Haruskah Saya Mengampuni?

Sabtu, 6 Mei 2017

Haruskah Saya Mengampuni?

Baca: Matius 18:23-35

18:23 Sebab hal Kerajaan Sorga seumpama seorang raja yang hendak mengadakan perhitungan dengan hamba-hambanya.

18:24 Setelah ia mulai mengadakan perhitungan itu, dihadapkanlah kepadanya seorang yang berhutang sepuluh ribu talenta.

18:25 Tetapi karena orang itu tidak mampu melunaskan hutangnya, raja itu memerintahkan supaya ia dijual beserta anak isterinya dan segala miliknya untuk pembayar hutangnya.

18:26 Maka sujudlah hamba itu menyembah dia, katanya: Sabarlah dahulu, segala hutangku akan kulunaskan.

18:27 Lalu tergeraklah hati raja itu oleh belas kasihan akan hamba itu, sehingga ia membebaskannya dan menghapuskan hutangnya.

18:28 Tetapi ketika hamba itu keluar, ia bertemu dengan seorang hamba lain yang berhutang seratus dinar kepadanya. Ia menangkap dan mencekik kawannya itu, katanya: Bayar hutangmu!

18:29 Maka sujudlah kawannya itu dan memohon kepadanya: Sabarlah dahulu, hutangku itu akan kulunaskan.

18:30 Tetapi ia menolak dan menyerahkan kawannya itu ke dalam penjara sampai dilunaskannya hutangnya.

18:31 Melihat itu kawan-kawannya yang lain sangat sedih lalu menyampaikan segala yang terjadi kepada tuan mereka.

18:32 Raja itu menyuruh memanggil orang itu dan berkata kepadanya: Hai hamba yang jahat, seluruh hutangmu telah kuhapuskan karena engkau memohonkannya kepadaku.

18:33 Bukankah engkaupun harus mengasihani kawanmu seperti aku telah mengasihani engkau?

18:34 Maka marahlah tuannya itu dan menyerahkannya kepada algojo-algojo, sampai ia melunaskan seluruh hutangnya.

18:35 Maka Bapa-Ku yang di sorga akan berbuat demikian juga terhadap kamu, apabila kamu masing-masing tidak mengampuni saudaramu dengan segenap hatimu.”

Sama seperti Tuhan telah mengampuni kamu, kamu perbuat jugalah demikian. —Kolose 3:13

Haruskah Saya Mengampuni?

Saya tiba di gereja lebih awal untuk menyiapkan sebuah acara. Di ujung ruang kebaktian, ada seorang wanita berdiri sambil menangis. Saya ingat, dahulu ia pernah membenci dan menggosipkan saya. Saya pun mengabaikan tangisannya dan menyalakan alat penyedot debu yang saya pakai. Mengapa saya harus peduli kepada orang yang tidak menyukai saya?

Namun, saat Roh Kudus mengingatkan tentang besarnya pengampunan Allah bagi saya, saya pun menghampiri wanita itu. Ia bercerita tentang bayinya yang dirawat di rumah sakit berbulan-bulan. Kami berpelukan, menangis, dan berdoa bersama untuk anaknya. Setelah menyelesaikan masalah di antara kami, kami sekarang telah menjadi sahabat baik.

Di Matius 18, Yesus mengumpamakan kerajaan surga seperti seorang raja yang hendak mengadakan perhitungan dengan para hambanya. Seorang hamba yang berutang sangat banyak memohon belas kasihan dari raja. Namun, tak lama setelah raja menghapus utangnya, ia malah mencari dan menghukum orang lain yang beRutang kepadanya jauh lebih sedikit dari utangnya kepada raja. Saat mendengar berita itu, sang raja memenjarakan hamba yang jahat itu karena sikapnya yang tidak mau mengampuni (ay.23-34).

Memilih untuk mengampuni bukan berarti kita menyetujui dosa, membenarkan ketidakadilan yang dilakukan orang terhadap kita, atau mengecilkan kepedihan kita. Memberikan pengampunan sesungguhnya memerdekakan kita untuk menikmati belas kasihan Allah yang tak layak kita terima, dan itu terjadi ketika kita mengundang-Nya untuk menggenapi karya mulia anugerah-Nya yang membawa kembali kedamaian di dalam hidup dan hubungan kita. —Xochitl Dixon

Tuhan, tolong kami menyerahkan kepedihanku kepada-Mu sehingga Engkau dapat mengubah-Nya menjadi kebaikan. Mampukan kami untuk mengampuni dengan tulus dan total. Berilah kami Roh-Mu yang mempersatukan.

Mengampuni sesama menjadi ungkapan keyakinan kita pada hak Allah untuk menghakimi sesuai dengan kesempurnaan dan kebaikan-Nya.

Bacaan Alkitab Setahun: 1 Raja-Raja 21-22; Lukas 23:26-56