Yuk Belajar dari 5 Pasangan di dalam Alkitab yang Takut akan Allah

Oleh M. Tiong, Malaysia
Artikel asli dalam bahasa Mandarin: 从圣经中的5对夫妇看上帝的感情观(有声中文)

Dulu, aku pikir oke-oke saja untuk berpacaran selama aku merasa cinta. Aku tidak sadar bahwa sebelum aku berpacaran, seharusnya aku mendoakannya terlebih dahulu kepada Allah.

Dulu, aku pikir ketika perasaan cinta itu pudar, maka itulah saatnya untuk putus. Aku tidak sadar bahwa sebuah hubungan itu perlu dipelihara.

Mulai dari cinta monyet semasa sekolah, berpacaran semasa kuliah, hingga kembali jomblo setelah lulus, aku telah merasakan perjalanan emosional yang berliku-liku. Aku sampai pada sebuah titik di mana aku merasa sepertinya Allah sudah tidak lagi mengasihiku. Mengapa orang lain bisa berhasil dalam membangun hubungan mereka, sedangkan aku terus gagal? Dan mengapa akhirnya bukan hanya aku yang sakit hati, tapi aku juga membuat mantan-mantan pasanganku sakit hati? Padahal, aku sudah serius dalam menjalin hubungan.

Setelah sekian lama, aku baru sadar bahwa selama ini aku hanya memandang hubungan itu dari kacamataku sendiri. Ketika aku merasa cinta dengan seseorang, tanpa pikir panjang aku langsung berpacaran dengannya, karena aku menyangka perasaan itu berasal dari “Roh Kudus”. Namun, tanpa pikir panjang pula aku akhiri hubunganku ketika berbagai masalah membuatku lelah secara jasmani dan rohani. Dengan seenaknya sendiri aku menganggap bahwa berbagai masalah itu adalah tanda bahwa kami harus putus. Begitulah aku akhirnya putus dengan mantan-mantan pacarku.

Berbagai film dan tayangan televisi mengajak kita untuk mengandalkan perasaan kita sendiri. Kita diajak untuk mengejar hubungan-hubungan yang romantis, menyenangkan, dan luar biasa. Lalu, ketika segala perasaan cinta ini sirna, mereka mengatakan bahwa itulah saatnya untuk mengakhiri hubungan. Tapi, benarkah itu? Apa kata Alkitab tentang hal ini?

Suatu hari, sebuah pikiran terlintas di kepalaku: Mengapa kita tidak belajar dari pernikahan-pernikahan kudus di dalam Alkitab untuk mencari tahu pemikiran Allah?

Izinkanlah aku membagikan apa yang aku pelajari dari lima pasangan yang ada di dalam Alkitab berikut ini.

1. Ishak dan Ribka:
· Doakanlah pernikahanmu.
· Cinta bukanlah hanya sebuah perasaan, tapi juga sebuah komitmen yang penting.

Ribka adalah seorang perempuan yang berasal dari suku yang sama dengan Abraham. Dia dipilih oleh hamba Abraham untuk menjadi istri bagi Ishak (putra Abraham) setelah sang hamba menanyakannya kepada Allah di dalam doa. Di sini aku melihat sebuah prinsip yang sangat penting untuk sebuah hubungan: pilihlah seorang pasangan di antara orang-orang percaya. Memilih pasangan itu bukan secara acak ataupun hanya berdasarkan perasaan saja, tapi haruslah berdasarkan doa yang dilakukan dengan setia. Apabila kita memilih bersama dengan orang-orang yang belum percaya, kita akan menghadapi perbedaan prinsip dan kepercayaan, atau lebih parahnya lagi, bisa saja kita jadi mengikuti tradisi kepercayaan mereka dan meninggalkan Allah dan ajaran-Nya.

Hal kedua yang aku pelajari dari hubungan Ishak dan Ribka adalah ini: cinta adalah sebuah keputusan. Meskipun Ishak dan Ribka belum pernah bertemu sebelumnya, mereka dapat saling mencintai sepanjang hidup mereka. Pada zaman itu, cukup umum bagi laki-laki untuk memiliki lebih dari seorang istri. Tapi, Ishak memilih untuk menghabiskan hidupnya hanya dengan Ribka seorang. Hubungan pernikahan mereka menunjukkan pada kita bahwa saat kamu memutuskan untuk mencintai seseorang dan mengikatnya dengan janji suci, kita dapat percaya bahwa Allah akan terus memampukan kita untuk terus mencintai satu sama lain hingga pada akhirnya, bahkan ketika berbagai kesulitan muncul di dalam pernikahan.

2. Boas dan Rut:
· Dengarlah nasihat orang-orang yang lebih dewasa.
· Bagaimanapun masa lalumu, percayalah bahwa Allah selalu menerimamu.

Rut adalah seorang asing di antara bangsa Yahudi, dan juga seorang janda. Meskipun demikian, dia mengasihi ibu mertuanya, Naomi. Rut menaati nasihat Naomi untuk mendekati Boas. Lalu, seperti yang kita tahu, pada akhirnya kisah Rut, Boas, dan Naomi berakhir dengan bahagia. Dari kisah ini, aku belajar bahwa Allah tidak memandang rendah seseorang, apapun latar belakangnya. Yang Allah pedulikan adalah hati kita. Rut memilih untuk percaya kepada Allah—Allah yang sama yang kepada-Nya ibu mertuanya percaya. Dia juga taat kepada ibu mertuanya yang lebih dewasa ini, sehingga pada akhirnya Rut menjadi seorang yang diberkati Allah, dan bahkan namanya pun tercantum dalam silsilah Yesus.

Dulu, aku berpikir bahwa Allah hanya memberkati hubungan mereka yang menikah dengan pacar pertama mereka. Namun ternyata tidak demikian. Allah menerima kita, tidak peduli seperti apa masa lalu kita. Menariknya lagi, dari kisah Rut dan Boas aku belajar bahwa tidak selalu perempuan harus menunggu laki-laki untuk memulai suatu hubungan. Kadang, perempuan juga dapat memberikan tanda-tanda (yang pantas dan di waktu yang tepat) kepada laki-laki yang “lebih pasif”. Tentunya dengan catatan bahwa segala tindakan itu sesuai dengan kehendak Allah. Bagi laki-laki, mereka harus memikirkan matang-matang dan juga meminta nasihat saudara seiman yang lebih dewasa sebelum mendekati seorang perempuan.

3. Yusuf dan Maria:
· Cinta harus dibuktikan dengan tindakan.
· Kita dapat menyelesaikan pekerjaan Allah bersama-sama dengan cara menaati-Nya dan takut akan Dia.

Ketika Maria mengandung Yesus dari Roh Kudus, Yusuf menghindari untuk menceraikan Maria secara terang-terangan demi menjaga nama baik dan keselamatan Maria. Pada masa itu, apabila seorang perempuan melakukan zina dengan laki-laki lain yang bukan pasangannya, pasangannya itu berhak untuk menceraikan dia secara terang-terangan dan sang perempuan akan dirajam sampai mati. Namun, Yusuf tidak melakukan hal itu karena dia mencintai Maria dan takut akan Allah. Maria juga adalah seorang perempuan yang takut akan Allah, dan bersedia menanggung risiko dari mengandung Yesus.

Mencintai seseorang harus dibuktikan dengan tindakan. Yusuf membuktikan cintanya kepada Maria dengan cara menghormati, melindungi, dan menikahinya. Ketika orang-orang jahat mencari-cari mereka untuk membunuh bayi Yesus, mereka saling menopang melewati segala tantangan. Yusuf dan Maria adalah contoh pasangan yang takut akan Allah, yang bersama melewati masa-masa suka dan duka. Semuanya itu mereka lakukan bagi Allah. Betapa indahnya memiliki pasangan yang seiman dan yang dapat menjaga komitmennya terhadap Kristus dan terhadap pasangannya.

4. Akwila dan Priskila:
· Jadilah pasangan yang berkomitmen kepada Kristus.
· Bangunlah keluarga dengan Kristus sebagai kepalanya, dan berikan segala yang kamu miliki bagi Kerajaan Allah.

Meskipun pasangan ini tidak seterkenal pasangan-pasangan lain yang telah kita bahas sebelumnya, aku sungguh mengagumi komitmen mereka kepada Allah. Meskipun mereka sibuk bekerja, mereka selalu dengan hangat menyambut pelayan-pelayan Allah seperti Paulus dan Apolos (Kisah Para Rasul 18). Mereka membuka pintu rumah mereka untuk dipakai menjadi tempat pertemuan (1 Korintus 16) dan secara aktif mengejar segala kesempatan untuk memperluas Kerajaan Allah.

Allah tidak hanya ingin keluarga-keluarga diselamatkan, tapi juga melayani-Nya. Memberikan rumah kita untuk dijadikan tempat pertemuan tidak hanya membutuhkan uang, tapi juga waktu dan tenaga. Di sini kita melihat sebuah contoh pelayanan yang dilakukan oleh keluarga awam, yang merupakan wujud nyata dari ayat Alkitab berikut ini: “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu” (Matius 22:37), dan “Tetapi aku dan seisi rumahku, kami akan beribadah kepada TUHAN!” (Yosua 24:15).

Selain itu, dua lebih baik daripada satu. Selain dapat saling berbagi suka-duka kehidupan, sebuah pasangan dapat saling mendoakan, melayani Allah, dan melayani sesama bersama-sama. Ini adalah sebuah gambaran yang sangat indah. Ketika aku menyaksikan sendiri bagaimana tidak enaknya melihat pasangan yang tidak sepadan—yang seorang antusias melayani Allah, namun yang seorang lagi tidak—aku jadi semakin sadar akan betapa pentingnya doa dalam proses mencari seorang pasangan yang sepadan dengan kita. Hanya pasangan yang sepadan saja yang dapat membangun sebuah keluarga dengan Kristus sebagai kepalanya.

5. Zakharia dan Elisabet:
· Setialah berdoa dan sabarlah menunggu waktu Allah.
· Berserahlah penuh kepada kehendak Allah dengan penuh kerendahan hati.

Menurut Lukas 1, Zakharia dan Elisabet adalah pasangan yang tetap setia melayani Allah meskipun usia mereka telah lanjut. Secara khusus, aku mengingat kisah ketika Zakharia menjabat sebagai imam dan malaikat Allah datang kepadanya dan memberitahunya bahwa doanya sudah dijawab: Allah akan mengaruniakannya seorang anak. Kisah ini mengingatkanku bahwa Allah selalu mendengar doa-doa kita. Namun, bagaimana Allah menjawabnya adalah tergantung kepada kehendak-Nya.

Dalam kisah ini, kita juga melihat kelemahan Zakharia dan Elisabet. Zakharia menjadi bisu untuk sementara waktu karena kurang percaya, dan Elisabet juga takut untuk menceritakan kepada orang lain tentang kehamilannya. Namun, meskipun mereka memiliki kelemahan, itu tidak menjadi hambatan bagi Allah untuk memakai mereka untuk menggenapi rencana-Nya. Ketika bayi mereka lahir, mereka menaati Allah dan menamai bayi itu Yohanes. Setelah berdoa bertahun-tahun untuk memiliki anak, Zakharia dan Elisabet rela memberikan anak mereka bagi pekerjaan Allah, dan taat kepada Allah dalam memberikan nama bagi anak mereka. Penyerahan diri seperti itulah yang perlu aku pelajari.

* * *

Kelima pasangan ini memiliki kelemahan mereka masing-masing, namun ada satu persamaan yang mereka miliki: masing-masing dari mereka takut akan Allah dan taat kepada Allah. Teladan Akwila dan Priskila secara khusus mengingatkanku untuk terus melayani Allah kapan saja dan di mana saja.

Alkitab memiliki banyak contoh lain yang dapat mengajari kita tentang sebuah hubungan. Lima pasangan yang aku sebutkan di atas hanyalah beberapa saja dari sekian banyak itu, tapi kelima pasangan inilah yang begitu menyentuhku secara pribadi. Lewat mempelajari kisah-kisah kehidupan mereka, aku dapat menjadi lebih baik dalam menghadapi perasaan tidak aman yang diakibatkan hubungan-hubunganku di masa lalu. Kelima pasangan ini juga yang menginspirasiku untuk membangun hubungan yang berkenan kepada Allah dan membantuku untuk memfokuskan kembali pandanganku kepada Allah. Aku harap apa yang aku pelajari tentang hubungan dari kelima pasangan ini juga dapat bermanfaat bagimu dalam menjalin hubunganmu.

Baca Juga:

Ketika Malam Tirakatan Mengajariku Cara untuk Mencintai Indonesia

Satu hari menjelang peringatan hari kemerdekaan, lingkungan tempat tinggalku selalu mengadakan acara tirakatan—sebuah acara untuk merenungkan dan merefleksikan kembali makna kemerdekaan Indonesia. Di acara malam tirakatan, seluruh warga, tak peduli apapun latar belakangnya bersatu padu mensyukuri dan merayakan kemerdekaan Indonesia.

Diamlah

Senin, 21 Agustus 2017

Diamlah

Baca: Mazmur 46:1-12

46:1 Untuk pemimpin biduan. Dari bani Korah. Dengan lagu: Alamot. Nyanyian.

46:2 Allah itu bagi kita tempat perlindungan dan kekuatan, sebagai penolong dalam kesesakan sangat terbukti.

46:3 Sebab itu kita tidak akan takut, sekalipun bumi berubah, sekalipun gunung-gunung goncang di dalam laut;

46:4 sekalipun ribut dan berbuih airnya, sekalipun gunung-gunung goyang oleh geloranya. Sela

46:5 Kota Allah, kediaman Yang Mahatinggi, disukakan oleh aliran-aliran sebuah sungai.

46:6 Allah ada di dalamnya, kota itu tidak akan goncang; Allah akan menolongnya menjelang pagi.

46:7 Bangsa-bangsa ribut, kerajaan-kerajaan goncang, Ia memperdengarkan suara-Nya, dan bumipun hancur.

46:8 TUHAN semesta alam menyertai kita, kota benteng kita ialah Allah Yakub. Sela

46:9 Pergilah, pandanglah pekerjaan TUHAN, yang mengadakan pemusnahan di bumi,

46:10 yang menghentikan peperangan sampai ke ujung bumi, yang mematahkan busur panah, menumpulkan tombak, membakar kereta-kereta perang dengan api!

46:11 “Diamlah dan ketahuilah, bahwa Akulah Allah! Aku ditinggikan di antara bangsa-bangsa, ditinggikan di bumi!”

46:12 TUHAN semesta alam menyertai kita, kota benteng kita ialah Allah Yakub. Sela

Tuhan semesta alam menyertai kita, kota benteng kita ialah Allah Yakub. —Mazmur 46:12

Diamlah

“Kita telah menciptakan lebih banyak informasi yang pernah ada dalam 5 tahun terakhir daripada yang ada di sepanjang sejarah manusia, dan informasi itu tidak henti-hentinya kita terima” (Daniel Levitin, penulis buku The Organized Mind: Thinking Straight in the Age of Information Overload). Menurut Levitin, “Itu berarti kita menjadi ketagihan hiperstimulasi (rangsangan yang melampaui batas).” Berita dan pengetahuan yang datang bertubi-tubi dapat mendominasi otak kita. Di lingkungan masa kini dengan media yang terus membombardir, kita semakin sulit menemukan waktu untuk duduk diam, merenung, dan berdoa.

Mazmur 46:11 mengatakan, “Diamlah dan ketahuilah, bahwa Akulah Allah.” Ayat itu mengingatkan kita tentang perlunya menyediakan waktu untuk fokus kepada Tuhan. Banyak orang menemukan bahwa “waktu tenang” merupakan bagian yang penting setiap hari—waktu untuk membaca Alkitab, berdoa, dan merenungkan kebaikan dan kebesaran Allah.

Ketika kita, seperti penulis Mazmur 46, mengalami sendiri bahwa “Allah itu bagi kita tempat perlindungan dan kekuatan, sebagai penolong dalam kesesakan sangat terbukti” (ay.2), itu mengenyahkan rasa takut kita (ay.3), mengalihkan fokus kita dari gejolak dunia untuk memandang pada damai Allah, dan menciptakan keyakinan yang menenangkan bahwa Tuhanlah yang memegang kendali (ay.11).

Sebising apa pun dunia sekeliling kita, kita dapat menemukan ketenangan dan kekuatan dalam kasih dan kuasa Bapa Surgawi kita. —David McCasland

Bapa Surgawi, kami menyerahkan kehidupan kami yang bising dan pikiran kami yang berantakan di hadapan-Mu, sehingga kami dapat belajar untuk tenang dan tahu bahwa Engkaulah Allah.

Setiap hari kita perlu berdiam diri dan mendengarkan Tuhan.

Bacaan Alkitab Setahun: Mazmur 107-109 dan 1 Korintus 4