Sikap Hati

Minggu, 11 Juni 2017

Sikap Hati

Baca: 2 Tawarikh 6:7-9, 12-15

6:7 Ketika Daud, ayahku, bermaksud mendirikan rumah untuk nama TUHAN, Allah Israel,

6:8 berfirmanlah TUHAN kepadanya: Engkau bermaksud mendirikan rumah untuk nama-Ku, dan maksudmu itu memanglah baik;

6:9 hanya, bukanlah engkau yang akan mendirikan rumah itu, melainkan anak kandungmu yang akan lahir kelak, dialah yang akan mendirikan rumah itu untuk nama-Ku.

6:12 Kemudian berdirilah ia di depan mezbah TUHAN di hadapan segenap jemaah Israel, lalu menadahkan tangannya;

6:13 —karena Salomo telah membuat sebuah mimbar tembaga yang panjangnya lima hasta, lebarnya lima hasta dan tingginya tiga hasta, yang ditaruhnya di halaman—;ia berdiri di atasnya lalu berlutut di hadapan segenap jemaah Israel dan menadahkan tangannya ke langit,

6:14 sambil berkata: “Ya TUHAN, Allah Israel! Tidak ada Allah seperti Engkau di langit dan di bumi; Engkau yang memelihara perjanjian dan kasih setia kepada hamba-hamba-Mu yang dengan segenap hatinya hidup di hadapan-Mu;

6:15 Engkau yang tetap berpegang pada janji-Mu terhadap hamba-Mu Daud, ayahku, dan yang telah menggenapi dengan tangan-Mu apa yang Kaufirmankan dengan mulut-Mu, seperti yang terjadi pada hari ini.

[Salomo] berlutut di hadapan segenap jemaah Israel dan menadahkan tangannya ke langit, sambil [berdoa]. —2 Tawarikh 6:13-14

Sikap Hati

Ketika suami saya memainkan harmonika bersama tim puji-pujian di gereja kami, saya memperhatikan kadang-kadang ia memejamkan mata saat memainkan sebuah lagu. Ia berkata bahwa sikap itu membantunya tetap fokus sehingga perhatiannya dalam mengikuti musik tidak terganggu dan ia dapat bermain sebaik yang ia bisa untuk memuji Allah.

Ada yang bertanya apakah kita harus memejamkan mata saat berdoa. Karena kita dapat berdoa kapan saja dan di mana saja, rasanya memang sulit untuk selalu menutup mata. Jika kita sedang berjalan kaki, membersihkan rumput di taman, atau mengendarai mobil, tentu tidak mungkin kita berdoa sambil menutup mata!

Lagipula memang tidak ada peraturan yang mengatur bagaimana seharusnya posisi tubuh kita saat berdoa kepada Allah. Ketika Raja Salomo berdoa untuk menyerahkan Bait Suci yang telah selesai dibangunnya, ia berlutut dan menadahkan tangannya ke langit (2Taw. 6:13-14). Alkitab mencatat bahwa orang berdoa dengan sikap bersujud (Ef. 3:14), berdiri (Luk. 18:10-13), bahkan menelungkupkan wajah ke tanah (Mat. 26:39).

Baik berlutut atau berdiri di hadapan Allah, baik menadahkan tangan ke atas atau memejamkan mata supaya dapat lebih terfokus kepada Allah—yang terpenting bukanlah sikap tubuh kita melainkan hati kita. Segala sesuatu yang kita lakukan terpancar dari hati kita (Ams. 4:23). Kiranya ketika kita berdoa, hati kita selalu tertunduk dalam kekaguman, ucapan syukur, dan kerendahan diri kepada Allah kita yang penuh kasih. Kita melakukannya karena kita tahu bahwa mata-Nya terbuka dan telinga-Nya menaruh perhatian kepada doa-doa yang dipanjatkan umat-Nya (2Taw. 6:40). —Cindy Hess Kasper

Tuhan, arahkanlah perhatianku selalu hanya kepada-Mu dan ajarku untuk mengikut-Mu dalam ketaatan dan kasih.

Doa yang teragung keluar dari kedalaman hati yang berserah.

Bacaan Alkitab Setahun: Ezra 1-2 dan Yohanes 19:23-42

Bagikan Konten Ini
34 replies
  1. Jimmy Hendrik Ginting
    Jimmy Hendrik Ginting says:

    Tuhan, ajar kami untuk selalu dapat berdoa dengan hati yang bersih dan sikap yang baik, sehingga apa yang kami bawa dalam doa dapat Tuhan berikan di waktu yang tepat. amin

Bagikan Komentar Kamu

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *