Ketakutan dan Beriman

Minggu, 13 Agustus 2017

Ketakutan dan Beriman

Baca: Habakuk 3:16-19

3:16 Ketika aku mendengarnya, gemetarlah hatiku, mendengar bunyinya, menggigillah bibirku; tulang-tulangku seakan-akan kemasukan sengal, dan aku gemetar di tempat aku berdiri; namun dengan tenang akan kunantikan hari kesusahan, yang akan mendatangi bangsa yang bergerombolan menyerang kami.

3:17 Sekalipun pohon ara tidak berbunga, pohon anggur tidak berbuah, hasil pohon zaitun mengecewakan, sekalipun ladang-ladang tidak menghasilkan bahan makanan, kambing domba terhalau dari kurungan, dan tidak ada lembu sapi dalam kandang,

3:18 namun aku akan bersorak-sorak di dalam TUHAN, beria-ria di dalam Allah yang menyelamatkan aku.

3:19 ALLAH Tuhanku itu kekuatanku: Ia membuat kakiku seperti kaki rusa, Ia membiarkan aku berjejak di bukit-bukitku. (Untuk pemimpin biduan. Dengan permainan kecapi).

Allah Tuhanku itu kekuatanku: Ia membuat kakiku seperti kaki rusa, Ia membiarkan aku berjejak di bukit-bukitku. —Habakuk 3:19

Ketakutan dan Beriman

Kata-kata dokter menghunjam hatinya. Ia mengidap kanker. Dunianya seakan berhenti saat ia memikirkan suami dan anak-anaknya. Mereka telah rajin berdoa, berharap diagnosanya akan berbeda. Apa yang akan mereka lakukan? Dengan air mata berlinang di wajahnya, ia berkata lirih, “Allah, ini di luar kendali kami. Kiranya Engkau menjadi kekuatan kami.”

Apa yang kita lakukan bila diagnosa penyakit yang kita terima mengecewakan hati, atau ketika situasi-situasi yang dihadapi berada di luar kendali kita? Ke mana kita meminta tolong saat segalanya tak memberikan harapan?

Situasi yang dialami Nabi Habakuk sungguh di luar kendalinya, dan ketakutan yang ia rasakan sangat mengguncangnya. Penghakiman yang akan datang merupakan bencana hebat (Hab. 3:16-17). Namun, di tengah-tengah kekacauan yang mencengkeram itu, Habakuk memilih untuk hidup dengan imannya (2:4) dan bersorak-sorak di dalam Tuhan (3:18). Ia tidak menaruh keyakinan dan imannya pada keadaan, kemampuan, ataupun kekayaannya, tetapi pada kebaikan dan kebesaran Allah. Kepercayaannya kepada Allah mendorongnya untuk menyatakan: “Allah Tuhanku itu kekuatanku: Ia membuat kakiku seperti kaki rusa, Ia membiarkan aku berjejak di bukit-bukitku” (ay.19).

Ketika kita menghadapi keadaan yang sulit—penyakit, krisis keluarga, masalah keuangan—kita juga perlu beriman dan percaya kepada Allah. Dia selalu menyertai kita dalam segala hal yang kita hadapi. —Karen Wolfe

Allah terkasih, terima kasih karena aku dapat selalu datang pada-Mu. Saat aku menghadapi kesulitan hidup, aku dapat percaya pada-Mu. Terima kasih karena Engkau menjadi “tempat perlindungan dan kekuatan, sebagai penolong dalam kesesakan” —(Mzm. 46:2).

Ketika menghadapi situasi-situasi yang sulit, kita dapat mempercayai Allah sebagai sumber kekuatan kita.

Bacaan Alkitab Setahun: Mazmur 87-88 dan Roma 13