Ketika Aku Berjuang untuk Jujur, Meski Harus Kehilangan Impianku

ketika-aku-berjuang-untuk-jujur-meski-harus-kehilangan-impianku

Oleh Christina Kurniawan, Bandung

Ketika memasuki dunia perkuliahan dulu, aku bersyukur karena bisa melaluinya dengan baik. Di semester pertama aku mendapat nilai A untuk semua mata kuliah sehingga aku meraih indeks prestasi kumulatif (IPK) 4.00. Di semester-semester selanjutnya aku sempat mengalami penurunan IPK, tetapi puji Tuhan karena aku masih boleh mendapatkan IPK di atas 3.50.

Semua berjalan dengan lancar dan tidak ada satu pun mata kuliah yang harus aku ulang. Tapi semua berubah ketika aku harus menyusun tugas akhir.

Sebagai seorang mahasiswa jurusan psikologi, tugas akhir yang harus kuselesaikan itu terdiri dari dua tahapan. Pertama adalah usulan penelitian, kedua adalah skripsi. Di tahap pertama aku harus menyusun bab 1 sampai 3, sedangkan di tahapan skripsi aku harus menyusun bab 4 dan 5.

Di tahap pertama aku mengalami kesulitan. Seharusnya tahap pertama ini selesai dalam waktu satu semester saja, tetapi aku butuh waktu empat semester! Sekitar dua tahun kuhabiskan hanya untuk berkutat di bab satu sampai tiga.

Berulang kali aku harus merombak isi bab pertamaku karena ternyata masalah yang ada di lapangan itu tidak relevan dengan judul penelitan yang aku ambil. Sulit bagiku untuk memahami apa yang diinginkan oleh dosen pembimbing, sehingga ini juga menjadi salah satu hambatan di balik lamanya proses bab satu itu. Lalu, waktuku pun terbatas karena aku melakukan penelitian ini di sebuah sekolah. Kalau sekolah itu sedang libur atau ujian, tentu penelitian itu tidak bisa kulakukan.

Setelah berkutat selama empat semester, akhirnya aku bisa melanjutkan ke tahap kedua, yaitu skripsi.

Saat aku merasa putus asa

Ternyata proses penyusunan skripsi ini juga tidak selalu berjalan mulus. Ada saja hal yang membuatku merasa putus asa dan tidak tahu harus bagaimana. Aku pikir skripsi ini akan lebih mudah karena tinggal menyusun hasil temuan data. Tapi, ternyata hasil temuan dataku bermasalah.

Metode penelitian yang kugunakan ternyata kurang lengkap sehingga aku tidak mendapatkan data yang maksimal. Lambat laun aku mulai merasa jenuh karena proses skripsi ini tidak kunjung selesai. Aku harus pergi bolak-balik menemui dosen pembimbingku yang lokasi rumahnya cukup jauh, bahkan sering juga dosenku itu lupa kalau ada jadwal pertemuan denganku.

Aku bertambah bingung ketika teman-temanku sering berkomentar, “Kok lama amat sih ga beres-beres, padahal IPK kamu kan lumayan.” Aku hanya bisa tertawa ketika teman-teman berkata seperti itu walau di dalam hatiku komentar itu terasa “menusuk”. Di tengah frustrasiku, ayahku bahkan sempat memintaku untuk “memberi amplop” pada dosen pembimbingku supaya proses skripsiku bisa dipermudah. Namun aku menolak usulan ayahku itu.

Di tengah kebingungan itu teman-temanku memberi saran untuk memanipulasi data. Si A dan si B juga dimanipulasi sedikit datanya supaya bisa cepat lulus. “Udahlah, zaman sekarang mah gak usah terlalu suci, susah kalau gitu mah, ya diubah sedikit hasil penelitiannya mah ga apa-apa dong,” kata teman-temanku.

Aku merasa malu, aku merasa percuma saja mendapatkan IPK tinggi tetapi tidak bisa lulus tepat waktu dan mendapatkan predikat cum laude. Aku menganggap cum laude itu sebagai sesuatu yang nantinya bisa aku banggakan. Aku senang jika ada orang-orang yang memujiku dan menganggapku hebat. Walaupun ketika dipuji aku tetap berusaha rendah hati, tapi harus kuakui kalau ada perasaan bangga dan aku ingin supaya orang-orang menilaiku sebagai orang yang berprestasi.

Hal-hal itulah yang membuatku berpikir kalau dengan meraih predikat cum laude maka aku akan “terkenal”, apalagi saat wisuda nanti ada ribuan orang yang hadir, termasuk juga para orang tua mahasiswa. Aku ingin mendapatkan penghargaan dan pengakuan dari lingkungan sekitarku kalau aku adalah mahasiswa berprestasi.

Tantangan untuk berlaku jujur

Sejujurnya, perkataan teman-temanku itu sempat membuatku berpikir. “Apa iya aku harus sedikit curang supaya bisa lulus?” Aku merasa sangat bingung waktu itu, apalagi untuk mendapatkan predikat cum laude itu pun ada batasan masa kuliahnya. Aku benar-benar menghadapi dilema saat itu.

Ketika menghadapi dilema ini aku hanya bisa terus berdoa. Aku menceritakan segala keluh kesahku kepada Tuhan dan meminta hikmat tentang apa yang harus aku lakukan. Aku juga bersyukur karena mempunyai teman yang selalu mendukung dan menguatkan aku. Dia cukup sering memantau kemajuan tugas akhirku dan berusaha menyemangatiku.

Salah satu ayat yang menguatkan aku adalah “Jika ya, hendaklah kamu katakan: ya, jika tidak, hendaklah kamu katakan: tidak. Apa yang lebih daripada itu berasal dari si jahat.” (Matius 5 : 37). Ayat ini menantang aku sekaligus mengingatkan aku untuk tetap berlaku jujur dan setia. Tuhan tidak berjanji kalau jalan yang harus kita lalui adalah jalan yang mulus, tetapi Tuhan menjanjikan kekuatan bagi orang-orang yang berharap padaNya.

Aku bersyukur walaupun dengan perjuangan yang berat sampai kadang aku pun menangis, Tuhan masih menjagaku sehingga aku bisa tetap jujur dalam menyusun skripsiku. Aku mencoba untuk menikmati proses penyelesaian skripsi itu. Sekalipun predikat cum laude gagal aku raih karena aku butuh waktu lebih lama, tapi aku mengucap syukur karena aku bisa lulus dengan jujur dan tanpa memanipulasi data.

Memang waktu studi yang harus kutempuh tidak sebentar. Total enam tahun harus kutempuh untuk mendapatkan gelar sebagai sarjana psikologi. Kadang aku merasa sedih, kecewa, kesal, merasa percuma saja punya IPK tinggi tapi tidak berhasil meraih cum laude hanya karena terhambat di tugas akhir. Tapi, lewat proses ini aku merasa Tuhan tidak ingin aku menyombongkan diri lewat semua nilai yang sudah kuperoleh.

Tuhan ingin mengasah kesetiaanku untuk tetap hidup benar di hadapan-Nya walaupun jalan yang kulalui seringkali banyak kerikil-kerikil yang menghambat.

Baca Juga:

Haruskah Aku Pindah Gereja?

Aku pernah bergumul tentang di gereja mana seharusnya aku bertumbuh dan melayani. Sekalipun aku sudah memiliki gereja tetap, tetapi aku merasa lebih bertumbuh di gereja sahabatku. Aku berada dalam sebuah dilema.

Bagikan Konten Ini
10 replies
  1. galih
    galih says:

    Terpujilah ALLAH BAPA Yang Bertakhta di dalam Kerajaan Sorga , anugerah kasih setia-Mu sungguh selalu indah nyata banyak tangguh kekal tebal teguh tentram baik selalu bahagia murni menang terus tinggi luas lebar segar nyaman sejuk terang kuat abadi hebat besar sampai selama – lamanya buat kami semua , ampunilah segala dosa – dosa kesalahan – kesalahan kecerobohan – kecerobohan yang sengaja maupun tidak sengaja kami semua lakukan dari perkataan kami semua dan perbuatan kami semua , Engkau selalu memberikan sukacita damai sejahtera buat kami semua , kasih-Mu sungguh selalu terang buat kami semua , sertai , lindungilah , berkatilah kami semua untuk mampu menyebarkan kasih-Mu yang sungguh indah nyata banyak tangguh besar terhadap sesama kami senantiasa. Gbu us all. Amen

  2. Priskila
    Priskila says:

    Seandainya org2 tau kalo pengenalan akan Yesus lebih berharga dari ipk tinggi, cumlaude, pujian org lain, kepopuleran krn itu semua sia2 dan gak membawa kekekalan, lebih baik lakukan visiNya yaitu menjadikan semua orang menjadi murid Kristus.

  3. Riny Zend
    Riny Zend says:

    Kolose 2:23
    Semua yang kita lakukan hendaknya merupakan wujud daripada ketaatan kita kepada-Nya sehingga yang menjadi titik acuan dalam bertindak adalah kebenaran Alah yang absolut. Terserah dunia mau bilang apa ke kita, yang terpenting adalah malukan kehendak Tuhan, melakuakn apa maunya Tuhan. Jesus Bless

  4. Siska Zega
    Siska Zega says:

    Kerren bgtt..
    Kita dimampukan utk berlaku setia dan jujur itu hny krn anugrah Tuhan. Tetep percaya bhw apa yg qt lakukan tdk akan sia2 selama itu dilakukan demi kemuliaan nama Tuhan. God BLess

  5. Thabietha Djasono
    Thabietha Djasono says:

    ga ngerti lagi deh ini…kok bs bnyak kmiripan dg artikel diatas,walaupun aq g secerdas itu ,paling nggak selama kuliah lancar2 saja tidak mengulang mata kuliah IP tiap semester aman.namun memang tugas akhirku trsendat hingga hari ini, bukan hanya masalah pada teori atau data tp jg banyak pd kejadian2 yg trjadi dlm hidupku.mulai dr laporan pkl q yg lama di acc, kecelakaan,laptop hilang dll. tp puji syukur bnyak sekali yg masih suport walaupun bnyak jg yg mencela, tp aq yakin ada pelajaran berharga dibalik ini semua.aku akan terus berjalan bersama Tuhan untuk selesaikan ini. trimakasih u tulisan yg memberkati dimasa2 berat ini.God bless…

  6. Clara Oktaviana Sitinjak
    Clara Oktaviana Sitinjak says:

    Terimahkasih kesaksiannya . Belajar berintegritas dalam segala hal .

  7. sutikno
    sutikno says:

    aku bersyukur ,dan bertrimakasi kepada-Mu ya Tuhan , Engkau selalu mengingat kan aku di saat aku akan melakukan perbuatan yg tidak jujur dan tidak setia . sungguh Engkau Bapa yang setia , Bapa yang sabar , pengampun , murah hati layaklah kami menghormati-Mu menaati firman-Mu dan mengasihi-Mu seumur hidup kami .mampukan kami berbuat sesuai dgn firman-Mu ya Tuhan Yesus amin

  8. christina kurniawan
    christina kurniawan says:

    Terima kasih semuanya buat dukungan kalian..buat yang sedang mengalami pergumulan yang sama mari kita sama2 berjuang untuk tetap menjaga integritas hidup kita sebagai anak2Nya..

  9. Winjyp
    Winjyp says:

    Entah kenapa kini kejujuran itu terasa langka. Ketika saya kuliah dulu, saya pernah mengalami iman saya sedang di uji mengenai kejujuran. Pada waktu itu ketika uts, saya belajar sungguh2 dan saya rasa saya mengerjakan dengan rasa puas karena menurut saya, saya dapat mengerjakannya dengan baik. Namun tiba2 saja, dosen saya ingin melakukan ujian ulang dengan alasan yg tidak jelas. Saya pun menerima saja, karna saya bisa bljr kembali. tp pada saat ingin ujian ulang, dosen tersebut secara terang2an memberikan pilihan kepada mahasiswa yaitu ujian ulang akan di undur, dan jika ada yang ingin berlibut natal boleh menyumbang uang tunai dan di pastikan mendapat nilai A. Dan ternyata dari sebanyaknya mahasiswa semua memilih untuk menyumbang, tak terkecuali sahabat2 saya. Bagi saya nilai sangat berharga, tp saya memilih tetap melakukan ujian kembali. walau saat itu beberapa kali di phpin dosen. Dan saya ujian sendirian. bahkan saat itu orang tua saya pun memarahi saya, karna akan berdampak pd nilai saya.
    Tak ada satu pun yang mendukung keputusan saya. pada saat itu saya sempat merasa khawatir pada keputusan yang saya buat. Tapi saya percaya, Tuhan tak pernah meninggalkan kita sendirian.
    Dan puji Tuhan, pada saat nilai keluar nalai saya A dengan hasil murni kerja keras saya. Dan ada bonus tambahan dari Tuhan, disalah satu mata kuliah yang lain, yang terkenal dosen tak pernah memberikan nilai A, pada saat itu saya mendapatkan Nilai A seorang diri di kelas.

    Saya rasa kejujuran itu sangat berharga. Jangan pernah takut untuk selalu berbuat jujur. Godbelss.

Bagikan Komentar Kamu

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *