Tuhan Memakai Pengalaman Tidak Menyenangkanku untuk Memberkati Orang Lain

Oleh Jefferson, Singapura

Beberapa minggu lalu, aku bersama rekan-rekan di kelompok Pendalaman Alkitab di gereja membahas tentang pelayanan yang diambil dari buku The Purpose Driven Life karangan Rick Warren. Aku menikmati tiap bagian yang ditulis di buku itu, hingga aku tiba di satu bagian yang menyentakku.

“Adalah kategori terakhir, yaitu pengalaman menyakitkan, yang Tuhan gunakan paling sering dalam mempersiapkanmu untuk melayani… Bahkan, kemungkinannya sangat besar bagi pelayanan terhebatmu untuk terlahir dari pengalamanmu yang paling menyakitkan.”

Mungkin kalimat itu terdengar rumit. Jika kusederhanakan, Rick Warren hendak mengatakan bahwa Tuhan bisa memakai pengalaman pribadi kita yang tidak menyenangkan sebagai pelayanan bagi-Nya. Apa yang baru saja kubaca itu mengingatkanku akan pengalaman tidak menyenangkan yang kualami beberapa hari sebelumnya.

Seorang teman baikku di gereja mengkritikku. Dia tidak suka dengan kelakuanku yang menurutnya tidak dewasa. Katanya, aku bersikap egois dalam relasiku dengan beberapa teman, termasuk dia. Contohnya, ketika mereka sedang lelah, aku sering memaksa mereka untuk menemaniku makan. Aku pun meminta maaf kepadanya, tapi dalam hati aku merasa kalau kritikan itu tidak benar. Selama beberapa hari aku jadi tidak konsentrasi dalam pekerjaan magangku. “Benarkah apa yang dia katakan? Apakah aku memang egois dengan mereka belakangan ini?”

Dalam kondisi hati yang belum sepenuhnya rela menerima kritik, aku melanjutkan membaca sisa dari bagian itu. Cuplikan cerita Rasul Paulus yang diambil dari 2 Korintus 1:8-11 menghiburku. Di suratnya tersebut, Paulus mengisahkan penderitaan yang dia alami selama di Asia Kecil yang mengingatkan dia untuk menyandarkan diri sepenuhnya pada Tuhan. Rick Warren berkomentar: “Supaya Tuhan dapat memakai pengalaman menyakitkanmu untuk memberkati orang lain, kamu harus mau membagikannya apa adanya… Paulus memahami kebenaran ini, makanya ia bisa dengan jujur menceritakan pergumulannya menghadapi depresi.”

Bacaan itu menegurku. Pengalaman dikritik tidak pernah menyenangkan. Meski kritik itu bermaksud baik, tapi suatu kritik pasti menyakiti hati. Tapi, kritik juga adalah sarana supaya aku bisa mengenal dan memperbaiki diriku. Akhirnya, dengan hati terbuka, aku menerima kritik temanku itu dan berkomitmen untuk memperbaiki diriku.

Pengalaman tidak menyenangkan bisa dipakai untuk kita mengenal diri sendiri

Lewat kritikan dari temanku itu, Tuhan membuka mataku terhadap dosa-dosa yang tidak aku sadari. Sembari aku merenungkan hal ini, aku teringat petikan ayat dari Kitab Mazmur yang berkata:

“Selidikilah aku, ya Allah, dan kenallah hatiku, ujilah aku dan kenallah pikiran-pikiranku; lihatlah, apakah jalanku serong, dan tuntunlah aku di jalan yang kekal!” (Mazmur 139:23-24)

Kritik dari temanku telah menolongku untuk sadar bahwa kelakukanku selama ini egois dan tidak peka terhadap kondisi orang lain. Aku mengucap syukur kepada Tuhan karena melalui pengalaman ini aku kembali diingatkan tentang keberdosaanku, dan kasih anugerah Tuhan saja yang memampukanku untuk mau terus dituntun oleh-Nya. Dan, puji syukur kepada Tuhan atas relasi pertemanan kami yang dipulihkan sehingga kami tidak merasa canggung atau saling menghindar ketika kami berpapasan di gereja.

Pengalaman tidak menyenangkan bisa dipakai Tuhan untuk memberkati orang lain

Beberapa minggu setelah aku mempelajari hal-hal ini, Tuhan memberiku kesempatan untuk membagikan ceritaku kepada seorang teman di tempat magangku. Dari interaksi kami sebelumnya, aku tahu kalau dia seorang ateis.

Saat kami sedang berjalan kembali ke kantor seusai makan siang, dia bertanya tentang apa kesanku terhadap dirinya. Sebelum menjawabnya, aku balik bertanya mengapa tiba-tiba dia menanyakan hal ini. Kemudian ia bercerita kalau beberapa hari sebelumnya ada seorang temannya yang menjelek-jelekkan dan mengkritiknya habis-habisan. Tapi ia tidak bercerita kepadaku mengapa temannya sampai melakukan itu kepadanya. Tebakanku mungkin itu terjadi karena sifat buruknya.

Seusai ia bercerita, tibalah giliranku untuk bicara. Aku membagikan pengalamanku beberapa minggu sebelumnya yang mirip dengan apa yang dia alami, yaitu kami sama-sama menerima kritik. Kemudian aku pun bercerita tentang bagaimana kritik itu menolongku mengenal diriku dan bagaimana Tuhan menolongku untuk tetap berelasi baik dengan teman-temanku.

Teman magangku itu mendengarkan dengan antusias. Tapi, ketika aku bercerita bahwa itu semua terjadi karena Tuhan yang mendamaikan relasiku, dia memotongku dan menegaskan kembali posisinya sebagai orang yang tidak percaya pada Tuhan. Dia pun langsung mengganti topik pembicaraan, tapi dari nada bicara dan ekspresinya, aku dapat merasakan bahwa dia sangat terkesan terhadap pengalamanku itu. Sekalipun pada akhirnya teman magangku belum percaya pada Tuhan, tapi aku percaya bahwa melaluiku, Tuhan bekerja dan sedang menuturkan kasih-Nya kepada temanku itu.

Kembali ke buku The Purpose Driven Life, Rick Warren menuliskan: “Siapa lagi yang dapat dengan efektif membantu seorang pemabuk pulih dari kecanduannya selain ia yang telah menghadapinya di masa lampau dan berhasil menang?” Seseorang yang pernah jatuh namun ditolong Tuhan hingga dia berhasil bangkit adalah orang yang punya potensi besar untuk menjadi alat Tuhan untuk menolong mereka yang memiliki pergumulan serupa.

Aku percaya bahwa Tuhan tidak pernah mendidik umat-Nya tanpa tujuan, sekalipun mungkin pada awalnya kita merasa bahwa Tuhan seperti sedang menyesah kita. Namun, ketika kita mengakui dosa-dosa kita dan sungguh-sungguh berbalik kepada-Nya, Dialah yang akan menolong dan menghibur kita, supaya melalui kitalah kelak pekerjaan-Nya dapat dinyatakan.

Melalui pengalaman-pengalaman inilah aku yakin Tuhan ingin kita membagikan berita Injil. Ketika kita membagikan pengalaman pribadi kita untuk menguatkan orang lain yang sedang menghadapi hal serupa, di sinilah kita bisa membagikan kabar baik tentang kasih Tuhan. Sharing yang jujur tentang bagaimana Tuhan dimuliakan melalui kelemahan-kelemahan kita bisa dipakai-Nya untuk mengetuk hati orang-orang.

Jika sekarang kamu baru saja mengalami peristiwa yang tidak menyenangkan, kuharap kisah yang kubagikan ini dapat menolongmu. Tuhan memang tidak berjanji untuk menghilangkan rasa sakit yang datang dari pengalaman-pengalaman tersebut, tapi Dia berjanji untuk terus bekerja melalui diri kita yang berdosa. Dan, pengalaman-pengalaman menyakitkan yang kita alami bisa dipakai Tuhan untuk memuliakan nama-Nya dan memberkati orang-orang di sekitar kita.

Ulangan 32:39 bergaung dengan jelas dan keras di benakku,

“Lihatlah sekarang, bahwa Aku, Akulah Dia.
Tidak ada Allah kecuali Aku.
Akulah yang mematikan dan yang menghidupkan,
Aku telah meremukkan, tetapi Akulah yang menyembuhkan,
dan seorangpun tidak ada yang dapat melepaskan dari tangan-Ku.”

Soli Deo Gloria, Tuhan Yesus memberkati.

Baca Juga:

Mencari Pekerjaan Itu Sulit, tapi Aku Tidak Menyerah

Perjalanan mencari kerja selama setengah tahun lebih kembali dijawab dengan hasil yang getir. Lagi-lagi aku gagal. Namun, di sinilah aku belajar untuk berserah dan tidak menyerah.

Berdoa

Senin, 25 Juni 2018

Berdoa

Baca: Kolose 3:12-17

3:12 Karena itu, sebagai orang-orang pilihan Allah yang dikuduskan dan dikasihi-Nya, kenakanlah belas kasihan, kemurahan, kerendahan hati, kelemahlembutan dan kesabaran.

3:13 Sabarlah kamu seorang terhadap yang lain, dan ampunilah seorang akan yang lain apabila yang seorang menaruh dendam terhadap yang lain, sama seperti Tuhan telah mengampuni kamu, kamu perbuat jugalah demikian.

3:14 Dan di atas semuanya itu: kenakanlah kasih, sebagai pengikat yang mempersatukan dan menyempurnakan.

3:15 Hendaklah damai sejahtera Kristus memerintah dalam hatimu, karena untuk itulah kamu telah dipanggil menjadi satu tubuh. Dan bersyukurlah.

3:16 Hendaklah perkataan Kristus diam dengan segala kekayaannya di antara kamu, sehingga kamu dengan segala hikmat mengajar dan menegur seorang akan yang lain dan sambil menyanyikan mazmur, dan puji-pujian dan nyanyian rohani, kamu mengucap syukur kepada Allah di dalam hatimu.

3:17 Dan segala sesuatu yang kamu lakukan dengan perkataan atau perbuatan, lakukanlah semuanya itu dalam nama Tuhan Yesus, sambil mengucap syukur oleh Dia kepada Allah, Bapa kita.

Segala sesuatu yang kamu lakukan dengan perkataan atau perbuatan, lakukanlah semuanya itu dalam nama Tuhan Yesus, sambil mengucap syukur oleh Dia kepada Allah, Bapa kita. —Kolose 3:17

Berdoa

Selama bertahun-tahun, saya menyukai tulisan-tulisan karya penulis Inggris, G. K. Chesterton. Selera humor dan wawasannya sering membuat saya tertawa dan kemudian terdiam sejenak untuk merenungkannya lebih serius. Sebagai contoh, ia menulis, “Kamu berdoa sebelum makan. Itu baik. Namun, saya berdoa sebelum drama dan opera dimulai, berdoa sebelum konser dan pantomim berlangsung, dan berdoa sebelum membaca buku, menggambar, melukis, berenang, bermain anggar, bertinju, berjalan-jalan, bermain, berdansa; dan berdoa sebelum saya mencelupkan pena ke dalam tinta untuk menulis.”

Memang baik untuk bersyukur kepada Tuhan sebelum kita makan, tetapi tidak cukup sampai di situ. Rasul Paulus memandang setiap aktivitas dan perbuatan sebagai alasan untuk bersyukur kepada Allah dan sesuatu yang sepatutnya kita lakukan untuk kemuliaan-Nya. “Segala sesuatu yang kamu lakukan dengan perkataan atau perbuatan, lakukanlah semuanya itu dalam nama Tuhan Yesus, sambil mengucap syukur oleh Dia kepada Allah, Bapa kita” (Kol. 3:17). Rekreasi, pekerjaan, dan pendidikan adalah sarana-sarana yang dapat kita gunakan untuk memuliakan Tuhan dan mengungkapkan rasa syukur kita kepada-Nya.

Paulus juga mendorong jemaat di Kolose, “Hendaklah damai sejahtera Kristus memerintah dalam hatimu, karena untuk itulah kamu telah dipanggil menjadi satu tubuh. Dan bersyukurlah” (ay.15).

Di mana pun dan kapan pun kita ingin mengucap syukur kepada Tuhan dan memuliakan nama-Nya, itulah tempat dan waktu terbaik bagi kita untuk “berdoa”. —David C. McCasland

Tuhan, terima kasih untuk hidup kekal yang Engkau karuniakan. Kiranya kami mengakui dan memuliakan-Mu sepanjang hari ini.

Marilah mengucap syukur kepada Allah dan memuliakan nama-Nya lewat segala sesuatu yang kita lakukan.

Bacaan Alkitab Setahun: Ayub 3-4; Kisah Para Rasul 7:44-60