5 Hal yang Kupelajari Saat Aku Tidak Punya Pekerjaan Tetap

Penulis: Chrisanty L.
Artikel asli dalam Bahasa Inggris: 5 Things I Learned When I Couldn’t Find A Job

5-things-I-learned-when-I-couldnt-find-a-job

Hampir setahun aku tidak berhasil mendapatkan pekerjaan. Berkali-kali lamaran kerja yang aku kirimkan ditolak hingga aku mulai terbiasa mengalami kekecewaan. Selama masa-masa itu, aku terus bertanya pada diriku sendiri: apa yang akan aku lakukan dengan hidupku? Sungguh suatu masa yang penuh tekanan dan rasa frustrasi, masa yang menguji imanku di dalam Tuhan.

Namun ketika mengingat kembali semua yang kulalui, aku menyadari bahwa itu adalah satu tahun yang menolongku bertumbuh dan penuh berkat-berkat tak terduga yang benar-benar aku perlukan di dalam hidupku.

Berikut ini lima pelajaran yang kudapatkan selama masa-masa tersebut, yang mungkin akan menolong kamu ketika menghadapi situasi serupa:

1. Aku jadi lebih mencari Tuhan. Seringkali, aku merasa percakapan di antara aku dan Tuhan berlangsung satu arah. Mengapa sepertinya orang lain itu lebih mudah mendapatkan pekerjaan? Apakah mereka lebih baik dari aku? Mengapa aku selalu sial? Namun, justru karena kesulitan yang kuhadapi itulah aku berdoa lebih banyak dan berusaha lebih keras. Pada saat aku merasa putus asa dan sangat membutuhkan Tuhan, barulah aku sungguh-sungguh mencari Dia. Selama kuliah, aku tidak benar-benar menyediakan waktu khusus untuk Tuhan atau berpikir untuk melayani-Nya. Prioritas hidupku adalah untuk menjadi orang sukses; semua perhatian dan usahaku tertuju untuk mencapai tujuan itu. Satu tahun menganggur itu sangat berat, tetapi merupakan pengingat yang aku perlukan agar kembali menyadari untuk siapa aku menjalani hidupku ini.

2. Aku belajar menyerahkan hidupku kepada Tuhan. Aku senang membuat perencanaan dalam hidup, menyusun target-target untuk dicapai, memegang kendali atas hidupku. Puas rasanya ketika segala sesuatu berjalan lancar. Namun, ketika rencanaku meleset, aku pun merasa sangat terpukul. Bisa dibayangkan bagaimana rasanya ketika aku harus menyandang status sebagai “pengangguran” dan tidak punya kendali apa pun atas hidupku. Aku merasa sangat tertekan dan malu, ingin menyembunyikan diri dari keluarga dan sahabat-sahabatku. Butuh waktu kira-kira setahun sebelum akhirnya aku bisa belajar berserah dan membiarkan Tuhan mengambil alih kendali atas hidupku. Aku bersyukur aku akhirnya memutuskan untuk berserah kepada Tuhan, karena begitu aku melakukannya, aku tidak lagi merasa sendirian, aku berhenti menyalahkan diriku, dan akhirnya bisa melanjutkan hidupku.

3. Aku mendapat banyak kejutan dari Tuhan. Setelah menganggur sekitar setengah tahun, aku diajak terlibat dalam pelayanan Sekolah Minggu di gerejaku. Jujur saja, aku tidak pernah tertarik dengan apa pun yang berkaitan dengan anak-anak. Namun, karena menganggur, aku bersedia mencobanya. Di luar dugaan, mengajar Sekolah Minggu ternyata sangat menyenangkan. Aku berusaha sebaik mungkin menyiapkan bahan-bahan pengajaran dan aktivitas untuk anak-anak di kelas. Waktu mengajar setiap hari Minggu menjadi waktu yang aku tunggu-tunggu. Apakah selama ini aku telah begitu sibuk dengan impianku menggapai sukses sehingga melewatkan semua ini? Kemungkinan besar aku tidak akan pernah terlibat di gereja jika aku langsung menemukan pekerjaan selepas kuliah. Tetapi, Tuhan mengenal aku, dan punya rencana yang berbeda untukku.

4. Aku memiliki perspektif yang baru tentang kehidupan. Saat aku mulai menyerahkan diri kepada pengaturan Tuhan, aku belajar menjalani hidup dengan perspektif yang baru. Secara bertahap, aku mulai berhenti memusingkan apa yang dipikirkan orang lain tentang diriku. Dan sekalipun lamaran kerjaku masih terus ditolak, aku tidak lagi merasa terlalu tertekan. Prioritasku kini adalah membangun hubungan dengan orang lain, menyediakan waktu membaca Alkitab, berbicara dengan Tuhan, dan melayani di Sekolah Minggu. Meski hidupku tidak berjalan sesuai dengan apa yang aku inginkan, aku merasa puas, tenang, dan bersyukur. Tuhan menyediakan semua kebutuhanku dengan cara yang berbeda.

5. Aku belajar bersyukur atas masa-masa sulit. Menjadi pengangguran selama setahun mengajarkan aku untuk bisa tetap bersukacita dan bersyukur saat mengalami kegagalan. Aku juga bersyukur untuk tantangan dan pembentukan Tuhan yang membawaku makin dekat kepada-Nya.

Merenungkan kembali waktu-waktu yang kulewatkan tanpa pekerjaan tetap, aku takjub melihat bagaimana Tuhan telah memeliharaku, selangkah demi selangkah menapaki perjalananku. Sekalipun aku tidak bisa melihat dengan jelas rencana-Nya untuk masa depanku, aku yakin dan percaya bahwa Dia akan terus memeliharaku. Dalam doa, aku minta Tuhan menolongku untuk tidak melupakan semua pelajaran ini, bahkan setelah nantinya aku mendapat pekerjaan tetap.

Sisa Waktu

Rabu, 11 November 2015

Sisa Waktu

Baca: Daniel 6:11-24

6:11 Demi didengar Daniel, bahwa surat perintah itu telah dibuat, pergilah ia ke rumahnya. Dalam kamar atasnya ada tingkap-tingkap yang terbuka ke arah Yerusalem; tiga kali sehari ia berlutut, berdoa serta memuji Allahnya, seperti yang biasa dilakukannya.

6:12 Lalu orang-orang itu bergegas-gegas masuk dan mendapati Daniel sedang berdoa dan bermohon kepada Allahnya.

6:13 Kemudian mereka menghadap raja dan menanyakan kepadanya tentang larangan raja: “Bukankah tuanku mengeluarkan suatu larangan, supaya setiap orang yang dalam tiga puluh hari menyampaikan permohonan kepada salah satu dewa atau manusia kecuali kepada tuanku, ya raja, akan dilemparkan ke dalam gua singa?” Jawab raja: “Perkara ini telah pasti menurut undang-undang orang Media dan Persia, yang tidak dapat dicabut kembali.”

6:14 Lalu kata mereka kepada raja: “Daniel, salah seorang buangan dari Yehuda, tidak mengindahkan tuanku, ya raja, dan tidak mengindahkan larangan yang tuanku keluarkan, tetapi tiga kali sehari ia mengucapkan doanya.”

6:15 Setelah raja mendengar hal itu, maka sangat sedihlah ia, dan ia mencari jalan untuk melepaskan Daniel, bahkan sampai matahari masuk, ia masih berusaha untuk menolongnya.

6:16 Lalu bergegas-gegaslah orang-orang itu menghadap raja serta berkata kepadanya: “Ketahuilah, ya raja, bahwa menurut undang-undang orang Media dan Persia tidak ada larangan atau penetapan yang dikeluarkan raja yang dapat diubah!”

6:17 Sesudah itu raja memberi perintah, lalu diambillah Daniel dan dilemparkan ke dalam gua singa. Berbicaralah raja kepada Daniel: “Allahmu yang kausembah dengan tekun, Dialah kiranya yang melepaskan engkau!”

6:18 Maka dibawalah sebuah batu dan diletakkan pada mulut gua itu, lalu raja mencap itu dengan cincin meterainya dan dengan cincin meterai para pembesarnya, supaya dalam hal Daniel tidak dibuat perubahan apa-apa.

6:19 Lalu pergilah raja ke istananya dan berpuasalah ia semalam-malaman itu; ia tidak menyuruh datang penghibur-penghibur, dan ia tidak dapat tidur.

6:20 Pagi-pagi sekali ketika fajar menyingsing, bangunlah raja dan pergi dengan buru-buru ke gua singa;

6:21 dan ketika ia sampai dekat gua itu, berserulah ia kepada Daniel dengan suara yang sayu. Berkatalah ia kepada Daniel: “Daniel, hamba Allah yang hidup, Allahmu yang kausembah dengan tekun, telah sanggupkah Ia melepaskan engkau dari singa-singa itu?”

6:22 Lalu kata Daniel kepada raja: “Ya raja, kekallah hidupmu!

6:23 Allahku telah mengutus malaikat-Nya untuk mengatupkan mulut singa-singa itu, sehingga mereka tidak mengapa-apakan aku, karena ternyata aku tak bersalah di hadapan-Nya; tetapi juga terhadap tuanku, ya raja, aku tidak melakukan kejahatan.”

6:24 Lalu sangat sukacitalah raja dan ia memberi perintah, supaya Daniel ditarik dari dalam gua itu. Maka ditariklah Daniel dari dalam gua itu, dan tidak terdapat luka apa-apa padanya, karena ia percaya kepada Allahnya.

Tiga kali sehari ia berlutut, berdoa serta memuji Allahnya, seperti yang biasa dilakukannya. —Daniel 6:11

Sisa Waktu

Seorang teman sedang mengunjungi kota kami. Ia seorang yang sangat sibuk dan jadwalnya pun sangat padat. Namun, setelah melakukan rapat demi rapat sepanjang hari itu, ia menyempatkan diri untuk mampir ke rumah kami selama setengah jam untuk makan bersama yang singkat di larut malam. Kami menikmati kunjungannya, tetapi saya sempat terpikir, “Kami hanya mendapat sisa-sisa waktunya.”

Lalu saya teringat betapa seringnya Allah mendapatkan sisa-sisa waktu saya—adakalanya hanya beberapa menit sebelum saya terlelap.

Daniel adalah seorang yang sibuk. Ia memegang kedudukan yang tinggi di pemerintahan kerajaan Babel kuno, dan saya yakin ia memiliki jadwal yang padat. Namun, ia telah membangun kebiasaan untuk meluangkan waktunya bersama Allah—berdoa tiga kali sehari, memuji Allah, dan mengucap syukur kepada-Nya. Rutinitas itu menolongnya membangun keteguhan iman yang tidak goyah ketika menghadapi penganiayaan (Dan. 6).

Allah rindu bersekutu dengan kita. Di pagi hari, kita dapat mengundang Allah hadir dalam hari kita, kemudian kita dapat memuji-Nya dan memohon pertolongan-Nya di sepanjang hari itu. Di waktu lain, kita dapat meluangkan waktu untuk menyepi bersama-Nya dan merenungkan kasih setia-Nya. Ketika kita menyediakan waktu bersama Allah di dalam doa dan firman-Nya, kita akan bertumbuh dalam persekutuan dengan-Nya dan belajar untuk menjadi semakin serupa dengan-Nya. Pada saat kita mendahulukan waktu bersama Allah, kita akan semakin menikmati kebersamaan dengan-Nya. —Keila Ochoa

Bapa Surgawi, aku ingin memiliki persekutuan yang intim dengan-Mu. Aku mengundang-Mu untuk masuk dalam keseluruhan hariku—mulai dari aku bangun tidur sampai aku tidur kembali.

Orang-orang yang menanti-nantikan TUHAN mendapat kekuatan baru. —Yesaya 40:31

Bacaan Alkitab Setahun: Yeremia 50; Ibrani 8