Sebuah Aib yang Diubah Allah Menjadi Berkat

Oleh Charles Christian, Jakarta

Isai memperanakkan raja Daud. Daud memperanakkan Salomo dari isteri Uria.” (Matius 1:6)

Aku pernah dengar sebuah pernyataan berikut, “Orang yang belum melupakan kesalahan orang yang diampuninya belum sungguh-sungguh mengampuninya.” Menurut mereka yang setuju dengan pernyataan tersebut, pengampunan yang sejati harus ditunjukkan dengan kita melupakan kesalahannya dan tidak mengungkit-ungkitnya lagi.

Meskipun tidak sepenuhnya, aku setuju dengan sebagian pernyataan itu. Karena aku melihat banyak orang yang katanya sudah mengampuni seseorang, tapi ketika dia disakiti lagi, dia kembali mengungkit masalah lama dan memojokkan orang yang menyakitinya dengan perkara yang sebelumnya dia katakan sudah dia ampuni. Menurutku, dia belum dengan tulus hati mengampuni. Maka saat itu kupikir benar bahwa orang yang sudah mengampuni haruslah melupakan. Bahasa kerennya, forgive and forget. Tapi pandangan itu berubah ketika aku membaca sebuah ayat di Alkitab.

Kebanyakan orang Kristen tentu tahu tentang kisah kejatuhan Raja Daud. Bagaimana dia berzinah dengan istri panglimanya sendiri, dan bagaimana dia membunuh sang panglima itu untuk menutupi kesalahannya. Nama panglima malang itu adalah Uria.

Kisah selanjutnya juga tentu tidak asing bagi kita. Bagaimana Daud menyesal akan dosa-dosa yang dilakukannya, bagaimana Allah menghukum dia dengan mengambil nyawa anaknya, dan bagaimana akhirnya Allah mengampuni dosa-dosanya. Dan, oleh kasih karunia, Allah tetap memilih Daud yang telah begitu berdosa ini untuk menjadi salah satu tokoh dari garis keturunan Yesus. Bahkan, di beberapa bagian, Yesus pun disebut sebagai anak Daud.

Sungguh sebuah kasih karunia yang sangat besar yang Daud alami ketika Allah mengampuninya. Namun, apakah Allah melupakannya?

Jika ada satu dosa yang Daud ingin agar Allah lupakan, aku menebak sangat mungkin itu adalah dosanya ketika berzinah dengan istri Uria. Dosa yang begitu dia sesali.

Beberapa dari kita juga mungkin percaya Allah telah melupakan dosa Daud ini. Apakah kamu percaya juga? Jika ya, maka apa yang tertulis dalam Matius 1:6 bisa menjadi sebuah hal yang mengejutkan dan membuat kita tidak nyaman.

Daud memperanakkan Salomo dari isteri Uria.”

Dari isteri Uria“. Kenapa ketiga kata ini ada di sini? Jika ada tiga kata yang Daud bisa hapuskan dari Alkitab, mungkin tiga kata ini yang akan dia hapuskan. Ketiga kata ini membuka aib Daud yang begitu besar, aib yang telah disesalinya, aib yang dia percaya telah Allah ampuni. Tetapi, ternyata, ketiga kata itu masih muncul di kitab Perjanjian Baru ini.

Siapapun yang membaca ayat ini tentu tahu Daud telah berzinah. Karena dia memperanakkan dari istri orang lain! Mungkin dia bertanya-tanya, kenapa harus tertulis “istri Uria”? Kenapa tidak “Batsyeba” saja yang dituliskan di sana? Kenapa aibnya dibuka ke semua orang? Betapa memalukannya! Sungguhkah Allah telah mengampuni dengan tulus?

Namun, aku percaya itu adalah pikiran Daud dahulu ketika dia belum mengakui dosanya di hadapan Allah. Dia amat takut dosanya diketahui orang, sehingga dia lebih memilih untuk membunuh Uria daripada dosanya itu diketahui Uria.

Tapi, jika ditanya saat ini, aku percaya Daud akan sangat bersyukur ketiga kata itu dicantumkan dalam kitab Matius. Itu bukan lagi sebuah aib baginya, tetapi itu adalah bukti kasih karunia Allah yang luar biasa. Bukti bahwa apa yang Allah berikan kepadanya sebenarnya tidak layak dia terima. Ini mengingatkan dia akan dosa-dosanya yang membuat dia begitu tidak layak di hadapan Allah, tapi toh Allah tetap mengampuninya. Tiada kata lain yang lebih tepat selain KASIH KARUNIA.

Lalu, apakah karena Allah mengingat kesalahan Daud tersebut, itu berarti Allah belum mengampuni dengan tulus? Aku percaya tidak. Allah sudah mengampuni dengan tulus. Aku mungkin salah, tapi aku percaya ketika Allah mengingat aib Daud tersebut, tidak ada lagi murka yang menyala-nyala. Karena Daud sudah diampuni Allah.

Lalu apa tujuan “aib” itu dituliskan? Kembali lagi aku percaya Allah tidak memaksudkan itu ditulis untuk membuka aib Daud, tetapi untuk menunjukkan betapa besar kasih karunia yang telah Daud terima. Allah ingin mengatakan, kasih karunia itu telah diberikan kepada Daud yang telah begitu berdosa, dan kasih karunia itu tersedia juga untuk kita semua. Akuilah segala dosa kita di hadapan-Nya, dan Dia akan mengampuni dosa-dosa kita.

Apakah itu terdengar tidak adil? Apakah itu sepertinya terlalu mudah? Apakah kamu merasa tidak layak menerimanya? Apakah ini terdengar seperti terlalu baik untuk dapat terjadi dan membuat kita begitu mensyukurinya? Namun itulah kasih karunia. Itu diberikan kepada mereka yang tidak layak mendapatkannya. Dan tiada dari kita yang layak mendapatkannya dan dapat mengusahakannya. Itu adalah pemberian Allah.

Jadi, ketika lain kali kamu teringat dosa-dosamu di masa lalu yang telah kamu akui dan sesali, janganlah itu menjatuhkanmu. Syukurilah itu. Allah sedang mengingatkanmu akan betapa besarnya kasih karunia yang telah kamu terima. Bagikanlah kabar baik ini kepada orang-orang di sekitarmu, karena semua orang membutuhkan kasih karunia ini.

Selamat membagikan kabar baik ini. Kisah kasih karunia Allah!

Tuhan memberkati harimu, sobat.

Baca Juga:

Belajar dari Marta: Yang Kita Anggap Terbaik, Kadang Bukanlah yang Terbaik

Kisah Marta menegurku. Seringkali aku bersikap seperti Marta. Aku suka menyibukkan diri supaya bisa memberikan yang terbaik, tapi kenyataannya, itu tidak selalu jadi sesuatu yang terbaik.

Panggilan Terakhir

Senin, 28 Mei 2018

Panggilan Terakhir

Baca: 2 Samuel 1:17-27

1:17 Daud menyanyikan nyanyian ratapan ini karena Saul dan Yonatan, anaknya,

1:18 dan ia memberi perintah untuk mengajarkan nyanyian ini kepada bani Yehuda; itu ada tertulis dalam Kitab Orang Jujur.

1:19 Kepermaianmu, hai Israel, mati terbunuh di bukit-bukitmu! Betapa gugur para pahlawan!

1:20 Janganlah kabarkan itu di Gat, janganlah beritakan itu di lorong-lorong Askelon, supaya jangan bersukacita anak-anak perempuan orang Filistin, supaya jangan beria-ria anak-anak perempuan orang-orang yang tidak bersunat!

1:21 Hai gunung-gunung di Gilboa! jangan ada embun, jangan ada hujan di atas kamu, hai padang-padang pembawa kematian! Sebab di sanalah perisai para pahlawan dilumuri, perisai Saul yang tidak diurapi dengan minyak.

1:22 Tanpa darah orang-orang yang mati terbunuh dan tanpa lemak para pahlawan panah Yonatan tidak pernah berpaling pulang, dan pedang Saul tidak kembali dengan hampa.

1:23 Saul dan Yonatan, orang-orang yang dicintai dan yang ramah, dalam hidup dan matinya tidak terpisah. Mereka lebih cepat dari burung rajawali, mereka lebih kuat dari singa.

1:24 Hai anak-anak perempuan Israel, menangislah karena Saul, yang mendandani kamu dengan pakaian mewah dari kain kirmizi, yang menyematkan perhiasan emas pada pakaianmu.

1:25 Betapa gugur para pahlawan di tengah-tengah pertempuran! Yonatan mati terbunuh di bukit-bukitmu.

1:26 Merasa susah aku karena engkau, saudaraku Yonatan, engkau sangat ramah kepadaku; bagiku cintamu lebih ajaib dari pada cinta perempuan.

1:27 Betapa gugur para pahlawan dan musnah senjata-senjata perang!

Telah gugur para pahlawan bangsa. —2 Samuel 1:27 BIS

Panggilan Terakhir

Setelah mengabdi bagi negaranya selama dua dekade sebagai pilot helikopter, James pulang ke kotanya untuk mengabdi sebagai guru. Namun, karena masih rindu menerbangkan helikopter, ia pun bekerja sebagai tenaga evakuasi medis melalui udara bagi rumah sakit setempat. Ia melakukan tugas itu sampai akhir hidupnya.

Sekarang, tiba saatnya untuk mengucap-kan perpisahan terakhir kepada James. Ketika teman-teman, keluarga, dan rekan kerjanya dalam seragam hadir di sekitar makam almarhum, seorang rekan melakukan panggilan via radio untuk satu misi terakhir. Segera setelah itu, terdengar suara khas baling-baling yang membelah udara. Sebuah helikopter terbang mengelilingi kompleks pemakaman, melayang sebentar memberikan penghormatan terakhir, lalu terbang kembali ke rumah sakit. Semua yang hadir di pemakaman, bahkan anggota militer sekalipun, tak bisa menahan air mata mereka.

Ketika Raja Saul dan putranya, Yonatan, terbunuh dalam pertempuran, Daud menuliskan sebuah elegi (syair dukacita) yang disebut sebagai “nyanyian ratapan” (2Sam. 1:17). “Israel, di bukit-bukitmu, nun di sana gugurlah pahlawan, para putra negara, runtuhlah mereka sebagai bunga bangsa” (ay.19 BIS). Yonatan adalah sahabat sekaligus saudara bagi Daud. Meskipun Daud dan Saul bermusuhan, Daud tetap menghormati Saul dan anaknya. “Ratapilah Saul,” tulis Daud. “Yonatan, hai saudaraku, hatiku pilu” (ay.24,26 BIS).

Mengucapkan salam perpisahan tentu tidak mudah. Namun, bagi mereka yang percaya kepada Tuhan, kenangan itu terasa jauh lebih indah daripada menyedihkan, karena perpisahan tidak akan berlangsung selamanya. Alangkah baiknya bila kita dapat menghormati mereka yang telah melayani sesamanya! —Tim Gustafson

Tuhan, kami berterima kasih kepada-Mu untuk orang-orang yang melayani komunitas mereka di garis depan. Kami memohon kiranya Engkau senantiasa menjaga keselamatan mereka.

Kita menghormati Allah Sang Pencipta ketika kita mengenang jasa-jasa orang yang diciptakan-Nya.

Bacaan Alkitab Setahun: 2 Tawarikh 4-6; Yohanes 10:24-42