Sebuah Surat Untuk Istriku (Kelak)

Penulis: Shawn Quah, Singapura
Artikel asli dalam Bahasa Inggris: A Letter To My Future Wife

A-letter-to-my-future-wife

Yang terkasih Istriku (kelak),

Rasanya seperti mimpi, sudah sehari kita menjadi suami-istri. Memandangmu selangkah demi selangkah mendekati altar dalam balutan gaun pengantin nan anggun kemarin, membuatku tidak henti-hentinya bersyukur kepada Tuhan yang telah membawa dirimu ke dalam hidupku.

Saat aku masih sendiri dan merasa kesepian, aku memohon kepada Tuhan untuk memberiku pasangan yang dapat mengisi hidupku dengan arti. Betapa salahnya berdoa seperti itu. Melalui seorang sahabatku, Tuhan mengajarkan apa yang seharusnya aku doakan. Aku seharusnya memohon Tuhan membentuk karakterku agar aku dapat menjadi pasangan yang tepat bagi istriku kelak.

Kita sudah saling mengenal cukup lama sebelum aku benar-benar memperhatikanmu. Kita bersahabat, masing-masing melayani Tuhan dalam bidang kita masing-masing. Aku sangat senang ketika kita mulai dekat dan aku tidak bisa berhenti tersenyum sendiri (apakah rasa sukaku saat itu terlalu kentara?)

Tuhan tahu betapa aku membutuhkan pasangan sepertimu, seseorang yang tidak hanya dapat menyemangatiku, tetapi juga yang bisa menjadi tempat aku membagikan pikiran dan perasaanku yang terdalam. Kamu juga sangat cocok dengan ibuku (sejak awal aku sudah yakin bahwa ibuku akan menyukaimu!), dan perhatianmu kepada adikku yang punya kebutuhan khusus sangat menyentuhku. Masakanmu yang enak jelas menjadi nilai tambah yang merebut hati keluarga besarku.

Harus kuakui, kamu tidak sama seperti sosok istri yang dulu aku bayangkan dalam puisi-puisiku—kamu jauh lebih baik. Tuhan tahu bahwa kamu adalah orang yang akan dapat menantangku untuk bertumbuh menjadi pribadi yang Dia inginkan.

Bulan-bulan menjelang pernikahan kita, aku sempat ragu apakah kita akan menjadi pasangan yang serasi—kita berdua tahu betapa berbedanya tipe kepribadian kita. Namun, kamu selalu mengingatkanku bahwa ini adalah perjalanan yang kita sepakati bersama, dan Yesus akan memelihara kita melaluinya. Dengan komitmen itu, kita bisa mengatasi setiap perbedaan pendapat yang muncul di antara kita. Proses yang kita lalui bersama juga menolongku lebih memahami kebiasaan-kebiasaanmu yang unik, hal-hal yang kamu anggap penting, juga besarnya cintamu kepadaku. Jelas kita juga telah melewati masa-masa yang sulit, namun ada banyak pelajaran berharga yang kudapatkan melaluinya, dan aku tidak akan pernah mau menukarkannya dengan apa pun juga.

Suaraku agak gemetar saat mengucapkan janji nikah kita kemarin, kamu tentu memperhatikannya (aku bahkan melihatmu menahan tawa). Belum pernah aku sebahagia itu dalam hidupku. Aku ingin bersamamu hingga tua dan keriput nanti. Bersama-sama kita akan saling berbagi rumah yang berantakan (kalau kita nanti punya anak, semoga), saling berbagi tawa, keluhan, air mata, dan juga kata-kata penuh cinta.

Aku berdoa agar Tuhan menuntunku untuk makin mengenal Dia setiap hari, supaya aku akan menjadi suami yang dapat memimpin, mengasihi, dan menghargaimu sebagaimana yang Dia kehendaki.

Suamimu (kelak)
Februari 2016

Rasaku luruh seperti daun yang jatuh
ditiup angin yang menemani dalam sepi
jauh dari keramaian, berpayung senyap
kukatup mata dan merajut harap
ingin berjumpa dia yang ‘kan buatku lengkap

Hingga hangat menyapa meski sekejap
mengembalikan rasaku yang hampir saja lenyap
perlahan kubuka mata, tersenyum pada cahaya
sambut Pribadi yang menghujaniku dengan cinta
lega menemukan, di dalam Dia sajalah aku lengkap

Pemimpin yang Melayani

Jumat, 5 Februari 2016

Pemimpin yang Melayani

Baca: 1 Raja-Raja 12:1-15

12:1 Kemudian Rehabeam pergi ke Sikhem, sebab seluruh Israel telah datang ke Sikhem untuk menobatkan dia menjadi raja.

12:2 Segera sesudah hal itu kedengaran kepada Yerobeam bin Nebat–pada waktu itu dia masih ada di Mesir, sebab ia melarikan diri ke sana dari hadapan raja Salomo–maka kembalilah ia dari Mesir.

12:3 Orang menyuruh memanggil dia, lalu datanglah Yerobeam dengan segenap jemaah Israel dan berkata kepada Rehabeam:

12:4 “Ayahmu telah memberatkan tanggungan kami, maka sekarang ringankanlah pekerjaan yang sukar yang dibebankan ayahmu dan tanggungan yang berat yang dipikulkannya kepada kami, supaya kami menjadi hambamu.”

12:5 Tetapi ia menjawab mereka: “Pergilah sampai lusa, kemudian kembalilah kepadaku.” Lalu pergilah rakyat itu.

12:6 Sesudah itu Rehabeam meminta nasihat dari para tua-tua yang selama hidup Salomo mendampingi Salomo, ayahnya, katanya: “Apakah nasihatmu untuk menjawab rakyat itu?”

12:7 Mereka berkata: “Jika hari ini engkau mau menjadi hamba rakyat, mau mengabdi kepada mereka dan menjawab mereka dengan kata-kata yang baik, maka mereka menjadi hamba-hambamu sepanjang waktu.”

12:8 Tetapi ia mengabaikan nasihat yang diberikan para tua-tua itu, lalu ia meminta nasihat kepada orang-orang muda yang sebaya dengan dia dan yang mendampinginya,

12:9 katanya kepada mereka: “Apakah nasihatmu, supaya kita dapat menjawab rakyat yang mengatakan kepadaku: Ringankanlah tanggungan yang dipikulkan kepada kami oleh ayahmu?”

12:10 Lalu orang-orang muda yang sebaya dengan dia itu berkata: “Beginilah harus kaukatakan kepada rakyat yang telah berkata kepadamu: Ayahmu telah memberatkan tanggungan kami, tetapi engkau ini, berilah keringanan kepada kami–beginilah harus kaukatakan kepada mereka: Kelingkingku lebih besar dari pada pinggang ayahku!

12:11 Maka sekarang, ayahku telah membebankan kepada kamu tanggungan yang berat, tetapi aku akan menambah tanggungan kamu; ayahku telah menghajar kamu dengan cambuk, tetapi aku akan menghajar kamu dengan cambuk yang berduri besi.”

12:12 Pada hari lusanya datanglah Yerobeam dengan segenap rakyat kepada Rehabeam, seperti yang dikatakan raja: “Kembalilah kepadaku pada hari lusa.”

12:13 Raja menjawab rakyat itu dengan keras; ia telah mengabaikan nasihat yang diberikan para tua-tua kepadanya;

12:14 ia mengatakan kepada mereka menurut nasihat orang-orang muda: “Ayahku telah memberatkan tanggungan kamu, tetapi aku akan menambah tanggunganmu itu; ayahku telah menghajar kamu dengan cambuk, tetapi aku akan menghajar kamu dengan cambuk yang berduri besi.”

12:15 Jadi raja tidak mendengarkan permintaan rakyat, sebab hal itu merupakan perubahan yang disebabkan TUHAN, supaya TUHAN menepati firman yang diucapkan-Nya dengan perantaraan Ahia, orang Silo, kepada Yerobeam bin Nebat.

 

Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu. —Matius 20:26

Pemimpin yang Melayani

Dalam komunitas tradisional di Afrika, pergantian kepemimpinan merupakan keputusan yang serius. Setelah seorang raja mangkat, pemilihan penerusnya dilakukan dengan sangat hati-hati. Selain berasal dari keluarga kerajaan, penerus tersebut harus kuat, berani, dan bijaksana. Para kandidat akan diwawancara untuk menentukan apakah mereka rela melayani rakyat atau akan memerintah dengan tangan besi. Penerus raja haruslah seseorang yang dapat memimpin sekaligus melayani.

Meskipun Salomo sendiri pernah membuat keputusan yang buruk, ia juga mengkhawatirkan penggantinya. “Siapakah yang mengetahui apakah orang itu berhikmat atau bodoh? Meskipun demikian ia akan berkuasa atas segala usaha yang kulakukan di bawah matahari dengan jerih payah dan dengan mempergunakan hikmat” (Pkh. 2:19). Putra Salomo, Rehabeam, menjadi penerus takhta Salomo. Ternyata Rehabeam menunjukkan bahwa ia tidak cukup bijak sebagai raja dan akhirnya membuktikan kekhawatiran ayahnya.

Ketika rakyat meminta kondisi kerja yang lebih manusiawi, itulah kesempatan bagi Rehabeam untuk menunjukkan kepemimpinan yang melayani. “Kalau Baginda sungguh-sungguh ingin mengabdi kepada rakyat, kabulkanlah permohonan mereka . . . ,” saran para tetua, “maka mereka akan mengabdi kepada Baginda selama-lamanya” (1Raj. 12:7 BIS). Namun Rehabeam menolak nasihat mereka. Ia tidak mencari Allah. Tindakannya yang kejam terhadap rakyat telah membuat kerajaannya terbagi, dan mempercepat laju kemerosotan rohani umat Allah (12:14-19).

Di tengah keluarga, tempat kerja, gereja, atau lingkungan tempat tinggal kita, kita memerlukan hikmat Allah agar kita memiliki kerelaan hati untuk melayani daripada dilayani. —Lawrence Darmani

Ya Tuhan, beriku hati sebagai hamba yang rendah hati. Tolonglah aku untuk memimpin dan mengikut-Mu dengan rendah hati dan penuh belas kasihan.

Pemimpin yang baik adalah pelayan yang baik.

Bacaan Alkitab Setahun: Keluaran 36-38; Matius 23:1-22

Photo credit: Jasmine_Ai / Foter / CC BY-NC-ND