Haruskah Aku

Oleh: Sandro H. Sirait

Haruskah

Haruskah aku diremukkan hatinya dulu
hingga aku menghargai Sang Pencipta Hati?

Haruskah aku mengalami kegagalan dulu
hingga aku tersungkur di hadapan Yang Tak Pernah Gagal?

Haruskah aku dibenci habis-habisan dulu
hingga bisa percaya ada Kasih yang Tak Pernah Habis?

Haruskah aku jatuh tergeletak dulu
hingga aku mengenal Pribadi yang sanggup mengangkatku?

Haruskah aku berjalan di lembah kekelaman dulu
hingga aku berteriak mencari-cari Terang?

Haruskah aku dibuat miskin dulu
hingga aku menyadari anugerah Sang Penyedia?

Haruskah aku dibuat sakit dulu
hingga aku mencari Sang Penyembuh?

Haruskah aku dijatuhkan ke dasar terbawah dulu
hingga aku tergerak untuk melihat ke Atas?

Haruskah aku didesak sampai batas kekuatanku
hingga aku mau rajin menimba Hikmat?

Haruskah aku dibiarkan tersesat dulu
hingga aku mau menyimak petunjuk Yang Benar?

Haruskah aku buta dulu
hingga aku menyadari pentingnya Visi?

Haruskah aku tuli dulu
hingga aku rindu mendengar Suara TUHAN?

Haruskah aku bisu dulu
hingga aku bisa berhenti membicarakan diri sendiri?

Haruskah aku dibuat idiot dulu
hingga aku berhenti berpikir bahwa “aku punya jawabannya”?

Haruskah aku hangus terbakar nafsu dulu
hingga aku tidak lagi berhasrat untuk intim dengan dunia?

Haruskah aku dibuat hancur berkeping-keping dulu
hingga aku cukup rendah hati meminta belas kasihan?

Haruskah aku kehilangan semua yang berharga dulu
hingga aku bisa memilah mana yang penting dan utama?

Haruskah seluruh pegangan hidupku hancur dulu
hingga aku mau berlutut, menundukkan diri,
merendahkan hati mencari Tuhan yg hidup?

 
“Carilah TUHAN selama Ia berkenan ditemui;
berserulah kepada-Nya selama Ia dekat!”
#Yesaya 55:6

Bukan Ucapan Selamat Jalan

Senin, 13 Juli 2015

Bukan Ucapan Selamat Jalan

Baca: Filipi 4:1-9

4:1 Karena itu, saudara-saudara yang kukasihi dan yang kurindukan, sukacitaku dan mahkotaku, berdirilah juga dengan teguh dalam Tuhan, hai saudara-saudaraku yang kekasih!

4:2 Euodia kunasihati dan Sintikhe kunasihati, supaya sehati sepikir dalam Tuhan.

4:3 Bahkan, kuminta kepadamu juga, Sunsugos, temanku yang setia: tolonglah mereka. Karena mereka telah berjuang dengan aku dalam pekabaran Injil, bersama-sama dengan Klemens dan kawan-kawanku sekerja yang lain, yang nama-namanya tercantum dalam kitab kehidupan.

4:4 Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah!

4:5 Hendaklah kebaikan hatimu diketahui semua orang. Tuhan sudah dekat!

4:6 Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur.

4:7 Damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal, akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus.

4:8 Jadi akhirnya, saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu.

4:9 Dan apa yang telah kamu pelajari dan apa yang telah kamu terima, dan apa yang telah kamu dengar dan apa yang telah kamu lihat padaku, lakukanlah itu. Maka Allah sumber damai sejahtera akan menyertai kamu.

Apa yang telah kamu pelajari dan apa yang telah kamu terima, dan apa yang telah kamu dengar dan apa yang telah kamu lihat padaku, lakukanlah itu. —Filipi 4:9

Bukan Ucapan Selamat Jalan

Francis Allen pernah membimbing saya untuk mengenal Yesus, dan hampir tiba saatnya bagi Francis untuk berpulang dan bertemu Yesus muka dengan muka. Saya berada di rumahnya ketika waktunya makin dekat untuk mengucapkan selamat jalan. Saya ingin mengucapkan sesuatu yang berkesan dan berarti.

Hampir satu jam, saya berdiri di samping ranjangnya. Ia tertawa begitu lepas mendengar cerita saya. Setelah itu kami pun berbincang serius, dan dengan sisa-sisa tenaganya, ia membahas beberapa bagian dalam hidup saya yang menurutnya masih perlu diperbaiki. Saya mendengarkannya, sambil mencari cara untuk mengucapkan selamat jalan kepadanya.

Sebelum saya sempat bicara, ia berkata, “Randy, ingatlah apa yang selalu kukatakan kepadamu. Tak ada yang perlu kita takuti karena kita tahu akhir kisahnya. Aku tak takut. Lakukan saja apa yang kuajarkan padamu.” Kata-katanya yang menantang itu mengingatkan saya pada perintah Paulus kepada orang percaya di Filipi: “Apa yang telah kamu pelajari dan apa yang telah kamu terima, dan apa yang telah kamu dengar dan apa yang telah kamu lihat padaku, lakukanlah itu” (Flp. 4:9).

Mata Francis di pertemuan terakhir saya itu memancarkan semangat yang sama seperti ketika pertama kali saya bertemu dengannya. Rasa takut tidak ada sama sekali dalam hatinya.

Begitu besar pengaruh Francis dalam kata-kata yang saya tulis, kisah yang saya ceritakan, dan orang-orang yang saya layani. Di sepanjang jalan hidup kita, marilah kita mengingat orang-orang yang telah membimbing kita bertumbuh di dalam iman. —Randy Kilgore

Siapa yang menjadi pembimbingmu? Apakah kamu membimbing orang lain?

Hiduplah sedemikian rupa sehingga ketika orang mengenalmu, mereka ingin mengenal Kristus.

Bacaan Alkitab Setahun: Mazmur 7–9; Kisah Para Rasul 18