Gagal Bukan Berarti Masa Depanku Suram, Inilah Kisahku Ketika Dinyatakan Tidak Lulus SMA

Gagal-Bukan-Berarti-Masa-Depanku-Suram,-Inilah-Kisahku-Ketika-Dinyatakan-Tidak-Lulus-SMA

Oleh Abyasat Tandirura, Toraja

Delapan tahun lalu, tepatnya di tanggal 16 Juni 2009 adalah hari yang tidak pernah bisa kulupakan. Siang itu, aku dan teman-teman seangkatanku sedang was-was menantikan pengumuman kelulusan kami. Seperti peribahasa untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak, hari itu aku menerima sebuah amplop pengumuman yang menyatakan bahwa aku tidak lulus SMA.

Aku sangat sedih dan merasa tidak percaya. Tatkala teman-temanku bersukaria menerima kelulusan mereka, aku menangis terisak-isak. Beberapa teman dan guruku datang memelukku. Waktu itu suasana hatiku kacau. Aku merasa bahwa Tuhan berlaku tidak adil kepadaku.

Dalam benakku, aku tidak pernah membayangkan akan kegagalan yang menimpaku. Selama tiga tahun aku telah berusaha dan aku percaya bahwa tidak ada perjuangan yang sia-sia. Tapi, hari itu harapanku untuk lulus menjadi tinggal kenangan. Akupun bertanya-tanya dalam hati. Apakah Tuhan tidak memberkatiku selama tiga tahun belajar? Mengapa harus aku yang mengalaminya? Sebegitu bodohkah aku sehingga tidak lulus? Apa yang harus kulakukan untuk masa depanku?

Di ruangan kepala sekolah, guru-guruku memberiku semangat dan nasihat. Mereka mengatakan kepadaku untuk tetap sabar karena ada hikmah di balik kegagalan ini. Waktu itu, ketua kelasku yang sekarang telah dipanggil Tuhan juga menepuk pundakku dan menyemangatiku. Dukungan dari mereka membuatku sedikit tenang walaupun masih sesekali meneteskan air mata. Di lubuk hatiku, aku berdoa meminta kekuatan supaya aku bisa menghadapi kenyataan yang sulit itu.

Aku pulang ke rumah dengan hati yang remuk redam. Ingin rasanya menyembunyikan diriku dari orang lain. Aku berbaring di kasur, mengurung diri berjam-jam, dan menatap langit-langit kamarku dengan tatapan kosong. Aku kembali menangis. Aku malu kepada keluargaku, guru-guruku di sekolah, teman-temanku, juga kepada guru sekolah mingguku dulu.

Selama dua hari aku merasakan semangatku hilang. Dalam benakku, aku membayangkan masa depanku yang mungkin saja suram karena tidak lulus SMA. Tapi, di tengah kesedihan itu aku teringat perkataan guru sekolah mingguku dulu ketika di gereja. Dia pernah berkata bahwa kita bisa mencurahkan isi hati kita kepada Tuhan Yesus dengan berdoa. Aku sadar bahwa aku terlalu banyak mengeluh dan tidak berdoa kepada Tuhan.

Dalam doaku, aku berdoa bukan supaya Tuhan mengubah ketidaklulusanku menjadi lulus, melainkan supaya aku boleh diberi kekuatan untuk menjalani hari-hariku ke depan. Sekalipun hatiku masih berat untuk menerima kegagalan itu, tapi aku tetap berusaha untuk berdoa. Aku selalu menangis ketika berdoa dan mencurahkan isi hatiku kepada-Nya.

Beberapa hari berlalu. Salah seorang guruku memberiku kabar untuk mempersiapkan diri mengikuti ujian paket C. Mendengar kabar itu, hatiku melonjak gembira. Ternyata, aku masih punya kesempatan untuk lulus. Selain aku, ada beberapa teman dari sekolahku dan juga dari sekolah-sekolah lain yang senasib denganku dan harus mengikuti ujian paket C.

Bagiku, ujian paket C yang kuikuti itu adalah sebuah cara Tuhan untuk membangkitkan kembali semangat hidupku. Lewat kesempatan itu, Tuhan menunjukkan bahwa Ia mengasihiku dan tidak membiarkanku sedih berlarut-larut. Dia memberiku kesempatan satu kali lagi untuk bangkit. Keluarga dan teman-temanku juga memberiku semangat. Ayahku berkata, “Kegagalan itu bukan akhir dari segalanya. Kegagalanmu adalah keberhasilan yang tertunda.”

Sejak saat itu, aku bertekad untuk bangkit dari kekecewaan. Aku belajar untuk menerima kegagalan itu dengan tulus dan tidak lagi membanding-bandingkan diriku dengan teman-teman lain. Setelah ujian paket C itu selesai kuikuti dan aku dinyatakan lulus, aku melanjutkan pendidikanku di perguruan tinggi vokasi selama empat tahun. Aku mengambil Jurusan Teknik Kimia, Program Studi Teknologi Kimia Industri, di sebuah politeknik negeri di kota Makassar. Sekarang, aku telah lulus dan bekerja. Aku tahu bahwa perjalanan hidupku masih panjang dan aku harus memiliki niat dan kerja keras untuk mewujudkan masa depanku.

Kegagalan yang kualami delapan tahun silam membukakan mataku akan penyertaan Tuhan dalam hidupku. Tatkala aku tidak lulus Ujian Nasional, Tuhan mengizinkan hal itu terjadi supaya aku lebih kuat apabila di masa depan ada kegagalan-kegagalan lain yang harus kuhadapi. Lewat proses yang menyakitkan, Tuhan membentuk aku supaya menjadi pribadi yang dewasa dalam iman dan sikap. Pengalamanku akan kegagalan inilah yang menjadi sebuah kesaksian hidupku tentang betapa indahnya karya Tuhan. Kepada teman-temanku yang pernah mengalami kegagalan, aku membagikan kesaksianku dan menguatkan mereka bahwa kegagalan yang mereka alami bukanlah akhir dari segalanya.

Sebagai manusia biasa, kegagalan-kegagalan yang pernah kita alami adalah hal yang wajar. Kita tidak tahu kapan dan kegagalan apa yang akan menimpa kita. Lewat pengalaman kegagalan yang pernah kualami, aku mendapatkan pelajaran hidup bahwa, apapun bentuk kegagalan yang pernah, sedang dan yang mungkin akan menimpa kita, jangan sekali-kali menyalahkan Tuhan. Rancangan-Nya selalu yang terbaik dan indah pada waktunya. Jangan pernah berpikir, jika kita sedang gagal, tidak ada lagi harapan. Tuhan setia dengan janji-Nya, sebagaimana Ia berkata, “Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau” (Ibrani 13:5b).

Selalu ada harapan bagi setiap orang yang percaya kepada Kristus. Mengucap syukurlah dalam segala hal. Jangan lupa untuk selalu mengandalkan Tuhan dalam setiap perjuangan-perjuangan kita.

“Karena masa depan sungguh ada, dan harapanmu tidak akan hilang” (Amsal 23:18).

Baca Juga:

Sekalipun Aku Tuli, Tetapi Tuhan Tidaklah Tuli

Pernahkah kalian bergumul karena kekurangan fisik yang kalian alami? Aku pernah mendapatkan perlakuan tidak baik, merasa dikucilkan, bahkan juga mengalami diskriminasi karena sebuah cacat fisik yang kualami sejak lahir. Hidup dengan keadaan disabilitas sejatinya tidaklah mudah buatku, namun karena penyertaan Tuhan sajalah aku bisa melewati hari-hariku.

Datang kepada Allah

Rabu, 12 Juli 2017

Datang kepada Allah

Baca: Ibrani 4:14-16

4:14 Karena kita sekarang mempunyai Imam Besar Agung, yang telah melintasi semua langit, yaitu Yesus, Anak Allah, baiklah kita teguh berpegang pada pengakuan iman kita.

4:15 Sebab Imam Besar yang kita punya, bukanlah imam besar yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita, sebaliknya sama dengan kita, Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa.

4:16 Sebab itu marilah kita dengan penuh keberanian menghampiri takhta kasih karunia, supaya kita menerima rahmat dan menemukan kasih karunia untuk mendapat pertolongan kita pada waktunya.

Tetapi aku, aku suka dekat pada Allah; aku menaruh tempat perlindunganku pada Tuhan Allah. —Mazmur 73:28

Datang kepada Allah

Seorang wanita yang ingin berdoa mengambil kursi kosong dan berlutut di depannya. Dengan berurai air mata, ia berkata, “Allah Bapaku, kumohon, duduklah di sini; aku ingin mencurahkan isi hatiku!” Sembari memandang kursi yang kosong itu, ia berdoa. Wanita itu menunjukkan keyakinan saat datang kepada Tuhan, dengan membayangkan Allah duduk di atas kursi itu dan meyakini bahwa Allah sedang mendengarkan permohonannya.

Waktu bersama Allah merupakan momen yang penting, karena pada saat itulah kita berhubungan dengan Sang Mahakuasa. Allah mendekat kepada kita saat kita juga mendekat kepada-Nya (Yak. 4:8). Dia telah berjanji kepada kita, “Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman” (Mat. 28:20). Bapa kita di surga selalu menantikan kita untuk datang kepada-Nya, dan Dia selalu siap mendengarkan kita.

Adakalanya kita sulit untuk berdoa ketika kita merasa lelah, mengantuk, sakit, dan kepayahan. Namun, di saat kita lemah atau menghadapi pencobaan, Yesus ikut merasakannya (Ibr. 4:15). Karena itulah, kita dapat “dengan penuh keberanian menghampiri takhta kasih karunia, supaya kita menerima rahmat dan menemukan kasih karunia untuk mendapat pertolongan kita pada waktunya” (ay.16). —Lawrence Darmani

Ya Tuhan, terima kasih karena aku dapat berdoa kepada-Mu kapan pun, di mana pun. Tanamkan hasrat di hatiku untuk selalu mendekat kepada-Mu. Aku ingin belajar untuk datang kepada-Mu dengan iman dan keberanian.

Allah yang Mahahadir selalu siap mendengarkan kita kapan pun.

Bacaan Alkitab Setahun: Mazmur 4-6 dan Kisah Para Rasul 17:16-34