Ketika Perkataan “Aku Dukung Dalam Doa Ya” Terasa Tidak Berdampak Apa-apa

Oleh Christine, Hong Kong
Artikel asli dalam bahasa Inggris: When “I’m Praying For You” Feels Hollow

Pernahkah kamu berjumpa dengan seorang teman yang sedang mengalami masalah tapi kamu tidak bisa melakukan apapun untuk menolongnya?

Aku punya seorang teman baik yang menderita banyak masalah kesehatan. Hal terbaik yang bisa kulakukan adalah memeluk dan mengatakan padanya bahwa Tuhan memegang kendali atas hidupnya. Selain itu, dia juga bergumul dengan masalah keuangan. Keluarganya tidak punya pemasukan yang tetap. Aku tidak tahu bagaimana caranya mereka membayar biaya pengobatannya.

Sekarang setelah aku pindah ke luar negeri, aku tidak bisa lagi memeluknya ketika dia mengalami hari yang buruk. Sepertinya satu-satunya hal yang bisa aku lakukan adalah berkata padanya, “Aku dukung kamu dalam doa ya.”

Apakah perkataan itu terasa kosong buatmu? Kadang aku pun merasa begitu. Aku mengatakan “Aku dukung kamu dalam doa ya” ketika aku tidak bisa melakukan hal-hal lainnya.

Tapi aku belajar mengingatkan diriku bahwa berdoa untuk seseorang sesungguhnya adalah hal terbaik yang bisa aku lakukan untuk mereka. Dengan berdoa, aku menyerahkan segala yang aku dan temanku butuhkan di hadapan Tuhan kita yang Mahakuasa. Mencari pertolongan Tuhan dalam kehidupan seseorang adalah sesuatu yang jauh lebih efektif daripada sekadar mengajak makan malam ataupun memeluknya.

Seiring aku belajar mendoakan orang lain, aku semakin menyadari bahwa doa itu bukanlah pertolongan ala kadarnya yang bisa aku berikan kepada temanku.

Ketika Yesus berdoa sebelum kematian-Nya, “Peluh-Nya menjadi seperti titik-titik darah yang bertetesan ke tanah” (Lukas 22:44). Ketika Paulus menulis suratnya kepada gereja di Roma, dia meminta mereka untuk “bergumul bersama-sama aku dalam doa kepada Allah untuk aku” (Roma 15:30).

Berdoa itu bisa jadi sebuah perjuangan yang sulit. Ketika dihadapkan dengan masalah-masalah kehidupan, naluri pertama kita adalah kita akan melakukan sesuatu untuk mengatasinya, bukan meluangkan waktu kita di dalam ruangan yang tenang untuk memohon pada Tuhan. Berdoa dan bertindak itu diperlukan, tapi mudah buat kita untuk melupakan yang mana yang lebih efektif.

Ketika aku belajar lebih banyak tentang berdoa, aku lebih dan lebih yakin lagi bahwa berdoa adalah hal terbaik yang bisa kita lakukan di dalam segala situasi.

Di dalam doa, aku mengakui ketidakberdayaanku

Ketika seorang teman mengalami kesulitan, aku ingin menolongnya. Mungkin aku bisa menawarkan diriku untuk meluangkan waktu bersama mereka. Mungkin aku bisa memasak makanan untuk mereka atau menawarkan diriku untuk menolong hal lainnya. Atau, paling tidak aku mungkin mengirimi mereka pesan singkat yang isinya memberitahu mereka kalau aku juga memikirkan tentang mereka.

Kadang aku mencoba untuk menyelesaikan masalah mereka—aku memberi temanku buku yang bagus, meluangkan beberapa jam untuk mengobrol tentang masalah mereka, atau sekadar berbasa-basi supaya mereka sedikit lupa akan masalahnya…Tapi, meskipun penting untuk mengasihi teman-temanku dan berjalan bersama mereka di tengah masa-masa sulit yang mereka lalui, aku perlu menyadari bahwa aku tidak bisa menyelesaikan masalah-masalah mereka. Aku sendiri tidak dapat menolong mereka pulih dari pedihnya perpisahan, menyembuhkan luka akibat dukacita dalam keluarga, atau memulihkan kesehatan mereka.

Itulah sebabnya mengapa aku berdoa—aku perlu mengakui ketidakberdayaanku untuk menolong teman-temanku atau bahkan diriku sendiri. Mungkin aku punya maksud yang baik, tapi faktanya adalah aku bukanlah seorang penyembuh. Ketika aku berdoa, aku menyatakan dengan imanku bahwa Tuhan akan menyembuhkan temanku seturut dengan waktu-Nya, dengan cara-Nya. Tanggung jawabku adalah untuk mengasihi mereka dan berjalan bersama mereka. Selebihnya harus aku serahkan kepada Tuhan, yang tentu dapat melakukan segalanya jauh lebih baik daripada aku.

Di dalam doa, aku mengakui kedaulatan Tuhan

Tuhan itu berdaulat. Tidak ada satu hal pun yang terjadi di luar kehendak-Nya (Matius 10:29). Ketika hal buruk terjadi di dalam kehidupan kita atau teman kita, kita perlu menyadari bahwa Tuhan turut bekerja. Kita berdoa dan percaya janji Tuhan bahwa “Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia” (Roma 8:28). Ketika dihadapkan dengan tragedi, kita dapat berdoa dan mengakui keyakinan kita akan kebaikan Tuhan, bahkan meskipun hati kita hancur berkeping-keping.

Ketika seorang teman divonis menderita penyakit parah, atau ketika seorang ibu muda mengalami keguguran, atau ketika seorang anak meninggal dalam kecelakaan mobil… Sejujurnya, adakah sesuatu yang bisa kita lakukan untuk membuat keadaan itu lebih ringan ditanggung? Kita melakukan yang terbaik dengan memberikan kehadiran kita untuk berbagi duka. Tapi, segala penderitaan itu tidak akan berakhir sia-sia, sebab kita memiliki Kristus yang telah dibangkitkan dari kematian (1 Korintus 15:13-14).

Tidaklah mudah untuk mengakui kedaulatan Tuhan ketika sesuatu berjalan tidak seturut keinginan kita. Tidaklah mudah untuk mempercayai kebaikan Tuhan ketika hidup kita hancur berantakan. Tapi, untuk itulah mengapa kita berdoa. Kita berdoa meskipun kita menangis dalam kekhawatiran dan kesakitan. Kita berdoa pada titik di mana kita percaya bahwa bagaimanapun caranya, Tuhan kita akan membuat sesuatu yang baik dari kehidupan kita yang hancur.

Di dalam doa, aku belajar cara terbaik untuk menolong orang-orang di sekitarku

Ketika aku berdoa untuk seseorang, aku belajar untuk melihat mereka melalui cara pandang Tuhan. Doa itu bukan sekadar aku berbicara di ruangan yang gelap, tapi aku berbicara kepada Tuhan! Ketika aku berdoa dengan tulus, aku membawa permohonanku kepada Tuhan yang Mahakuasa, dan mempercayai bahwa Dia akan bertindak.

Aku sering memulai doaku dengan memohon supaya Tuhan menolongku untuk berdoa. Aku tidak selalu tahu cara terbaik untuk berdoa buat seseorang. Jika doa menurut isi hatiku sendiri, doaku mungkin akan terdengar seperti wishlist di hari Natal: “Pemulihan, keuangan yang dicukupkan, dokter yang bijaksana, dan sebagainya.” Tidak ada yang salah dengan hal itu, tapi itu bukanlah percakapan yang baik dengan Tuhan yang Mahakuasa. Tuhan telah menjanjikan penolong ketika kita tidak tahu bagaimana berdoa (Roma 8:26), jadi aku memanfaatkan sepenuhnya janji itu dengan meminta bantuan dari Tuhan.

Tuhan tidak hanya mendengar doaku, tetapi Dia juga membimbingku dalam doa-doaku sehingga aku bisa menyampaikan permohonan-permohonanku pada-Nya. Tuhan mengasihi teman-temanku dan keluargaku jauh lebih dalam daripada yang bisa kubayangkan. Tuhan mengetahui segala kebutuhan mereka, baik besar maupun kecil. Seiring aku semakin menyadari ini, aku mendapati diriku lebih sedikit berdoa mengenai kesembuhan fisik atau pemulihan keuangan, tapi aku berdoa lebih supaya Tuhan memberi mereka penghiburan yang sejati, supaya Tuhan mengingatkan temanku dan aku juga bahwa Dia memegang kendali, supaya Tuhan menunjukkan penyelenggaraan-Nya yang ajaib di dalam situasi yang mereka tengah hadapi. Ketika aku diingatkan betapa Tuhan mengasihi teman-temanku—bahwa Tuhan memberikan hidup-Nya bagi mereka!—aku bisa berdoa dengan penuh keyakinan bahwa kehendak-Nya akan dinyatakan.

Hasilnya, aku percaya bahwa Tuhan bekerja melalui doa-doaku. Ketika aku membuka hatiku di dalam doa, aku belajar bagaimana mengasihi sesamaku seperti Tuhan mengasihi mereka, dan juga ketika muncul keinginanku untuk menjadi penolong bagi orang lain, aku bisa menanggapinya dengan cara yang lebih tepat.

Di saat aku ingin menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi oleh orang-orang di sekitarku, aku diingatkan bahwa berdoa adalah cara terbaik yang bisa kulakukan untuk mereka.

Dunia kita telah jatuh ke dalam dosa. Kita diingatkan akan hal ini setiap kali kita mendengar atau membaca berita, juga setiap kali kita mendapati orang yang kita kasihi mengalami penderitaan. Setiap kali kita merasa kewalahan karena masalah-masalah yang terjadi dalam kehidupan kita, marilah kita mengingat hal ini: Hanya Tuhan yang bisa memberikan damai sejahtera yang melampaui segala akal. Hanya Dia yang dapat menghapus setiap tetes air mata. Dan, ketika kita berdoa, kita berpegang pada janji-Nya dan mendapatkan penghiburan bahwa dalam segala keadaan, kehendak-Nya akan dinyatakan dalam kehidupan kita (Yesaya 46:10).

Sebab itu marilah kita dengan penuh keberanian menghampiri takhta kasih karunia, supaya kita menerima rahmat dan menemukan kasih karunia untuk mendapat pertolongan kita pada waktunya” (Ibrani 4:16).

Baca Juga:

Belajar Melihat Hidup dari Kacamata Orang Lain

Tuhan mengingatkanku bahwa hidup ini terlalu sayang untuk dijalani dengan hanya memperhatikan kepentingan diriku semata. Banyak kesempatan-kesempatan emas yang dapat kuambil untuk memberkati sesama.

Teguh Berdiri

Senin, 10 September 2018

Teguh Berdiri

Baca: Yudas 1:24-25

1:24 Bagi Dia, yang berkuasa menjaga supaya jangan kamu tersandung dan yang membawa kamu dengan tak bernoda dan penuh kegembiraan di hadapan kemuliaan-Nya,

1:25 Allah yang esa, Juruselamat kita oleh Yesus Kristus, Tuhan kita, bagi Dia adalah kemuliaan, kebesaran, kekuatan dan kuasa sebelum segala abad dan sekarang dan sampai selama-lamanya. Amin.

Bagi Dia, yang berkuasa menjaga supaya jangan kamu tersandung. —Yudas 1:24

Teguh Berdiri

Suatu hari di musim dingin yang beku, setelah berkendara pulang, yang saya pikirkan hanyalah bagaimana saya dapat segera merasakan kehangatan di rumah. Namun, tiba-tiba saja saya telah terkapar di tanah, dengan kedua lutut terpelecok dan tungkai kaki saya menderita keseleo. Tidak ada tulang yang patah, tetapi saya sangat kesakitan. Sakitnya bahkan bertambah parah dan butuh beberapa minggu sebelum saya kembali pulih.

Adakah di antara kita yang belum pernah terpuruk dalam hal apa pun? Bukankah menyenangkan apabila kita memiliki sesuatu atau seseorang yang siap menjaga langkah kita setiap saat? Meski adakalanya kita tumbang secara fisik, ada satu Pribadi yang senantiasa siap menolong ketika kita berupaya menghormati Kristus dalam kehidupan di tengah dunia ini. Dia juga menyiapkan kita untuk dapat teguh berdiri dengan penuh sukacita di hadapan-Nya dalam kehidupan kekal kita kelak.

Setiap hari kita menghadapi pencobaan (dan bahkan ajaran sesat) yang berusaha mengalihkan, membingungkan, dan menjerat kita. Namun pada akhirnya, bukan usaha kita sendiri yang membuat kita dapat teguh berdiri menjalani kehidupan ini. Ketika kita dapat bersikap tenang saat tergoda untuk marah, bersikap jujur daripada berbuat curang, memilih untuk mengasihi daripada membenci, atau memilih yang benar daripada yang salah, kita dapat meyakini bahwa kita sedang mengalami kuasa Allah yang menjaga kita agar tidak tersandung (Yud. 1:24). Kelak, ketika kita diperkenankan berdiri di hadapan Allah pada saat Kristus datang kembali, puji-pujian yang kita panjatkan sekarang atas anugerah-Nya yang menopang kita akan terus bergema sampai selama-lamanya (ay.25). —Arthur Jackson

Bapa, terima kasih karena Engkau senantiasa menjaga jiwa kami.

Bila nafiri berbunyi, aku menghadap pada-Mu, mengenakan jubah putih, ya, jubah kebenaran-Mu. Edward Mote (kidung puji-pujian kristen, no. 389)

Bacaan Alkitab Setahun: Amsal 8-9; 2 Korintus 3