Seandainya Tuhan Membuat Parasku Cantik

Oleh Agnes Lee, Singapura
Artikel asli dalam bahasa Inggris: What If God Made Me Pretty?

Tubuhku pendek, gemuk, dan penampilanku terlihat biasa-biasa saja. Ketika aku tumbuh besar, orang-orang suka mengomentari hidungku yang pesek. Seorang temanku bahkan berkata kalau hidungku itu seperti habis ditabrak oleh sesuatu.

Waktu masih kecil, aku mengenal boneka Barbie; boneka-boneka itu terlihat cantik, tinggi, dan langsing. Aktris utama di sinema televisi favoritku penampilannya mirip seperti boneka Barbie, dan aku berharap supaya bisa terlihat seperti mereka. Meskipun aku tahu bahwa lebih penting menjadi sehat daripada cantik, sulit buatku untuk menerima diriku sendiri yang tampilannya biasa-biasa saja dibandingkan dengan perempuan-perempuan lain di sekelilingku.

Saat usiaku sekitar 18 tahun, aku memutuskan untuk mengubah penampilanku. Dari yang semula mengenakan kaos dan celana jeans, aku mulai berpakaian lebih keren, memakai aksesoris, topi, dan jaket. Aku juga mulai berdandan setiap kali aku pergi keluar. Namun, dandananku hanya dapat menutupi kekuranganku, bukan mengubahnya. Aku tidak dapat mengubah tinggi badanku. Dan, tak peduli latihan dan keringat yang tercucur, aku tidak dapat mengubah bentuk tubuhku; yang kuinginkan hanyalah tampak lebih langsing. Aku ingin menjadi cantik dan populer, seperti para model dan aktris yang aku kagumi.

Saat usiaku menginjak 20-an, aku menemui seorang dokter kecantikan untuk membicarakan tentang langkah-langkah apa yang mungkin dilakukan untuk membuat wajahku lebih cantik. Tapi, setelah menimbang-nimbang risiko dan suntik botoks yang kuperlukan, aku mengurungkan ide ini. Selain ingin mengubah penampilan wajahku, aku juga ingin mengubah bentuk tubuhku, tapi dokter tidak bisa menganjurkan cara-cara yang nyaman buatku. Prosedur meninggikan badan sangat berisiko karena perlu melakukan operasi kaki, dan keberhasilannya pun tidak dijamin. Setelah menimbang risiko, biaya, dan hasil yang tidak terjamin, tidak butuh waktu lama buatku untuk membuang ide ini.

Di atas keinginan bahwa aku ingin terlihat lebih menarik, diam-diam aku ingin punya pacar. Banyak perempuan di sekolah yang punya pacar, dan kupikir aku tidak punya pacar karena wajahku yang tidak cantik. Aku juga pemalu dan menganggap kalau perempuan cantik pasti percaya diri, mudah bersosialisasi, dan populer karena penampilan mereka. Aku iri kepada mereka. Aku membenci Tuhan dan merasa Dia tidak adil. Dia menciptakan banyak perempuan cantik, tapi bukan aku. Aku tidak suka teman-temanku yang cantik. Aku tidak suka berbaur dengan mereka karena di sanalah aku merasa jelek dan tidak nyaman. Jadi, aku cenderung berusaha untuk mengabaikan mereka.

Aku tidak dapat mengerti ayat dari Mazmur 139:14 yang berkata “Aku bersyukur kepada-Mu oleh karena kejadianku dahsyat dan ajaib; ajaib apa yang Kaubuat, dan jiwaku benar-benar menyadarinya.” Aku merasa ayat itu tidak berlaku buatku. Aku kecewa dan berkata pada Tuhan, “Engkau pasti bercanda. Kalau Engkau menciptakanku dahsyat dan ajaib, tentu aku jadi perempuan muda yang cantik.”

Hingga suatu ketika, aku menemukan ayat dari Amsal 31:30 saat aku bersaat teduh, dan melalui ayat ini aku sadar kalau Tuhan sedang berbicara denganku. Ayat itu berkata, “Kemolekan adalah bohong dan kecantikan adalah sia-sia, tetapi isteri yang takut akan TUHAN dipuji-puji.” Ayat lain yang menyentakku adalah 1 Petrus 3:3, “Perhiasanmu janganlah secara lahiriah, yaitu dengan mengepang-ngepang rambut, memakai perhiasan emas atau dengan mengenakan pakaian yang indah-indah.”

Tuhan tidak mencari orang yang menawan atau cantik, melainkan yang takut akan Dia. Tuhan tidak melihat penampilan luar, tapi hati kita. Ayat-ayat ini menguatkanku dan membuatku sadar betapa dangkalnya pemikiranku. Aku hanya berfokus pada kecantikan yang fana daripada Dia. Tuhan tidak pernah menghukumku; akulah yang menghukum diriku sendiri karena merasa jelek. Kenyataannya, Tuhan memuji perempuan yang takut akan Dia. Jadi, kalau aku ingin dipuji oleh-Nya, aku harus takut akan Dia. Aku harus memuliakan Dia dengan menjadikan Dia yang pertama dan utama dalam hidupku.

Sekalipun aku masih belum tahu mengapa Tuhan menciptakan beberapa perempuan tampak cantik dan yang lain tidak, aku tahu bahwa aku bisa berlari kepada-Nya dengan membawa segala perasaanku. Firman-Nya berbicara kebenaran untuk memuaskan kehampaan dalam diri kita. Alkitab berkata dalam Yesaya 55:9 bahwa jalan dan rancangan Tuhan lebih tinggi daripada jalan dan rancanganku. Sungguh, aku bisa mempercayai Allah bahwa Dia membuatku dahsyat dan ajaib dalam cara-Nya, seperti yang tertulis dalam Mazmur 139:14. Tuhan menciptakan kita seturut rencana-Nya supaya kita dapat memenuhi tujuan dan panggilan yang diberikan-Nya secara unik kepada masing-masing kita.

Seiring aku bertumbuh dalam pengetahuan tentang-Nya, aku merasa terpanggil untuk melayani-Nya melalui tulisan. Aku merasakan kebenaran Allah meresap dalam setiap area kehidupanku dan berbicara kepadaku. Aku juga mendapatkan wawasan baru ketika aku membaca tulisan-tulisan dari rekan-rekan Kristen yang membagikan cerita tentang bagaimana Allah bekerja dalam kehidupan mereka. Semuanya itu menguatkanku. Dan, aku terinspirasi untuk berbuat yang sama, membagikan pengalaman dan ceritaku supaya orang lain dapat ikut dikuatkan di saat mereka membutuhkan. Untuk menulis aku tidak perlu tampil cantik. Yang aku perlukan adalah hati yang murni, yang merindukan Allah di atas segalanya, dan menjadikan-Nya satu-satunya keinginanku.

Ketika aku melihat ke belakang, jika seandainya aku cantik, aku mungkin bisa menggapai impianku menjadi seorang model. Pekerjaan itu mungkin tidak mengizinkanku berpakaian sederhana, dan mungkin juga aku jadi terlalu berbangga diri atas tubuhku. Aku mungkin tidak memperlakukan tubuhku dengan hormat atau mengingat bahwa tubuhku adalah bait Roh Kudus (1 Korintus 6:19). Tuhan menciptakanku seperti ini supaya aku bisa fokus kepada-Nya dan mengemban panggilan-Nya dalam hidupku.

Sekarang, meskipun aku masih tergoda untuk mengharapkan kecantikan fisik setiap kali aku melihat seseorang yang tampak cantik, aku mengingatkan diriku bahwa apa yang dunia anggap cantik bukanlah apa yang Tuhan katakan. Aku mengerti sepenuhnya bahwa tidak perlu menjadi cantik dulu untuk bisa percaya diri. Kepercayaan diriku ada pada Allah yang memuji orang-orang yang takut akan Dia dan berbicara pada kita dalam masing-masing panggilan hidup kita. Sekarang aku mengerti apa yang Mazmur 139:14 maksudkan, bahwa aku diciptakan dengan dahsyat dan ajaib. Dia meyakinkanku bahwa aku dicipta oleh-Nya dan identitasku yang sejati ada di dalam Dia.

Baca Juga:

Ketika Orangtuaku Melarangku untuk Ikut Kelompok Pendalaman Alkitab

Aku bersemangat mengikuti kelompok Pendalaman Alkitab (PA) bersama rekan-rekan sekampusku. Tapi, setelah beberapa kali ikut PA, orangtuaku melarangku dengan alasan khawatir. Aku sedih, kecewa, dan bergumul dengan keputusan orangtuaku tersebut.

Gelisah Tak Bisa Tidur

Kamis, 24 Mei 2018

Gelisah Tak Bisa Tidur

Baca: Mazmur 4

4:1 Untuk pemimpin biduan. Dengan permainan kecapi.Mazmur Daud.

4:2 Apabila aku berseru, jawablah aku, ya Allah, yang membenarkan aku. Di dalam kesesakan Engkau memberi kelegaan kepadaku. Kasihanilah aku dan dengarkanlah doaku!

4:3 Hai orang-orang, berapa lama lagi kemuliaanku dinodai, berapa lama lagi kamu mencintai yang sia-sia dan mencari kebohongan? Sela

4:4 Ketahuilah, bahwa TUHAN telah memilih bagi-Nya seorang yang dikasihi-Nya; TUHAN mendengarkan, apabila aku berseru kepada-Nya.

4:5 Biarlah kamu marah, tetapi jangan berbuat dosa; berkata-katalah dalam hatimu di tempat tidurmu, tetapi tetaplah diam. Sela

4:6 Persembahkanlah korban yang benar dan percayalah kepada TUHAN.

4:7 Banyak orang berkata: “Siapa yang akan memperlihatkan yang baik kepada kita?” Biarlah cahaya wajah-Mu menyinari kami, ya TUHAN!

4:8 Engkau telah memberikan sukacita kepadaku, lebih banyak dari pada mereka ketika mereka kelimpahan gandum dan anggur.

4:9 Dengan tenteram aku mau membaringkan diri, lalu segera tidur, sebab hanya Engkaulah, ya TUHAN, yang membiarkan aku diam dengan aman.

Dengan tenteram aku mau membaringkan diri, lalu segera tidur, sebab hanya Engkaulah, ya Tuhan, yang membiarkan aku diam dengan aman. —Mazmur 4:9

Gelisah Tak Bisa Tidur

Apa yang membuat kamu terjaga di malam hari? Akhir-akhir ini saya sering kurang tidur dan merasa gelisah di atas tempat tidur karena berusaha mencari solusi atas suatu masalah. Akhirnya saya mulai mengkhawatirkan keadaan saya yang tidak cukup beristirahat dan merasa ragu akan dapat mengatasi tantangan-tantangan yang muncul keesokan harinya!

Kamu pernah mengalami hal serupa? Masalah dalam hubungan, masa depan yang tidak menentu, apa pun itu—pada satu waktu, kita juga pasti digelisahkan oleh rasa khawatir.

Raja Daud merasa sangat tertekan saat menulis Mazmur 4. Orang-orang sedang menjatuhkan reputasinya dengan tuduhan yang tak berdasar (ay.3). Ditambah lagi sejumlah pihak mempertanyakan kemampuannya dalam memimpin (ay.7). Daud mungkin marah karena diperlakukan tidak adil. Tentulah Daud menghabiskan malam-malamnya dengan terus memikirkan segala kesusahan itu. Namun, kita membaca kata-katanya yang luar biasa, “Dengan tenteram aku mau membaringkan diri, lalu segera tidur” (ay.9).

Charles Spurgeon menjelaskan ayat 9 dengan indah, “Dengan membaringkan diri, . . . [Daud] mempercayakan dirinya kepada Allah; ia pasrah total, ia tidur tanpa terbebani masalah; ada rasa percaya yang sempurna.” Apa yang menginspirasi rasa percaya itu? Dari semula, Daud yakin bahwa Allah akan menjawab doa-doanya (ay.4). Dan Daud yakin bahwa karena Allah telah memilih untuk mengasihinya, Dia juga akan memenuhi segala kebutuhannya dengan sepenuh kasih.

Saat kekhawatiran melanda, kiranya Allah menolong kita beristirahat dalam kuasa dan hadirat-Nya. Dalam tangan kasih-Nya yang berdaulat, kita dapat “membaringkan diri, lalu segera tidur.” —Poh Fang Chia

Bapa, terima kasih karena Engkau mendengarku saat aku berseru. Aku serahkan segala kekhawatiranku kepada-Mu dan bersandar pada kuasa dan kehadiran-Mu.

Kita dapat menyerahkan kekhawatiran kita kepada Allah yang sepenuhnya tepercaya.

Bacaan Alkitab Setahun: 1 Tawarikh 22-24; Yohanes 8:28-59

Wanita Babushka

Rabu, 23 Mei 2018

Wanita Babushka

Baca: Kisah Para Rasul 2:22-36

2:22 Hai orang-orang Israel, dengarlah perkataan ini: Yang aku maksudkan, ialah Yesus dari Nazaret, seorang yang telah ditentukan Allah dan yang dinyatakan kepadamu dengan kekuatan-kekuatan dan mujizat-mujizat dan tanda-tanda yang dilakukan oleh Allah dengan perantaraan Dia di tengah-tengah kamu, seperti yang kamu tahu.

2:23 Dia yang diserahkan Allah menurut maksud dan rencana-Nya, telah kamu salibkan dan kamu bunuh oleh tangan bangsa-bangsa durhaka.

2:24 Tetapi Allah membangkitkan Dia dengan melepaskan Dia dari sengsara maut, karena tidak mungkin Ia tetap berada dalam kuasa maut itu.

2:25 Sebab Daud berkata tentang Dia: Aku senantiasa memandang kepada Tuhan, karena Ia berdiri di sebelah kananku, aku tidak goyah.

2:26 Sebab itu hatiku bersukacita dan jiwaku bersorak-sorak, bahkan tubuhku akan diam dengan tenteram,

2:27 sebab Engkau tidak menyerahkan aku kepada dunia orang mati, dan tidak membiarkan Orang Kudus-Mu melihat kebinasaan.

2:28 Engkau memberitahukan kepadaku jalan kehidupan; Engkau akan melimpahi aku dengan sukacita di hadapan-Mu.

2:29 Saudara-saudara, aku boleh berkata-kata dengan terus terang kepadamu tentang Daud, bapa bangsa kita. Ia telah mati dan dikubur, dan kuburannya masih ada pada kita sampai hari ini.

2:30 Tetapi ia adalah seorang nabi dan ia tahu, bahwa Allah telah berjanji kepadanya dengan mengangkat sumpah, bahwa Ia akan mendudukkan seorang dari keturunan Daud sendiri di atas takhtanya.

2:31 Karena itu ia telah melihat ke depan dan telah berbicara tentang kebangkitan Mesias, ketika ia mengatakan, bahwa Dia tidak ditinggalkan di dalam dunia orang mati, dan bahwa daging-Nya tidak mengalami kebinasaan.

2:32 Yesus inilah yang dibangkitkan Allah, dan tentang hal itu kami semua adalah saksi.

2:33 Dan sesudah Ia ditinggikan oleh tangan kanan Allah dan menerima Roh Kudus yang dijanjikan itu, maka dicurahkan-Nya apa yang kamu lihat dan dengar di sini.

2:34 Sebab bukan Daud yang naik ke sorga, malahan Daud sendiri berkata: Tuhan telah berfirman kepada Tuanku:

2:35 Duduklah di sebelah kanan-Ku, sampai Kubuat musuh-musuh-Mu menjadi tumpuan kaki-Mu.

2:36 Jadi seluruh kaum Israel harus tahu dengan pasti, bahwa Allah telah membuat Yesus, yang kamu salibkan itu, menjadi Tuhan dan Kristus.”

Jadi seluruh kaum Israel harus tahu dengan pasti, bahwa Allah telah membuat Yesus, yang kamu salibkan itu, menjadi Tuhan dan Kristus. —Kisah Para Rasul 2:36

Wanita Babushka

“Wanita Babushka” menjadi salah satu misteri yang menyelimuti peristiwa pembunuhan Presiden Amerika Serikat John F. Kennedy pada tahun 1963. Wanita misterius yang tertangkap kamera sedang merekam peristiwa tersebut ternyata tidak mudah untuk dikenali. Ia terlihat mengenakan mantel dan syal penutup kepala (mirip dengan yang biasa dikenakan kaum nenek di Rusia). Sampai saat ini, ia tidak pernah teridentifikasi dan hasil rekamannya tidak pernah diketahui keberadaannya. Selama puluhan tahun, pakar sejarah berspekulasi bahwa rasa takut telah menghalangi “Wanita Babushka” itu untuk menceritakan pengalaman- nya tentang hari yang kelabu tersebut.

Namun, kita tak perlu berspekulasi untuk memahami mengapa murid-murid Yesus bersembunyi. Mereka ketakutan karena pihak penguasa telah membunuh Guru mereka (Yoh. 20:19). Mereka enggan tampil dan menceritakan pengalaman mereka. Namun, Yesus kemudian bangkit dari kematian. Roh Kudus juga datang dan tak ada lagi yang bisa membungkam para pengikut Kristus yang tadinya penakut! Pada hari Pentakosta, Roh memampukan Simon Petrus untuk mengatakan, “Jadi seluruh kaum Israel harus tahu dengan pasti, bahwa Allah telah membuat Yesus, yang kamu salibkan itu, menjadi Tuhan dan Kristus” (Kis. 2:36).

Kesempatan untuk berani berbicara dalam nama Yesus tidak hanya diberikan kepada orang-orang yang berjiwa pemberani atau yang pernah mendapatkan pelatihan penginjilan. Roh Allah yang berdiam dalam diri kitalah yang memampukan kita untuk memberitakan kabar baik tentang Yesus. Oleh kuasa-Nya, kita mempunyai keberanian untuk menceritakan tentang Juruselamat kita kepada orang lain. —Bill Crowder

Tuhan, beriku kekuatan dan keberanian untuk menceritakan tentang Engkau kepada orang lain.

Ceritakanlah tentang kasih Kristus yang tiada bandingnya kepada siapa pun yang perlu mendengarnya.

Bacaan Alkitab Setahun: 1 Tawarikh 19-21; Yohanes 8:1-27

Ketika Orangtuaku Melarangku untuk Ikut Kelompok Pendalaman Alkitab

Oleh Ricky Eben Ezer, Depok

Aku bersyukur karena Tuhan menyayangiku dan menyelamatkanku dari dosa. Setelah menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamatku, pemimpin kelompok Pendalaman Alkitab (PA) di kampusku menantangku untuk berkomitmen mengikuti PA. Dengan yakin dan bersemangat, aku menerima tantangan itu.

Kebanyakan teman-teman PA-ku tinggal di kos di sekitar kampus, sedangkan aku setiap hari harus pulang-pergi dari rumah ke kampus yang jaraknya cukup jauh. Supaya tidak mengganggu waktu kuliah, kami sepakat melakukan PA di malam hari dan selesai agak larut. Setelah beberapa kali mengikuti PA, orangtuaku memintaku untuk berhenti mengikuti kelompok ini. Mereka khawatir akan keselamatan diriku kalau aku pulang malam-malam.

Aku sedih dan kecewa. Aku tahu kalau PA yang kuikuti ini adalah aktivitas yang baik, tapi mengapa oangtuaku melarangku. Malam itu aku tidak bisa tidur. Hatiku gusar karena tidak tahu apa yang harus kulakukan supaya tetap bisa belajar Alkitab dan menumbuhkan imanku. Namun, kemudian aku teringat pesan yang kudapat dari PA, bahwa alih-alih menggerutu, berpikiran negatif tentang orangtuaku, dan khawatir karena tidak bisa ikut PA lagi, aku bisa berdoa. Dalam doaku, aku menyatakan kegusaranku kepada Tuhan.

Meski aku tidak mengikuti PA, namun Tuhan tetap menganugerahiku dengan pertumbuhan iman. Lewat doa-doa yang kunaikkan setiap hari, aku semakin rindu untuk berelasi intim dengan-Nya. Tak ada yang kusembunyikan dalam doaku. Kuceritakan segalanya kepada Tuhan, entah itu hal yang menyenangkan, menyedihkan, ataupun memalukan. Dan, dalam relasiku dengan Tuhan itulah aku diingatkan kembali bahwa hendaknya pertumbuhan imanku dapat dinikmati juga oleh orang-orang di sekitarku.

Sebelum aku mengenal Kristus, aku suka berbohong kepada orangtuaku karena buatku mereka itu terlalu protektif. Kupikir tidak ada anak lelaki yang suka kalau hidupnya terlalu banyak diatur. Kebohongan demi kebohongan yang kulakukan itu semata-mata supaya aku bisa lebih bebas. Aku tidak ingin hidup dengan terlalu banyak aturan.

Belakangan, aku sadar bahwa kegemaranku berbohong itu bukanlah solusi atas ketidaksukaanku atas protektifnya orangtuaku. Masakan aku berdoa tetapi terus menerus berbohong? Tidak mungkin imanku dapat bertumbuh baik apabila aku terus memelihara dosa. Hari itu aku berkomitmen untuk hidup jujur.

Mungkin aku bisa membohongi orangtuaku supaya aku bisa ikut PA. Tapi, aku tahu betul bahwa bohong itu dosa, dan dosa tidak berkenan di hati Tuhan. Setelah beberapa waktu berselang, aku kembali meminta izin kepada mereka untuk kembali mengikuti PA. Mereka menolak dengan alasan yang sama. Seminggu kemudian, aku memberanikan diriku untuk meminta izin kembali. Dengan lembut, aku menjelaskan pada mereka bahwa mengikuti kelompok PA bukanlah sesuatu yang buruk, tapi mereka masih bersikukuh. Katanya, mereka khawatir kalau PA yang dilakukan malam hari itu akan mengganggu jadwal kuliahku dan mengganggu kesehatan tubuhku.

Aku mencoba menjelaskan sehalus mungkin pada mereka bahwa aku membutuhkan dukungan dari rekan-rekan PA sebagai komunitas orang percaya. Hingga akhirnya, saat aku mengajak mereka untuk berefleksi mengenai perubahan apa yang terjadi kepadaku setelah aku menerima Kristus, mereka menyadari bahwa sifatku telah banyak berubah, dari yang buruk menjadi lebih baik. Aku mengakui pada mereka kalau dulu aku suka membohongi mereka, tapi sekarang tidak lagi. Tuhan melembutkan hati kedua orangtuaku. Hari itu mereka mengizinkanku untuk kembali mengikuti PA. Aku bersyukur kepada Tuhan karena bisa kembali bertumbuh bersama dengan kelompok PA-ku. Sekarang, aku dan orangtuaku memiliki waktu bersaat teduh dan doa pribadi, juga bersama-sama memuji Tuhan dalam ibadah keluarga.

“Bertekunlah dalam doa dan dalam pada itu berjaga-jagalah sambil mengucap syukur” (Kolose 4:2).

Baca Juga:

Saat Pikiranku Terjerat Fantasi Seksual

Pikiranku begitu mudah tertuju kepada hal-hal yang berbau seksual. Saat aku sedang sendirian, atau ketika ada temanku datang dan mereka menyinggung sedikit saja tentang seks, imajinasiku langsung berkembang. Aku memohon pada Tuhan dan berjuang untuk keluar dari jeratan dosa ini.

Naik ke Atas Pohon

Selasa, 22 Mei 2018

Naik ke Atas Pohon

Baca: Yunus 2:1-10

2:1 Berdoalah Yunus kepada TUHAN, Allahnya, dari dalam perut ikan itu,

2:2 katanya: “Dalam kesusahanku aku berseru kepada TUHAN, dan Ia menjawab aku, dari tengah-tengah dunia orang mati aku berteriak, dan Kaudengarkan suaraku.

2:3 Telah Kaulemparkan aku ke tempat yang dalam, ke pusat lautan, lalu aku terangkum oleh arus air; segala gelora dan gelombang-Mu melingkupi aku.

2:4 Dan aku berkata: telah terusir aku dari hadapan mata-Mu. Mungkinkah aku memandang lagi bait-Mu yang kudus?

2:5 Segala air telah mengepung aku, mengancam nyawaku; samudera raya merangkum aku; lumut lautan membelit kepalaku

2:6 di dasar gunung-gunung. Aku tenggelam ke dasar bumi; pintunya terpalang di belakangku untuk selama-lamanya. Ketika itulah Engkau naikkan nyawaku dari dalam liang kubur, ya TUHAN, Allahku.

2:7 Ketika jiwaku letih lesu di dalam aku, teringatlah aku kepada TUHAN, dan sampailah doaku kepada-Mu, ke dalam bait-Mu yang kudus.

2:8 Mereka yang berpegang teguh pada berhala kesia-siaan, merekalah yang meninggalkan Dia, yang mengasihi mereka dengan setia.

2:9 Tetapi aku, dengan ucapan syukur akan kupersembahkan korban kepada-Mu; apa yang kunazarkan akan kubayar. Keselamatan adalah dari TUHAN!”

2:10 Lalu berfirmanlah TUHAN kepada ikan itu, dan ikan itupun memuntahkan Yunus ke darat.

Dalam kesusahanku aku berseru kepada Tuhan, dan Ia menjawab aku. —Yunus 2:2

Naik ke Atas Pohon

Ibu saya menemukan anak kucing peliharaan saya, Velvet, di atas meja dapur sedang melahap roti buatannya. Dengan gusar, ibu mengusirnya keluar. Berjam-jam kemudian, kami harus mencari kucing yang hilang tersebut di halaman rumah kami dengan sia-sia. Ketika akhirnya terdengar sayup-sayup suara meong yang lirih, saya memandang ke salah satu ujung pohon dan melihat sesosok berwarna hitam bergelayut di salah satu dahan.

Dalam usahanya melarikan diri dari kegusaran ibu saya atas kelakuannya, Velvet justru memilih situasi yang lebih berbahaya. Mungkinkah kita juga terkadang melakukan hal serupa—melarikan diri dari kesalahan yang kita lakukan dan menempatkan diri kita sendiri dalam bahaya? Bahkan pada saat seperti itu Allah datang untuk menyelamatkan kita.

Nabi Yunus melarikan diri dalam ketidaktaatan kepada Allah yang memanggilnya untuk berkhotbah kepada orang Niniwe, dan akhirnya ditelan seekor ikan besar. “Berdoalah Yunus kepada Tuhan, Allahnya, dari dalam perut ikan itu, katanya: ‘Dalam kesusahanku aku berseru kepada Tuhan, dan Ia menjawab aku’” (Yun. 2:1-2). Allah mendengarkan permohonan Yunus dan, “berfirmanlah [Dia] kepada ikan itu, dan ikan itupun memuntahkan Yunus ke darat” (ay.10). Kemudian Allah memberikan kesempatan kedua kepada Yunus (3:1).

Setelah usaha kami membujuk Velvet turun menemui kegagalan, kami pun menghubungi pemadam kebakaran setempat. Dengan menaiki tangga panjang yang dibentang hingga maksimal, seorang pria yang baik hati memanjat sampai mendekati ujung pohon, menarik kucing saya dari tempatnya, lalu membawanya turun hingga kembali aman dalam pelukan saya.

Betapa tinggi—dan dalamnya—kasih penebusan Allah yang membuat-Nya rela bertindak untuk menyelamatkan kita dari ketidaktaatan kita! —Elisa Morgan

Allah terkasih, betapa kami membutuhkan penyelamatan-Mu hari ini!

Kematian Yesus di kayu salib telah menyelamatkan kita dari dosa-dosa kita.

Bacaan Alkitab Setahun: 1 Tawarikh 16-18; Yohanes 7:28-53

Saat Pikiranku Terjerat Fantasi Seksual

Oleh Steviani*, Sulawesi Selatan

Ketika aku menulis artikel ini, aku sedang mengevaluasi diriku. Saat aku menoleh ke belakang, aku mendapati kalau hidup yang kujalani dulu bukanlah kehidupan yang berkenan kepada Tuhan. Meski sejak kecil aku sudah ikut sekolah Minggu dan diajar untuk percaya kepada Yesus, tapi itu tidak menjamin bahwa aku bisa mengendalikan diriku dari dosa.

Sepuluh tahun lalu aku menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamatku. Sejak saat itu aku berusaha menghidupi iman percayaku dengan sungguh-sungguh. Aku berdoa, membaca firman Tuhan, juga melayani di gereja. Tapi, ada satu hal dalam hidupku yang sulit aku kendalikan: pikiranku.

Pikiranku begitu mudah tertuju kepada hal-hal yang berbau seksual. Saat aku sedang sendirian, atau ketika ada temanku datang dan mereka menyinggung sedikit saja tentang seks, imajinasiku langsung berkembang. Waktu SMA dulu aku pernah belajar tentang seksualitas dalam pelajaran Biologi, tapi imajinasi yang ada dalam pikiranku bukanlah imajinasi tentang seks yang ilmiah. Pikiranku berisikan fantasi-fantasi seksual.

Mungkin berimajinasi tentang sesuatu yang berbau pornografi terlihat tidak ‘membahayakan’ jika dibandingkan dengan melakukan hubungan seks bebas. Akan tetapi aku ingat bahwa dalam kitab Matius 5:28 Yesus pernah berkata kalau “memandang perempuan serta menginginkannya, sudah berzinah dengan dia di dalam hatinya.” Dari ayat ini, aku mendapati bahwa fantasi seksualku itu merupakan sesuatu yang menjijikkan di hadapan Tuhan.

Meski aku tahu bahwa apa yang kulakukan ini tidak menyenangkan Tuhan, tapi aku merasa sulit sekali untuk melepaskan diriku dari fantasi seksual yang muncul di pikiranku. Berulang kali aku membiarkan diriku jatuh ke dalam kedagingan, memuaskan nafsu di dalam pikiranku. Lama-lama aku lelah. Aku berusaha sekuat tenaga, tapi tetap saja aku jatuh. Aku takut apabila kejatuhanku dalam dosa fantasi seks ini dapat menyeretku kepada perbuatan-perbuatan yang tidak kuinginkan. Hingga suatu ketika, aku mendapati sebuah ayat dari 1 Petrus 1:14-16 yang berkata demikian:

“Hiduplah sebagai anak-anak yang taat dan jangan turuti hawa nafsu yang menguasai kamu pada waktu kebodohanmu, tetapi hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu, sebab ada tertulis: kuduslah kamu, sebab Aku kudus.”

Ayat ini menyentakku. Sebagai anak Tuhan, firman-Nya dengan jelas berkata kalau aku tidak boleh hidup menuruti hawa nafsuku. Tapi aku malah membiarkan hawa nafsu itu menguasai pikiranku dengan anggapan kalau fantasi burukku itu masih jauh lebih baik daripada aku melakukan dosa seksual langsung secara fisik. Namun, kembali Allah menegurku. Gary Inrig dalam bukunya yang berjudul “Pursue Desire” berkata: dosa selalu meyakinkan kita untuk bertindak demi kebaikan kita, sekalipun itu berarti melawan firman Allah. Aku pun tersadar kalau selama ini aku tidak melibatkan Tuhan sungguh-sungguh dalam perjuangan ini. Aku membiarkan dosa mengakar dalam diriku hingga lama-lama aku semakin berkompromi dengan dosa ini.

Dosa tetaplah dosa. Yesus menegaskan bahwa perzinahan bahkan sudah dilakukan ketika hawa nafsu itu baru muncul di pikiran, dan bila aku membiarkan pikiranku terus menerus berimajinasi tentang seks, maka artinya aku tidak benar-benar mengindahkan apa yang diajarkan oleh Tuhan Yesus dan mengabaikan pengorbanan-Nya di kayu salib.

Saat itu aku berdoa, memohon ampun, dan meminta supaya Tuhan memimpin langkahku untuk keluar dari jeratan dosa ini. Aku sadar bahwa aku adalah manusia yang lemah, mudah jatuh ke dalam dosa. Aku butuh pegangan yang kuat, yaitu Allah sendiri. Salah satu strategi yang kulakukan adalah belajar mengisi pikiranku dengan hal-hal yang positif, seperti yang Rasul Paulus katakan:

“Jadi akhirnya, saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu” (Filipi 4:8).

Ketika teman-temanku mulai berbicara sesuatu yang berhubungan seks, aku menjauhkan diri sejenak dari obrolan mereka. Kalau aku sedang sendiri, aku berusaha tidak melamun dan menyibukkan diriku dengan aktivitas lainnya seperti membaca buku, Alkitab ataupun berdoa.

Sekarang, aku tidak lagi mudah terjatuh ke dalam dosa tersebut. Semua karena anugerah-Nya. Ketika aku mengakui dosa-dosaku, menyesal, dan berkomitmen untuk bertobat di hadapan-Nya, maka Allah akan memampukanku untuk melakukannya.

*Bukan nama sebenarnya

Baca Juga:

Sungguh, Allah Kita Mahaagung!

Suatu hari, kami belajar tentang Human Genome Project, atau Proyek Genom Manusia. Para peneliti membutuhkan waktu 13 tahun untuk memecahkan keseluruhan informasi genetik manusia yang rumit. Tapi kemudian kusadari bahwa ada sesuatu yang jauh lebih mengagumkan.

Doa Pengampunan

Senin, 21 Mei 2018

Doa Pengampunan

Baca: Lukas 6:27-36

6:27 “Tetapi kepada kamu, yang mendengarkan Aku, Aku berkata: Kasihilah musuhmu, berbuatlah baik kepada orang yang membenci kamu;

6:28 mintalah berkat bagi orang yang mengutuk kamu; berdoalah bagi orang yang mencaci kamu.

6:29 Barangsiapa menampar pipimu yang satu, berikanlah juga kepadanya pipimu yang lain, dan barangsiapa yang mengambil jubahmu, biarkan juga ia mengambil bajumu.

6:30 Berilah kepada setiap orang yang meminta kepadamu; dan janganlah meminta kembali kepada orang yang mengambil kepunyaanmu.

6:31 Dan sebagaimana kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah juga demikian kepada mereka.

6:32 Dan jikalau kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah jasamu? Karena orang-orang berdosapun mengasihi juga orang-orang yang mengasihi mereka.

6:33 Sebab jikalau kamu berbuat baik kepada orang yang berbuat baik kepada kamu, apakah jasamu? Orang-orang berdosapun berbuat demikian.

6:34 Dan jikalau kamu meminjamkan sesuatu kepada orang, karena kamu berharap akan menerima sesuatu dari padanya, apakah jasamu? Orang-orang berdosapun meminjamkan kepada orang-orang berdosa, supaya mereka menerima kembali sama banyak.

6:35 Tetapi kamu, kasihilah musuhmu dan berbuatlah baik kepada mereka dan pinjamkan dengan tidak mengharapkan balasan, maka upahmu akan besar dan kamu akan menjadi anak-anak Allah Yang Mahatinggi, sebab Ia baik terhadap orang-orang yang tidak tahu berterima kasih dan terhadap orang-orang jahat.

6:36 Hendaklah kamu murah hati, sama seperti Bapamu adalah murah hati.”

Kasihilah musuhmu, berbuatlah baik kepada orang yang membenci kamu; mintalah berkat bagi orang yang mengutuk kamu; berdoalah bagi orang yang mencaci kamu. —Lukas 6:27-28

Doa Pengampunan

Pada tahun 1960, Ruby Bridges yang berusia enam tahun adalah murid Afrika-Amerika pertama yang masuk ke sekolah dasar negeri yang dikhususkan untuk siswa berkulit putih di wilayah selatan Amerika Serikat. Setiap hari selama berbulan-bulan, petugas pengamanan khusus mengantar Ruby melewati sekelompok orangtua yang marah, mengutuk, mengancam, dan mengejeknya. Setelah tiba dengan aman di kelas, Ruby belajar seorang diri bersama Barbara Henry, satu-satunya guru yang bersedia mengajarnya sementara orangtua mencegah anak-anak mereka belajar bersama Ruby.

Psikolog anak, Robert Coles, bertemu Ruby selama beberapa bulan untuk membantunya mengatasi rasa takut dan stres. Coles takjub mengetahui doa yang diucapkan Ruby setiap hari saat pergi ke sekolah dan pulang ke rumah. “Tuhan, ampuni mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat” (lihat Luk. 23:34).

Kata-kata Yesus yang diucapkan dari atas salib jauh lebih kuat daripada kebencian dan ejekan yang ditujukan kepada-Nya. Dalam saat-saat yang paling menyiksa dalam hidup-Nya, Tuhan kita menunjukkan respons radikal yang pernah Dia ajarkan kepada para pengikut-Nya, “Kasihilah musuhmu, berbuatlah baik kepada orang yang membenci kamu; mintalah berkat bagi orang yang mengutuk kamu; berdoalah bagi orang yang mencaci kamu . . . . Hendaklah kamu murah hati, sama seperti Bapamu adalah murah hati” (Luk. 6:27-28,36).

Sikap yang luar biasa itu hanya mungkin terjadi ketika kita menyadari kasih teragung yang telah Yesus berikan kepada kita—kasih yang lebih kuat bahkan dari kebencian terbesar sekalipun.

Ruby Bridges meneladankannya bagi kita. —David C. McCasland

Bapa, Engkau telah mengampuni kami dengan murah hati. Tolonglah kami hari ini untuk mengampuni orang yang telah bersalah kepada kami.

Mintalah berkat bagi orang yang mengutuk kamu dan berdoalah bagi orang yang mencacimu.

Bacaan Alkitab Setahun: 1 Tawarikh 13-15; Yohanes 7:1-27

Komunitas Baru

Minggu, 20 Mei 2018

Komunitas Baru

Baca: Kisah Para Rasul 2:1-12, 42-47

2:1 Ketika tiba hari Pentakosta, semua orang percaya berkumpul di satu tempat.

2:2 Tiba-tiba turunlah dari langit suatu bunyi seperti tiupan angin keras yang memenuhi seluruh rumah, di mana mereka duduk;

2:3 dan tampaklah kepada mereka lidah-lidah seperti nyala api yang bertebaran dan hinggap pada mereka masing-masing.

2:4 Maka penuhlah mereka dengan Roh Kudus, lalu mereka mulai berkata-kata dalam bahasa-bahasa lain, seperti yang diberikan oleh Roh itu kepada mereka untuk mengatakannya.

2:5 Waktu itu di Yerusalem diam orang-orang Yahudi yang saleh dari segala bangsa di bawah kolong langit.

2:6 Ketika turun bunyi itu, berkerumunlah orang banyak. Mereka bingung karena mereka masing-masing mendengar rasul-rasul itu berkata-kata dalam bahasa mereka sendiri.

2:7 Mereka semua tercengang-cengang dan heran, lalu berkata: “Bukankah mereka semua yang berkata-kata itu orang Galilea?

2:8 Bagaimana mungkin kita masing-masing mendengar mereka berkata-kata dalam bahasa kita sendiri, yaitu bahasa yang kita pakai di negeri asal kita:

2:9 kita orang Partia, Media, Elam, penduduk Mesopotamia, Yudea dan Kapadokia, Pontus dan Asia,

2:10 Frigia dan Pamfilia, Mesir dan daerah-daerah Libia yang berdekatan dengan Kirene, pendatang-pendatang dari Roma,

2:11 baik orang Yahudi maupun penganut agama Yahudi, orang Kreta dan orang Arab, kita mendengar mereka berkata-kata dalam bahasa kita sendiri tentang perbuatan-perbuatan besar yang dilakukan Allah.”

2:12 Mereka semuanya tercengang-cengang dan sangat termangu-mangu sambil berkata seorang kepada yang lain: “Apakah artinya ini?”

2:42 Mereka bertekun dalam pengajaran rasul-rasul dan dalam persekutuan. Dan mereka selalu berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa.

2:43 Maka ketakutanlah mereka semua, sedang rasul-rasul itu mengadakan banyak mujizat dan tanda.

2:44 Dan semua orang yang telah menjadi percaya tetap bersatu, dan segala kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama,

2:45 dan selalu ada dari mereka yang menjual harta miliknya, lalu membagi-bagikannya kepada semua orang sesuai dengan keperluan masing-masing.

2:46 Dengan bertekun dan dengan sehati mereka berkumpul tiap-tiap hari dalam Bait Allah. Mereka memecahkan roti di rumah masing-masing secara bergilir dan makan bersama-sama dengan gembira dan dengan tulus hati,

2:47 sambil memuji Allah. Dan mereka disukai semua orang. Dan tiap-tiap hari Tuhan menambah jumlah mereka dengan orang yang diselamatkan.

Semua orang yang telah menjadi percaya tetap bersatu, dan segala kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama. —Kisah Para Rasul 2:44

Komunitas Baru

Teman saya, Carrie, mempunyai putri berusia lima tahun, Maija. Maija suka bermain dengan cara yang menarik, yakni dengan mencampur boneka-boneka dari beragam permainan menjadi suatu komunitas baru. Di dunia imajinasinya, semua boneka itu saling memiliki. Boneka-boneka itu adalah miliknya. Ia yakin semua boneka itu merasa paling senang saat berkumpul bersama, meskipun ukuran dan bentuk mereka berbeda-beda.

Kreativitas Maija mengingatkan saya tentang maksud Allah bagi gereja. Pada hari Pentakosta, penulis Lukas berkata, “Waktu itu di Yerusalem diam orang-orang Yahudi yang saleh dari segala bangsa di bawah kolong langit” (Kis. 2:5). Meski mereka berbeda budaya dan bahasa, kedatangan Roh Kudus menjadikan mereka suatu komunitas baru: gereja. Sejak saat itu, mereka dijadikan satu tubuh, disatukan oleh kematian dan kebangkitan Yesus Kristus.

Para pemimpin dari satu tubuh yang baru itu merupakan sekelompok orang yang dipersatukan Yesus selama Dia berada di bumi, yakni murid-murid-Nya. Jika Yesus tidak pernah mempersatukan mereka, kemungkinan besar mereka tidak akan pernah bersatu. Dan sekarang lebih banyak orang—“kira-kira tiga ribu jiwa” (Kis. 2:41)—telah menjadi pengikut Kristus. Syukur kepada Roh Kudus, orang-orang yang dahulu terpisah kini menjadi sekelompok orang yang menganggap “segala kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama” (ay.44). Mereka bersedia membagikan apa saja yang mereka miliki kepada satu sama lain.

Roh Kudus terus menjembatani kesenjangan antara berbagai kelompok manusia yang berbeda-beda. Kita mungkin tidak selalu akur, juga tidak selalu dapat memahami satu sama lain. Namun, sebagai umat percaya di dalam Kristus, kita saling memiliki. —Linda Washington

Tuhan Yesus, terima kasih karena Engkau telah mati bagi kami dan menyatukan kami menjadi satu umat di dalam gereja.

Roh Kudus mengubah “kami” dan “mereka” menjadi “kita”.

Bacaan Alkitab Setahun: 1 Tawarikh 10-12; Yohanes 6:45-71

Seandainya

Sabtu, 19 Mei 2018

Seandainya

Baca: Daniel 3:8-18

3:8 Pada waktu itu juga tampillah beberapa orang Kasdim menuduh orang Yahudi.

3:9 Berkatalah mereka kepada raja Nebukadnezar: “Ya raja, kekallah hidup tuanku!

3:10 Tuanku raja telah mengeluarkan titah, bahwa setiap orang yang mendengar bunyi sangkakala, seruling, kecapi, rebab, gambus, serdam dan berbagai-bagai jenis bunyi-bunyian, harus sujud menyembah patung emas itu,

3:11 dan bahwa siapa yang tidak sujud menyembah, akan dicampakkan ke dalam perapian yang menyala-nyala.

3:12 Ada beberapa orang Yahudi, yang kepada mereka telah tuanku berikan pemerintahan atas wilayah Babel, yakni Sadrakh, Mesakh dan Abednego, orang-orang ini tidak mengindahkan titah tuanku, ya raja: mereka tidak memuja dewa tuanku dan tidak menyembah patung emas yang telah tuanku dirikan.”

3:13 Sesudah itu Nebukadnezar memerintahkan dalam marahnya dan geramnya untuk membawa Sadrakh, Mesakh dan Abednego menghadap. Setelah orang-orang itu dibawa menghadap raja,

3:14 berkatalah Nebukadnezar kepada mereka: “Apakah benar, hai Sadrakh, Mesakh dan Abednego, bahwa kamu tidak memuja dewaku dan tidak menyembah patung emas yang kudirikan itu?

3:15 Sekarang, jika kamu bersedia, demi kamu mendengar bunyi sangkakala, seruling, kecapi, rebab, gambus, serdam dan berbagai-bagai jenis bunyi-bunyian, sujudlah menyembah patung yang kubuat itu! Tetapi jika kamu tidak menyembah, kamu akan dicampakkan seketika itu juga ke dalam perapian yang menyala-nyala. Dan dewa manakah yang dapat melepaskan kamu dari dalam tanganku?”

3:16 Lalu Sadrakh, Mesakh dan Abednego menjawab raja Nebukadnezar: “Tidak ada gunanya kami memberi jawab kepada tuanku dalam hal ini.

3:17 Jika Allah kami yang kami puja sanggup melepaskan kami, maka Ia akan melepaskan kami dari perapian yang menyala-nyala itu, dan dari dalam tanganmu, ya raja;

3:18 tetapi seandainya tidak, hendaklah tuanku mengetahui, ya raja, bahwa kami tidak akan memuja dewa tuanku, dan tidak akan menyembah patung emas yang tuanku dirikan itu.”

Allah kami yang kami puja sanggup melepaskan kami . . . dari perapian yang menyala-nyala itu . . . tetapi seandainya tidak, hendaklah tuanku mengetahui, ya raja, bahwa kami tidak akan memuja dewa tuanku. —Daniel 3:17-18

Seandainya

Adakalanya masalah seakan menerjang hidup kita. Di lain kesempatan, mukjizat terjadi dalam hidup kita.

Tiga pemuda yang berada dalam pembuangan di Babel dihadapkan dengan raja yang menakutkan dari negeri itu. Dalam keadaan itu, mereka dengan berani menyatakan bahwa apa pun yang terjadi, mereka tidak akan menyembah patung emas raksasa yang menjulang di depan mereka. Bersama-sama mereka menyatakan, “Jika Allah kami yang kami puja sanggup melepaskan kami, maka Ia akan melepaskan kami dari perapian yang menyala-nyala itu, dan dari dalam tanganmu, ya raja; tetapi seandainya tidak, hendaklah tuanku mengetahui, ya raja, bahwa kami tidak akan . . . menyembah patung emas yang tuanku dirikan itu” (Dan. 3:17-18).

Ketiga pemuda itu—Sadrakh, Mesakh, Abednego—akhirnya dilemparkan ke dalam perapian yang menyala-nyala. Namun, Allah secara ajaib melepaskan mereka sehingga tak sehelai pun rambut mereka yang hangus dan pakaian mereka pun tidak berubah, bahkan bau kebakaran pun tidak ada (ay.19-27). Mereka sudah siap menghadapi kematian tetapi kepercayaan mereka kepada Allah tetap tidak tergoyahkan—bahkan “seandainya” Allah tidak menyelamatkan mereka.

Allah ingin kita terus bergantung kepada-Nya—bahkan seandainya orang yang kita kasihi tidak mengalami kesembuhan, bahkan seandainya kita kehilangan pekerjaan, bahkan seandainya kita dianiaya. Terkadang Allah menyelamatkan kita dari marabahaya dalam hidup ini, tetapi adakalanya juga tidak. Namun, kita dapat memegang teguh kebenaran ini: “Allah [kita] yang [kita] puja sanggup,” dan Dia mengasihi serta menyertai kita di setiap pencobaan, di setiap seandainya. —Alyson Kieda

Tuhan, kami mengasihi-Mu! Berilah kami iman yang tak tergoyahkan—dan kekuatan serta pengharapan hari demi hari—untuk situasi apa pun yang kami hadapi.

Allah sanggup.

Bacaan Alkitab Setahun: 1 Tawarikh 7-9; Yohanes 6:22-44