Setelah terjadinya kecelakaan pada sejumlah lift yang merenggut lima nyawa dan melukai 51 orang pada tahun 2016, pemerintah kota New York meluncurkan kampanye untuk mendidik warga agar tetap bersikap tenang dan mengutamakan keselamatan.
Empat tahun lalu, aku bersilang pendapat dengan keluargaku dan aku pun tidak lagi tinggal serumah dengan mereka. Di waktu yang hampir bersamaan, aku mulai menghadiri ibadah di sebuah gereja kecil.
Setelah tinggal di rumahnya selama beberapa tahun, teman saya mendapati bahwa ruang tamu rumahnya mulai turun—dinding rumahnya mulai retak dan ada jendela yang tidak lagi dapat dibuka.
Meskipun aku sudah menjadi orang Kristen selama bertahun-tahun, aku tidak selalu membaca Alkitabku. Selama beberapa waktu yang lama, aku mendengar firman Tuhan hanya di gereja saat hari Minggu. Bahkan, aku seperti orang yang disebutkan dalam Yakobus 1:24—hidupku tidak berubah.
Saat masih remaja, adakalanya saya menantang ucapan ibu saya yang mendorong saya untuk lebih mempunyai iman. “Percayalah kepada Tuhan. Dia akan menjagamu,” kata ibu saya.
Sejak aku kecil, ibuku selalu mengajariku untuk menjadi yang “terbaik” di antara yang terbaik. Aku diminta untuk mendapat nilai ulangan minimal 90, tidak boleh kurang. Kalau nilaiku lebih rendah dari teman-teman yang lain, aku pasti akan dimarahi hingga terkadang aku pun takut untuk pulang ke rumah.
Ketika psikolog pendidikan, Benjamin Bloom, mengadakan penelitian tentang pengembangan bakat kaum muda dengan memperhatikan masa kanak-kanak dari 120 tokoh pilihan