Yesus Memegang Tanganku

Oleh: Nofa Ahakhododo Bu’ulolo

Yes.41.13

“Hidup yang kini aku jalani adalah karunia pemberian Tuhan yang sangat aku syukuri.
Jikalau bukan karena pertolongan-Nya, aku mungkin tidak berada di sini dan melihat hari ini.”

Tidak ada hal yang dapat dibanggakan dari hidupku. Meski aku berusaha selalu melakukan apa yang terbaik, di mata kedua orangtuaku dan keenam saudaraku, semua yang aku lakukan tidak pernah ada yang benar. Orangtuaku tak segan memukul bahkan mengutukku ketika aku tidak mematuhi aturan yang mereka buat. Aku tahu mereka memberi banyak aturan untuk mencegah aku salah pergaulan. Namun, kemarahan mereka sering diungkapkan dengan cara yang membuat aku merasa makin tidak berarti bagi mereka. Jika aku bertengkar dengan saudara-saudaraku, selalu aku yang disalahkan. Kakak-kakakku suka berkata, “Kamu bukan adik kandung kami! Kamu itu dijual ibu kandungmu karena keluargamu tidak punya nasi untuk makan.” Sekalipun aku tahu mereka hanya bercanda, aku tetap sakit hati. Apalagi saat aku bertanya kepada mama, beliau dengan ringan menyahut, “Iya, kamu bukan anak kami, kamu anak yang ditemukan di bawah pohon pisang!” Ada masanya aku merasa tidak tahan dan ingin lari dari rumah. Semua pakaian sudah kukemas. Namun aku kemudian berpikir bahwa jika aku pergi dari rumah, aku tidak bisa melanjutkan sekolah. Akhirnya, aku tidak jadi pergi.

Beranjak remaja, aku berharap akan terjadi perubahan dalam hidupku. Sayangnya, itu tidak pernah terjadi. Malah, tekanan yang kuhadapi kian bertambah. Meski aku adalah seorang anak laki-laki, Tuhan memberiku talenta untuk memasak dan menari. Tak heran, yang lebih banyak dekat denganku adalah teman-teman perempuan. Dan hal itu sangat tidak disukai oleh keluargaku. Saat marah, papaku sering membentak, “Dasar anak lemah, bergaul sama perempuan melulu! Mau jadi apa kamu kalo besar nanti?” Ia lalu akan memaki dan memukulku. Herannya, jika kakakku melakukan kesalahan yang sama, papa hanya akan marah, namun tidak pernah memukul mereka. Sungguh, aku merasa tidak diterima dalam keluargaku.
Ketika pada satu titik, Tuhan mengizinkan keluargaku bangkrut, lagi-lagi aku berharap keadaan akan berubah dan papa bisa lebih mengontrol emosinya. Namun, ternyata situasinya makin parah. Sedikit kesalahan saja sudah cukup untuk membuat papa memarahi dan memakiku di depan umum. Pernah aku tidak tahan dan meninggalkannya. Begitu sampai di rumah, seperti dugaanku, amarah papa memuncak dan memukul aku dengan hebat. Tidak ada yang menolongku. Tak hanya papa, mama juga pernah memukulku hingga gigiku berdarah ketika aku bertengkar dengan kakakku. Hatiku sangat pedih, apalagi ketika esok harinya mama seakan tidak pernah ingat kejadian itu. Di sekolah, aku hanya bisa menangis di pelukan sahabatku. Berkali-kali rasanya aku ingin mengakhiri saja hidupku. Suatu tindakan yang bodoh, bukan? Tapi, ya itulah yang terjadi. Aku merasa dibully dan dianggap sebelah mata oleh keluargaku sendiri. Aku merasa hidupku hancur dan Tuhan tidak berpihak kepadaku.

Selepas SMA, aku tidak kuliah karena kurang biaya. Aku kemudian dikirim ke Padang, karena di sana ada kakak perempuan dan sepupuku. Betapa senangnya aku bisa keluar dari rumah. Namun, rupanya kesulitanku belum berhenti. Meski kakak perempuanku mencarikan pekerjaan buatku, ia sebenarnya tidak begitu senang dengan kehadiranku. Bicaranya kasar. Ketika aku mengalami kecelakaan sepulang kerja suatu hari, bukannya kasihan, ia malah berkata, “Kakak kan sudah bilang, merantau itu susah, sudah sana balik kampung!” Sekali lagi aku merasa tidak diterima oleh keluargaku sendiri.

Dalam masa-masa sulit itulah, Tuhan menjumpaiku. Sejak kecil aku sudah berstatus Kristen, namun hanya “Kristen KTP”. Melalui sebuah gereja karismatik di kota Padang, aku didorong untuk datang kepada Tuhan melalui pujian penyembahan. Tiap kali mendapat perlakuan yang kasar dari kakakku, aku pun akan masuk kamar, menangis dan mencurahkan isi hatiku di hadapan Tuhan. “Aku hanya ingin bebas Tuhan, aku hanya ingin bebas!” jeritku suatu hari, merasa tidak tahan lagi dengan banyak larangan yang harus kupatuhi.

Hari terus berlalu. Mimpiku untuk kuliah, kerinduanku untuk diterima dalam keluargaku, rasanya masih terlalu jauh untuk diraih. Namun, kini aku memiliki penghiburan dari firman Tuhan. Ada banyak tangisan yang dicatat dalam Alkitab, termasuk tangisan dari raja besar seperti Daud, yang bahkan pernah mengeluh kepada Tuhan, “Aku telah menjadi orang luar bagi saudara-saudaraku, orang asing bagi anak-anak ibuku” (Mazmur 69:9). Demikian juga raja Hizkia yang menangis hebat karena sudah kehilangan harapan hidup. Tuhan tidak merendahkan mereka, tetapi berkata, “Telah Kudengar doamu dan telah Kulihat air matamu, …” (2 Raja-raja 20:3, 5). Aku tahu bahwa Tuhan yang mendengarkan tangis dan doa mereka juga adalah Tuhan yang mendengarkan tangis dan doaku. Orang mungkin menganggap pria yang menangis itu lemah dan memalukan. Namun, Tuhan tidak memandang kita demikian. Ketika kita menangis di hadapan Tuhan, kita sedang mengakui bahwa kita lemah dan Dia kuat.

Lebih dari sekadar memperhatikan, Tuhan sendiri datang ke dalam dunia dalam pribadi Yesus Kristus, menjadi manusia yang sama seperti kita, merasakan penolakan orang, meneteskan air mata, diejek, dipukuli, bahkan disiksa hingga mati di kayu salib. Dia menanggung semua itu untuk memberitahu kita betapa Bapa di surga menyayangi kita. Sekalipun masa lalu kita kelam, banyak kesalahan yang telah kita perbuat, Tuhan mau mengampuni dan menerima kita apa adanya.

Karena kasih-Nya juga, Tuhan tidak membiarkan kita hidup seadanya. Dengan Firman Tuhan, hidupku berangsur-angsur diperbarui. Hari demi hari Yesus memegang tanganku dan menuntun langkahku. Ketika aku percaya kepada Yesus, hidupku yang lama telah ikut mati di atas salib. Kepahitanku, kemarahanku, kekecewaanku, rasa ingin berontakku. Sebagai gantinya, Tuhan memberiku hidup yang baru dalam Kristus yang sudah bangkit! Pikiranku, perasaanku, perbuatanku, kini terus dibentuk oleh-Nya.

Aku tidak tahu apa yang dialami teman-teman. Tapi jika kamu mengalami hal yang sama, semoga ceritaku bisa menguatkan kamu. Tangan Tuhan selalu terbuka untuk menerimamu, sekalipun orang-orang yang kamu sayangi sepertinya tidak menginginkanmu. Datanglah mencurahkan isi hatimu kepada-Nya!

Ular Dalam Kotak

Kamis, 11 Desember 2014

Ular Dalam Kotak

Baca: Yesaya 11:1-9

11:1 Suatu tunas akan keluar dari tunggul Isai, dan taruk yang akan tumbuh dari pangkalnya akan berbuah.

11:2 Roh TUHAN akan ada padanya, roh hikmat dan pengertian, roh nasihat dan keperkasaan, roh pengenalan dan takut akan TUHAN;

11:3 ya, kesenangannya ialah takut akan TUHAN. Ia tidak akan menghakimi dengan sekilas pandang saja atau menjatuhkan keputusan menurut kata orang.

11:4 Tetapi ia akan menghakimi orang-orang lemah dengan keadilan, dan akan menjatuhkan keputusan terhadap orang-orang yang tertindas di negeri dengan kejujuran; ia akan menghajar bumi dengan perkataannya seperti dengan tongkat, dan dengan nafas mulutnya ia akan membunuh orang fasik.

11:5 Ia tidak akan menyimpang dari kebenaran dan kesetiaan, seperti ikat pinggang tetap terikat pada pinggang.

11:6 Serigala akan tinggal bersama domba dan macan tutul akan berbaring di samping kambing. Anak lembu dan anak singa akan makan rumput bersama-sama, dan seorang anak kecil akan menggiringnya.

11:7 Lembu dan beruang akan sama-sama makan rumput dan anaknya akan sama-sama berbaring, sedang singa akan makan jerami seperti lembu.

11:8 Anak yang menyusu akan bermain-main dekat liang ular tedung dan anak yang cerai susu akan mengulurkan tangannya ke sarang ular beludak.

11:9 Tidak ada yang akan berbuat jahat atau yang berlaku busuk di seluruh gunung-Ku yang kudus, sebab seluruh bumi penuh dengan pengenalan akan TUHAN, seperti air laut yang menutupi dasarnya.

Sebab seluruh bumi penuh dengan pengenalan akan TUHAN. —Yesaya 11:9

Ular Dalam Kotak

Di suatu kebun raya, saya menyaksikan putri teman saya, seorang batita mungil berpipi kemerahan, menepuk-nepuk sisi luar dari sebuah kotak kaca yang besar. Di dalam kotak itu ada seekor ular bull snake bernama Billy yang sedang merayap lambat dan menatap gadis kecil itu. Billy mempunyai lingkar badan sebesar lengan atas saya dan tubuhnya berwarna cokelat kekuningan. Meski saya tahu Billy tidak akan kabur dari kotaknya, tetapi melihat makhluk yang berpenampilan ganas itu begitu dekat dengan seorang anak kecil, saya masih merasa ngeri.

Alkitab berbicara tentang suatu waktu di masa depan ketika binatang buas tidak akan lagi menjadi ancaman bagi binatang lainnya atau umat manusia. “Serigala akan tinggal bersama domba” dan “anak yang menyusu akan bermain-main dekat liang ular tedung” (Yes. 11:6,8). Semua makhluk di bumi akan hidup dengan harmonis dan damai.

Tuhan akan membangun lingkungan yang aman itu ketika Dia memulihkan dunia ini dengan hikmat, kuasa, dan pengetahuan-Nya. Pada saat itulah, Tuhan akan menghakimi dunia dengan kejujuran dan keadilan (11:4). Lalu setiap orang akan mengakui keagungan-Nya: “Seluruh bumi penuh dengan pengenalan akan TUHAN” (11:9).

Kini kita hidup dalam dunia yang sudah jatuh dalam dosa. Ketidakadilan dan perselisihan, ketakutan dan kesakitan adalah bagian yang dengan nyata dialami dalam kehidupan kita sehari-hari. Namun kelak, Allah akan mengubah segalanya, dan “akan terbit surya kebenaran dengan kesembuhan pada sayapnya” (Mal. 4:2). Pada akhirnya, Yesus akan memerintah dunia dalam kebenaran. —JBS

Tenang dan sabarlah, wahai jiwaku.
Sebentar lagi saat tibalah
Bahwa engkau berjumpa dengan Dia
Yang menghiburmu di masa lelah. —von Schlegel
(Pelengkap Kidung Jemaat, No. 166)

Serahkanlah penghakiman terakhir kepada tangan Allah yang adil.