Menjadi Manusia

Sabtu, 25 November 2017

Menjadi Manusia

Baca: 1 Petrus 2:11-17; 3:8-9

2:11 Saudara-saudaraku yang kekasih, aku menasihati kamu, supaya sebagai pendatang dan perantau, kamu menjauhkan diri dari keinginan-keinginan daging yang berjuang melawan jiwa.

2:12 Milikilah cara hidup yang baik di tengah-tengah bangsa-bangsa bukan Yahudi, supaya apabila mereka memfitnah kamu sebagai orang durjana, mereka dapat melihatnya dari perbuatan-perbuatanmu yang baik dan memuliakan Allah pada hari Ia melawat mereka.

2:13 Tunduklah, karena Allah, kepada semua lembaga manusia, baik kepada raja sebagai pemegang kekuasaan yang tertinggi,

2:14 maupun kepada wali-wali yang diutusnya untuk menghukum orang-orang yang berbuat jahat dan menghormati orang-orang yang berbuat baik.

2:15 Sebab inilah kehendak Allah, yaitu supaya dengan berbuat baik kamu membungkamkan kepicikan orang-orang yang bodoh.

2:16 Hiduplah sebagai orang merdeka dan bukan seperti mereka yang menyalahgunakan kemerdekaan itu untuk menyelubungi kejahatan-kejahatan mereka, tetapi hiduplah sebagai hamba Allah.

2:17 Hormatilah semua orang, kasihilah saudara-saudaramu, takutlah akan Allah, hormatilah raja!

3:8 Dan akhirnya, hendaklah kamu semua seia sekata, seperasaan, mengasihi saudara-saudara, penyayang dan rendah hati,

3:9 dan janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan, atau caci maki dengan caci maki, tetapi sebaliknya, hendaklah kamu memberkati, karena untuk itulah kamu dipanggil, yaitu untuk memperoleh berkat. Sebab:

Hendaklah kamu semua seia sekata, seperasaan, mengasihi saudara-saudara, penyayang dan rendah hati. —1 Petrus 3:8

Menjadi Manusia

Ketika diminta untuk mendefinisikan perannya dalam suatu komunitas yang terkadang tidak taat pada hukum, seorang pejabat polisi tidak mengandalkan pangkat atau jabatannya sebagai penegak hukum. Sebaliknya ia menjawab, “Kami hanyalah manusia yang melayani sesama manusia yang sedang mengalami krisis.”

Kerendahan hatinya—lewat pernyataannya bahwa ia setara dengan sesamanya—mengingatkan saya pada kata-kata Petrus dalam tulisannya kepada orang Kristen abad pertama yang menderita di bawah penganiayaan Romawi. Petrus memerintahkan mereka: “Hendaklah kamu semua seia sekata, seperasaan, mengasihi saudara-saudara, penyayang dan rendah hati” (1Ptr. 3:8). Mungkin Petrus bermaksud mengatakan bahwa respons terbaik kepada orang lain yang sedang mengalami krisis adalah dengan menjadi sesama bagi mereka, menyadari bahwa kita semua sama. Bukankah itu juga yang dilakukan Allah ketika Dia mengutus Anak-Nya menjadi manusia demi menolong kita? (Flp. 2:7).

Jika hanya melihat ke dalam lubuk hati kita yang berdosa, mungkin kita cenderung merendahkan martabat kita sendiri sebagai manusia. Namun, apa yang terjadi apabila kita menyadari bahwa kemanusiaan kita adalah bagian dari persembahan diri kita selama hidup di dunia? Yesus mengajar kita bagaimana menjalani hidup seutuhnya sebagai manusia, sebagai hamba-hamba yang mengakui bahwa sesungguhnya kita semua sama. Kita diciptakan sebagai “manusia”, dijadikan menurut gambar-Nya dan ditebus dengan kasih-Nya yang tak bersyarat.

Saat ini, kita pasti bertemu dengan orang-orang dalam pergumulan mereka masing-masing. Bayangkan betapa luar biasanya pengaruh yang kita berikan sekiranya kita, sebagai manusia, dengan rendah hati melayani sesama kita yang sedang mengalami krisis. —Elisa Morgan

Bapa, tolonglah kami untuk bersikap rendah hati dalam hubungan kami dengan orang lain dan memandang mereka sebagai sesama manusia.

Kerendahan hati adalah buah dari pengenalan akan Allah dan diri sendiri.

Bacaan Alkitab Setahun: Yehezkiel 24-26; 1 Petrus 2