Mengapa Harus Aku?

Oleh: Putri Patuan Rabby Lumban Gaol

Mengapa-Harus-Aku_

Sewaktu kelas 4 SD, aku sering melihat para pelayan Tuhan yang datang berkunjung ke tempat-tempat kumuh sekitar rumahku. Aku terkesan. Orang-orang terpelajar seperti mereka punya pekerjaan yang baik dan dihormati orang. Mengapa mereka mau susah-susah datang ke tempat kumuh seperti ini? Aku makin keheranan ketika di lain waktu melihat orang-orang di sekitar rumah, termasuk mamaku sendiri, melakukan hal yang sama. Aku tak habis mengerti mengapa mereka yang serba kekurangan bahkan makan pun susah mau datang ke tempat kumuh lainnya untuk berbagi dan melayani sesama? Setelah aku lebih dewasa, aku baru memahami, bahwa sikap yang mau melayani itu mereka miliki karena mereka mengenal Allah yang sama, Allah yang Mahakasih dan Mahapemurah. Dalam Firman-Nya kita diajarkan untuk saling berbagi (Lukas 3:11), dan saling melayani seperti yang telah diteladankan oleh Kristus sendiri (Matius 20:28; Yohanes 13:14-15).

Yang sangat mengesankan bagiku adalah Allah berkenan memakai berbagai macam orang untuk terlibat dalam pekerjaan-pekerjaan-Nya yang luar biasa. Alkitab mencatat tentang Tomas yang peragu, Petrus yang emosional, Marta yang penuh kekuatiran, Rahab yang pernah melacurkan diri, Elia yang bahkan sampai mau bunuh diri. Alkitab mencatat tentang raja yang terkenal, janda yang miskin, orang-orang terpelajar, juga nelayan yang tidak sekolah. Yang dipakai Allah bukan sekadar orang-orang berbakat khusus, tetapi orang-orang yang mau menanggapi panggilan-Nya.

Entah kamu pernah merasakannya atau tidak, tetapi adakalanya aku sendiri merasa minder, merasa tidak punya kemampuan yang hebat untuk melayani Allah. Bukankah ada banyak orang lain yang punya keahlian dan lebih layak untuk dipakai Allah? Mengapa harus aku? Aku tidak punya hal yang cukup baik untuk diberikan. Tanpa kusadari, aku sudah membuat standar sendiri untuk mengukur yang namanya pelayanan kepada Allah. Aku menganggap pekerjaan-pekerjaan tertentu sebagai pelayanan yang besar dan berarti, sementara pekerjaan-pekerjaan tertentu hanyalah pelayanan kecil yang kurang berarti. Padahal, Firman Allah mengajarkan kita melakukan segala sesuatu untuk Allah, untuk memuliakan-Nya (1 Korintus 10:31; Kolose 3:23)! Jadi, sebenarnya tidak ada pelayanan yang terlalu besar atau terlalu kecil di mata Allah. Ketika kita melakukannya dengan hati yang tertuju kepada Allah, menjahit pakaian atau memberi secangkir air minum pun berharga di mata-Nya, dan bahkan dapat dipakai-Nya dengan luar biasa (Markus 9:41; Kisah Para Rasul 9:39).

Ketika mengetik tulisan ini, aku memperhatikan lampu kamar yang ukurannya lebih kecil daripada lampu ruang tengah. Apakah lampu itu lantas menjadi kurang penting? Jelas tidak. Ukuran lampu kamarku kecil karena kamarku memang tidak seluas ruang tengah yang membutuhkan penerangan lebih besar. Sebuah gambaran yang mengingatkanku betapa Allah yang Mahatahu dan Mahabijak, juga memperlengkapi dan menempatkan kita tidak secara kebetulan. Dia mempersiapkan setiap kita secara unik, memberi kita kapasitas yang berbeda-beda, sehingga kita bisa saling melengkapi sebagai sesama anggota tubuh Kristus yang melayani Sang Raja!

Makin lama melayani, makin aku menyadari bahwa sebagaimana kita diselamatkan karena anugerah Allah, kita juga dipanggil untuk melayani karena anugerah-Nya. Allah bisa memakai siapa saja yang dikehendaki-Nya untuk melayani Dia. Allah bahkan bisa saja memakai bala tentara malaikat yang jelas lebih mumpuni daripada kita manusia. Akan tetapi, Allah memilih menyatakan karya-Nya di dunia ini melalui kita, bukan tanpa kita!

Hari ini, aku tidak merasa lebih hebat karena sudah aktif melayani dalam komunitas orang percaya. Kenyataannya, Allah mengizinkanku menghadapi berbagai kesulitan dan hambatan dalam pelayanan untuk mengajarku terus bergantung kepada-Nya, dan membentuk karakterku agar makin serupa Kristus. Aku tidak perlu menjadi hebat dan sempurna dulu baru aku dapat melayani-Nya. Allah memakai orang-orang yang mau menanggapi panggilan-Nya. Sebab itu, selama aku masih ditempatkan Allah di dunia ini, aku ingin terus taat dan setia mengerjakan apa yang dipercayakan-Nya di tanganku, seperti yang kerap diingatkan sebuah lagu:

Yesus Kau kebenaran yang menyelamatkanku,
Kau memb’rikanku hidup dan pengharapan

S’lama ku hidup, ku hidup bagi-Mu,
mataku tetap, tetap memandang-Mu,
dunia tak bisa menjauhkanku dari kasih-Mu

Kerinduanku ketika menghadap Allah kelak, muka dengan muka, aku dapat mendengar Dia berkata, “Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia, … Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu.” (Matius 25:23).

Silinder Koresh

Sabtu, 4 Juli 2015

Silinder Koresh

Baca: Ezra 1:1-4

1:1 Pada tahun pertama zaman Koresh, raja negeri Persia, TUHAN menggerakkan hati Koresh, raja Persia itu untuk menggenapkan firman yang diucapkan oleh Yeremia, sehingga disiarkan di seluruh kerajaan Koresh secara lisan dan tulisan pengumuman ini:

1:2 “Beginilah perintah Koresh, raja Persia: Segala kerajaan di bumi telah dikaruniakan kepadaku oleh TUHAN, Allah semesta langit. Ia menugaskan aku untuk mendirikan rumah bagi-Nya di Yerusalem, yang terletak di Yehuda.

1:3 Siapa di antara kamu termasuk umat-Nya, Allahnya menyertainya! Biarlah ia berangkat pulang ke Yerusalem, yang terletak di Yehuda, dan mendirikan rumah TUHAN. Allah Israel, yakni Allah yang diam di Yerusalem.

1:4 Dan setiap orang yang tertinggal, di manapun ia ada sebagai pendatang, harus disokong oleh penduduk setempat dengan perak dan emas, harta benda dan ternak, di samping persembahan sukarela bagi rumah Allah yang ada di Yerusalem.”

TUHAN menggerakkan hati Koresh, raja Persia itu. —Ezra 1:1

Silinder Koresh

Pada tahun 1879, para arkeolog menemukan sebuah benda kecil yang luar biasa di daerah yang sekarang dikenal sebagai Irak (Babel pada masa Alkitab). Dengan panjang hanya 23 cm, Silinder Koresh itu mencatat perbuatan Raja Koresh dari Persia 2.500 tahun yang lalu. Di sana tercatat bahwa Koresh mengizinkan sekelompok orang untuk pulang ke tanah air mereka dan membangun kembali “kota-kota suci” mereka.

Kisah yang sama tertulis dalam Ezra 1. Kita membaca, “TUHAN menggerakkan hati Koresh, raja Persia” (ay.1) untuk membuat pengumuman. Koresh menyerukan pembebasan para tawanan di Babel untuk pulang ke Yerusalem dan membangun kembali rumah serta tempat ibadah mereka (ay.2-5). Namun cerita itu belumlah lengkap. Daniel pernah mengakui dosanya dan dosa bangsanya serta memohon kepada Allah untuk mengakhiri perbudakan Babel (Dan. 9). Sebagai jawabannya, Allah mengutus malaikat untuk berbicara kepada Daniel (ay.21). Lalu Dia menggerakkan hati Koresh untuk membebaskan bangsa Israel (lihat juga Yer. 25:11-12; 39:10).

Bersama-sama, Silinder Koresh dan firman Allah menunjukkan kepada kita bahwa hati sang raja diubahkan dan ia mengizinkan bangsa Israel yang dibuang untuk pulang ke tanah air mereka untuk beribadah.

Kisah itu punya dampak besar bagi kita di masa kini. Di dunia yang kelihatannya lepas kendali ini, kita dapat meyakini bahwa Allah sanggup menggerakkan hati para pemimpin. Kita membaca dalam Amsal 21:1 bahwa “hati raja seperti batang air di dalam tangan TUHAN.” Dan Roma 13:1 mengatakan, “Tidak ada pemerintah, yang tidak berasal dari Allah.”

Tuhan, yang sanggup mengubahkan hati kita dan juga hati para pemimpin kita, dapat dipercaya sebab Dialah yang memegang kendali. Marilah meminta kepada-Nya untuk terus berkarya. —Dave Branon

Bapa, dunia ini seolah lepas kendali. Kami tahu Engkau berdaulat atas segalanya. Kami berdoa agar kehendak-Mu digenapi di dalam hati para pemimpin kami.

Lebih baik berdoa daripada mengeluh.

Bacaan Alkitab Setahun: Ayub 28–29; Kisah Para Rasul 13:1-25