Posts

Saat Saya Tak Sanggup Berdoa

Kamis, 28 September 2017

Saat Saya Tak Sanggup Berdoa

Baca: Roma 8:22-26

8:22 Sebab kita tahu, bahwa sampai sekarang segala makhluk sama-sama mengeluh dan sama-sama merasa sakit bersalin.

8:23 Dan bukan hanya mereka saja, tetapi kita yang telah menerima karunia sulung Roh, kita juga mengeluh dalam hati kita sambil menantikan pengangkatan sebagai anak, yaitu pembebasan tubuh kita.

8:24 Sebab kita diselamatkan dalam pengharapan. Tetapi pengharapan yang dilihat, bukan pengharapan lagi; sebab bagaimana orang masih mengharapkan apa yang dilihatnya?

8:25 Tetapi jika kita mengharapkan apa yang tidak kita lihat, kita menantikannya dengan tekun.

8:26 Demikian juga Roh membantu kita dalam kelemahan kita; sebab kita tidak tahu, bagaimana sebenarnya harus berdoa; tetapi Roh sendiri berdoa untuk kita kepada Allah dengan keluhan-keluhan yang tidak terucapkan.

Roh sendiri berdoa untuk kita kepada Allah dengan keluhan-keluhan yang tidak terucapkan. —Roma 8:26

Saat Saya Tak Sanggup Berdoa

November 2015, saya diberi tahu bahwa saya membutuhkan bedah jantung. Karena terguncang, saya langsung terpikir tentang kemungkinan meninggal dunia. Adakah hubungan yang perlu dipulihkan? Urusan keuangan yang perlu diselesaikan? Pekerjaan yang dapat diselesaikan lebih awal? Ada juga pekerjaan mendesak yang harus dialihkan kepada orang lain. Saya harus berdoa dan bertindak.

Namun saya tak bisa melakukan keduanya.

Tubuh lelah dan pikiran penat membuat saya tidak kuat melakukan pekerjaan yang paling sederhana sekalipun. Mungkin yang paling mengejutkan, ketika saya mencoba berdoa, pikiran saya terus teralihkan oleh rasa sakit, atau napas-napas pendek karena kerusakan jantung membuat saya mudah jatuh tertidur. Saya merasa frustrasi. Saya tidak dapat bekerja, bahkan tidak sanggup meminta Allah memperpanjang umur saya agar saya dapat menikmati lebih banyak waktu dengan keluarga!

Ketidakmampuan untuk berdoa begitu mengusik saya. Namun sama dengan semua kebutuhan manusia lainnya, Allah Sang Pencipta tahu apa yang saya alami. Akhirnya saya teringat bahwa Allah sudah menyiapkan dua hal untuk keadaan seperti ini: doa dari Roh Kudus untuk kita di saat kita tak bisa berdoa (Rm. 8:26); dan doa dari saudara-saudara seiman untuk kita (Yak. 5:16; Gal. 6:2).

Sungguh saya terhibur saat mengetahui bahwa Roh Kudus juga membawa kekhawatiran saya kepada Allah Bapa. Sungguh saya juga bahagia saat mendengar bahwa sejumlah teman dan kerabat juga mendoakan saya. Lalu muncul kejutan lainnya: Saat teman dan kerabat saya menanyakan apa yang bisa mereka doakan, jelaslah bahwa jawaban saya bagi pertanyaan mereka juga diterima oleh Allah sebagai doa. Alangkah berbahagianya ketika di tengah segala ketidakpastian, kita diingatkan bahwa Allah mendengar suara hati kita bahkan di saat kita merasa tidak sanggup berseru kepada-Nya.—Randy Kilgore

Allah tidak pernah luput mendengarkan suara anak-anak-Nya.

Bacaan Alkitab Setahun: Yesaya 5-6 dan Efesus 1

Artikel Terkait:

Dipulihkan Karena Doa

Doa Harian

Kamis, 21 September 2017

Doa Harian

Baca: Efesus 6:18-19

6:18 dalam segala doa dan permohonan. Berdoalah setiap waktu di dalam Roh dan berjaga-jagalah di dalam doamu itu dengan permohonan yang tak putus-putusnya untuk segala orang Kudus,

6:19 juga untuk aku, supaya kepadaku, jika aku membuka mulutku, dikaruniakan perkataan yang benar, agar dengan keberanian aku memberitakan rahasia Injil,

. . . dalam segala doa dan permohonan. Berdoalah setiap waktu di dalam Roh. —Efesus 6:18

Doa Harian

Penyanyi/penulis lagu, Robert Hamlet, menulis lagu “Lady Who Prays for Me” (Wanita yang Berdoa untukku) sebagai penghargaan kepada ibunya yang berkomitmen untuk mendoakan anak-anaknya setiap pagi sebelum mereka berangkat ke sekolah. Setelah seorang ibu muda mendengar Hamlet menyanyikan lagu tersebut, ia pun berkomitmen untuk mendoakan putra kecilnya. Apa yang terjadi setelah itu sangat mengharukan! Suatu hari, seperti biasa, sang ibu mendoakan putranya sebelum keluar rumah. Lima menit kemudian putranya itu kembali ke rumah . . . sambil mengajak anak-anak lain yang juga sedang menunggu bus sekolah! Ibunya yang terkejut menanyakan apa yang terjadi. Putranya menjawab, “Mama mereka tidak berdoa untuk mereka.”

Di kitab Efesus, Paulus mendorong kita untuk berdoa dengan “segala doa dan permohonan . . . . setiap waktu” (6:18). Menunjukkan ketergantungan kita setiap hari kepada Allah memberikan dampak besar bagi keluarga kita. Banyak anak belajar mempercayai Allah untuk pertama kalinya ketika mereka melihat iman yang sungguh-sungguh dalam diri orang-orang yang terdekat dengan mereka (2Tim. 1:5). Tidak ada cara yang lebih baik untuk mengajarkan pentingnya doa daripada berdoa untuk dan bersama anak-anak kita. Itulah salah satu cara mereka mulai merasakan kebutuhan untuk mencari Allah dan beriman kepada-Nya secara pribadi.

Ketika kita mendidik anak-anak dengan mencontohkan iman yang sungguh-sungguh dan tulus kepada Allah (Ams. 22:6, 2Tim. 1:5), kita memberi mereka hadiah istimewa, yaitu jaminan bahwa Allah senantiasa hadir dalam hidup kita—senantiasa mengasihi, memimpin, dan melindungi kita. —cindy hess kasper

Tuhan, tolonglah aku untuk semakin bergantung sepenuhnya kepada-Mu setiap saat di sepanjang hari dan bersandar pada kepastian bahwa Engkau selalu menyertaiku.

Berdoa setiap hari akan meringankan beban kekhawatiran kita sehari-hari.

Bacaan Alkitab Setahun: Pengkhotbah 7-9 dan 2 Korintus 13

Pelajaran Berharga dari Skripsi yang Tak Kunjung Usai

Oleh Elleta Terti Gianina, Yogyakarta

Ketika aku masih menjadi mahasiswa tingkat akhir, aku menganggap skripsi sebagai momok yang begitu menakutkan. Tatkala teman-teman seangkatanku begitu bersemangat untuk segera lulus, aku malah membiarkan waktuku selama satu semester pertama terbuang percuma tanpa hasil apapun.

Waktu itu, di samping kuliah aku juga bekerja sebagai seorang copywriter di sebuah agensi iklan. Jam kerja yang padat setiap harinya membuatku tak memiliki cukup waktu untuk menyelesaikan skripsiku. Selain itu, masalah lain karena aku putus dari pacarku pun turut memperburuk keadaan. Aku jadi larut dalam kesedihan dan sibuk mencari pelarian bersama teman-temanku. Ketika ada waktu senggang, bukannya menyelesaikan skripsi, aku pergi pelayanan dengan mengajar anak-anak desa di Gunungkidul atau jalan-jalan bersama teman-temanku.

Keadaan itu berlangsung selama beberapa bulan hingga akhirnya aku sadar bahwa skripsiku yang tak kunjung usai ini menyedihkan hati keluargaku. Kedua orangtuaku ingin aku segera lulus. Selain itu, karena skripsiku yang tak kunjung usai, teman-temanku memintaku untuk berhenti mengajar anak-anak di Gunungkidul. Kata mereka, aku harus fokus terhadap tanggung jawabku untuk menuntaskan skripisku terlebih dahulu. Teguran ini membuatku sadar bahwa apa yang kulakukan selama ini bukanlah sesuatu yang terbaik untukku.

Akhirnya, saat kuliahku memasuki semester ke-9, aku mulai menjalani bimbingan skripsi. Setiap kali usai bertemu dosen, aku membawa begitu banyak berkas revisi dan mengerjakannya di kafe dekat kampus. Revisi demi revisi itu membuatku ingin menangis dan aku pun mengeluh pada Tuhan. “Tuhan, kenapa gini sih. Aku capek. Kok skripsi aja harus kayak gini, banyak dramanya.”

Suatu ketika, saat aku sedang mengerjakan skripsi, secara tidak sengaja ponselku memutar lagu “Semua Baik”. Ketikan jari-jariku di keyboard terhenti sejenak. Penggalan lirik lagu ini membuatku merenung.

Dari semula telah Kau tetapkan
Hidupku dalam tangan-Mu, dalam rencana-Mu Tuhan
Rencana indah telah Kau siapkan
Bagi masa depanku yang penuh harapan

Lagu ini menegurku. Selama ini aku hanya mengandalkan diri sendiri dalam menghadapi tiap masalah yang kualami. Aku lupa bahwa Tuhan sesungguhnya menjanjikan masa depan yang penuh harapan buatku, seperti firman-Nya yang berkata bahwa Dia merancangkan damai sejahtera, bukan rancangan kecelakaan (Yeremia 29:11). Hanya saja, aku tidak mau mempercayai-Nya dan memilih caraku sendiri.

Sepulang dari kafe, aku berdoa pada Tuhan, memohon supaya Dia boleh menyertai dan memberkati proses pengerjaan skripsiku. Aku sadar bahwa doaku hanya akan jadi pepesan kosong jika aku tidak melakukan langkah nyata. Jadi, sejak saat itu aku mulai menyusun strategi membagi waktu antara pekerjaan, pelayanan, dan skripsiku. Setiap harinya aku tetap harus bekerja hingga jam 10 malam. Kemudian, mulai jam 11 malam hingga subuh, aku akan mengerjakan skripsi. Aktivitas ini memang membuat tenagaku terkuras. Namun, aku berdoa dan percaya bahwa Tuhan yang akan memberiku kekuatan untuk menyelesaikan semua ini. Ketika aku merasa lelah, aku mengingat apa yang pemazmur tuliskan: “Serahkanlah hidupmu kepada Tuhan dan percayalah kepada-Nya, dan Ia akan bertindak; Ia akan memunculkan kebenaranmu seperti terang, dan hakmu seperti siang” (Mazmur 37:5-6).

Akhirnya, setelah beberapa bulan berlalu, di semester ke-10 Tuhan menganugerahiku hasil yang memuaskan. Skripsiku selesai dan setelah menempuh ujian aku pun dinyatakan lulus sebagai seorang sarjana. Aku begitu bersyukur karena pertolongan Tuhan datang tepat pada waktunya.

Dari pengalamanku bergumul dengan skripsi, ada pelajaran berharga yang aku ingin bagikan kepada teman-teman. Ketika masalah menghampiri kita, yang harus kita lakukan bukanlah mengandalkan diri sendiri, tetapi andalkanlah Tuhan. Hanya bersama Tuhan sajalah kita mampu melewati setiap rintangan dan tantangan dalam hidup ini. Firman Tuhan dalam Yeremia 17:5 berkata: “Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh daripada Tuhan.”

Apakah hari ini kamu sedang bergumul karena skripsi atau masalahmu yang lain seolah tak kunjung usai? Berdoalah kepada-Nya, janganlah putus semangat, dan tetap lakukan bagianmu dengan sebaik-baiknya.

Baca Juga:

5 Hal Tentang Masturbasi yang Perlu Kamu Ketahui

Aku pernah terjerat dalam dosa seksual berupa masturbasi. Waktu aku masih kecil, tanganku tidak sengaja menyentuh bagian vital tubuhku dan sejak saat itu aku merasa ketagihan. Namun, Tuhan menyadarkanku bahwa perilaku ini adalah dosa. Seiring dengan perjalananku untuk pulih, inilah 5 hal yang ingin aku bagikan kepadamu.

Serahkan kepada Allah

Rabu, 6 September 2017

Serahkan kepada Allah

Baca: 2 Raja-Raja 19:9-19

19:9 Dalam pada itu raja mendengar tentang Tirhaka, raja Etiopia, berita yang demikian: “Sesungguhnya, ia telah keluar berperang melawan engkau,” maka disuruhnyalah kembali utusan-utusan kepada Hizkia dengan pesan:

19:10 “Beginilah harus kamu katakan kepada Hizkia, raja Yehuda: Janganlah Allahmu yang kaupercayai itu memperdayakan engkau dengan menjanjikan: Yerusalem tidak akan diserahkan ke tangan raja Asyur.

19:11 Sesungguhnya, engkau ini telah mendengar tentang yang dilakukan raja-raja Asyur kepada segala negeri, yakni bahwa mereka telah menumpasnya; masakan engkau ini akan dilepaskan?

19:12 Sudahkah para allah dari bangsa-bangsa, yang telah dimusnahkan oleh nenek moyangku, dapat melepaskan mereka, yakni Gozan, Haran, Rezef dan bani Eden yang di Telasar?

19:13 Di manakah raja negeri Hamat dan Arpad, raja kota Sefarwaim, raja negeri Hena dan Iwa?”

19:14 Hizkia menerima surat itu dari tangan para utusan, lalu membacanya; kemudian pergilah ia ke rumah TUHAN dan membentangkan surat itu di hadapan TUHAN.

19:15 Hizkia berdoa di hadapan TUHAN dengan berkata: “Ya TUHAN, Allah Israel, yang bertakhta di atas kerubim! Hanya Engkau sendirilah Allah segala kerajaan di bumi; Engkaulah yang menjadikan langit dan bumi.

19:16 Sendengkanlah telinga-Mu, ya TUHAN, dan dengarlah; bukalah mata-Mu, ya TUHAN, dan lihatlah; dengarlah perkataan Sanherib yang telah dikirimnya untuk mengaibkan Allah yang hidup.

19:17 Ya TUHAN, memang raja-raja Asyur telah memusnahkan bangsa-bangsa dan negeri-negeri mereka

19:18 dan menaruh para allah mereka ke dalam api, sebab mereka bukanlah Allah, hanya buatan tangan manusia, kayu dan batu; sebab itu dapat dibinasakan orang.

19:19 Maka sekarang, ya TUHAN, Allah kami, selamatkanlah kiranya kami dari tangannya, supaya segala kerajaan di bumi mengetahui, bahwa hanya Engkau sendirilah Allah, ya TUHAN.”

Kemudian pergilah [Hizkia] ke rumah Tuhan dan membentangkan surat itu di hadapan Tuhan. —2 Raja-Raja 19:14

Serahkan kepada Allah

Semasa remaja, saat saya kewalahan menghadapi tantangan yang besar atau harus mengambil keputusan berisiko tinggi, ibu saya mengajarkan gunanya menuliskan pergumulan itu agar saya memperoleh sudut pandang yang lebih baik. Saat tidak yakin pelajaran atau pekerjaan apa yang perlu diambil, atau bergumul menghadapi kenyataan hidup masa dewasa yang membuat gentar, saya belajar dari kebiasaan ibu untuk menuliskan fakta-fakta dasar dan tindakan-tindakan yang mungkin dilakukan dengan segala akibat yang mungkin dihasilkan. Setelah menuangkan isi hati saya dalam tulisan, saya dapat mundur sejenak dari masalah yang ada dan melihatnya secara lebih objektif tanpa terlalu dipengaruhi emosi.

Sama seperti dengan menuangkan isi pikiran ke dalam tulisan, saya memperoleh sudut pandang yang baru, demikian juga saat kita mencurahkan isi hati kepada Allah dalam doa, itu menolong kita mendapatkan sudut pandang Allah dan mengingatkan kita atas kuasa-Nya. Raja Hizkia melakukannya setelah menerima surat yang menggentarkan dari musuhnya. Kerajaan Asyur mengancam untuk menghancurkan Yerusalem seperti yang telah mereka lakukan terhadap banyak kerajaan lain. Hizkia membentangkan surat itu di hadapan Tuhan, dan di dalam doa, ia berseru kepada-Nya untuk membebaskan rakyatnya agar dunia mengetahui bahwa Dia “sendirilah Allah” (2Raj. 19:19).

Ketika dihadapkan pada situasi yang membuat kita cemas, takut, atau semakin menyadari bahwa kita tidak sanggup mengatasinya, marilah mengikuti jejak Hizkia dengan segera datang kepada Tuhan. Seperti Hizkia, kita juga dapat membentangkan masalah kita di hadapan Allah dan mempercayai-Nya untuk membimbing langkah-langkah kita serta untuk menenangkan hati kita yang gelisah. —Kirsten Holmberg

Allah adalah pertolongan kita yang terbaik di masa-masa sulit.

Bacaan Alkitab Setahun: Mazmur 148-150 dan 1 Korintus 15:29-58

Melangkah Menuju Kekuatan Baru

Senin, 4 September 2017

Melangkah Menuju Kekuatan Baru

Baca: 1 Tawarikh 16:11-18, 28-36

16:11 Carilah TUHAN dan kekuatan-Nya, carilah wajah-Nya selalu!

16:12 Ingatlah perbuatan-perbuatan ajaib yang dilakukan-Nya, mujizat-mujizat-Nya dan penghukuman-penghukuman yang diucapkan-Nya,

16:13 hai anak cucu Israel, hamba-Nya, hai anak-anak Yakub, orang-orang pilihan-Nya!

16:14 Dialah TUHAN, Allah kita, di seluruh bumi berlaku penghukuman-Nya.

16:15 Ia ingat untuk selama-lamanya akan perjanjian-Nya, akan firman yang diperintahkan-Nya kepada seribu angkatan,

16:16 yang diikat-Nya dengan Abraham, dan akan sumpah-Nya kepada Ishak,

16:17 diadakan-Nya bagi Yakub menjadi ketetapan, bagi Israel menjadi perjanjian kekal,

16:18 firman-Nya: “Kepadamu akan Kuberi tanah Kanaan sebagai milik pusaka yang ditentukan bagimu.”

16:28 Kepada TUHAN, hai suku-suku bangsa, kepada TUHAN sajalah kemuliaan dan kekuatan!

16:29 Berilah kepada TUHAN kemuliaan nama-Nya, bawalah persembahan dan masuklah menghadap Dia! Sujudlah menyembah kepada TUHAN dengan berhiaskan kekudusan.

16:30 Gemetarlah di hadapan-Nya hai segenap bumi; sungguh tegak dunia, tidak bergoyang.

16:31 Biarlah langit bersukacita dan bumi bersorak-sorak, biarlah orang berkata di antara bangsa-bangsa: “TUHAN itu Raja!”

16:32 Biarlah gemuruh laut serta isinya, biarlah beria-ria padang dan segala yang di atasnya,

16:33 maka pohon-pohon di hutan bersorak-sorai di hadapan TUHAN, sebab Ia datang untuk menghakimi bumi.

16:34 Bersyukurlah kepada TUHAN, sebab Ia baik! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya.

16:35 Dan katakanlah: “Selamatkanlah kami, ya TUHAN Allah, Penyelamat kami, dan kumpulkanlah dan lepaskanlah kami dari antara bangsa-bangsa, supaya kami bersyukur kepada nama-Mu yang kudus, dan bermegah dalam puji-pujian kepada-Mu.”

16:36 Terpujilah TUHAN, Allah Israel, dari selama-lamanya sampai selama-lamanya. Maka seluruh umat mengatakan: “Amin! Pujilah TUHAN!”

Bertekunlah dalam doa dan dalam pada itu berjaga-jagalah sambil mengucap syukur. —Kolose 4:2

Melangkah Menuju Kekuatan Baru

“Akankah kita melihat ular?”

Allan, seorang remaja di lingkungan kami, mengajukan pertanyaan itu saat kami memulai perjalanan menyusuri sungai di dekat rumah kami.

“Kami belum pernah melihat ular,” jawab saya, “tetapi mungkin saja kita akan melihatnya! Jadi, mari kita meminta Allah untuk menjaga keselamatan kita di jalan.” Kami berhenti sejenak, berdoa bersama, lalu melanjutkan perjalanan.

Beberapa menit kemudian istri saya, Cari, tiba-tiba meloncat mundur karena ia nyaris menginjak seekor ular berbisa yang sebagian badannya melingkar di jalan. Kami menunggu hingga ular itu pergi, sambil menjaga jarak untuk menghindari konsekuensi yang tidak kami inginkan. Lalu kami berdiam sejenak dan bersyukur kepada Allah karena tidak ada hal serius yang terjadi. Saya percaya bahwa melalui pertanyaan Allan, Allah telah mempersiapkan kami untuk menghadapi bahaya itu, dan doa kami merupakan bagian dari pemeliharaan-Nya.

Pengalaman menyerempet bahaya sore itu mengingatkan saya pada pentingnya kata-kata Daud: “Carilah Tuhan dan kekuatan-Nya, carilah wajah-Nya selalu!” (1Taw. 16:11). Nasihat itu merupakan bagian dari mazmur yang merayakan kembalinya tabut perjanjian ke Yerusalem. Mazmur itu menceritakan kesetiaan Allah kepada umat-Nya dalam pergumulan mereka sepanjang sejarah, dan mengingatkan mereka untuk selalu memuji Allah dan berseru kepada-Nya (ay.35).

Apa artinya “carilah wajah [Allah]”? Itu berarti kita mengarahkan hati kita kepada-Nya, bahkan dalam keseharian kita yang terkadang biasa-biasa saja. Adakalanya jawaban dari doa kita tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan, tetapi apa pun yang terjadi Allah tetap setia. Gembala Agung kita yang baik akan mengarahkan jalan kita dan menjaga kita dengan rahmat, kekuatan, dan kasih-Nya. Kiranya kita sungguh-sungguh bergantung penuh kepada-Nya. —James Banks

Doa memberikan kekuatan untuk terus berjalan dan tidak menjadi lemah. —Oswald Chambers

Bacaan Alkitab Setahun: Mazmur 143-145 dan 1 Korintus 14:21-40

5 Alasan Mengapa Kita Perlu Mendoakan Orang Lain

5-alasan-mengapa-kita-perlu-mendoakan-orang-lain

Oleh M. Tiong, Malaysia
Artikel asli dalam bahasa Mandarin: 代祷,真的有用吗?(有声中文)

“Aku akan berdoa untukmu.”

Aku yakin semua orang Kristen pasti tidak asing lagi dengan kalimat ini. Mungkin ini merupakan jawaban paling umum yang akan diberikan oleh sesama orang Kristen ketika kita bercerita tentang pergumulan yang sedang kita hadapi.

Tapi, apakah mendoakan orang lain itu memang benar-benar ada gunanya? Jujur saja, dulu aku merasa ragu. Jika mendoakan orang lain memang benar-benar ada gunanya, lalu mengapa masih ada kerabatku yang tak kunjung percaya kepada Tuhan? Jika mendoakan orang lain memang benar-benar efektif, lalu mengapa orang yang sakit belum juga sembuh? Jika doa itu memang besar kuasanya, mengapa masih ada orang Kristen yang teraniaya?

Lagipula, bukankah Tuhan itu Mahatahu? Bukankah Tuhan pasti sudah tahu apa yang seseorang butuhkan, bahkan jika kita tidak mendoakannya sekalipun?

Beberapa waktu lalu, aku membuka Alkitabku. Aku ingin mencari tahu lebih banyak apakah fungsi dan pentingnya berdoa untuk orang lain. Dari waktu singkat yang aku luangkan untuk membaca Alkitab, ada 5 hal yang firman Tuhan ajarkan kepadaku. Kelima hal inilah yang mendorongku untuk mengoreksi kembali cara pandang dan keraguanku akan gunanya mendoakan orang lain. Jika kamu mengalami keraguan yang sama sepertiku, aku berdoa supaya kelima hal yang aku coba jabarkan di bawah ini dapat membantumu untuk memahami pentingnya mendoakan orang lain.

1. Kita menyenangkan hati Tuhan ketika kita mendoakan orang lain

Dalam Yesaya 59, Tuhan tertegun karena tidak ada seorangpun yang berdoa kepada-Nya mewakili Israel. Yesaya menulis, “Ia melihat bahwa tidak seorangpun yang tampil, dan Ia tertegun karena tidak ada yang membela. Maka tangan-Nya sendiri memberi Dia pertolongan, dan keadilan-Nyalah yang membantu Dia” (Yesaya 59:16).

Jika kita ingin menyenangkan hati Tuhan, maka sudah seharusnya kita mengasihi sesama kita dan mendoakan mereka. Sebagai contoh, kita bisa datang ke ibadah doa mingguan yang diadakan di gereja dan berdoa bagi apa yang gereja kita butuhkan.

Bagiku pribadi, sejujurnya aku merasa kecewa dengan sebagian kebijakan hukum dan politik yang disahkan di negaraku. Mungkin jika aku memandang kondisi negaraku saat ini, aku dapat dengan mudahnya bersikap masa bodoh dan berhenti mendoakan negaraku. Namun, Tuhan meningatkan aku kembali lewat pasal ini supaya aku tetap bertekun di dalam doa, karena doa-doaku menyenangkan hati-Nya.

2. Kita mengikuti teladan Tuhan Yesus dan murid-murid-Nya ketika kita mendoakan orang lain

Yesus mengajarkan kita demikian: “Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu” (Matius 5:44). Yesus sendiri menjadi teladan ketika Dia meminta Bapa mengampuni orang-orang yang menganiaya-Nya. Padahal, Yesus bisa saja dengan mudah mengutuk mereka. Namun, Yesus memilih untuk mendoakan orang-orang yang menganiaya-Nya (Lukas 23:24). Yesus menjadi teladan bagi kita, supaya kita tahu bahwa di dalam Dia, kita juga mampu melakukannya.

Ketahui jugalah bahwa Yesus peduli akan mereka yang mendoakan orang lain. Dalam pelayanan-Nya yang berlangsung sekitar tiga tahun, Yesus menjawab banyak permohonan dari orang-orang yang datang kepada-Nya. Sebagai contoh, coba tengok kisah seorang perwira yang berdoa bagi hambanya (Matius 8:5-13), atau kisah kepala rumah ibadat yang berdoa bagi anak perempuannya yang sakit parah (Matius 9:18-26), atau kisah seorang ayah yang berdoa bagi anaknya yang kerasukan (Markus 9:14-29), dan banyak lagi. Maukah kita sekalian belajar dari teladan mereka dan mendoakan seseorang yang kita kenal?

Aku memiliki daftar nama orang-orang yang selalu kudoakan secara rutin. Di dalam daftar ini juga terdapat kerabat-kerabatku yang belum mengenal Yesus, teman-temanku yang pertumbuhan imannya stagnan, dan juga anak-anak yang kulayani melalui organisasi World Vision International. Satu hal yang membuatku tidak jemu-jemu mendoakan mereka adalah karena aku tahu Tuhan menjawab doa-doaku. Salah satu doa yang Tuhan jawab adalah doa bagi temanku yang sempat mengalami depresi. Sekarang, dia sudah mulai dapat kembali berinteraksi dengan orang-orang serta lebih banyak tersenyum. Aku sangat bersyukur karenanya.

3. Kita mendekatkan diri kita kepada hati Tuhan ketika kita mendoakan orang lain

Tuhan memiliki rencana dalam setiap keputusan yang diambil-Nya. Dosa yang begitu besar yang dilakukan oleh Sodom dan Gomora membuat Allah murka sehingga Dia ingin memusnahkan seluruh kota itu (Kejadian 18).

Namun, kala itu Abraham berdoa dan bahkan bernegosiasi dengan Allah supaya Sodom dan Gomora jangan dimusnahkan apabila sedikitnya ada 10 orang benar di dalamnya. Alih-alih marah atas permohonan Abraham, Allah malah menjawabnya dengan penuh kesabaran.

Mungkin saja Allah sebenarnya senang mendengar permintaan Abraham, karena Allah melihat betapa Abraham mengasihi dan menyayangi nyawa sesamanya manusia. Aku yakin peristiwa ini membuka mata Abraham akan betapa dalamnya kasih Allah terhadap manusia. Jika setidaknya masih ada satu saja orang benar di Sodom dan Gomora, Allah bisa saja membatalkan rencana-Nya.

Pada akhirnya, Allah mengirim dua malaikat-Nya untuk menyelamatkan keponakan Abraham, yaitu Lot berserta anak dan istrinya sebelum kota Sodom dimusnahkan. Melalui peristiwa ini, Allah kembali menunjukkan kasih setia-Nya. Oleh sebab itu, ketika kita tetap berdoa, perlahan-lahan kita akan dimampukan untuk mengerti hati Allah.

4. Kita meningkatkan kemampuan berempati ketika kita mendoakan orang lain

Ketika kita merasa tidak mampu dan tidak memiliki kapasitas yang cukup untuk menolong sesama kita, jangan lupa bahwa sebagai orang Kristen, kita memiliki kuasa doa. Mungkin kita tidak mengerti sepenuhnya persoalan apa yang sedang dihadapi oleh mereka, namun ketekunan doa kita bagi mereka akan membuat kita belajar bagaimana rasanya berada di posisi mereka yang sedang bergumul. Dengan demikian, empati kita terhadap sesama akan terus bertumbuh.

Ketika aku berdoa bagi para misionaris, aku dapat membayangkan bagaimana sulitnya berada di luar negeri sendirian serta jauh dari rumah. Ketika aku berdoa bagi saudara-saudari seiman yang teraniaya, aku dapat merasakan bagaimana beratnya penderitaan mereka.

Terlebih lagi, mereka yang sedang bergumul akan merasa dikuatkan ketika mereka tahu bahwa ada orang-orang yang tekun berdoa untuk mereka. Ketika kita menunjukkan rasa empati kita terhadap orang lain, maka kita sedang mempraktikkan kasih Allah, dan menghibur mereka yang sedang berada dalam kesulitan.

5. Kita saling meringankan beban satu sama lain ketika berdoa untuk orang lain

Persoalan yang kita hadapi mungkin tidak akan selesai secara instan setelah didoakan. Namun, Roh Kudus mampu menguatkan dan menghibur mereka yang kita doakan.

Ketika aku sedang mengejar gelar S-2, aku pernah merasa kewalahan karena begitu banyak tugas yang harus aku kerjakan. Tapi, aku tidak mau menceritakan hal ini kepada keluargaku karena aku takut mereka akan mengkhawatirkanku. Di negeri yang asing, saat itu aku tidak memiliki teman untuk diajak berdiskusi. Akibatnya, aku tiba di titik di mana aku merasa ingin menyerah dan pulang ke negara asalku.

Sembari memikul semua beban itu sendiri, aku pergi ke ibadah doa di suatu gereja. Di sana, ada beberapa saudari seiman yang bersedia mendengarkan permasalahanku dan mendoakanku. Air mataku bercucuran ketika mereka berdoa untukku, dan barulah setelah itu aku merasa bebanku menjadi lebih ringan.

Sekarang aku sedang mengejar gelar S-3. Walaupun tugas-tugas yang harus kukerjakan tetap banyak hingga aku serasa ingin menyerah, tetapi aku tahu bahwa di luar sana ada orang-orang yang selalu mendoakanku supaya aku beroleh kekuatan dari Tuhan.

Ketika kita berdoa untuk orang lain, kita sedang mengubah diri kita dari seorang yang egois menjadi seorang yang mengasihi Allah dan sesama manusia.

Ketika teman kita menceritakan pergumulannya kepada kita, pernahkah kita menjawab: “Aku akan mendoakanmu”, tapi pada akhirnya kita tidak melakukannya? Atau mungkin kita malah menganggap jawaban itu sebagai cara ampuh supaya tidak diusik lagi? Ingatlah, bahwa doa bukanlah sesuatu yang bisa kita permainkan. Mulai sekarang, ketika teman kita menceritakan pergumulan mereka, cobalah ganti jawaban kita menjadi: “Aku mau mendoakanmu sekarang”. Lalu ajaklah dia berdoa bersama denganmu saat itu juga.

Mungkin kamu juga memiliki pokok doa yang sudah lama belum dijawab, namun janganlah kamu menjadi tawar hati karena setiap doa yang kamu naikkan takkan pernah sia-sia. Marilah kita belajar dari doa Yesus di Lukas 22:42. Mintalah supaya kehendak Allah yang jadi dalam hidup kita, dan bukan kehendak kita sendiri.

Baca Juga:

Untuk Indonesia, Aku Tetap Optimis!

Melihat negeriku dipenuhi dengan banyak masalah, seringkali aku jadi suka membanding-bandingkan Indonesia dengan negara lain dan bertanya-tanya: Mengapa aku seorang Indonesia? Namun, tatkala aku mulai pesimis akan kondisi bangsaku, di sinilah Tuhan mengingatkanku kembali bahwa negeri ini memiliki masa depan.

Dipikat

Jumat, 25 Agustus 2017

Dipikat

Baca: Yakobus 1:5-6, 12-15

1:5 Tetapi apabila di antara kamu ada yang kekurangan hikmat, hendaklah ia memintakannya kepada Allah, —yang memberikan kepada semua orang dengan murah hati dan dengan tidak membangkit-bangkit—,maka hal itu akan diberikan kepadanya.

1:6 Hendaklah ia memintanya dalam iman, dan sama sekali jangan bimbang, sebab orang yang bimbang sama dengan gelombang laut, yang diombang-ambingkan kian ke mari oleh angin.

1:12 Berbahagialah orang yang bertahan dalam pencobaan, sebab apabila ia sudah tahan uji, ia akan menerima mahkota kehidupan yang dijanjikan Allah kepada barangsiapa yang mengasihi Dia.

1:13 Apabila seorang dicobai, janganlah ia berkata: “Pencobaan ini datang dari Allah!” Sebab Allah tidak dapat dicobai oleh yang jahat, dan Ia sendiri tidak mencobai siapapun.

1:14 Tetapi tiap-tiap orang dicobai oleh keinginannya sendiri, karena ia diseret dan dipikat olehnya.

1:15 Dan apabila keinginan itu telah dibuahi, ia melahirkan dosa; dan apabila dosa itu sudah matang, ia melahirkan maut.

Tiap-tiap orang dicobai oleh keinginannya sendiri, karena ia diseret dan dipikat olehnya. —Yakobus 1:14

Dipikat

Pada musim panas 2016, keponakan saya meyakinkan saya untuk bermain Pokémon Go—salah satu permainan di ponsel dengan menggunakan kamera di ponsel. Tujuan permainan itu adalah menangkap makhluk-makhluk kecil yang disebut Pokémon. Ketika satu Pokémon muncul, bola berwarna merah dan putih juga muncul di layar ponsel. Untuk menangkap Pokémon, pemain harus mengibaskan bola itu ke arah Pokémon dengan gerakan jari. Namun, Pokémon lebih mudah ditangkap dengan menggunakan umpan untuk memikat mereka.

Pokémon bukan satu-satunya yang dapat dipikat. Dalam suratnya di Perjanjian Baru yang ditujukan kepada orang percaya, Yakobus, saudara Yesus, mengingatkan bahwa kita “dicobai oleh keinginan [kita] sendiri” (1:14). Dengan kata lain, keinginan bekerja sama dengan godaan untuk memikat kita ke jalan yang salah. Meskipun kita mungkin tergoda untuk menyalahkan Allah atau bahkan Iblis untuk masalah-masalah kita, bahaya nyata yang kita hadapi justru ada pada diri kita.

Namun, ada kabar baik. Kita dapat meloloskan diri dari godaan yang memikat itu. Caranya dengan menceritakan semua godaan yang kita alami kepada Allah. Meskipun “Allah tidak dapat dicobai oleh yang jahat, dan Ia sendiri tidak mencobai siapa pun,” seperti penjelasan Yakobus dalam ayat 13, Allah mengerti kecenderungan manusia untuk melakukan sesuatu yang salah. Kita hanya perlu meminta hikmat yang dijanjikan Allah akan diberikan-Nya (1:1-6). —Linda Washington

Tuhan, saat aku tergoda, tunjukkanlah kepadaku jalan keluarnya.

Berdoalah saat kamu tergoda untuk melakukan perbuatan yang tidak benar.

Bacaan Alkitab Setahun: Mazmur 119:1-88 dan 1 Korintus 7:20-40

Wajah Bapa Kita

Kamis, 10 Agustus 2017

Wajah Bapa Kita

Baca: Mazmur 80

80:1 Untuk pemimpin biduan. Menurut lagu: Bunga bakung. Kesaksian Asaf. Mazmur.

80:2 Hai gembala Israel, pasanglah telinga, Engkau yang menggiring Yusuf sebagai kawanan domba! Ya Engkau, yang duduk di atas para kerub, tampillah bersinar

80:3 di depan Efraim dan Benyamin dan Manasye! Bangkitkanlah keperkasaan-Mu dan datanglah untuk menyelamatkan kami.

80:4 Ya Allah, pulihkanlah kami, buatlah wajah-Mu bersinar, maka kami akan selamat.

80:5 TUHAN, Allah semesta alam, berapa lama lagi murka-Mu menyala sekalipun umat-Mu berdoa?

80:6 Engkau memberi mereka makan roti cucuran air mata, Engkau memberi mereka minum air mata berlimpah-limpah,

80:7 Engkau membuat kami menjadi pokok percederaan tetangga-tetangga kami, dan musuh-musuh kami mengolok-olok kami.

80:8 Ya Allah semesta alam, pulihkanlah kami, buatlah wajah-Mu bersinar, maka kami akan selamat.

80:9 Telah Kauambil pohon anggur dari Mesir, telah Kauhalau bangsa-bangsa, lalu Kautanam pohon itu.

80:10 Engkau telah menyediakan tempat bagi dia, maka berakarlah ia dalam-dalam dan memenuhi negeri;

80:11 gunung-gunung terlindung oleh bayang-bayangnya, dan pohon-pohon aras Allah oleh cabang-cabangnya;

80:12 dijulurkannya ranting-rantingnya sampai ke laut, dan pucuk-pucuknya sampai ke sungai Efrat.

80:13 Mengapa Engkau melanda temboknya, sehingga ia dipetik oleh setiap orang yang lewat?

80:14 Babi hutan menggerogotinya dan binatang-binatang di padang memakannya.

80:15 Ya Allah semesta alam, kembalilah kiranya, pandanglah dari langit, dan lihatlah! Indahkanlah pohon anggur ini,

80:16 batang yang ditanam oleh tangan kanan-Mu!

80:17 Mereka telah membakarnya dengan api dan menebangnya; biarlah mereka hilang lenyap oleh hardik wajah-Mu!

80:18 Kiranya tangan-Mu melindungi orang yang di sebelah kanan-Mu, anak manusia yang telah Kauteguhkan bagi diri-Mu itu,

80:19 maka kami tidak akan menyimpang dari pada-Mu. Biarkanlah kami hidup, maka kami akan menyerukan nama-Mu.

80:20 Ya TUHAN, Allah semesta alam, pulihkanlah kami, buatlah wajah-Mu bersinar, maka kami akan selamat.

Ya Allah, pulihkanlah kami, buatlah wajah-Mu bersinar, maka kami akan selamat. —Mazmur 80:4

Wajah Bapa Kita

Saya ingat wajah ayah saya. Sulit ditebak. Ia seorang pria yang baik, tabah, dan mandiri. Sebagai anak, saya sering memperhatikan wajahnya, mencari senyuman, atau sesuatu yang menunjukkan kasihnya. Wajah menunjukkan diri kita. Kerutan di dahi, wajah yang muram, sebaris senyuman, dan mata yang meringis menunjukkan apa yang kita rasakan tentang orang lain. Wajah kita menunjukkan “cerita” kita.

Asaf, penulis Mazmur 80, sedang putus asa dan sangat ingin melihat wajah Allah. Ia melihat ke utara dari tempatnya di Yerusalem dan melihat negara tetangga Yehuda, yaitu Israel, runtuh saat pemerintahan kerajaan Asyur. Runtuhnya Israel membuat Yehuda rentan diinvasi dari semua sudut—Asyur di utara, Mesir di selatan, dan negara-negara Arab di timur. Yehuda kalah jumlah dan tidak seimbang.

Asaf merangkum ketakutannya dalam doa yang diulang tiga kali (Mzm. 80:4,8,20), “Buatlah wajah-Mu bersinar, maka kami akan selamat.” (Dengan kata lain, biarlah kami melihat senyum-Mu.)

Adalah baik untuk berpaling dari ketakutan kita dan mencari wajah Bapa Surgawi. Cara terbaik untuk melihat wajah Allah adalah dengan memandang salib. Salib menyatakan tentang Dia (Yoh. 3:16).

Jadi, ketahuilah: Ketika Bapa memandangmu, ada senyum lebar di wajah-Nya. kamu sungguh aman! —David Roper

Mintalah kepada Allah untuk menyinari kamu dengan wajah-Nya. Untuk menolongmu berdoa, gunakanlah Mazmur ini atau mazmur-mazmur lainnya.

Kasih Allah kepada kita selebar tangan Kristus yang terentang di kayu salib.

Bacaan Alkitab Setahun: Mazmur 79-80 dan Roma 11:1-18

PustaKaMu: Doa itu Bukan Sekadar Meminta Pada Tuhan

doa-itu-bukan-sekadar-meminta-pada-tuhan

Oleh Yosheph Yang

Dalam sebuah sesi pendalaman Alkitab bersama mentorku, kami membahas tentang seberapa pentingnya doa dalam kehidupan orang Kristen. Terus terang, aku bukanlah termasuk orang yang rajin berdoa. Ketika berdoa, aku lebih memfokuskan doaku untuk meminta Tuhan memenuhi apa yang menjadi keinginan hatiku. Di pertemuan itu, mentorku menjelaskan bahwa pada dasarnya, doa bukan hanya tentang meminta sesuatu kepada Tuhan. Tapi, doa itu melingkupi bagaimana kita memuji dan memuliakan nama-Nya. Kalau disederhanakan, ada sebuah metode yang dapat membantu kita berdoa:

Adoration (pujian)
Confession (pengakuan)
Thanksgiving (ucapan syukur)
Supplication (permohonan)

Selain belajar untuk berdoa menggunakan metode di atas, mentorku juga menyarankanku untuk membaca sebuah buku berjudul 31 Days of Praise. Buku ini adalah salah satu dari seri 31 Days yang ditulis oleh Ruth Myers dan Warren Myers. Walaupun diterbitkan pertama kali pada tahun 1994, tetapi isi dan pesan yang disampaikannya masih sangat relevan dengan kehidupan Kristen masa sekarang. Melalui buku ini, kita bisa belajar bagaimana memuji dan memuliakan Tuhan untuk 3 hal: siapakah Dia (who He is), apa yang Dia lakukan (what He does), dan apa yang Dia berikan (what He gives).

Bagaimana kita bisa tetap memuji dan mengucap syukur kepada Tuhan di saat situasi yang kita alami tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan? Bagaimana kita bisa mengembangkan kehidupan puji-pujian kita? Apakah pentingnya puji-pujian dalam kehidupan kita? Semua pertanyaan ini dijelaskan secara rinci oleh Myers dalam buku ini. Secara tidak langsung, Myers menjelaskan pada kita bagaimana cara untuk mempraktekkan 1 Tesalonika 5:16-18 dalam kehidupan kita hari lepas hari.

Bersukacitalah senantiasa. Tetaplah berdoa. Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu.

Sesuai dengan judul buku ini, Myers mengajak kita untuk ikut memuji Tuhan lewat doa-doa harian yang dia tuliskan selama 31 hari. Tak lupa, Myers juga menyertakan ayat-ayat Alkitab yang menjadi referensi dari pujian itu. Tak hanya sekadar memuji, Myers mengajak kita untuk memuji Tuhan karena kebesaran-Nya dan kedaulatan-Nya.

Buku ini berperan besar dalam mengubah kehidupan doaku, dari yang tadinya hanya sekadar “meminta”, menjadi sebuah doa yang juga memuji Tuhan, mengucap syukur, dan mengakui kelemahanku di hadapan-Nya. Aku percaya buku ini juga dapat menolong semua orang Kristen yang rindu berdoa dan memuji Tuhan setiap hari.

Baca Juga:

Tidak Selamanya Gagal Itu Berakhir Buruk, Inilah Kisahku Ketika Aku Gagal Masuk ke Sekolah Impianku

Mungkin kamu pernah mendengar sebuah kutipan yang mengatakan proses takkan mengkhianati akhir. Tapi, benarkah kenyataannya pasti begitu? Aku pernah berjuang keras untuk mewujudkan impian yang sangat aku dambakan, akan tetapi aku jatuh terpuruk ketika aku gagal mewujudkan impian itu. Namun, dari kegagalan itu Tuhan mengajariku untuk percaya bahwa Dia punya rencana yang lebih baik daripada impianku semula.