Menang Berargumen

Sabtu, 27 Januari 2018

Menang Berargumen

Baca: Pengkotbah 4:17–5:6

4:17 Jagalah langkahmu, kalau engkau berjalan ke rumah Allah! Menghampiri untuk mendengar adalah lebih baik dari pada mempersembahkan korban yang dilakukan oleh orang-orang bodoh, karena mereka tidak tahu, bahwa mereka berbuat jahat.

5:1 Janganlah terburu-buru dengan mulutmu, dan janganlah hatimu lekas-lekas mengeluarkan perkataan di hadapan Allah, karena Allah ada di sorga dan engkau di bumi; oleh sebab itu, biarlah perkataanmu sedikit.

5:2 Karena sebagaimana mimpi disebabkan oleh banyak kesibukan, demikian pula percakapan bodoh disebabkan oleh banyak perkataan.

5:3 Kalau engkau bernazar kepada Allah, janganlah menunda-nunda menepatinya, karena Ia tidak senang kepada orang-orang bodoh. Tepatilah nazarmu.

5:4 Lebih baik engkau tidak bernazar dari pada bernazar tetapi tidak menepatinya.

5:5 Janganlah mulutmu membawa engkau ke dalam dosa, dan janganlah berkata di hadapan utusan Allah bahwa engkau khilaf. Apakah perlu Allah menjadi murka atas ucapan-ucapanmu dan merusakkan pekerjaan tanganmu?

5:6 Karena sebagaimana mimpi banyak, demikian juga perkataan sia-sia banyak. Tetapi takutlah akan Allah.

Janganlah terburu-buru dengan mulutmu, dan janganlah hatimu lekas-lekas mengeluarkan perkataan di hadapan Allah. —Pengkhotbah 5:1

Menang Berargumen

Suatu hari dalam kelas filsafat di sebuah universitas, seorang mahasiswa memberikan komentar yang lumayan kasar terhadap pandangan-pandangan dosennya. Mahasiswa-mahasiswa lain di kelas itu terkejut ketika sang dosen hanya mengucapkan terima kasih dan melanjutkan dengan membahas komentar berikutnya. Ketika ditanya mengapa ia tidak menanggapi mahasiswa yang agresif itu, dosen itu berkata, “Saya sedang melatih diri untuk tidak perlu menang berargumen.”

Pengajar itu mengasihi dan menghormati Allah, dan ia ingin menunjukkan sikap rendah hati di hadapan orang lain sebagai wujud dari kasihnya kepada Allah. Kata-katanya mengingatkan saya pada seorang pengajar lain dari zaman lampau—sang penulis kitab Pengkhotbah. Meskipun tidak sedang membahas cara menghadapi orang yang marah, ia mengatakan bahwa ketika hendak beribadah kepada Tuhan, kita harus menjaga langkah kita dan “menghampiri untuk mendengar” daripada terburu-buru dengan mulut kita dan hati kita terlalu cepat mengeluarkan perkataan. Dengan demikian, kita mengakui bahwa Allah adalah Tuhan dan kita adalah manusia ciptaan-Nya (Pkh. 4:17–5:1).

Bagaimana cara Anda menghampiri Allah? Jika Anda merasa bahwa sikap Anda masih perlu dibenahi, cobalah meluangkan waktu untuk memikirkan tentang keagungan dan kebesaran Tuhan. Saat kita merenungkan hikmat, kuasa, dan kehadiran-Nya yang tidak pernah berakhir, kita akan dibuat kagum oleh kasih-Nya yang melimpah ruah bagi kita. Dengan sikap rendah hati di hadapan Allah seperti itu, keinginan untuk menang berargumen pun sirna. —Amy Boucher Pye

Ya Tuhan Allah, aku ingin menghormati-Mu dan sekarang aku bersujud di hadapan-Mu dalam keheningan. Ajarilah aku berdoa dan mendengarkan-Mu.

Kita menghormati Allah dengan menjaga ucapan kita.

Bacaan Alkitab Setahun: Keluaran 16–18; Matius 18:1-20

Desain gambar oleh WarungSaTeKaMu & Claudia Rachel

Artikel Terkait:

Bebas dari Kebiasaan Buruk

Bagikan Konten Ini
45 replies
  1. agusti lim
    agusti lim says:

    Tuhan, kurindu dengan mulut ini selalu memuji Engkau, mengeluarkan kata2 berkat yang membangun.

  2. risma simbolon
    risma simbolon says:

    Amin.Tks Tuhan biarlah hatiku dan mulutku boleh terjaga dari hal2 buruk oleh pertolonganMu. Amin.

  3. Joshua Michael
    Joshua Michael says:

    Tuhan, aku tidak ingin terlalu buru-buru dalam bertindak maupun berkata-kata.. Biarlah sikapku memancarkan kemuliaanMu tiap hari.. Amin

  4. Joko Selamat
    Joko Selamat says:

    maaf sepertinya saya kurang sependapat dengan artikel di atas. Jika ketika ada orang yg bertanya kepada kita tentang pemikiran apa yg kita ungkapkan, lalu kita hanya menjawab Terima Kasih? itu sama saja mensejajarkan kita dengan pengemis di lampu merah kemudian orang menolak dengan kata maaf ya? kalau cara seperti ini dibuat dalam pelayanan Kristen bisa hanya puluhan orang aja yg bisa masuk sorga. Coba bayangkan bagaimana akhir hidup 12 murid-murid Tuhan Yesus yg memperjuangkan ajaran Tuhan Yesus, mereka mati dilempari, mereka mati dibunuh. Kepala Yohanes pembabtis dipenggal dibuat di talam. Tidak ada sekalipun keluar dari mulut-mulut murid-murid Tuhan Yesus ketika bertemu orang-orang ahli taurat yg berusaha menentang dengan kata terima kasih. Tapi mereka berusaha mati-matian memperjuangkan pelayanan firman Tuhan. Saya kurang sependapat dengan artikel di atas,

Bagikan Komentar Kamu

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *