Apa yang Kamu Berikan di Hari Natal?

apa-yang-kamu-berikan-di-hari-natal

Oleh Aryanto Wijaya

Dua hari menjelang malam Natal, hujan turun dengan derasnya sepanjang malam. Padahal, kami berniat pergi caroling ke rumah-rumah jemaat gereja kami. Kami sempat ragu untuk berangkat, namun kami berpikir bahwa hujan yang turun seharusnya tidak memudarkan semangat kami untuk membagikan kasih Natal. Kami pun bertolak dari gereja dengan semangat.

Rumah jemaat yang kami tuju waktu itu adalah jemaat-jemaat yang sudah berusia lanjut. Kami sengaja tidak memberitahukan kedatangan kami terlebih dahulu supaya memberi kesan kejutan. Tak lupa kami membawa lilin-lilin kecil, gitar, juga paket sembako sebagai tanda kasih kepada mereka.

Jam telah menunjukkan pukul sembilan malam, hujan pun tak kunjung reda. Kami sempat tersesat dan terhambat karena jalanan banjir. Akhirnya dengan menggunakan payung dan melipat celana, kami berjalan kaki ke rumah seorang nenek yang tinggal seorang diri. Kami mengetuk pintunya perlahan, namun tak ada jawaban dan juga lampu di rumah nenek itu tidak menyala. Kami pikir tidak ada orang dan kami pun memutuskan untuk kembali.

“Krek,” suara pintu dibuka, ternyata nenek itu tidak sedang pergi dan kebetulan lampu di rumahnya sedang mati. Kami segera berbalik dan menyalami sang nenek. Satu teman kami menceritakan padanya maksud kedatangan kami. Petikan gitar mulai mengalun, kami mulai bernyanyi untuk sang nenek di pintu depan rumahnya. Ketika lagu “Malam Kudus” mulai mengalun, lilin-lilin kecil dinyalakan dan tanpa sadar air mata sang nenek ikut terjatuh, demikian juga dengan kami.

Alunan lagu Natal di malam yang dingin itu membawa kami larut dalam kedamaian kasih Allah yang dicurahkan bagi dunia ribuan tahun silam. Kehadiran kami di rumah nenek itu ternyata membawa sukacita besar tak hanya bagi sang nenek, tapi juga bagi kami. Di akhir caroling, nenek tadi bercerita tentang perasaannya yang begitu senang karena dikunjungi sekelompok anak muda.

Peristiwa Natal yang pertama kali bukanlah suatu peristiwa yang penuh kemeriahan. Maria yang tengah mengandung harus menempuh perjalanan jauh hingga tibalah saatnya untuk bersalin. Tak ada tempat untuknya hingga sebuah kandang harus menjadi tempat bagi sang Juruselamat dilahirkan. Dari sebuah kandang itu sukacita besar dicurahkan bagi seluruh umat manusia (Lukas 2:1-7).

Yesus lahir dan dunia beroleh kesukaan besar bagi seluruh bangsa. Kelahiran-Nya disambut dengan kehadiran para gembala sederhana yang mendengar kabar bahwa ada Juruselamat yang baru saja dilahirkan (Lukas 2:8-18).

Di hari Natal ini, maukah kita memberikan sesuatu untuk teman-teman kita, keluarga kita, atau orang lain yang tidak kita kenal? Bukankah Yesus datang untuk memberikan hidup-Nya bagi kita? Lantas apa yang hendak kita berikan sebagai wujud syukur dari kelahiran-Nya?

Kita bisa membagikan sukacita Natal dalam berbagai cara. Jika saat ini ada yang sedang bekerja dan tak memungkinkan untuk pulang, kita bisa menelepon keluarga di rumah dan mengucapkan selamat Natal. Jika ada rekan yang terbaring sakit di rumah sakit, kita bisa datang menjenguknya, atau bisa juga berbagi kasih dengan menyapa dan berkenalan dengan orang-orang baru yang hadir saat kebaktian Natal di gereja.

Sejatinya, Natal adalah tentang memberi. Allah telah memberikan Anak-Nya yang tunggal sebagai jalan keselamatan bagi kita (Yohanes 3:16). Lalu, sebagai anak-anak-Nya yang telah ditebus oleh-Nya, apa yang sudah kita berikan bagi Yesus?

Kita bisa memberikan kasih kita bagi sesama kita.

Baca Juga:

Damai Natal di Media Sosial

Selama bertahun-tahun umat Kristiani di Indonesia merayakan Natal dengan berbagai semaraknya, namun di penghujung tahun ini kita cukup diguncang. Menjelang Natal, sempat terjadi pengeboman sebuah gereja di Samarinda, yang kemudian disusul kasus pembubaran ibadah Natal di Sabuga. Wacana pelarangan ucapan Natal beserta pembatasan ornamen khas Natal juga menyebar di mana-mana.

Tepat Waktu

Senin, 26 Desember 2016

Tepat Waktu

Baca: Lukas 2:25-38

2:25 Adalah di Yerusalem seorang bernama Simeon. Ia seorang yang benar dan saleh yang menantikan penghiburan bagi Israel. Roh Kudus ada di atasnya,

2:26 dan kepadanya telah dinyatakan oleh Roh Kudus, bahwa ia tidak akan mati sebelum ia melihat Mesias, yaitu Dia yang diurapi Tuhan.

2:27 Ia datang ke Bait Allah oleh Roh Kudus. Ketika Yesus, Anak itu, dibawa masuk oleh orang tua-Nya untuk melakukan kepada-Nya apa yang ditentukan hukum Taurat,

2:28 ia menyambut Anak itu dan menatang-Nya sambil memuji Allah, katanya:

2:29 “Sekarang, Tuhan, biarkanlah hamba-Mu ini pergi dalam damai sejahtera, sesuai dengan firman-Mu,

2:30 sebab mataku telah melihat keselamatan yang dari pada-Mu,

2:31 yang telah Engkau sediakan di hadapan segala bangsa,

2:32 yaitu terang yang menjadi penyataan bagi bangsa-bangsa lain dan menjadi kemuliaan bagi umat-Mu, Israel.”

2:33 Dan bapa serta ibu-Nya amat heran akan segala apa yang dikatakan tentang Dia.

2:34 Lalu Simeon memberkati mereka dan berkata kepada Maria, ibu Anak itu: “Sesungguhnya Anak ini ditentukan untuk menjatuhkan atau membangkitkan banyak orang di Israel dan untuk menjadi suatu tanda yang menimbulkan perbantahan

2:35 –dan suatu pedang akan menembus jiwamu sendiri–,supaya menjadi nyata pikiran hati banyak orang.”

2:36 Lagipula di situ ada Hana, seorang nabi perempuan, anak Fanuel dari suku Asyer. Ia sudah sangat lanjut umurnya. Sesudah kawin ia hidup tujuh tahun lamanya bersama suaminya,

2:37 dan sekarang ia janda dan berumur delapan puluh empat tahun. Ia tidak pernah meninggalkan Bait Allah dan siang malam beribadah dengan berpuasa dan berdoa.

2:38 Dan pada ketika itu juga datanglah ia ke situ dan mengucap syukur kepada Allah dan berbicara tentang Anak itu kepada semua orang yang menantikan kelepasan untuk Yerusalem.

Setelah genap waktunya, maka Allah mengutus Anak-Nya. —Galatia 4:4

Tepat Waktu

Kadang saya bercanda bahwa saya akan menulis buku dengan judul Tepat Waktu. Mereka yang mengenal saya pasti tersenyum karena mereka tahu saya punya kebiasaan suka terlambat. Saya beralasan bahwa keterlambatan saya itu disebabkan karena saya terlalu optimis, bukannya karena kurang berusaha. Maksud saya, dengan penuh optimisme saya bersikeras mempercayai bahwa “kali ini” saya akan mampu memenuhi tanggung jawab saya dalam waktu yang lebih singkat dari sebelumnya. Namun kenyataannya, saya tidak mampu, dan saya tidak bisa memenuhinya. Pada akhirnya saya lagi-lagi harus meminta maaf atas kegagalan saya untuk datang tepat waktu.

Sebaliknya, Allah selalu tepat waktu. Kita mungkin berpikir bahwa Allah terlambat, tetapi Dia tidak pernah terlambat. Di sepanjang Kitab Suci, kita membaca tentang orang-orang yang tidak sabar dalam menantikan waktu Allah. Bangsa Israel sangat lama menantikan Mesias yang telah dijanjikan bagi mereka. Walaupun banyak yang menyerah, Simeon dan Hana tidak menyerah. Setiap hari mereka berdoa dan menanti di Bait Allah (Luk. 2:25-26,37). Iman mereka pun menerima imbalannya. Mereka berkesempatan melihat bayi Yesus ketika Dia dibawa Maria dan Yusuf untuk diserahkan kepada Tuhan (ay.27-32,38).

Ketika kita berkecil hati karena Allah tidak menjawab doa pada waktu yang kita harapkan, Natal mengingatkan kita bahwa “setelah genap waktunya, maka Allah mengutus Anak-Nya, . . . supaya kita diterima menjadi anak” (Gal. 4:4-5). Waktu Allah selalu tepat dan penantian kamu takkan sia-sia. —Julie Ackerman Link

Bapa Surgawi, aku mengakui bahwa aku menjadi tidak sabar dan patah semangat karena menghendaki doa-doaku dijawab sesuai dengan jadwal dan waktuku. Mampukan aku menantikan dengan sabar waktu-Mu dalam segala hal yang kuharapkan.

Allah tidak pernah terlambat—nantikanlah Dia dengan sabar.

Bacaan Alkitab Setahun: Hagai 1-2; Wahyu 17

Artikel Terkait:

Kepada Semua Pemudi Kristen yang Masih Lajang

Mencari pria yang tepat sebagai pasangan hidup kita bukanlah hal yang salah, juga bukan perkara yang mudah. Tetapi, janganlah sampai kita tenggelam dalam pencarian itu, sehingga kita tidak lagi bisa melihat tujuan besar Allah bagi hidup kita.