Keluarga dalam Iman

Minggu, 22 Maret 2015

Keluarga dalam Iman

Baca: 1 Tesalonika 2:6-14

2:6 juga tidak pernah kami mencari pujian dari manusia, baik dari kamu, maupun dari orang-orang lain, sekalipun kami dapat berbuat demikian sebagai rasul-rasul Kristus.

2:7 Tetapi kami berlaku ramah di antara kamu, sama seperti seorang ibu mengasuh dan merawati anaknya.

2:8 Demikianlah kami, dalam kasih sayang yang besar akan kamu, bukan saja rela membagi Injil Allah dengan kamu, tetapi juga hidup kami sendiri dengan kamu, karena kamu telah kami kasihi.

2:9 Sebab kamu masih ingat, saudara-saudara, akan usaha dan jerih lelah kami. Sementara kami bekerja siang malam, supaya jangan menjadi beban bagi siapapun juga di antara kamu, kami memberitakan Injil Allah kepada kamu.

2:10 Kamu adalah saksi, demikian juga Allah, betapa saleh, adil dan tak bercacatnya kami berlaku di antara kamu, yang percaya.

2:11 Kamu tahu, betapa kami, seperti bapa terhadap anak-anaknya, telah menasihati kamu dan menguatkan hatimu seorang demi seorang,

2:12 dan meminta dengan sangat, supaya kamu hidup sesuai dengan kehendak Allah, yang memanggil kamu ke dalam Kerajaan dan kemuliaan-Nya.

2:13 Dan karena itulah kami tidak putus-putusnya mengucap syukur juga kepada Allah, sebab kamu telah menerima firman Allah yang kami beritakan itu, bukan sebagai perkataan manusia, tetapi–dan memang sungguh-sungguh demikian–sebagai firman Allah, yang bekerja juga di dalam kamu yang percaya.

2:14 Sebab kamu, saudara-saudara, telah menjadi penurut jemaat-jemaat Allah di Yudea, jemaat-jemaat di dalam Kristus Yesus, karena kamu juga telah menderita dari teman-teman sebangsamu segala sesuatu yang mereka derita dari orang-orang Yahudi.

Karena kamu telah kami kasihi. —1 Tesalonika 2:8

Keluarga dalam Iman

Pada dekade 1980-an, kelas pembinaan bagi kaum lajang di gereja kami menjadi sebuah keluarga yang akrab bagi banyak orang yang telah kehilangan pasangan akibat perceraian atau kematian. Ketika seseorang akan pindah, para anggota kelas itu akan membantu untuk mengemas barang-barang, mengangkut perabotan, dan menyediakan makanan. Hari ulang tahun dan hari libur tidak lagi dijalani seorang diri, karena iman dan persahabatan telah melebur menjadi suatu hubungan yang langgeng dan sangat menguatkan. Banyak dari ikatan yang terjalin pada masa-masa sulit tiga dekade lalu itu terus berkembang dan menopang sejumlah pribadi dan keluarga hingga saat ini.

Surat Paulus kepada para pengikut Yesus di Tesalonika melukiskan suatu hubungan yang rela berbagi hidup di dalam keluarga Allah. “Kami berlaku ramah di antara kamu, sama seperti seorang ibu mengasuh dan merawati anaknya” (1Tes. 2:7). “Sebab kamu masih ingat, saudara-saudara, akan usaha dan jerih lelah kami. . . . supaya jangan menjadi beban bagi siapapun juga di antara kamu” (ay.9). “Kamu tahu, betapa kami, seperti bapa terhadap anak-anaknya, telah menasihati kamu dan menguatkan hatimu seorang demi seorang” (ay.11). Bagai seorang ibu, ayah, dan saudara, Paulus dan rekan-rekannya membagikan Injil dan hidup mereka dengan saudara-saudara seiman yang mereka kasihi (ay.8).

Dalam keluarga Allah, Dia mengaruniakan ibu, ayah, dan saudara-saudara kepada kita. Tuhan memberikan sukacita-Nya ketika kita berbagi hidup bersama dalam anugerah dan kasih-Nya. —David McCasland

Bapa, Engkau telah memanggil kami untuk saling melayani. Berilah aku hati yang bersedia menerima perhatian orang lain. Kiranya aku mau meminta tolong saat membutuhkan pertolongan dan menanggapi dengan senang hati saat mereka meminta pertolonganku.

Allah mengasihimu dan saya; marilah kita saling mengasihi.

Bacaan Alkitab Setahun: Yosua 10-12; Lukas 1:39-56