Aku Melakukan Kesalahan Besar, Akankah Tuhan Mengampuniku?

aku-melakukan-kesalahan-besar

Oleh Ruth Lawrence, Inggris
Artikel asli dalam bahasa Inggris: We are Not the Sum of our Bad Choices

Kamu mungkin menemui mereka di jalanan. Orang-orang yang kesepian, tidak memiliki tempat tinggal, dan kecanduan. Dahulu, mereka mungkin sama seperti kita, tapi di suatu waktu dalam kehidupan mereka, satu atau lebih pilihan yang salah telah menghancurkan kehidupan mereka. Kini, mereka berpikir sudah terlambat untuk mencoba memperbaiki kesalahan mereka. Mereka berpikir Tuhan juga tidak ingin berelasi dengan mereka lagi.

Atau mungkin kamu mempunyai seorang teman atau mendengar seseorang yang berjuang untuk membesarkan bayinya seorang diri setelah beberapa pilihan yang buruk yang dibuatnya. Hidup menjadi sulit dan sepi baginya. “Bahkan jika Tuhan itu ada, Dia juga tidak tahu atau tidak peduli dengan kesulitanmu,” katanya.

Di sekitar kita, ada begitu banyak orang-orang yang seperti itu. Bahkan, beberapa tetanggaku juga memiliki pemikiran yang serupa dengan para tunawisma jalanan yang aku ceritakan di atas. Aku merasa sedih karena mereka membiarkan pilihan-pilihan mereka di masa lalu menjebak mereka ke dalam kehidupan yang hancur—karena sebenarnya mereka tidak seharusnya seperti itu.

Itulah yang aku pelajari ketika aku mendalami Nehemia 9. Di titik ini, orang Israel sedang melakukan perjalanan kembali ke Israel, setelah menghabiskan 70 tahun di pembuangan di Babel. Nehemia telah membangun kembali tembok Yerusalem meskipun ada banyak tentangan. Kini, mereka yang telah kembali lalu dikumpulkan bersama dan mereka dihadapkan pada sebuah pilihan: Akankah mereka mengikut Tuhan?

Jawabannya adalah ya—mereka ingin mengikut Tuhan. Kita dapat melihat doa pertobatan mereka di Nehemia 9. Itu adalah sebuah doa yang panjang dan berisi apa yang telah Tuhan lakukan bagi mereka sebagai sebuah bangsa dan juga semua kesalahan mereka. Sama seperti orang-orang yang kita lihat di sekitar kita, bangsa Israel membuat beberapa pilihan yang sangat buruk. Mereka menolak Tuhan dan melakukan apa yang mereka inginkan, bahkan setelah melihat Tuhan melakukan hal-hal yang luar biasa bagi mereka—seperti melepaskan mereka dari perbudakan.

Mereka tentunya dipenuhi rasa sesal dan rasa malu ketika mereka melihat kembali kesalahan-kesalahan mereka di masa lalu. Tapi apa yang mengagetkan saya tentang doa mereka bukanlah tentang dosa-dosa mereka, tapi bagaimana Tuhan merespons mereka ketika mereka jatuh. Di dalam Nehemia 9 ada banyak kata-kata yang indah seperti berikut:

“Tetapi Engkaulah Allah yang sudi mengampuni, yang pengasih dan penyayang, yang panjang sabar dan berlimpah kasih setia-Nya. Engkau tidak meninggalkan mereka.” (Neh. 9:17)

“Engkau tidak meninggalkan mereka di padang gurun karena kasih sayang-Mu yang besar.” (Neh. 9:19)

“Dan pada waktu kesusahan mereka berteriak kepada-Mu, lalu Engkau mendengar dari langit dan karena kasih sayang-Mu yang besar Kauberikan kepada mereka orang-orang yang menyelamatkan mereka dari tangan lawan mereka.” (Neh. 9:27)

“Kembali mereka berteriak kepada-Mu, dan Engkau mendengar dari langit, lalu menolong mereka berulang kali, karena kasih sayang-Mu.” (Neh. 9:28)

“Tetapi karena kasih sayang-Mu yang besar Engkau tidak membinasakan mereka sama sekali dan tidak meninggalkan mereka, karena Engkaulah Allah yang pengasih dan penyayang.” (Neh. 9:31)

Wow! Betapa luar biasanya Tuhan kita, yang penuh kasih sayang dan masih mengasihi kita meskipun ketika kita mengabaikan Dia. Dalam hidupku sendiri, aku juga telah gagal menjalankan perintah-perintah Tuhan seperti yang dilakukan oleh bangsa Israel. Dan salah satu yang begitu mengena untukku adalah ketika aku memilih untuk tidak menceritakan tentang Yesus kepada seseorang, karena aku takut dengan tanggapan yang mungkin diberikan oleh orang itu.

Di Inggris, orang-orang biasanya tidak mengenal atau tidak berbicara dengan tetangga-tetangga mereka. Di lingkunganku, kami mungkin mengucapkan salam kepada orang-orang ketika kami meninggalkan rumah pada waktu yang bersamaan, tapi percakapan kami tidak pernah lebih dari seputar cuaca. Jadi meskipun aku tahu tetangga-tetanggaku membutuhkan Yesus, aku tidak berkata lebih dari “halo” ketika aku melihat mereka, karena aku takut mereka akan berpikir bahwa aku gila.

Ketika aku memikirkan semua kesempatan yang telah aku lewatkan, aku merasa begitu bersalah. Aku tahu aku telah mengabaikan apa yang Tuhan perintahkan untuk aku lakukan: mengabarkan tentang Yesus kepada orang-orang. Dan itu membuatku berpikir bahwa Dia pastilah sangat marah denganku.

Jadi membaca ayat-ayat ini membuatku menjadi sangat lega. Itu terasa seperti seseorang mengangkat beban yang berat dari punggungku. Dan itulah yang Tuhan janjikan jika kita mengambil waktu untuk berdoa, mengaku dosa kita, dan meminta pengampunan-Nya; Dia akan membebaskan kita dari segala rasa bersalah dan membersihkan kita dari dosa-dosa kita. Tentu aku masih perlu bertanggung jawab untuk mengabarkan tentang Yesus kepada orang-orang, tapi aku dapat melakukan itu karena aku ingin taat kepada Tuhan dan bukan karena rasa bersalahku.

Jadi, inilah pesan yang ingin aku sampaikan. Mungkin kamu telah membuat beberapa pilihan yang buruk di masa lalu. Mungkin kamu pergi dengan teman-teman yang salah atau kamu melakukan hal yang seharusnya tidak kamu lakukan ketika pacaran dan kamu tahu bahwa tindakanmu tidak menyenangkan Tuhan. Atau mungkin pilihan-pilihan yang kamu buat membuatmu merasa kosong dan bersalah. Jika kamu merasa begitu hancur dan merasa Tuhan tidak mungkin mengampunimu, bacalah apa yang Tuhan katakan di dalam Alkitab. Ketahuilah tentang pribadi-Nya dan apa yang telah Dia lakukan bagimu di atas kayu salib. Akuilah dosamu dan mintalah pengampunan-Nya.

Kembalilah kepada Tuhan yang “pengasih dan penyayang, yang panjang sabar dan berlimpah kasih setia-Nya.” Dia takkan mengabaikanmu. Jangan terjebak dalam kesalahan yang kita buat di masa lalu. Bersama-Nya, kamu dapat menjadi pribadi yang lebih baik.

Baca Juga:

Ketika Aku Menyadari Bahwa Kerja Keras Bukanlah Segalanya

Dahulu, aku adalah seorang pekerja yang bekerja setiap hari tanpa mengenal waktu dan memberikan hati dan jiwaku bagi pekerjaan yang ada padaku. Tapi beberapa percakapan dengan temanku mengubah segalanya.

Anugerah Ini

Selasa, 25 Oktober 2016

Anugerah Ini

Baca: 2 Korintus 12:6-10

12:6 Sebab sekiranya aku hendak bermegah juga, aku bukan orang bodoh lagi, karena aku mengatakan kebenaran. Tetapi aku menahan diriku, supaya jangan ada orang yang menghitungkan kepadaku lebih dari pada yang mereka lihat padaku atau yang mereka dengar dari padaku.

12:7 Dan supaya aku jangan meninggikan diri karena penyataan-penyataan yang luar biasa itu, maka aku diberi suatu duri di dalam dagingku, yaitu seorang utusan Iblis untuk menggocoh aku, supaya aku jangan meninggikan diri.

12:8 Tentang hal itu aku sudah tiga kali berseru kepada Tuhan, supaya utusan Iblis itu mundur dari padaku.

12:9 Tetapi jawab Tuhan kepadaku: “Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna.” Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku.

12:10 Karena itu aku senang dan rela di dalam kelemahan, di dalam siksaan, di dalam kesukaran, di dalam penganiayaan dan kesesakan oleh karena Kristus. Sebab jika aku lemah, maka aku kuat.

Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku. —2 Korintus 12:9

Anugerah Ini

Beberapa tahun lalu saya pernah menulis sebuah esai tentang koleksi tongkat pembantu jalan yang saya miliki. Saya bercanda bahwa suatu hari nanti saya akan membutuhkan alat bantu jalan yang lebih canggih. Hari itu telah tiba. Kombinasi masalah tulang belakang dan kerusakan saraf perifer telah memaksa saya untuk menggunakan alat bantu jalan beroda tiga. Saya tidak dapat lagi menjelajahi alam. Saya tidak dapat lagi memancing. Saya tidak dapat lagi melakukan banyak hal yang selama ini memberikan kesenangan bagi saya.

Namun demikian, saya mencoba untuk menerima keterbatasan saya, apa pun itu, sebagai anugerah dari Allah, dan dengan anugerah inilah saya harus melayani Dia. Anugerah ini dan bukan yang lain. Itu juga berlaku bagi kita semua, entah kita mengalami keterbatasan dari segi emosi, fisik, atau intelektual. Dengan blak-blakan, Paulus mengatakan bahwa ia bermegah atas kelemahannya, karena justru dalam kelemahan itulah kuasa Allah dinyatakan di dalam dirinya (2Kor. 12:9).

Bila kita memandang segala sesuatu yang kita anggap sebagai kendala dengan cara seperti itu, kita akan dimampukan untuk melakukan tanggung jawab kita dengan penuh keberanian dan keyakinan. Daripada mengeluh, mengasihani diri, atau mengasingkan diri, lebih baik kita memberi diri untuk dipakai Allah menggenapi tujuan-tujuan yang telah ditentukan-Nya.

Saya tidak tahu apa yang dikehendaki Allah bagi kamu dan saya, tetapi kita tidak perlu mengkhawatirkannya. Yang perlu kita lakukan sekarang adalah menerima saja segala sesuatu sebagaimana adanya dan merasa cukup, dengan menyadari bahwa di dalam kasih, hikmat, dan pemeliharaan Allah, keadaan inilah yang terbaik bagi kita. —David Roper

Ya Tuhan, aku tahu Engkau baik dan mengasihiku. Aku percaya Engkau akan memberikan segala sesuatu yang kuperlukan untuk hari ini.

Rasa cukup memampukan kita untuk bertumbuh di mana pun Allah menempatkanmu.

Bacaan Alkitab Setahun: Yeremia 6-8; 1 Timotius 5

Artikel Terkait:

Pekerjaan yang Paling Ideal: Ibu Rumah Tangga

Ketika pemimpin kelompok diskusi pemuda Christine memintanya menuliskan sebuah pekerjaan yang menurutnya ideal, dia menuliskan satu pekerjaan ini: “Ibu rumah tangga”. Kemudian, Tuhan membukakan kepada Christine mengenai sebuah kisah dari seorang ibu rumah tangga yang menginspirasinya.