Mari Mengenal Kristus

Hari ke-16 | 30 Hari Saat Teduh bersama Kitab Filipi
Baca Konteks Historis Kitab Filipi di sini

Baca: Filipi 3:7-11

3:7 Tetapi apa yang dahulu merupakan keuntungan bagiku, sekarang kuanggap rugi karena Kristus.

3:8 Malahan segala sesuatu kuanggap rugi, karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia dari pada semuanya. Oleh karena Dialah aku telah melepaskan semuanya itu dan menganggapnya sampah, supaya aku memperoleh Kristus,

3:9 dan berada dalam Dia bukan dengan kebenaranku sendiri karena mentaati hukum Taurat, melainkan dengan kebenaran karena kepercayaan kepada Kristus, yaitu kebenaran yang Allah anugerahkan berdasarkan kepercayaan.

3:10 Yang kukehendaki ialah mengenal Dia dan kuasa kebangkitan-Nya dan persekutuan dalam penderitaan-Nya, di mana aku menjadi serupa dengan Dia dalam kematian-Nya,

3:11 supaya aku akhirnya beroleh kebangkitan dari antara orang mati.

Adik perempuanku yang termuda sangat menggemari Tom Hiddleston, seorang aktor berkebangsaan Inggris. Ia sampai hafal kereta mana yang “Hiddles” selama berada di Inggris dan kafe mana yang sering ia kunjungi. Adikku bahkan tak mau menerima bahwa karakter yang diperankan Hiddleston mati dalam film Avengers: Infinity War.

Namun, tak peduli sebesar apapun kegembiraannya saat mengetahui hal-hal baru tentang aktor favoritnya, kegembiraan itu tidak ada apa-apanya dibandingkan rasa bahagia yang ia dapatkan dengan mencintai dan dicintai oleh orang yang benar-benar ia kenal.

Pada hari ulang tahunnya, pacarnya memberinya kejutan berupa kado yang sangat ia suka, lengkap dengan kartu ucapan tulisan tangannya sendiri, juga hadiah lain dari teman-teman mereka. Perhatian dan keakraban itu sangat menyentuh hati adikku; sesuatu yang tidak bisa didapat dengan mengenal seseorang hanya dari jauh.

Tak semua orang mempunyai kekasih atau pasangan hidup. Namun, kita semua diundang ke dalam persekutuan yang sangat karib dengan Allah yang mengenal dan mengasihi kita melebihi segalanya. Dalam suratnya kepada jemaat Filipi, Paulus mengatakan bahwa hubungannya dengan Kristus sangat berharga sampai-sampai ia bersedia kehilangan darah Yahudinya, status pendidikannya, kariernya, pangkatnya yang tinggi, dan reputasinya demi mengejar dan menikmati hubungannya dengan Kristus (Filipi 3:5-6).

Berarti, hubungannya dengan Yesus pasti memberi Paulus kepuasan yang mendalam. Ia pasti tidak sekadar tahu tentang Yesus—hanya mengetahui fakta tentang seseorang tidak menimbulkan cinta yang rela berkorban bagi orang tersebut (ayat 10). Paulus tentu mengalami sesuatu yang mengubah hidupnya dan mengalami kepuasan ketika berjumpa dengan Yesus. Dengan mengenal Kristus, Paulus dibebaskan dari beban untuk berusaha layak di hadapan Allah lewat perbuatan baik dan garis keturunannya, sebaliknya ia diterima berkat karya penebusan Kristus di kayu salib.

Kata “kenal” yang dipakai Paulus dalam ayat 10 (Yang kukehendaki ialah mengenal Dia) berasal dari bahasa Yunani, “ginosko“, sama dengan kata yang dipakai Alkitab untuk menggambarkan keintiman seksual dalam relasi suami istri (lihat Matius 1:25).

Sungguh luar biasa! Kita bisa memiliki hubungan sedekat itu dengan Tuhan, penuh dengan kebahagiaan serta kepuasan karena kesadaran bahwa kita lemah dan dikasihi, suatu relasi yang sangat intim hingga dua pribadi menjadi satu.

Itulah hubungan yang Tuhan kehendaki dengan kita, agar kita bisa kembali menikmati kesatuan dengan Dia. Hubungan ini memulihkan penderitaan akibat keterpisahan dari Tuhan saat manusia jatuh dalam dosa, dan memberi kita hak-hak istimewa yaitu menjadi sahabat Kristus yang turut menderita bersama-Nya (ayat 10).

Saat kita menjadi satu dengan Kristus, kita “[menjadi] seperti Dia dalam kematian-Nya”—keberdosaan kita mati dan kita berserah kepada Tuhan (ayat 10). Kita juga “beroleh kebangkitan dari antara orang mati”—tinggal dalam kasih dan anugerah-Nya untuk selamanya (ayat 11). Hanya dengan mengenal dan dikenal Yesus, kita bisa benar-benar hidup.

Marilah kita mengenal Dia. Bukan seperti mengenal seorang aktor yang hanya kita kumpulkan faktanya dan mengenalnya dari jauh. Saat membaca firman-Nya, mari kita meminta Dia membuka mata kita untuk melihat hal baru tentang-Nya dan mengetahui bagaimana Dia memandang kita. Marilah kita berdoa agar pengenalan kita akan Dia lebih dalam dan karib hingga bisa mengalihkan mata kita dari hal-hal duniawi, dari keyakinan pada diri sendiri, serta membuat kita semakin dekat dengan-Nya.—Nelle Lim, Singapura

Handlettering oleh Kezia Endhy

Pertanyaan untuk direnungkan

1. Dalam Mazmur 139, pemazmur kagum akan betapa dalamnya Tuhan mengenal dirinya, sangat dalam hingga pikiran Tuhan “lebih banyak dari pada pasir” (ayat 18)! Mintalah Tuhan menyingkapkan apa yang Dia pikirkan tentang dirimu.

2. Adakah hal lain yang kadang menurutmu lebih menarik daripada mengenal Yesus? Jujurlah di hadapan Allah dan minta Dia memberimu kerinduan untuk mengenal-Nya lebih lagi.

3. Sudahkah kamu menganggap semua pencapaianmu sebagai kerugian karena Kristus (ayat 7)? Apa saja yang dapat kamu lakukan untuk “memperoleh Kristus, dan berada dalam Dia”?

Bagikan jawaban atas perenunganmu ini di kolom komentar. Kiranya jawaban sobat muda dapat menjadi inspirasi dan berkat bagi orang lain.

Tentang Penulis:

Nelle Lim, Singapura | Nelle suka menonton siaran klasik di TV. Dia percaya cerita yang baik dapat menolong kita menemukan kepercayaan diri kita. Nelle mungkin saja jadi orang yang terhilang jika tidak ada Yesus, sang Pengarang Cerita Hidup.

Baca 30 Hari Saat Teduh bersama Kitab Filipi

Garis Besar Kitab Filipi 2:14-3:6

Sobat muda, tidak terasa sudah dua minggu kita bersama-sama mempelajari Kitab Filipi, bagian manakah yang paling menginspirasi atau menegurmu?

Yuk kita simak infografik ini untuk menyegarkan kembali ingatan kita akan pelajaran dari saat teduh bersama Kitab Filipi yang sudah kita pelajari selama lima hari ke belakang.

Bagikan Gambar ini melalui Facebook

Baca 30 Hari Saat Teduh bersama Kitab Filipi

Apakah Aku Orang Kristen yang Baik?

Hari ke-15 | 30 Hari Saat Teduh bersama Kitab Filipi
Baca Konteks Historis Kitab Filipi di sini

Baca: Filipi 3:4-6

3:4 Sekalipun aku juga ada alasan untuk menaruh percaya pada hal-hal lahiriah. Jika ada orang lain menyangka dapat menaruh percaya pada hal-hal lahiriah, aku lebih lagi:

3:5 disunat pada hari kedelapan, dari bangsa Israel, dari suku Benyamin, orang Ibrani asli, tentang pendirian terhadap hukum Taurat aku orang Farisi,

3:6 tentang kegiatan aku penganiaya jemaat, tentang kebenaran dalam mentaati hukum Taurat aku tidak bercacat.

Apa yang menjadikan kita orang Kristen yang baik? Coba kita pikirkan.

Di mata teman-teman, saudara, dan rekan kerja yang non-Kristen, apakah orang Kristen yang baik itu berarti bersikap manis kepada semua orang, tak pernah mengumpat? Apakah ditentukan oleh jargon Kristen yang kita gunakan, atau oleh keluarga Kristen tempat kita berasal? Tidak pernah absen datang ke gereja, pelayanan yang kita kerjakan, ayat-ayat yang kita tulis di media sosial? Apakah ketentuan-ketentuan itu juga kita berlakukan kepada orang-orang Kristen sekitar kita dan menjadi tolok ukur siapa yang “lebih suci”?

Kalau boleh jujur, aku mungkin menilai diriku 8 dari 10 dalam hal “Menjadi Orang Kristen yang Baik”. Pasalnya, aku berlaku layaknya “orang Kristen” pada umumnya: pergi ke sekolah Minggu sewaktu kecil dan bersekolah di sekolah Kristen; kebaktian di gereja dan ikut pendalaman Alkitab secara teratur; berdoa dan membaca Alkitab hampir setiap hari. Aku sudah dibaptis, rutin memberi perpuluhan, dan ikut Perjamuan Kudus. Aku bahkan menulis untuk website Kristen.

Namun, Paulus memperingatkan kita untuk tidak mengandalkan perbuatan lahiriah kita sendiri (Filipi 3:3). Lagipula, jika ada yang memiliki bukti-bukti kesalehan lahiriah yang bermutu, Pauluslah orangnya. Dalam ayat 4-6, ia memaparkan semua alasan yang dapat dibanggakan tentang dirinya.

Paulus mendapat hak istimewa sejak lahir, ia pun banyak berprestasi. Ia disunat oleh orangtuanya pada hari kedelapan sesuai dengan perjanjian Abraham (Kejadian 16:11-12). Ia orang Israel—orang Yahudi asli—dari suku Benyamin, satu-satunya suku yang tetap setia kepada Yehuda dan Daud. Ia adalah orang Ibrani yang paling murni di antara orang Ibrani lain karena dibesarkan dengan adat Yahudi. Selain itu, ia juga berbicara dan belajar bahasa Ibrani.

Paulus juga seorang Farisi, golongan agamawan ortodoks yang mengikuti seluruh aturan Yahudi dengan ketat. Ia sangat menekuni agama Yahudi tradisional hingga menghukum mati orang-orang Kristen. Ia jugalah yang menyetujui pembunuhan Stefanus (Kisah Para Rasul 7:58). Paulus tak pernah melanggar hukum, malah menekuni semua hukum Taurat sesuai tafsiran orang Farisi. Seandainya Paulus adalah orang Kristen, ia patut mendapat nilai di atas 10.

Meski demikian, Paulus tidak menaruh kepercayaannya pada hal-hal tersebut. Sebaliknya, ia menganggap semua itu sebagai “rugi” dan “sampah” dibandingkan “pengenalan akan Yesus Kristus” (Filipi 3:8).

Itulah yang Paulus ajarkan kepada kita. Artinya, kita tak boleh mengandalkan “CV Orang Kristen” yaitu perbuatan-perbuatan baik. Bukan berarti semua yang kita miliki dan kita kerjakan percuma saja—semuanya berarti. Namun, hal-hal itu tidak menyelamatkan kita atau membuat kita benar di hadapan Allah. Seluruh perbuatan baik kita adalah perwujudan kepercayaan kita kepada-Nya.

Pada akhirnya, yang membenarkan kita bukanlah kehadiran dii gereja atau banyaknya tafsiran Alkitab yang sudah kita baca, melainkan pengorbanan sempurna yang telah Yesus lakukan. Dia menanggung dosa kita agar Allah dapat menghapus semua dosa kita (Roma 3:23-25). Hanya oleh darah-Nyalah kita diampuni dan diterima oleh Allah.

Jadi, alih-alih mengukur kesalehan orang Kristen lain dan diri sendiri layaknya orang Farisi, aku belajar bahwa kepercayaan diriku—serta identitas, hak, dan posisiku di hadapan Allah—sepenuhnya terletak dalam pengenalan akan Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat.

Perbuatan semata tidak ada nilainya. Yesuslah yang memberiku nilai sempurna dengan anugerah-Nya. Kita dibenarkan oleh Allah bukan berdasarkan perbuatan kita, melainkan iman kepada Kristus. Itulah yang menjadikan kita orang Kristen yang baik.—Wendy Wong, Singapura

Handlettering oleh Vivi Lio

Pertanyaan untuk direnungkan

1. Dalam hal apa saja kamu menaruh kepercayaanmu pada perbuatan lahiriah dan bukan pada tangan Tuhan?

2. Dalam hal apa saja kamu secara tidak sadar mengganggap dirimu lebih baik daripada orang Kristen lainnya?

3. Ambillah waktu untuk mendoakan semuanya itu dan meminta pertolongan Tuhan agar kamu memiliki cara pandang yang benar.

Bagikan jawaban atas perenunganmu ini di kolom komentar. Kiranya jawaban sobat muda dapat menjadi inspirasi dan berkat bagi orang lain.

Tentang Penulis:

Wendy Wong, Singapura | Hari yang sempurna menurut Wendy adalah menyantap peanut buter, hiking, naik sepeda, atau saat teduh bersama Tuhan. Sebagai seoang penulis, Wendy berharap tiap tulisannya jadi alat untuk memuliakan Tuhan.

Baca 30 Hari Saat Teduh bersama Kitab Filipi

#WSKSaTeFilipi: Lock Screen Filipi 2:15-16

“Kamu bercahaya di antara mereka seperti bintang-bintang di dunia, sambil berpegang pada firman kehidupan” (Filipi 2:15-16). Penggalan ayat dari Kitab Filipi tersebut kiranya mengingatkan kita untuk selalu berpegang pada firman Tuhan dalam mengerjakan keselamatan yang telah kita terima.

Sobat muda, yuk download dan gunakan lockscreen ini di HP kamu.

Baca 30 Hari Saat Teduh bersama Kitab Filipi

Perhatikan Rambu-rambunya

Hari ke-14 | 30 Hari Saat Teduh bersama Kitab Filipi
Baca Konteks Historis Kitab Filipi di sini

Baca: Filipi 3:1-3

3:1 Akhirnya, saudara-saudaraku, bersukacitalah dalam Tuhan. Menuliskan hal ini lagi kepadamu tidaklah berat bagiku dan memberi kepastian kepadamu.

3:2 Hati-hatilah terhadap anjing-anjing, hati-hatilah terhadap pekerja-pekerja yang jahat, hati-hatilah terhadap penyunat-penyunat yang palsu,

3:3 karena kitalah orang-orang bersunat, yang beribadah oleh Roh Allah, dan bermegah dalam Kristus Yesus dan tidak menaruh percaya pada hal-hal lahiriah.

Beberapa tahun lalu, aku melakukan camping solo pertamaku. Setelah seharian mendaki, akhirnya aku tiba di tempat perkemahan, sebuah pantai yang tenang dikelilingi oleh pegunungan dan laut yang luas. Karena takjub akan pemandangannya, aku pun berjalan-jalan santai setelah mendirikan tenda.

Aku sangat terpikat dengan pemandangan sampai-sampai tidak menyadari gonggongan anjing dari kejauhan. Tak lama kemudian, aku terpaksa lari tunggang langgang menghindari sekawanan anjing galak.

Seumur hidup, aku tinggal dengan aman di perkotaan, dan selama ini, gonggongan anjing yang kudengar selalu berasal dari balik pagar sehingga aku yakin tak akan diserang.

Itu sebabnya aku sudah kebal dengan suara anjing yang menakutkan. Hari itu, ketika berjalan-jalan di pinggir pantai, aku lengah akan tanda-tanda hewan yang hendak menyerangkau. Dengan santainya, aku mengabaikan gonggongan anjing-anjing itu, membuat mereka berpikir kalau aku ingin mengusik wilayah mereka.

Dalam suratnya kepada jemaat Filipi, Paulus juga menulis tentang anjing sebagai kiasan—yaitu guru-guru palsu yang memaksa gereja Filipi untuk mencari kebenaran selain iman dalam Kristus.

Para guru palsu itu mengajar jemaat bahwa memercayai Yesus Kristus sebagai Tuhan saja tidaklah cukup, mereka harus melakukan adat agama Yahudi juga—misalnya sunat. Hal ini tampak dalam ayat 2 ketika Paulus menyebut mereka “penyunat-penyunat yang palsu”, juga pada ayat 3 ketika Paulus meyakinkan jemaat Filipi bahwa merekalah “orang-orang bersunat yang sesungguhnya”.

Seperti yang dapat kita lihat dalam seluruh Filipi 3, iman kepada Yesus Kristus adalah satu-satunya yang diperlukan oleh orang Kristen untuk dibenarkan—atau berdamai dengan Allah. Bahkan, Paulus mengajarkan bahwa seorang Kristen sejati “tidak menaruh percaya pada hal-hal lahiriah” dalam menentukan kebenaran (ayat 3). Namun, selama perjalananku sebagai orang Kristen, aku menyadari bahwa aku harus terus melawan godaan untuk percaya pada hal lahiriah.

Tantangan kita mungkin bukan sunat atau peraturan makan ala Yahudi, tetapi kita sering tergoda untuk terlalu percaya diri akan pekerjaan kita. Misalnya, semakin banyak kita terlibat dalam urusan gereja, atau semakin disiplin membaca renungan harian, kita semakin cenderung berpikir bahwa hal-hal itulah yang membuat kita layak berdiri di hadapan Allah.

Sepanjang perjalanan iman, ada banyak rambu peringatan. Biasanya hal itu dimulai dari pikiran sederhana yang tercetus, mungkin berasal dari pujian teman setelah sesi pendalaman Alkitab yang bagus, lantas kita pun berbangga akan pekerjaan atau “wawasan” kita sendiri. Namun, ketika kita tidak waspada terhadap pikiran-pikiran tersebut, kita bisa menjadi kebal dan tidak peka terhadap akibatnya. Perlahan, pikiran-pikiran itu mulai menguasai kita. Seperti pengalamanku di pantai tadi, kita tidak menyadari peringatan awal. Tanpa sadar, kita telah melanggar peringatan Paulus dalam surat Filipi—kita menaruh percaya pada hal lahiriah.

Setelah mendapat dua gigitan di bokong, pantai itu tak lagi senyaman sebelumnya. Esoknya, saat kembali turun ke kota, aku berjaga-jaga terhadap segala suara anjing yang mungkin ada.

Demikian pula kita sebagai orang Kristen harus berhati-hati ketika rasa percaya diri kita mulai beralih dari Kristus kepada perbuatan kita sendiri. Kita harus mematikan pemikiran seperti itu ketika mulai muncul dan terus memusatkan pikiran kita kepada Kristus dan karya-Nya di kayu salib. Tak ada perbuatan baik yang dapat menggantikan pengorbanan-Nya.—Andrew Koay, Australia

Handlettering oleh Kent Nath

Pertanyaan untuk direnungkan

1. Adakah prestasi atau perbuatan yang kamu anggap merupakan hasil kerja kerasmu sendiri dan bukan dari Tuhan? Tuliskanlah.

2. Doakan semua yang telah kamu tulis dan mintalah Tuhan untuk menolongmu percaya hanya kepada karya Kristus.

3. Bagaimana cara melindungi imanmu dari ajaran-ajaran palsu?

Bagikan jawaban atas perenunganmu ini di kolom komentar. Kiranya jawaban sobat muda dapat menjadi inspirasi dan berkat bagi orang lain.

Tentang Penulis:

Andrew Koay, Australia | Andrew meluangkan waktunya untuk menonton film dokumenter. Andrew juga suka mendengarkan suara Tuhan lewat firman-Nya dalam Alkitab.

Baca 30 Hari Saat Teduh bersama Kitab Filipi

Pemimpin yang Mengambil Risiko

Hari ke-13 | 30 Hari Saat Teduh bersama Kitab Filipi
Baca Konteks Historis Kitab Filipi di sini

Baca: Filipi 2:25-30

2:25 Sementara itu kuanggap perlu mengirimkan Epafroditus kepadamu, yaitu saudaraku dan teman sekerja serta teman seperjuanganku, yang kamu utus untuk melayani aku dalam keperluanku.

2:26 Karena ia sangat rindu kepada kamu sekalian dan susah juga hatinya, sebab kamu mendengar bahwa ia sakit.

2:27 Memang benar ia sakit dan nyaris mati, tetapi Allah mengasihani dia, dan bukan hanya dia saja, melainkan aku juga, supaya dukacitaku jangan bertambah-tambah.

2:28 Itulah sebabnya aku lebih cepat mengirimkan dia, supaya bila kamu melihat dia, kamu dapat bersukacita pula dan berkurang dukacitaku.

2:29 Jadi sambutlah dia dalam Tuhan dengan segala sukacita dan hormatilah orang-orang seperti dia.

2:30 Sebab oleh karena pekerjaan Kristus ia nyaris mati dan ia mempertaruhkan jiwanya untuk memenuhi apa yang masih kurang dalam pelayananmu kepadaku.

Aku tak pernah menyangka akan menemukan museum yang dibangun khusus untuk mengenang seorang misionaris di ujung paling utara Taiwan. Mackay Museum, namanya, didedikasikan kepada George Leslie Mackay atas pelayanannya kepada orang-orang Taiwan.

George Mackay tiba di pulau Formosa (sekarang Taiwan) pada 31 Desember 1871. Ia mendapati tidak ada misionaris di bagian utara pulau itu, lantas ia menjadikan Tamshui sebagai basis pelayanannya.

Penampilan Mackay berbeda dari penduduk lokal sehingga ia dibenci, tetapi hal itu tidak menghentikan misionaris berumur 27 tahun itu dari penjangkauannya terhadap mereka. Meskipun dianiaya secara fisik—kadang menggunakan telur mentah dan kotoran manusia—ia bertekad untuk menjadi saksi Tuhan. Penduduk lokal yang pertama dimenangkan akhirnya dinobatkan menjadi pendeta pertama di Formosa.

Perjalanan misi George adalah bukti kasihnya kepada Tuhan dan penduduk Formosa. Penduduk Formosa sangat tersentuh dengan sikap hati hamba dan kasih yang tulus yang George tunjukkan kepada mereka. Dengan berani ia menyatakan, “Demi melayani mereka dalam Injil, dengan senang hati aku mau mengorbankan hidupku seribu kali.”

Dalam surat Filipi dicatat pula karakter serupa—seseorang yang “mempertaruhkan nyawanya” (ayat 30) dan menjadi teladan hati hamba dalam pelayanannya bagi Kristus—yaitu Epafroditus.

Dalam Filipi 2:25-30, Paulus memuji Epafroditus atas dedikasi dan pekerjaannya untuk Tuhan. Lewat bacaan singkat ini, kita bisa melihat dua hal. Pertama, Paulus dan Epafroditus memiliki hubungan yang dekat (Paulus memanggilnya “saudaraku dan teman sekerja serta teman seperjuanganku,” ayat 25). Kedua, Epafroditus tidak takut mengorbankan nyawanya demi melayani Tuhan Yesus Kristus (ayat 30).

Ketika jemaat Filipi mendengar tentang penyakit Epafroditus, mereka sangat bersedih. Karena itu, Paulus mengirimkan Epafroditus kembali agar mereka “bersukacita” (ayat 28). Epafroditus sangat dikasihi, dan ia sendiri sangat menyayangi jemaat Filipi sehingga tidak ingin mereka bersusah hati karena kondisinya (ayat 26). Ia mengabaikan kepentingan diri sendiri! Epafroditus selalu mendahulukan orang lain.

Dari bacaan ini, tampak bahwa Paulus dan Epafroditus adalah orang-orang yang patut diteladani: mereka bersedia diutus ke mana saja, mau melayani siapa saja, dan rela mengorbankan apa saja. Mereka menghidupi hati seorang hamba, yakni memikirkan kepentingan orang lain terlebih dahulu dan bersedia menderita demi Kristus.

Hari ini, kita juga dipanggil untuk melakukan hal yang sama. Meski tak semua orang dipanggil untuk meninggalkan tempat tinggalnya dan menyeberangi lautan untuk melayani orang asing, tetapi teladan George Mackay, Paulus, dan Epafroditus mengingatkan kita untuk terus memandang Yesus sembari mengembangkan hati seorang hamba dan berusaha melayani orang-orang di sekitar kita dengan tulus.

Semua itu memang tak mudah dilakukan. Aku sudah melayani paduan suara gerejaku selama beberapa tahun ini. Setiap Kamis malam, aku harus pergi ke sana menempuh jarak yang sangat jauh. Memang melelahkan, tetapi aku dikuatkan oleh komitmen Epafroditus, juga cerita-cerita tentang bagaimana Tuhan telah memakai paduan suara ini untuk menyentuh dan memberkati orang lain.

Bersama suami, aku juga mulai membaca satu pasal Alkitab setiap malam sebelum tidur. Kami berdoa agar firman Allah senantiasa menjadi pengingat saat kami berusaha untuk mengesampingkan kekhawatiran, frustrasi, dan kepentingan diri sendiri di tengah masa sulit. Sama seperti orang-orang yang telah menempuh perjalanan iman Kristen sebelum kita, hendaknya kita juga tetap setia dan rela berkorban dalam melayani Kristus.—Tracy Phua, Singapura

Handlettering oleh Kent Nath

Pertanyaan untuk direnungkan

1. Pikirkanlah seseorang yang mengambil risiko demi injil. Apa yang memberinya keberanian untuk menanggung risiko itu? Inspirasi seperti apa yang kamu dapatkan untuk diteladani?

2. Sudahkah kamu melayani Tuhan dengan sikap hati hamba akhir-akhir ini?

3. “Risiko” (pengorbanan) apa saja yang dapat kamu ambil untuk memberitakan Injil dan/atau melayani sesama dengan kasih?

Bagikan jawaban atas perenunganmu ini di kolom komentar. Kiranya jawaban sobat muda dapat menjadi inspirasi dan berkat bagi orang lain.

Tentang Penulis:

Tracy Phua, Singapura | Tracy menikmati pemandangan gunung-gunung yang berdiri megah, juga momen-momen ketika putrinya tertidur. Keduanya mengingatkan Tracy akan karya Tuhan yang luar biasa yang dilakukan-Nya dalam hidupnya.

Baca 30 Hari Saat Teduh bersama Kitab Filipi

Pemimpin yang Benar-benar Peduli

Hari ke-12 | 30 Hari Saat Teduh bersama Kitab Filipi
Baca Konteks Historis Kitab Filipi di sini

Baca: Filipi 2:19-24

2:19 Tetapi dalam Tuhan Yesus kuharap segera mengirimkan Timotius kepadamu, supaya tenang juga hatiku oleh kabar tentang hal ihwalmu.

2:20 Karena tak ada seorang padaku, yang sehati dan sepikir dengan aku dan yang begitu bersungguh-sungguh memperhatikan kepentinganmu;

2:21 sebab semuanya mencari kepentingannya sendiri, bukan kepentingan Kristus Yesus.

2:22 Kamu tahu bahwa kesetiaannya telah teruji dan bahwa ia telah menolong aku dalam pelayanan Injil sama seperti seorang anak menolong bapanya.

2:23 Dialah yang kuharap untuk kukirimkan dengan segera, sesudah jelas bagiku bagaimana jalannya perkaraku;

2:24 tetapi dalam Tuhan aku percaya, bahwa aku sendiri pun akan segera datang.

Aku tidak begitu menyukai bubur, tapi hari itu, aku sangat menikmati tiap suapannya. Ketika tahu aku sakit, bosku mendadak menjengukku dan memberikanku semangkuk bubur yang ia masak sendiri.

Buburnya memang sangat enak, tapi yang membuatnya istimewa bukanlah rasanya, melainkan betapa perhatiannya bosku kepada pegawainya. Itu bukan kali pertama ia memasak bubur sendiri dan memberikannya kepada pegawai yang sedang sakit.

Di saat-saat lain, bosku mengantarku dan rekan sekerjaku lainnya ke rumah kami masing-masing. Padahal kami tinggal di arah yang berlawanan dari rumahnya. Ia juga bersedia menghabiskan waktu dan tenaganya untuk menuliskan kami surat yang panjang dengan penuh perhatian, yang berisi apresiasi dan perhatiannya atas pekerjaan yang sedang kami lakukan. Ia juga sering menanyakan kabar keluarga kami.

Aku tidak akan pernah melupakan hari ketika ia datang ke ibadah penghiburan saat kakekku meninggal. Ia tetap di sana hingga subuh dan menghabiskan waktu berbincang bersamaku dan sepupu-sepupuku. Kami bercerita tentang kakekku di masa mudnya dan bagaimana ia menerima Yesus.

Sangat jarang untuk menemui bos—bahkan yang Kristen sekalipun—yang benar-benar peduli dengan semua pegawainya dan yang mau melakukan segala cara untuk melayani mereka, bahkan dalam masa rasul Paulus. Dulu, gereja Roma (karena Paulus menulis suratnya dari Roma) diisi dengan pemimpin yang egois dan orang-orang yang tidak peduli dengan kehendak Kristus dan kebutuhan gereja Filipi (Filipi 1:14-18, 2:21).

Sebaliknya, ada pemimpin yang benar-benar peduli dengan kepentingan para jemaat Filipi karena Kristus (ayat 20-21)—namanya Timotius. Dia bersedia mendengar kebutuhan dan menolong, cara yang juga dilakukan oleh Paulus jika ia sedang mengunjungi jemaatnya.Tidak seperti orang banyak, Timotius menunjukkan kerendahan hatinya dan kepeduliannya seperti Kristus, juga seperti yang telah Paulus ajarkan kepada para jemaat Filipi di ayat-ayat sebelumnya (ayat 1-8).

Selain kepeduliannya, Timotius juga terkenal akan kebaikannya. Hal itu terlihat dari pelayanannya yang setia ketika membantu Paulus membangun gereja di Filipi, Tesalonika, dan Berea (Kisah Para Rasul 16:1-14), saat ia bekerja sebagai kurir ke Makedonia, Korintus, dan Efesus, dan juga saat ia memperdalam iman para orang percaya (1 Tesalonika 3:1-2). Selama ia melayani di bawah kepimpinan Paulus, pertemanan Timotius dengan Paulus terus berkembang dan dibentuk melalui waktu-waktu sulit. Bahkan, Paulus pernah memanggil Timotius sebagai “anakku” (1 Timotius 1:18, 2 Timotius 2:1, Filipi 2:22).

Sama seperti Timotius, Paulus, dan bosku, kita sebagai orang percaya dipanggil untuk menjadi berbeda dari dunia—menjadi orang-orang yang melayani dengan kerendahan hati dan sungguh-sungguh memperhatikan kebutuhan orang-orang sekitar kita. Ini bisa terasa sulit dilakukan dalam budaya yang mempromosikan “cinta akan diri sendiri” dan “kepuasan bagi diri sendiri”, terutama ketika kita lelah secara fisik dan emosional. Aku berbicara ini dari pengalaman pribadi.

Tapi ketika kita tahu betapa Kristus telah mencintai dan melayani kita, bahkan hingga Ia mengorbankan diri-Nya sendiri untuk kita, maukah kita memedulikan sesama kita sebelum kita peduli akan diri kita sendiri?—Joanna Hor, Singapura

Handlettering oleh Christa Brilian

Pertanyaan untuk direnungkan

1. Kapan kamu merasa tergoda untuk fokus terhadap kebutuhanmu sendiri dan bukan kebutuhan orang lain?

2. Bisakah kamu menyebutkan pemimpin yang peduli dengan orang lain seperti Timotius? Bagaimanakah kehidupan mereka dapat menginspirasimu untuk melakukan hal yang sama?

3. Dengan cara simpel apakah kamu dapat menunjukkan perhatian kepada sesama saudaramu dalam Kristus?

Bagikan jawaban atas perenunganmu ini di kolom komentar. Kiranya jawaban sobat muda dapat menjadi inspirasi dan berkat bagi orang lain.

Tentang Penulis:

Joanna Hor, Singapura | Joanna suka sekali makan kentang dan mendengar cerita-cerita yang menginspirasi. Namun, tidak ada yang lebih menantangnya selain mendengarkan kisah tentang kuasa firman Tuhan yang mengubah hidup seseorang.

Baca 30 Hari Saat Teduh bersama Kitab Filipi

Rahasia untuk Tidak Mengeluh

Hari ke-11 | 30 Hari Saat Teduh bersama Kitab Filipi
Baca Konteks Historis Kitab Filipi di sini

Baca: Filipi 2:14-18

2:14 Lakukanlah segala sesuatu dengan tidak bersungut-sungut dan berbantah-bantahan,

2:15 supaya kamu tiada beraib dan tiada bernoda, sebagai anak-anak Allah yang tidak bercela di tengah-tengah angkatan yang bengkok hatinya dan yang sesat ini, sehingga kamu bercahaya di antara mereka seperti bintang-bintang di dunia,

2:16 sambil berpegang pada firman kehidupan, agar aku dapat bermegah pada hari Kristus, bahwa aku tidak percuma berlomba dan tidak percuma bersusah-susah.

2:17 Tetapi sekalipun darahku dicurahkan pada korban dan ibadah imanmu, aku bersukacita dan aku bersukacita dengan kamu sekalian.

2:18 Dan kamu juga harus bersukacita demikian dan bersukacitalah dengan aku.

Tidaklah sulit untuk mengingat kapan terakhir kali aku menggerutu tentang sesuatu atau seseorang—kemarin, lebih tepatnya. Aku sedang melewati masa-masa sulit di kantorku dan aku pun mengeluh. Semakin aku menggerutu, semakin aku merasa tidak bahagia; semakin aku merasa tidak bahagia, semakin banyak aku menggerutu.

Itu bukanlah hidup dan sikap yang Tuhan ingin kita jalani, baik itu di rumah, di gereja, di sekolah, atau di kantor. Tuhan, melalui Paulus, mendorong kita untuk “berperilaku yang layak bagi Injil Kristus” (Filipi 1:27). Kita dapat membuktikan kesetiaan kita kepada Kristus dengan cara menaati Tuhan dengan hormat. Dan satu cara untuk menghidupi ketaatan kita adalah melakukan semuanya “tanpa mengeluh atau membantah” (2:14).

Ya, ketika Paulus mengatakan semuanya, ia serius: bahkan ketika kita diminta melakukan hal yang tidak kita mengerti atau tidak kita suka, ketika doa-doa kita tidak dijawab, dan ketika kita sedang melewati kesulitan dan penganiayaan. Semuanya.

Ketika aku membaca ayat-ayat ini, aku teringat bagaimana orang Israel dulu menggerutu dan mempertanyakan pemimpin mereka saat berada di tengah padang gurun (Keluaran 15:24, 16:8). Sikap orang-orang Israel yang sering mengeluh dan mempertanyakan Tuhan akan situasi mereka merupakan suatu bentuk ketidaktaatan. Hal itu menunjukkan bahwa mereka tidak percaya kepada Tuhan. Begitu juga segala keluh kesah dan gerutuan kita. Ketika kita melakukannya, semuanya itu tidak hanya diarahkan kepada sesuatu atau seseorang saja, tetapi kita juga melakukannya kepada Tuhan sendiri.

Gerutuan kita bukan hanya merupakan sebuah bentuk ketidaktaatan, itu juga adalah sebuah kesaksian yang buruk bagi orang-orang sekitar kita. Sebagai orang-orang Kristen yang adalah bagian—tapi terpisah dari—dunia ini, kita seharusnya bersinar layaknya terang, mengikuti teladan Kristus (Yohanes 8:12). Tapi, seringkali kita gagal hidup seperti itu. Ketika aku mengeluh kepada teman sekerjaku, aku bertanya-tanya, siapakah yang mereka lihat: Kristus hidup di dalamku, atau aku yang berlaku layaknya salah satu dari mereka?

Tapi pertanyaannya adalah, bagaimana kita bisa menemukan kekuatan untuk melakukan semuanya tanpa mengeluh?

Dengan berpegang kepada firman Tuhan (ayat 16), kata Paulus. Bukan hanya itu, kita sudah dijanjikan bahwa Tuhan akan memungkinkan dan melengkapi kita untuk melakukan kehendak-Nya melalui Roh Kudus (Filipi 2:13).

Ketika kita bisa menahan diri dari menggerutu, mungkin kakak rohani atau pemimpin rohani kita pun turut berbangga atas kita. Paulus mendorong para jemaat Filipi untuk hidup taat dalam Tuhan, agar ia punya alasan untuk berbangga ketika Kristus kembali. Buah yang dihasilkan para jemaat Filipi sangat membahagiakan Paulus (ayat 17), dan merupakan bukti bahwa pengorbanannya untuk mereka tidaklah sia-sia.

Tidaklah mudah untuk menghentikan diri kita sendiri dari mengeluh tentang hal-hal yang tidak kita sukai. Bagiku, masih sulit sekali untuk mengendalikan ucapanku ketika aku mengalami hari yang buruk di kantor, terutama ketika semua orang sekitarku sedang mengeluh karena frustrasi. Tapi ketika aku mengingat identitasku dalam Kristus—bahwa aku telah dikuatkan untuk hidup berbeda dari yang lain—aku sedang belajar untuk mengendalikan kata-kataku setiap hari. Alih-alih marah dan melontarkan kata-kata kasar, aku memilih untuk diam sejenak. Alih-alih mengomel kepada orang-orang di sekitarku, aku menenangkan diri dan berdoa. Aku pun mengalami kebahagiaan dan ketenangan yang didapat dari mengikuti-Nya dengan taat dan beristirahat dalam kekuasaan-Nya.

Memang tidak mudah. Tapi, ketika kita berdoa dan merenungkan tentang mengapa dan bagaimana, kita dapat menghindar dari tingkah laku tersebut. Kita akan tahu bahwa kepuasan yang kita dapatkan dari menggerutu dan mengeluh tidak sebanding dengan hidup dalam sikap yang layak di hadapan firman Tuhan, dan kebahagiaan yang dirasakan oleh pemimpin kita, diri kita, dan Kristus sendiri.—Wendy Wong, Singapura

Handlettering oleh Vivi Lio

Pertanyaan untuk direnungkan

1. Pernahkah kamu merasa tergoda untuk mengeluh dan marah-marah? Apa yang terjadi ketika kamu melakukannya?

2. Adakah hal-hal dalam kehidupanmu yang membuatmu susah untuk tidak mengeluh atau marah-marah? Tuliskanlah semuanya itu dan doakanlah.

3. Apakah kita bersinar terang bagaikan bintang di tengah-tengah dunia yang penuh dengan orang yang jahat? Apakah cara kita untuk dapat bersinar di dalam dunia seperti itu?

Bagikan jawaban atas perenunganmu ini di kolom komentar. Kiranya jawaban sobat muda dapat menjadi inspirasi dan berkat bagi orang lain.

Tentang Penulis:

Wendy Wong, Singapura | Hari yang sempurna menurut Wendy adalah menyantap peanut buter, hiking, naik sepeda, atau saat teduh bersama Tuhan. Sebagai seoang penulis, Wendy berharap tiap tulisannya jadi alat untuk memuliakan Tuhan.

Baca 30 Hari Saat Teduh bersama Kitab Filipi

Garis Besar Kitab Filipi 1:29-2:13

Sobat muda, saat teduh kita dari Kitab Filipi 1:29-2:13 mengingatkan kita kembali bahwa penderitaan yang kita hadapi adalah hak istimewa, dan ada kemuliaan yang kelak disediakan bagi kita.

Yuk kita simak infografik ini untuk menyegarkan kembali ingatan kita akan pelajaran dari saat teduh bersama Kitab Filipi yang sudah kita pelajari selama lima hari ke belakang.

Bagikan Gambar ini melalui Facebook

Baca 30 Hari Saat Teduh bersama Kitab Filipi