Pergumulanku Sebagai Seorang Perempuan Biseksual

Oleh H.Y., Singapura
Ilustrasi oleh Emilia Ting
Artikel asli dalam bahasa Inggris: Turning Away From My Bisexual Desires

Kali pertama aku menyukai seseorang adalah ketika aku berusia 14 tahun. Seingatku, dia yang kusukai itu usianya lebih tua dariku. Dia tidak terlalu cantik, tapi warna kulitnya kecoklatan, lesung pipinya terlihat lucu apabila dia tersenyum, dan dia juga cakap berolahraga.

Tapi, ada satu masalahnya: aku juga seorang perempuan.

Beberapa tahun kemudian, barulah aku menyadari bahwa aku tertarik kepada laki-laki dan perempuan—sebelumnya aku juga pernah menyukai beberapa laki-laki. Tapi, entah mengapa ketertarikanku kepada perempuan terasa lebih kuat. Keadaan ini membuatku bergumul dengan apa yang kurasakan. Aku merasa bingung dan tak mampu memahami hal ini. Ketika semua teman-teman perempuanku berbicara tentang para lelaki yang mereka sukai, mengapa aku berbeda?

Pada mulanya, aku berusaha meyakinkan diriku bahwa apa yang kurasakan itu hanyalah sekadar bentuk kekagumanku kepada sesama perempuan, bukan perasaan cinta. “Dia lebih keren daripada aku, mungkin aku ingin menjadi seperti dia,” pikirku. Aku menyangkal diri dan menolak mengakui fakta bahwa aku menyukai perempuan.

Namun, seiring waktu berlalu, aku menyadari bahwa aku mencari semakin banyak kesempatan untuk melihat atau berbicara lebih banyak dengan si “dia” yang kusuka. Tanpa alasan yang jelas, aku berjalan melewati ruangan kelasnya, atau bersama teman-temanku, aku berusaha mendekati dia dan kelompoknya saat waktu istirahat berlangsung.

Waktu itu perasaan ini terasa asing buatku. Aku merasa bergumul sendirian karena aku tidak menemukan teman-teman lain yang juga memiliki pergumulan serupa denganku. Gerakan komunitas LGBT waktu itu belum terlalu muncul, dan tidak banyak dari mereka yang mau menampilkan diri di muka publik. Sampai saat ini pun aku masih takut untuk menceritakan bagaimana perasaanku sesungguhnya. Kedua orangtuaku tidak mengetahui bahwa aku mengalami ketertarikan baik kepada lawan jenis maupun sesama jenis.

Akan tetapi, di tengah kebingunganku, ada satu hal yang pasti, yaitu apa yang Alkitab katakan tentang homoseksualitas. Aku tumbuh besar di keluarga Kristen dan rajin mengikuti sekolah Minggu dan persekutuan pemuda. Pendeta di gerejaku berbicara terus terang tentang apa yang disebut Alkitab sebagai sesuatu yang “tidak saleh”. Meskipun aku tidak dapat mengingat dengan pasti khotbah-khotbah dengan topik seperti ini, aku tahu bahwa homoseksualitas bukanlah sesuatu yang Tuhan maksudkan untuk umat manusia.

Imamat 18:22 dengan jelas menegaskan: “Janganlah engkau tidur dengan laki-laki secara orang bersetubuh dengan perempuan, karena itu suatu kekejian.” Melalui Alkitab, Tuhan dengan jelas menyatakan bahwa laki-laki dan perempuan diciptakan untuk menjalin relasi seksual yang terjadi dalam sebuah pernikahan (Markus 10:6-9).

Kita juga diminta untuk “menghindari percabulan” dan memuliakan Allah dengan tubuh kita yang adalah bait-Nya (1 Korintus 6:17-20). Dengan demikian, aku tahu bahwa tindakan homoseksual bertentangan dengan kehendak Allah dan aku harus berhenti memelihara perasaan suka kepada sesama jenis.

Pada mulanya, aku merasa bingung dan bertanya-tanya kepada Tuhan mengapa Dia menganggap homoseksualitas sebagai sesuatu yang salah. Jika itu salah, mengapa Dia menciptakan aku untuk merasakan ketertarikan kepada sesama dan lawan jenis? Mengapa Dia tidak membuatku “normal” saja?

Di tahun ini usiaku akan menginjak 20 tahun dan aku masih bergumul dengan perasaanku. Aku tidak dapat berkata bahwa aku sudah sepenuhnya bebas dari perasaan ini. Faktanya, aku masih sangat bergumul. Tidak ada satu hari pun di mana aku tidak mengingat bahwa aku tertarik kepada sesama dan lawan jenis.

Orang-orang yang menarik perhatianku ada di sekitarku, baik itu perempuan-perempuan cantik, atau para lelaki ganteng. Penampilan mereka masih mencuri pandanganku dan aku masih tergoda untuk berfantasi tentang bagaimana rasanya bila bersama-sama dengan mereka.

Aku masih terus berjuang. Aku tidak tahu banyak tentang topik ini, tapi setelah membaca banyak artikel Kristen dan merefleksikannya dalam perjalanan hidupku, inilah tiga hal yang membantu mengingatkan dan menguatkanku dalam pergumulanku ini:

1. Mantapkan identitas diriku di dalam Kristus

Aku harus mengakui bahwa penerimaan yang semakin meningkat terhadap individu-individu LGBT di masyarakat dan seruan untuk merangkul LGBT sebagai identitas asli mereka itu sungguh menggoda. Akan tetapi, sebagai seorang Kristen, aku ingat bahwa pertama-tama dan terutama, aku adalah pengikut Kristus, bukan pengikut manusia atau diriku sendiri.

Sekali kita mendapatkan identitas yang sejati, yang lain tak lagi penting. Sejak aku menyadari bahwa identitasku sesungguhnya adalah anak Allah dan bukan seorang biseksual, aku tidak lagi mudah untuk dipengaruhi oleh perasaan-perasaaanku. Yesus datang dan mati untuk menebus dosaku dan memberiku hidup yang baru. Identitasku di dalam Kristuslah yang mampu mengalahkan perasaan-perasaanku. Oleh karena itu, aku tidak pernah merasakan benar-benar perlu untuk menjadikan perasaanku sebagai suatu kebanggaan untuk ditampilkan ke publik.

Dengan menyadari bahwa identitasku ada dalam Kristus, sekarang aku memiliki kuasa untuk melawan dosa. Harus kuakui, meskipun sulit untuk melakukannya, aku memiliki kemampuan untuk memilih bertindak selayaknya seorang anak Allah, dan bukan bertindak berdasarkan hasratku.

2. Usahaku sendiri tak akan mampu melawan tiap godaan

Tentu saja aku harus mengambil langkah-langkah yang aktif dan nyata untuk menjaga diriku dari jatuh ke dalam dosa. Aku mencegah diriku untuk bertemu dengan orang-orang yang mungkin bisa menyebabkan perasaan suka kepada sesama jenisku meningkat. Di Instagram, aku juga mengikuti akun-akun yang bisa berdampak buruk buatku.

Akan tetapi, cara-cara ini saja tidaklah cukup. Bersyukur, kita memiliki Allah. Ketika kita berseru kepada-Nya dalam doa, Dia mendengar kita. Matius 26:41 memberitahu kita untuk berjaga-jaga dan berdoa supaya kita jangan jatuh ke dalam pencobaan.

Yesus mengingatkan kita bahwa meskipun “roh adalah penurut, tetapi daging lemah”. Kita adalah manusia biasa yang bisa dengan mudah terjerat oleh dosa. Oleh karena itu, kita membutuhkan kekuatan yang lebih besar untuk bisa lepas dari dosa. Kekuatan itu hanya bisa didapat di dalam Kristus saja.

Ketika aku dicobai, aku belajar untuk berdoa dan menyerahkan hasrat-hasrat berdosaku kepada Allah. Aku berseru kepada-Nya dan memohon kekuatan dari-Nya supaya aku dapat taat. Kadang-kadang, aku mengambil waktu untuk berdiam diri dan berdoa memohon pertobatan. Aku meminta kepada-Nya supaya aku diberikan kekuatan untuk melawan setiap pencobaan.

3. Tuhan disenangkan ketika aku taat

Memalingkan diri dari sesuatu yang kita anggap begitu wajar bukanlah hal yang mudah. Aku menolak dosa bukan karena semata-mata aku tahu bahwa Alkitab mengatakan itu salah. Tetapi, karena aku tahu bahwa Bapa disenangkan ketika aku menaati-Nya.

Sebenarnya, Allah lebih berkenan kepada ketaatan kita daripada persembahan dan pelayanan kita (1 Samuel 15:22). Ketika kita taat, kita menyembah Dia dan menunjukkan kasih kita kepada-Nya (1 Yohanes 5:3). Kebenaran inilah yang memotivasi aku untuk taat kepada Allah.

Seperti orang-orang Kristen lainnya yang mungkin sedang berjuang dengan biseksualitas, aku berharap Tuhan akan menyingkirkan perasaan ini seutuhnya supaya hidupku dapat berjalan dengan lebih mudah dan aku tidak perlu berjuang untuk berpaling dari godaan.

Akan tetapi, aku percaya bahwa aku akan benar-benar dipulihkan dan tanpa cacat cela hanya ketika aku bertemu dengan Allah di surga dan segala dosa tak lagi melekat padaku. Saat ini, Allah memberikan kekuatan kepada anak-anak-Nya untuk melawan setiap cobaan dan menang atas dosa (1 Korintus 10:13). Dosa bukanlah tuan kita (Roma 6:14) dan kita dapat memilih untuk tidak lagi diperbudak oleh dosa (Roma 6:6). Kita bisa memilih Yesus daripada dosa.

Suatu hari, aku akan mendengar Allah Bapa berkata: “Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia” (Matius 25:21). Aku menantikan hari itu, hari ketika segala pengorbananku di dunia akan menjadi bermakna.

Baca Juga:

Pelajaran Berharga dari Skripsi yang Tak Kunjung Usai

Ketika aku masih menjadi mahasiswa tingkat akhir, aku menganggap skripsi sebagai momok yang begitu menakutkan. Tatkala teman-teman seangkatanku begitu bersemangat untuk segera lulus, aku malah membiarkan waktuku selama satu semester pertama terbuang percuma tanpa hasil apapun.

Bagikan Konten Ini
12 replies
  1. Bowo
    Bowo says:

    Artikel yg sangat memberkati. Sungguh bkn suatu kebetulan utk ku dapat menemukan artikel ini. Mungkin Tuhan sdg ingin menegurku melalui sharing-an ini. Aku jg sama seperti kamu, penulis. Aku memiliki ketertarikan dng lawan jenis & sesama jenis. Kita jg sama2 berada di level yg sama, yaitu SSA. But, di level manapun itu, aku setuju dng penulis, LGBT itu suatu kekejian bagi Allah. Sama seperti penulis, saat ini aku jg sdg berjuang dan harus kuakui, perjuangan utk dapat lepas dari dosa ini sangat susah. Sama seperti penulis, aku msh ngebet sama lawan jenis. Aku masih punya keinginan untuk pacaran, lalu menikah dengan lawan jenis. Tapi di sisi lain, aku merasakan sebuah perasaan tak wajar yg entah muncul dari mana (aku sendiri bingung) yg membuatku jg tertarik dengan sesama jenis. Namun, berkat pengalaman serta tips2 yg penulis sampaikan, aku merasa dikuatkan. Benar2 sangat menginspirasi dan memberkati. Semoga Tuhan menguatkan kita selalu agar kita bisa kuat menghadapi berbagai macam pencobaan dan melawan Iblis serta kuasa dosa, tidak hanya dosa LGBT, tetapi jg dosa lainnya. Tuhan Yesus memberkatimu…

  2. Dan
    Dan says:

    @Bowo dan orang-orang yg berusaha keluar dari dosa percabulan. Saya sebenarnya sudah mengurangi nulis, tapi tangan saya kepingin nulis komentar dengan topik menarik. Saya minta maaf jika ada yg tidak senang dengan komentar-komentar saya yg kritis, saya minta maaf jika ada yg tersinggung. Saya basic nya hakim, saya gak bermaksud menghakimi atau dituduh melakukan fitnah, karena pekerjaan saya di pengadilan, jadi kalau ada yg salah saya katakan salah. Sekali lagi saya minta maaf jika ada yg terluka hatinya karena komentar saya. Kebenaran memang menyakitkan. Kembali ke topik LGBT, saya hargai usaha saudara-saudari untuk keluar dari LGBT, penyebab LGBT itu karena jiwa/roh manusia yg berhasil dirusak iblis, LGBT itu penyakit jiwa. Dosa paling berat itu manusia yg memiliki roh najis. Baca Wahyu 18 ayat 3 karena semua bangsa telah minum dari anggur hawa nafsu cabulnya dan raja-raja di bumi telah berbuat cabul dengan dia, dan pedagang-pedagang di bumi telah menjadi kaya oleh kelimpahan hawa nafsunya. Dalam Alkitab/Bible jelas salah satu penyebab Kiamat itu karena dosa percabulan. Percabulan itu LGBT karena melakukan hubungan seksual tidak normal. Dalam kitab Wahyu 21:8 Tetapi orang-orang penakut, orang-orang tidak percaya, orang-orang keji, orang-orang pembunuh, orang-orang sundal, tukang-tukang sihir, penyembah-penyembah berhala dan semua pendusta, mereka akan mendapat bagian mereka di dalam lautan yang menyala-nyala oleh api dan belerang: inilah kematian yang kedua. Jadi memang disana tidak ada ampun bagi LGBT. LGBT memang akan disiksa di neraka dan akan mengalami kematian kedua. Saya minta maaf jika ada yg tersinggung, saya ini hakim saya memang kritis, jika berkomentar juga kritis saya minta maaf. Tapi seperti inilah hukuman yg diberikan bagi orang yg mengidap penyakit LGBT. Saya memberitau firman ini supaya orang yg terjangkit LGBT untuk bertobat, masih ada waktu tangan Tuhan Yesus selalu terbuka untuk pertobatan anak-anakNya. Memang tidak ada ampun bagi orang-orang menentang firmanNya, seperti itulah perintah dari Tuhan Yesus. Di akhir jaman, orang-orang yg cemar juga dilarang masuk ke kota Kudus yg akan dibangun untuk anak-anakNya yg mengasihiNya. Seperti itulah kerasnya Tuhan Yesus atas firmanNya, jadi teruslah cari kebenaran firmanNya. Saya tidak bermaksud menghakimi, melakukan fitnah atau apapun itu namanya. Saya tau banyak orang-orang yg tersinggung dengan komentar kritis saya, tapi saya hanya mau menjelaskan pengertianNya dan kehendakNya. Saya tidak ada menambahi atau mengurangi, apa jawabNya itu saya tulis. Saya kebetulan baca artikel ini dan menarik, saya memang lagi kurangi nulis, saya lagi sibuk banyak tugas. Saya hanya iseng nulis komentar, saya hanya berpesan jangan terlalu fanatik jadi domba-dombaNya, kalau memang doktrin yg disampaikan gembala berbeda dengan firman Tuhan Yesus dalam Alkitab/Bible harus berani memperbaiki diri. Tuhan Yesus menuliskan Alkitab/Bible dengan perumpamaan dan rahasia yg harus dicari. Jadi memang informasi tentang kerajaan Tuhan tidak tersedia di depan mata. Sedangkan Tuhan Yesus katakan carilah kerajaan Tuhan dan kebenaranNya. Tuhan Yesus memberkati

  3. Timmy Christian
    Timmy Christian says:

    terkadang kita gak bisa menjudge seseorang atau 1 dosa itu lebih besar/kecil dari dosa lainnya..
    karena Tuhan Yesus mati u/ menebus kita, membayar dosa dunia (bukan dosa kecil/besar saja)..

    maaf sebelumnya, saya tidak bermaksud menggurui atau merasa paling benar..
    tapi saya percaya bahwa setiap orang akan berubah, saat dia merasakan kasih Tuhan..
    saat dia menerima kabar baik (Tuhan Yesus datang, mati, dan bangkit, agar setiap kita yg menerimaNya hidup dalam kelimpahan (kepuasan sejati dan bebas dari dosa)..

    orang tidak akan benar2 berubah saat dia berubah karna takut dihukum, dll (bukan kabar baik yg sebenarnya)..

    dan, jika kita lihat di kejadian, awalnya manusia tidak boleh makan hanya 1 buah saja..
    buah dari pohon pengetahuan..

    karena memang identitas manusia adalah kasih (identitas yg dicreate Allah Bapa), bukan sebagai hakim..
    hanya Dia yg sempurna dalam identitas kasih, dan juga hakim..

    standard hukum taurat / kebenaran karna perbuatan sangat tinggi, 1 dosa saja dilakukan (pikiran/perbuatan) maka gagal..
    namun perjanjian baru menyatakan bahwa kasih Tuhan lah yang menyelamatkan, apapun keadaan kita..
    tidak akan ada orang yg sempurna, namun orang yg benar2 menerima kasih Tuhan, pasti terus berproses..
    semakin serupa dengan Yesus..

    semoga ini bisa memberkati..
    saya pun masih belajar dan dalam proses pengenalan yang benar akan Tuhan..
    masih berproses dalam perjalanan yang benar bersama Tuhan..
    biarlah Tuhan yang menyatakan, menjadi hakim, dan saya percaya, memberi hikmat agar kita anak2Nya satu paham dalam pengenalan akan Dia..
    semangat & God bless

  4. Dan
    Dan says:

    @Timmy Christian Tuhan Yesus memiliki gambar keputusanNya seperti perumpamaan tentang uang mina. Lukas 19 ayat 22 “Katanya kepada orang itu : Hai hamba yang jahat, aku akan menghakimi engkau menurut perkataanmu sendiri. Engkau sudah tau bahwa aku adalah orang yang keras, yang mengambil apa yang tidak pernah aku taruh dan menuai apa yang tidak aku tabur.” Seperti inilah Tuhan Yesus tegasnya terhadap firman-firmanNya, pilihan hanya 2, lakukan kehendakNya atau jangan terima firman itu berikan sama orang lain yg mau melihat dan mendengar. Sedangkan untuk mengetahui seberapa tegas dan kerasNya Tuhan Yesus kepada malaikat-malaikatNya dalam mengurusi manusia setelah kematian dapat dilihat di Lukas 19 ayat 27 “Akan tetapi semua seteruku ini, yang tidak suka aku menjadi rajanya, bawalah mereka kemari dan bunuhlah mereka di depan mataku.” Satu sisi Tuhan Yesus adalah Bapa yg mengasihi anak-anakNya, tapi satu sisi lagi Tuhan Yesus adalah raja yg Absolut yg berkuasa dan pelayanNya hanya menjalankan perintahNya. Jadi jangan heran orang berdosa begitu gampangnya dibakar di neraka, karena Tuhan Yesus sudah memberi waktu manusia untuk belajar firmanNya dan keinginanNya. Jika masih tetap kukuh dengan pengetahuannya yg katanya kan sudah makan buah pengetahuan jadi pintar, maka dengan segala maaf, di Sorga dan Neraka hanya berlaku pengertian Tuhan, ikuti pengertian Tuhan maka engkau akan bisa masuk Kerajaan Sorga atau murka Tuhan akan ada diatas manusia-manusia yg masih tetap dengan keinginan duniawinya di masukkan ke neraka. Semoga jawaban ini bisa menjelaskan seberapa tegas dan kerasnya Tuhan Yesus, punya waktu bertobatlah dan jauhi dosa. Tuhan Yesus memberkati

  5. Dian
    Dian says:

    Saya cewe, Kristen dari lahir, dari SD mulai kagum sama sejenis saya. Pertama kali pacaran sama cewe waktu awal kuliah dan kurang lebih 10 th berkubang di dosa ini. Saya alami jatuh bangun untuk bertobat, sudah bbrp kali berusaha tobat dgn memutuskan hubungan saya dgn pacar saya waktu itu, namun akhirnya kembali ke dosa yang sama. Namun tahun ini saya berjuang untuk benar2 terobat karena awalnya saya takut masuk neraka, namun sekarang saya semakin dikuatkan dgn mendapat pengertian baru bahwa taat itu menyenangkan hati Bapa, dan bahwa dgn kekuatan saya sendiri saya tidak akan mampu lepas dari jeratan dosa ini. Saya harus bersandar pada Bapa untuk memampukan Saya melewati segala godaan dosa. Dulu saya pun merasa “Tuhan tidak adil” kenapa sy harus lahir dgn bawaan perasaan suka sejenis jika memang perasaan ini adalah dosa. Tapi saya sadar sekarang bahwa kuncinya adalah pikul salib dan menyangkal diri. Saya harus pikul salib saya, berjuang melawan kelemahan saya ini dengan mengikut jalanNya Tuhan.

  6. samudra
    samudra says:

    sungguh memberkati…
    Tuhan yg bisa merubah , saya pernah suka sama seseorang dan seseorang itu adalah bisex , susah mengubahkan dia tapi saya percaya Tuhan mampu mengubahkan pemikirannya , amin

  7. dwi theresiaa
    dwi theresiaa says:

    artikel ini sungguh memberkati, walaupun pergumulan saya berbeda dari artikel yang ditulis ini tapi ketika saya membaca artikel dan ayat alkitab yang tercantum di artikel ini. saya menjadi mengerti bagaimana saya harus mengahadapi pergumulan saya. saya bersyukur bahwa Tuhan memberikan hikmat untuk kita dapat menghadapi masalah dengan berpedoman kepada firman Tuhan.

Bagikan Komentar Kamu

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *