kepada saudara seiman dalam kelompok kecil, keluarga, atau mentor-mentor rohani yang dapat dipercaya, yang setelah mendengar kesaksian kita bersedia menjadi kawan yang mengingatkan dan menuntun kita untuk tidak terus jatuh di dalam dosa.

Dari sinilah aku semakin bertekun dalam pengenalan akan Firman Tuhan, berpartisipasi dalam kelompok kecil di gereja, menjalin hubungan yang bertanggung jawab bersama sesama dengan pergumulan yang sama sehingga aku bisa di titik sekarang ini. Kini Tuhan menganugerahkan kekuatan kepadaku untuk bisa mengatakan tidak pada keinginan dagingku, dan ya pada keinginan Roh Kudus. Syukur kepada Tuhan, Ia telah membebaskanku dari candu dosa seksual selama 1 bulan lebih, setelah 20 tahun bergumul. Aku tidak kebal dengan pencobaan-pencobaan tersebut, tetapi Tuhan telah menyadarkan aku kembali kepada identitasku yang sesungguhnya. Di dalam Kristus, aku adalah ciptaan baru, yang lama sudah tiada, yang baru telah datang.  

Ketika godaan itu datang, aku menggunakan strategi B.R.A.C.E:

B: Breath, take a few deep breaths

Ambil waktu untuk tarik napas yang dalam, untuk memberi kesempatan supaya otak dapat berpikir lebih jernih.

R: Remember the Truth

Mengingat kebenaran Firman Tuhan mengenai dosa seksual dan identitas kita sesungguhnya sebagai anak Tuhan yang kudus. Hal ini dapat dilakukan bila kita terlebih dahulu menghafal, mengerti dan menghidupi ayat-ayat Alkitab tersebut.

A: Ask God for help

Memohon pertolongan Tuhan. Jujur dan akui kelemahan kita bahwa kita tidak sanggup, dan doa “Tuhan, tolong aku!”

C: Call an accountability partner

Menghubungi teman akuntabel yang sama-sama berjuang dalam memenangkan pergumulan yang sama.

E: Escape the situation

Kabur sejauh mungkin dari situasinya, katakan TIDAK pada keinginan dagingnya.

Aku yakin sepenuhnya, Tuhan Yesus yang telah memulihkan aku dari candu yang aku sempat tidak sadari akan memulihkan teman-teman sekalian juga. Hanya saja, apakah kamu mau mengakui ketidakberdayaanmu dan memohon pertolongan saudara seiman serta pertolongan-Nya?

Tuhan Yesus Kristus memberkati teman-teman sekalian. Salam sehat tubuh, jiwa, dan roh!

Kamu diberkati oleh ini? Yuk dukung pelayanan WarungSaTeKaMu

3 Cara Menyadari Blind Spot Dosa

Oleh Toar Taufik Inref Luwuk, Minahasa

Tidak ada manusia atau pun tempat di dunia ini yang kebal terhadap dosa. Orang yang kita anggap teladan iman seperti pendeta atau pemimpin pun bisa saja jatuh dalam dosa seperti kesombongan, cinta uang, dan hawa nafsu. Menjadi seorang Kristen pun tidak menjamin seseorang tidak akan berbuat dosa lagi. Tetapi, fakta yang paling penting yang harus kita ketahui ialah: dosa yang paling mematikan adalah ketidaksadaran adanya dosa. 

Aku pernah mengalami momen ketika aku sendiri tidak menyadari dosaku. Aku adalah mahasiswa semester akhir yang terlibat juga dalam pelayanan mahasiswa Kristen (PMK) di kampus. Pada suatu kesempatan, kami para pengurus PMK sedang mempersiapkan pelayanan yang menargetkan mahasiswa baru. Kami melakukan rapat, pencarian dana, dan latihan untuk memastikan acara berjalan baik. Ada satu temanku di kepanitiaan itu, sebut saja namanya Mawar. Karena suatu kondisi tertentu dia kedapatan melakukan kesalahan dan berbohong. Sebagai teman yang bertanggung jawab, dan juga sebagai orang Kristen aku sadar bahwa aku harus mengingatkan dia. Jadi, di rapat selanjutnya aku pun menegur dia dan tampaknya dia sadar akan kesalahannya. 

Namun, setelah peristiwa itu dia menunjukkan respons yang tak terduga. Dia seakan tidak mau bicara denganku. Saat aku bicara dia menunjukkan bahasa tubuh yang seolah tidak senang dengan kehadiranku. “Udah ditegur baik-baik kok malah gini responsnya,” dalam hatiku merasa jengkel. Karena aku menganggap diriku benar dalam masalah ini maka kuputuskan untuk membenci dan tidak bicara lagi jika bertemu dengannya.

Hari lewat hari, dalam refleksi pribadi yang kulakukan aku merasa sikapku itu janggal. Aku sadar bahwa aku pun berdosa dan tindakanku ini sering kulakukan tanpa sadar. Hatiku telah berdosa dengan membiarkan rasa jengkel menjalar menjadi benci. Aku mengaku dosa dan memohon Tuhan memperbaharui hatiku. 

Ceritaku ini menegaskan bahwa dalam upaya kita memperjuangkan kebenaran  sekalipun tidak membuat seseorang luput dari melakukan dosa. Tidak ada manusia yang kebal dari dosa. Setiap orang memiliki blind spot-nya masing-masing. 

Bagaimana kita mau bertobat sedangkan kita tidak sadar bahwa kita telah berbuat dosa? Ada 3 cara yang pernah kulakukan untuk menyadari blind spot atau dosa yang ada dalam diri kita.

1. Cari tahu kehendak-Nya dari firman-Nya

“Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran.” (2 Timotius 3:16). 

Dengan mempelajari firman maka kita bisa makin mengetahui mana yang kehendak Allah dan mana yang bukan. Mempelajari firman bisa dilakukan dengan menggunakan materi-materi pendamping seperti artikel-artikel renungan atau mendengar podcast dari lembaga atau pribadi yang kredibel.

2. Latihlah diri untuk terbiasa berefleksi

Aku melatih kebiasaan ini dengan menyediakan waktu sekitar dua hingga empat jam tanpa distraksi apa pun. Aku pribadi menyebutnya sebagai momen AWG alias Alone with God.

Dalam masa-masa perenungan itu aku mengajukan pertanyaan buat diriku sendiri. Misalnya: “Apa setiap perkataan dan perbuatanku sudah mencerminkan Kristus?” Atau, setiap kali aku akan melakukan sesuatu aku akan bertanya, “Apakah ini yang Tuhan ingin untuk aku lakukan?”

3. Dengarkan pendapat dari teman

Manusia tidak diciptakan untuk hidup sendiri-sendiri, tetapi berinteraksi untuk saling membentuk dan menumbuhkan. Karena aku tergabung dalam KTB, di situlah aku mendapat tempat bertumbuh, belajar, dan saling terbuka atas kekurangan dan kelebihan masing-masing anggota. 

Mendengarkan masukan dari teman memberi kita kesempatan untuk melihat diri kita sendiri dari sudut pandang orang lain. 

Pertobatan adalah perjalanan seumur hidup seorang Kristen, dan dalam pertobatan kita menerima anugerah yaitu pengampunan dari Allah.  Kita akan terus diperhadapkan dengan dosa dan mati-matian berjuang untuk tidak berdosa. Roh Kudus akan menolong kita supaya kita peka terhadap dosa.

“Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan.” (1 Yohanes 1:9).

Kamu diberkati oleh ini? Yuk dukung pelayanan WarungSaTeKaMu

Seratus Delapan Puluh Derajat

Sebuah cerpen oleh Desy Dina Vianney, Medan

“Kak Rere!” Suara berat khas remaja tanggung itu menyapaku, begitu aku memasuki ruangan bercat putih itu. Dia tampak sangat antusias dan seperti sudah lama menungguku.

“Hei, Niko!” balasku sambil tersenyum lebar, dan berjalan mendekatinya. 

Selalu begitu. Niko ini memang tipe anak yang sangat antusias belajar, banyak bertanya dan penuh dengan rasa penasaran. Walaupun aku adalah guru les Matematikanya, tak jarang aku mendapat pertanyaan-pertanyaan dari seluruh bidang ilmu darinya. Dia memang tipe pemerhati yang suka berpikir akan banyak hal, dan aku hampir tidak pernah melihatnya malas belajar. Untuk anak remaja seusia dia aku cukup salut.

Pernah suatu ketika, aku izin terlambat buat mengajarnya hari itu. Begitu tiba di rumahnya, dia langsung mencecarku dengan pertanyaan-pertanyaan. Hari itu aku memang sedang ada jadwal pelayanan kunjungan ke panti asuhan, dan aku memang sering menceritakan soal kegiatan pelayananku padanya. Dan dia tampak tertarik. Lalu tiba-tiba saja dia menanyakan sesuatu yang cukup membuatku berpikir, 

“Kak, apa sih yang dimaksud dengan bertobat? Teman-teman di sekolah kalau berbuat salah sering bilang: Aku mau bertobat, aku menyesalbegitu, tapi dia tetap saja berbuat salah lagi,” katanya dengan wajah bingung.

Aku berpikir menjawabnya bukan karena tidak tahu menjelaskannya, tapi lebih ke berpikir bagaimana menjelaskannya dengan sederhana. Selain itu aku juga terkesan dengan pertanyaan itu. Jadi aku menghembuskan napas pelan, berusaha memilih kata-kata yang tepat untuk menjelaskan padanya.

“Bertobat itu… seperti berbalik arah. Berubah seratus delapan puluh derajat. Kamu tahu kan gimana sudut 180°?” tanyaku, dan dia langsung mengangguk. Tentu saja dia tahu. “Bertobat itu artinya berbalik dan meninggalkan dosa, Nik, kemudian taat kepada Tuhan Yesus saja,” sambungku, lalu menunggu tanggapannya.

“Maksudnya kita nggak berbuat dosa lagi, begitu Kak?”

“Bukan. Tapi, kita tidak hidup untuk dosa lagi dan kita berubah secara menyeluruh,” kataku dengan lambat dan santai. Berusaha membuatnya tidak begitu berpikir keras. 

“Misalnya nih kita bilang kita bertobat, tapi kita milih-milih bertobat dalam hal apa. Kalau di gereja, kita bertobat, di rumah bertobat, tapi di sekolah atau di tempat lain tidak. Itu bukan bertobat. Bertobat itu.. menyeluruh, bukan pilih-pilih gitu,” jelasku lagi, dan dia seperti biasa tampak memproses setiap kata yang kusampaikan.

“Memangnya bisa kita hidup tanpa melakukan dosa lagi dimanapun, Kak?” tanyanya lagi.

Aku tampak berpikir beberapa detik lalu menjawab, “Sebagai manusia sih, kita pasti akan berbuat dosa lagi, Nik. Soalnya kita bisa aja jatuh dan nggak taat sama Tuhan, kan? Tapi, kita tidak bermain-main lagi sama dosa dan harusnya kita akan merasa sedih jika melakukan dosa. Terus, ada tindakan di hati kita untuk tidak mengulanginya lagi.” 

Dia tampak mengangguk-angguk pelan.

Kemudian seperti baru teringat sesuatu, dia bertanya lagi, “Kemarin waktu aku browsing, ada kalimat: Bertobat itu artinya Lahir Baru, maksudnya gimana Kak?” 

Aku tersenyum dalam hati. Seketika teringat cerita Alkitab tentang Nikodemus yang menanyakan hal yang sama pada Yesus. Dan oh, nama mereka pun sama! Lalu aku mulai berpikir lagi apa yang harus kukatakan pada anak remaja yang sedang sangat penuh dengan rasa ingin tahu ini. Dalam hati aku sambil berdoa minta pimpinan Tuhan.

“Ehmm lahir baru itu, ketika kita menerima Yesus sebagai Juruselamat kita, Nik! Artinya kita percaya sepenuhnya sama Dia yang memberi kita keselamatan dan kita hanya mengandalkan Dia aja. Jadi kita nggak boleh mengandalkan diri kita sendiri lagi untuk hidup kita, atau untuk keselamatan kita,” jawabku dengan pelan tapi tegas.

Dia kembali mengangguk-angguk, semoga karena dia mengerti. Tapi untuk pelajar seperti dia, aku sudah cukup terkesan dengan keingintahuannya. 

“Kalau begitu aku mau bertobat, Kak. Aku mau percaya sepenuhnya sama Yesus.”

Aku menoleh dan menatap matanya yang menyiratkan tekad dan ketulusan. Aku terharu, bahkan orang dewasa sering sekali masih “mikir-mikir” untuk mengambil keputusan itu, tapi Niko, remaja ini dengan mantap mengatakannya. Aku tersenyum hangat, betapa Tuhan telah berbuat sesuatu

Aku bahkan hampir saja meneteskan airmata saat membimbingnya berdoa waktu itu.

“Kak, jadi gimana nih ngerjain soal Matematikanya?” Suara Niko menyadarkanku dari lamunan, aku tertawa kecil, buru-buru memperhatikan soal yang disodorkannya. Niko besok ada ulangan Matematika, tapi guru lesnya malah asyik melamun. Untung saja segera kembali ke dunia nyata, kalau tidak kayaknya besok nggak akan diminta datang lagi alias dipecat. Hehe..

“Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang.” (2 Korintus 5:17).

Kamu diberkati oleh artikel ini? Yuk dukung pelayanan WarungSaTeKaMu ♥

3 Tips Supaya Kamu Tidak Jatuh di Lubang yang Sama

Oleh Jenni, Bandung

Hidup dalam pertobatan tidak semudah membicarakannya. Seringkali ketika hari ini kita berkomitmen untuk bertobat kita akan mengalami tantangan yang semakin besar. Tak jarang kita jatuh lagi dan lagi sehingga kita pun ingin menyerah saja.

Namun, itu memang harga yang harus dibayar untuk hidup dalam pertobatan. Kita pasti mengalami proses jatuh dan bangun. Buatku sendiri yang sampai saat ini masih berjuang hidup dalam pertobatan, aku kadang memaklumi kebiasaan-kebiasaan burukku yang membuat aku jadi mempertanyakan komitmen pertobatanku.

Tapi, syukur kepada Tuhan bahwa aku tidak ditinggalkan sendirian. Ada empat hal yang terus kulatih setiap hari:

1. Terus menyelidiki diri sendiri

Efesus 5:15-16 berbunyi, “karena itu, perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif, dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat.”

Ayat ini mengingatkanku untuk mengambil waktu sejenak dan memperhatikan caraku hidup. Bagaimana dan mengapa aku melakukan sesuatu. Aku pun menemukan sebuah kebiasaan yang, tidak tampak berbahaya, tetapi cukup perlu diperhatikan.

Karena kesibukan yang menyita waktu, aku memilih belanja online agar menghemat waktu. Biasanya, setelah mendapatkan produk yang diperlukan aku tidak akan langsung menutup aplikasi. Aku berpikir untuk melihat-lihat produk lain. Ya, siapa tahu kapan-kapan aku perlu. Maka, dengan niat demikian aku pun melanjutkan berselancar di aplikasi belanja online.

Kukira, aku sedang survey membandingkan produk terbaik dari sekian banyak toko. Ternyata, pengendalian diriku lemah. Alhasil, niatanku berubah menjadi cuci mata. Efesus 5:15-16 membantuku menemukan bahwa selama ini aku telah tertipu dengan pola pikirku sendiri.

Berbelanja online tidaklah salah dan berdosa, tetapi ketika aku membiarkan diriku dikuasai oleh hawa nafsu impulsif untuk membeli barang tanpa mempertimbangkannya, bisa jadi aku sedang membiarkan diriku terjebak dalam dosa yang lebih dalam. Bukan tidak mungkin jika kebiasaan ini kuteruskan aku akan menghabiskan lebih banyak uang yang jumlahnya lebih besar dari pengeluaranku.

2. Lihat manfaat dari segala sesuatu

1 Korintus 10:23 berbunyi, “Segala sesuatu diperbolehkan.” Benar, tetapi bukan segala sesuatu berguna. “Segala sesuatu diperbolehkan.” Benar, tetapi bukan segala sesuatu membangun.

Firman ini mengingatkanku bahwa tidak semua yang terlihat aman itu berguna dan membangun. Perlu kebijaksanaan dalam memutuskan untuk melakukan sesuatu. Contohnya, dengan belanja online aku bisa dengan mudah menemukan produk yang mungkin akan sulit ditemukan jika belum tahu tempatnya. Sebenarnya, jika digunakan dengan tepat, manfaatnya besar. Akan tetapi jika digunakan dengan sebaliknya, maka lebih banyak kerugiannya.

Waktu yang aku gunakan untuk cuci mata sebenarnya bisa aku gunakan untuk hal lain yang berguna dan membangun. 1 Korintus 10:23 menuntunku untuk mempertanyakan manfaat dan kegunaan segala sesuatu. Memang, tidak semua hal jelas-jelas terlihat merugikan atau buruk. Namun, tidak semua hal berguna. Ayat ini mengajarkanku untuk melakukan yang benar.

3.  Apakah pengalaman orang lain cukup? Atau haruskah aku mengalami sendiri?

Pada Amsal 8:33 dituliskan, “Dengarkanlah didikan, maka kamu menjadi bijak, janganlah mengabaikannya.”

Orang bijak belajar dari pengalaman orang lain. Terkadang, saat dilanda galau memilih produk yang hendak dibeli, aku akan meminta saran pada salah satu teman yang kuanggap paham seluk beluk belanja online. Sayangnya, tidak semua sarannya aku sukai. 

Temanku menyarankan bahwa beberapa produk sebaiknya tidak dibeli online karena, risiko yang menanti cukup besar. Akan tetapi, saking magernya, aku menolak dan tetap check-out. Sayang disayang, perkataan temanku itu ternyata benar adanya. Andaikan saat itu aku tidak mengabaikan saran dan lebih mengendalikan diri, aku tidak akan merugi materi.

Jika salah belanja saja bisa membuatku merasa rugi, bayangkanlah jika itu terjadi pada skala atau kasus yang lebih besar. Semisal, bicara soal pasangan hidup. Firman Tuhan mengingatkan kita untuk mengambil yang sepadan, tetapi kita nekat jalani saja meskipun sudah jelas-jelas si dia tidak sepadan seperti berbeda visi, suka melakukan kekerasan, boros, dan sebagainya. Jika kita terus melanjutkan dan mengabaikan nasihat, bisa jadi kita sedang membawa diri kita untuk terjatuh.

Lalu, harus bagaimana?

Dalam Efesus 4:17-32 berisi tentang pesan Paulus untuk meninggalkan kehidupan lama dan menjadi manusia baru. Pertobatan akan membaharui kita dalam roh dan pikiran. 

Sampai di titik ini, aku menyadari bahwa pengendalian diri yang buruk adalah PR besarku. Karena kelemahan ini, aku terus kembali melakukan hal yang merugikan. Sebenarnya kebiasaanku yang gemar berselancar di aplikasi belanja online tidak hanya membuang kuota internet saja, melainkan hal yang lebih berharga, yaitu waktu. Uang bisa dicari dan kuota bisa dibeli, tapi, waktu? Tidak akan bisa kembali.

Tuhan Yesus sudah menebus jiwa kita agar bisa bersama-Nya kelak. Sekarang, saat masih di dunia, kita tak lagi hidup di bawah Taurat, tapi kasih karunia. Dengan anugerah yang besar, maka waktu yang tepat untuk melatih diri untuk meninggalkan kebiasaan buruk adalah saat ini. Sekarang juga.

Pertobatan memiliki hubungan erat dengan mengubah dan melatih pola pikir baru. Jatuh bangun adalah bagian dari pertobatan. Sambil terus meminta pertolongan dan tuntunan Tuhan, yuk melatih diri untuk meninggalkan semua kebiasaan buruk dan dosa yang mengikat. Dengan kekuatan dan belas kasih dari Tuhan, kita akan dimampukan dan menjadi pribadi versi terbaik.

Kamu diberkati oleh artikel ini? Yuk dukung pelayanan WarungSaTeKaMu ♥

Dusta dan Dosa di Antara Kita: Memahami Cara Kerja Iblis dari Buku The Screwtape Letters

Oleh Jovita Hutanto

“Yang Terkasih Wormwood,

Pasienmu itu tentu saja sudah mengetahui bahwa dia harus sabar menaati kehendak Sang Musuh. Maksud Sang Musuh dalam hal ini supaya pasien sabar menerima semua penderitaan yang terjadi padanya. Untuk hal inilah pasien seharusnya mengatakan ‘jadilah kehendak-Mu.’ Tugas kamu, Wormwood, adalah mengalihkan perhatiannya dari Sang Musuh ke pikirannya sendiri. Berikan ejekan atau sesosok tubuh wanita untuk menarik perhatiannya pada hal-hal duniawi, supaya dia tidak berjumpa dengan Sang Musuh.”

Teman-teman, penggalan surat di atas adalah tulisan dari Screwtape, sesosok Iblis senior kepada Wormwood, keponakannya. Kisah dua tokoh ini dituliskan oleh C.S Lewis dalam buku klasik karangannya yang berjudul “The Screwtape Letters”. Walaupun usia buku ini telah lebih dari 80 dekade sejak ditulis, tapi pesannya tetap relevan bagi kita yang hidup di zaman sekarang.

Dikisahkan lebih lanjut, Screwtape adalah iblis senior, berpangkat tinggi dalam birokrasi neraka. Dia sedang mengajarkan Wormwood strategi untuk mendapatkan jiwa “pasien” atau si pemuda Kristen. Sang Musuh yang dimaksudkan oleh Screwtape adalah Bapa Surgawi. Buatku, buku ini sangat menarik karena surat-surat dari Screwtape secara lengkap menggambarkan pergumulan yang mungkin pernah atau akan kita alami dalam hidup. Di sinilah aku mulai mengerti bahwa seringkali pikiran kita merupakan pikiran yang diinginkan dan diarahkan oleh iblis.

Lewat tulisan ini, aku mau mengajakmu untuk melihat beberapa penggalan-penggalan lain dari surat si iblis senior.

“Yang Terkasih Wormwood,

Di dalam surat terakhirmu, kau nyatakan cara-cara hina, contohnya kerakusan, sebagai sarana untuk menangkap jiwa-jiwa. Ini semua upaya kita yang telah memusatkan kerakusan pasien kita pada makanan lezat. Seluruh hidupnya telah diperbudak oleh kenikmatan dari jenis hawa nafsu ini, yang cukup terselubung dan pada taraf yang masih ringan. Di sini kita bisa menggunakan perut dan cita rasa lidah pasien untuk menghasilkan omelan, ketidaksabaran, pelit hati, dan pementingan diri sendiri.”

Penggalan ini menarik! Mungkin banyak dari kita berpikir bahwa pertarungan spiritual terjadi di saat kita menghadapi pencobaan besar seperti kejatuhan finansial, penyakit kritis, konflik keluarga, dan sebagainya. Namun, pertarungan spiritual sejatinya tidak hanya terjadi pada area eksternal, tapi juga di dalam pergumulan yang sifatnya internal seperti penyangkalan diri melawan keegoisan, menahan amarah, dan hawa nafsu. Kita mungkin terdorong untuk menganggap remeh dosa-dosa yang tampaknya sepele, atau bahkan tidak lagi dianggap seperti dosa karena sifatnya yang ditolerir masyarakat. Dalam kasus ini, C.S Lewis memberikan contoh dosa ketamakan saat makan.

Dalam keseharian kita, banyak contoh dosa ‘sepele’ lainnya yang kita terus lakukan seperti bergosip, malas-malasan, berbohong, dan lainnya. Dosa-dosa ini memang dapat dimaklumi oleh masyarakat, namun tidak mengubah fakta bahwa semuanya itu tetaplah tindakan dosa. Malah, yang justru paling membahayakan adalah dosa-dosa yang tidak kelihatan seperti kedengkian, iri hati, kesombongan. Sekecil apa pun tantangan dosa kita, iblis akan terus berusaha menggoda dan mencuci otak kita.

“Yang Terkasih Wormwood,

Jadi engkau sangat mengharapkan fase keagamaan pasienmu menjadi sekarat? Ingat bahwa manusia adalah makhluk amfibi (setengah roh dan setengah binatang). Sebagai roh mereka adalah milik dunia kekekalan, dan sebagai binatang mereka mendiami waktu. Artinya, ketika roh mereka bisa diarahkan pada suatu objek yang abadi- tubuh, nafsu, dan imajinasi- mereka tetap terus menerus mengalami perubahan.

Kau perhatikan juga, Sang Musuh memang sungguh-sungguh ingin mengisi alam semesta ini dengan banyak makhluk kecil tiruan diri-Nya yang menjijikan itu. Dia ingin mereka memiliki kualitas yang sama seperti kehidupan-Nya, bukan karena Dia menyerap manusia tetapi karena kehendak bebas mereka untuk menyesuaikan diri dengan kehendak-Nya.”

C.S Lewis mengingatkan kita juga bahwa pertarungan spiritual tidak akan selesai selama kita masih bernafas. Selama kita masih mengenakan tubuh yang naturnya sudah berdosa, godaan akan terus datang. Tapi, kita jangan salah kaprah. Bukan berarti Tuhan tidak berkuasa mengalahkan kuasa iblis, namun Dia memberikan kita kehendak bebas untuk memilih dan berekspresi pada pihak mana kita ingin menyerahkan jiwa kita.

Kemenangan atau kekalahan kita dalam menghadapi peperangan spiritual ada di tangan kita dan belas kasih Tuhan. Ada dua personil dalam perjuangan ini: kita dan Tuhan. Peperangan ini adalah peperangan kita menanggalkan keberdosaan kita, tetapi karena Tuhan memberikan kita anugerah, Dia dengan sukarela menolong kita dalam pertarungan ini. Maut telah dikalahkan, tetapi seperti yang kutuliskan di atas, selama kita masih hidup di dunia, kita akan terus melakukan peperangan ini.

Rasul Paulus mengatakan, “Jadi berdirilah tegap, berikatpinggangkan kebenaran dan berbajuzirahkan keadilan … dalam segala keadaan pergunakanlah perisai iman, sebab dengan perisai itu kamu akan dapat memadamkan semua panah api dari si jahat, dan terimalah ketopong keselamatan dan pedang Roh, yaitu firman Allah … Berdoalah setiap waktu di dalam Roh…” (Efesus 6:14-18). Kalimat ini sungguh solid. Sebagai seorang yang memperlengkapi dirinya untuk berperang, begitulah selayaknya kita mempersiapkan diri kita dalam pertarungan spiritual kita.

Paulus menyebutkan 3 kata kunci penting: “iman,” “firman Allah,” dan “doa.” Se-tak-berwujud itu 3 kunci kemenangan peperangan sengit ini, karena memang ini bukan pertarungan kelas manusia yang bisa dilihat dengan kasat mata, sehingga yang bisa mengalahkan kuasa iblis hanyalah kuasa Tuhan dalam diri kita. Pertarungan rohani ini pertama-tama memerlukan iman, yaitu keyakinan kita pada kemenangan dalam Kristus. Iman yang menjadi tameng kita di kala sedang bergumul sembari tetap percaya. Yang kedua, Firman Allah dibutuhkan sebagai pedoman hidup orang percaya agar kita tahu bagaimana seharusnya kita bertindak; dan yang ketiga adalah doa. Doa merupakan sarana komunikasi kita dengan Allah, sekaligus menjadi waktu QT (quality time) kita dengan Tuhan. Aku yakin kita semua sudah bosan mendengar tiga kewajiban ini, tapi tak peduli seberapa bosan pun, inilah tiga senjata yang kita perlukan. Dengan ketiganya, mata hati kita akan dibukakan pada peperangan yang tidak kelihatan ini.

Kita memiliki pertarungan rohani masing-masing, sehingga tidak ada ilmu eksak dalam memenangkan pertarungan ini. Setiap orang memiliki story-nya sendiri-sendiri, sehingga fase iman setiap manusia bisa berbeda-beda.

Aku lebih suka menyimpulkan 3 kunci kemenangan ini (iman, firman, doa) dalam satu kata, yaitu “relasi.” Relasi kedekatan kita pada Tuhanlah yang akan memberikan kita kepekaan dan kekuatan dalam bertarung melawan musuh kita masing-masing. Jangan bandingkan jalan hidup kita dengan orang lain; jalankanlah sesuai dengan standar yang diberikan Tuhan pada diri kita masing-masing.

Jadi, standar Tuhan untukku itu seperti apa? Ya itulah pr yang harus selalu kukerjakan seumur hidupku.

“Wormwood yang sangat terkasih,

Engkau sudah membiarkan sebuah nyawa terlepas dari genggamanmu. Para penggoda yang tak becus seperti dirimu adalah kegagalan departemen inteligensi kita. Ini membuatku marah.

Pamanmu yang semakin kelaparan,
Screwtape”

Kita semua punya gelar sarjana yang sama, “manusia berdosa”. Tapi, setelah kita memenangkan peperangan rohani, kita akan memperoleh gelar magister, “menang dalam Tuhan”!

Semangat buat terus berjuang untuk meraih gelar kedua kita ya teman-teman!

Dosa Apa yang Paling Kamu Sesali?

Dari 11 orang yang kami ajak ngobrol soal dosa, tiap mereka punya cerita sendiri tentang dosa apa yang paling mereka sesalin. Ada yang inget banget sama kepahitan, pernah nyolong, atau karena merasa sudah sering banget bikin dosa, jadi bingung dosa apa yang memang bener-bener disesalin.

Namun, gak peduli seberapa dalam kita jatuh ke dalam kubangan dosa, Tuhan selalu membuka tangan-Nya untuk memberi pengampunan.

Hari ini, pada momen yang diperingati sebagai Rabu Abu, kita diajak untuk kembali hidup dalam pertobatan. Apa pun dosa yang mencengkeram hidupmu, anugerah-Nya selalu tersedia untuk memerdekakanmu. Dia senantiasa menantimu untuk kembali kepada-Nya.

Namun, maukah kamu datang kepada-Nya?

WarungSaTeKaMu © 2023

Aku, Si Pembunuh yang Diberi Ampun dan Kesempatan Baru

Oleh Mayang*
*bukan nama sebenarnya

Jika kepada setiap orang ditanyakan dosa terberat apakah yang pernah mereka lakukan, kurasa akulah yang paling malu dan gentar untuk mengungkapkannya.

Masa muda yang seharusnya indah menjadi kelam karena dosa yang kulakukan. Saat itu aku duduk di bangku SMA dan berpacaran dengan seseorang. Tanpa benar-benar memikirkan akan risiko, aku dan pacarku melakukan hubungan intim. Setelah beberapa waktu, betapa kaget dan hancurnya aku ketika tahu bahwa aku hamil, terlebih lagi sikap pacarku yang posesif dan abusif membuatku merasa tidak mencintainya lagi, demikian juga sebaliknya. Aku berada pada dilema: apakah aku harus menikahi laki-laki itu dan mengizinkan anakku hidup? Atau, menggugurkannya? Aku memutuskan pilihan yang kedua. Hari ini, empat belas tahun kemudian, tanganku pun masih gemetar mengingat kejadian itu. Akulah si pembunuh yang seharusnya diganjar hukuman berat.

Setelah keputusan berat itu kuambil, aku memutuskan untuk melarikan diri. Aku meninggalkan mantan pacarku. Aku pergi ke kota yang lain dengan alasan melanjutkan pendidikan, padahal jauh dalam lubuk hatiku aku sadar bahwa itu adalah pelarian. Aku berusaha lari dari kenyataan bahwa aku adalah pembunuh dan aku mencoba menjalani hidup dengan tidak berharap sama sekali bahwa aku akan menjadi manusia yang baik. Dalam bayanganku, aku akan kembali jatuh dalam seks bebas dan dunia malam di kota metropolitan. Begitulah aku memberikan harga pada diri dan masa depanku.

Namun, dalam pelarianku itu ternyata Tuhan menangkap dan memenangkan aku. Tuhan bahkan tidak membiarkan aku menyentuh gemerlap dunia di kota itu. Dengan cara-Nya yang unik, Dia mengubahkan hidupku, mengizinkan aku mengenal Dia, membuat aku jatuh cinta pada-Nya. Aku yakin bahwa sejak semula Tuhan telah memilihkan kampus yang kujadikan tempat melanjutkan studi untuk aku bertemu dengan-Nya. Sebagai mahasiswa baru, aku diwajibkan memilih salah satu dari organisasi-organisasi kemahasiswaan yang ada sebagai syarat agar nanti aku dapat diwisuda. Setelah diskusi dengan teman baikku, kami memilih masuk organisasi kerohanian dengan pemikiran bahwa tidak akan banyak kegiatan yang menyita waktu kami sehingga kami bisa bersenang-senang. Ternyata pikiran kami meleset. Justru melalui organisasi inilah kami malah diinjili dan menerima Kristus. Dan kami ternyata harus mengikuti begitu banyak kegiatan yang menyita waktu kami, seolah Tuhan tidak membiarkan kami untuk terjerat dalam pergaulan lain yang salah. Melalui berbagai camp, seminar, fellowship, dan kelompok pemuridan selama 3 tahun kami menerima proses yang membuat kami terus dibaharui dan sungguh-sungguh menyerahkan hidup kami bagi Tuhan.

Tuhan Yesus menjagai aku dengan memberikan orang-orang baik yang mengasihi Dia di sekitarku. Aku tidak hanya mendapatkan teman, namun sahabat dan mentor yang mau berjalan bersama-sama dalam perjalanan rohaniku. Dua orang senior perempuanku bahkan membantu aku memulihkan diri dan berdamai dengan masa laluku. Melalui mereka aku belajar memiliki hati melayani yang benar. Tidak hanya itu, Tuhan memberikan aku kesempatan-kesempatan besar untuk melayani-Nya. Semua itu membuktikan apa yang dikatakan Daud dalam Mazmur 31 : 22 “Terpujilah Tuhan, sebab kasih setiaNya ditunjukkan-Nya kepadaku dengan ajaib pada waktu kesesakan”.

Namun pada suatu titik aku bertanya “Tuhan, dari sekian banyak perempuan muda di dunia ini, di negara ini, di kota ini, di kampus ini, mengapa aku yang adalah pembunuh ini yang Engkau pilih?”

Aku tidak menemukan jawaban spesifik untuk pertanyaan ini. Semua jawaban yang aku dapat terlalu umum. Sampai suatu hari, bertahun-tahun setelah itu, salah satu temanku memilih aku untuk menceritakan pergumulan hidupnya. Dia sedang berjuang untuk melepaskan laki-laki yang sudah terlanjur dia berikan segalanya. Dia begitu mencintai laki-laki itu sehingga tidak ingin kehilangan bahkan meski sudah diselingkuhi. Dia ada dalam bayangan kegelisahan kalau-kalau tidak lagi akan ada laki-laki lain yang dapat menerima dirinya. Terlebih dia juga ketakutan akan murka Tuhan yang mungkin akan dia terima sebagai balasan untuk dosa yang sudah dia lakukan. Dia terlalu malu untuk menyentuh Tuhan dalam doa, meskipun dia sangat sadar hanya Tuhan yang dapat menolong kehancurannya ini.

Keberaniannya menceritakan hal itu padaku membuat aku terbuka mengenai apa yang pernah aku lakukan di masa lalu. Aku pun bersaksi tentang bagaimana Yesus mau mengampuni dan memulihkan aku yang dosanya pun sama mengerikannya itu. Kisahku adalah aib yang memalukan, namun dengan pertolongan Roh Kudus, aku diberikan keberanian untuk menceritakan bagian paling bobrok dalam hidupku untuk temanku. Cerita itu kusampaikan bukan untuk menujukkan hebatnya diriku atau berbangga atas besarnya dosaku, tetapi kasih Allah jauh melampaui segalanya. Tak ada dosa yang terlalu kelam untuk disentuh dengan terang-Nya. Membagikan kisah kasih Allah itu membuatku merasakan sukacita yang luar biasa.

Setelah malam itu aku mengerti mengapa Tuhan memilih aku yang adalah seorang pembunuh ini untuk diselamatkan. Tuhan Yesus mau aku untuk jadi alat-Nya melayani perempuan-perempuan muda yang mengalami apa yang pernah aku alami. Dalam kehancuran dan kegagalanku, Dia mau dan mampu menatanya menjadi indah dan melayakkanku supaya setiap orang yang melihat dan mendengarkan aku yang jahat ini, dapat melihat dan mendengarkan Yesus yang penuh kasih itu.

Aku sangat bersyukur atas apa yang Yesus kerjakan dalam hidupku. Aku tidak dapat berbohong bahwa aku masih terus hidup dalam rasa bersalah dan penyesalan. Namun, rasa itu yang membuat aku mampu mengasihi banyak orang tanpa alasan. Rasa itu membuat aku tidak mampu untuk menyangkal unconditional love yang aku terima dari Tuhan, tidak peduli seberapa sulit pun hidup yang aku jalani.

Akibat perbuatanku itu jugalah sampai hari ini membuat aku kesulitan memulai sebuah hubungan baru dengan orang lain. Sulit bagiku untuk bisa percaya bahwa akan ada laki-laki baik yang mau menerima aku dengan masa laluku. Namun, aku bersyukur karena penerimaan Yesus sudah cukup bagiku. Aku akan tetap bersukacita seperti yang tertulis dalam Mazmur 13:6 “Tetapi aku, kepada kasih setiaMu aku percaya, hatiku bersorak-sorak karena penyelamatan-Mu. Aku mau menyanyi untuk Tuhan, karena Ia telah berbuat baik kepadaku.

Kini aku sadar, melayani orang yang sedang berada dalam posisi terburukku adalah bagian dari panggilan hidupku.