Ulasan Buku: Memahami Perbedaan

Oleh: Samuel Sindhunata

sampul-mbkm

Judul: Muslim Bertanya, Kristen Menjawab
Penerbit: Elex Gramedia
Penulis: Christian W. Troll
Ukuran: 14 X 21 cm
Tebal: 268 hlm
 

Buku ini sangat menarik untuk dibaca. Seperti judul yang tertera pada sampul, isinya adalah pertanyaan-pertanyaan dari saudara-saudara muslim tentang kebenaran ajaran Kristen. Buku ini ditulis oleh Christian W.Troll, seorang profesor yang mendalami hubungan antara kepercayaan Islam-Kristen, untuk memberikan panduan agar kaum Muslim dan Kristen dapat makin saling memahami cara pandang masing-masing. Dialog-dialog antar kedua kelompok sudah banyak dilakukan. Namun, jika kamu ingin sungguh-sungguh memahami kelompok yang berbeda sekaligus mengokohkan keyakinanmu sendiri, tidak ada salahnya kamu mempertimbangkan membaca buku ini.

Membangun dialog, tidak berarti mengaburkan perbedaan antara kedua keyakinan. Sebagai warga negara Indonesia yang hidup di tengah kemajemukan agama, memahami perbedaan justru sangat penting untuk menghindari pertikaian yang tidak perlu. Buku ini mengajak kita berpikir kritis agar dapat menjadi saksi Kristus yang membawa damai di tengah dunia. Tidak asal membuat komentar tentang keyakinan yang berbeda, apalagi menjelek-jelekkan dan memicu kerusuhan yang bisa merugikan kita sendiri.

Kedua belas bab dalam buku ini masing-masing tersusun secara sistematis. Dimulai dengan pertanyaan dari kelompok muslim dan pemaparan perspektif mereka, kemudian diikuti dengan perspektif dan jawaban kelompok Kristen. Pembaca akan ditolong untuk memahami apa saja yang dipertanyakan kaum muslim, sekaligus diberi contoh bagaimana menjelaskan iman Kristen dengan cara yang bijak dan tidak menyinggung perasaan mereka. Menariknya, banyak pembaca muslim yang juga telah membaca dan mendapati bahwa buku ini dapat menjadi bahan bacaan yang baik bagi penganut beragam kepercayaan yang ingin saling memahami dan hidup berdampingan secara damai. Penasaran? Baca yuuuk…. =)

Jangan Berusaha Jadi “Orang Baik”!

Oleh: Julham Effendi

mengejar-apa

Beberapa waktu yang lalu, saya berbincang melalui chat BBM dengan seorang teman yang sudah lama tidak datang dalam persekutuan. Awalnya saya hanya iseng komentar dengan status BBM nya.

Emang ga enak ya kalau setan kayak gua tinggal di rumah malaikat”.

Setannya yang mana nih? Hehe…” Saya mengawali pembicaraan dengan sebuah pertanyaan sederhana. Tidak lama kemudian ia membalas dan menceritakan mengenai situasi yang dialaminya selama ini. Ternyata, ia menyimpan banyak kepahitan. Ia merasa tidak ada orang yang mau menjadi temannya. Ia merasa sering tidak dihargai, bahkan selalu direndahkan oleh orangtuanya.

“Aku bingung, padahal aku selalu berusaha menjadi anak Tuhan yang baik di mata keluarga dan orang lain. Tapi, benar-benar berat menjadi orang baik. Berusaha menjadi anak yang baik, tidak durhaka pada orang tua dan konsisten dalam kerohanian,” keluhnya.

Pergumulan khas banyak anak muda. Pernah merasakan hal tersebut? Apa yang harus saya katakan? Saya terus berdoa supaya Tuhan menuntun untuk menjawab dalam keterbatasan komunikasi yang hanya melalui chat BBM, agar seluruh pembicaraan kami dapat membawa teman saya ini kepada Tuhan Yesus.

Bersyukur Tuhan mengingatkan saya sebuah ayat Alkitab: Pengkhotbah 1:14, “Aku telah melihat segala perbuatan yang dilakukan orang di bawah matahari, tetapi lihatlah, segala sesuatu adalah kesia-siaan dan usaha menjaring angin.” Mengejar pengakuan orang lain tak akan ada habisnya. Tuhan tidak memanggil kita untuk mengejar usaha yang sia-sia semacam itu.

Saya pun berkata, “Jangan berusaha menjadi baik di mata orang lain bahkan orang tua sendiri. Karena semuanya itu akan melelahkan kita. Baik atau jahat sangat subjektif jika memakai standar manusia. Bisa saja, saya mengatakan seseorang baik tetapi akan berbeda jika kamu yang melihatnya. Semuanya itu hanya usaha yang sia-sia dan menjaring angin. Berusahalah mengejar hikmat Tuhan, pengenalan akan Firman Tuhan dan berubahlah menurut standar Firman Tuhan itu.

Semuanya nanti membutuhkan proses saat menjalaninya,” saya mengingatkan. “Kita pasti akan jatuh bangun dalam melakukan apa yang Tuhan mau. Kalau ditanya prosesnya berapa lama? Seumur hidup! Tetapi ketika kita berhasil mengakhirinya dengan terus bersandar pada Tuhan, sebuah mahkota kekal tersedia bagi kita.” tulisku menutup perbincangan kami, berharap dapat memberinya semangat baru. Ia pun mengucapkan terima kasih.

Entah kenapa, saya merasa sangat senang dan bersyukur Tuhan memakai saya hari itu untuk menolong saudara seiman. Saat menulis artikel ini, saya masih tidak percaya kalau saya mampu berkata-kata seperti itu. Membaca kembali histori chat kami, saya merasakan ikut dikuatkan.

Ya, bila fokus kita hanya berusaha menjadi “baik” di mata orang lain, kita akan cepat kecewa ketika orang tidak mengakui dan menghargai usaha kita. Jelas tak mungkin kita memuaskan semua orang karena standar “baik” manusia beragam dan subjektif. Namun, ketika kita mengarahkan fokus kepada Tuhan yang Mahabesar, beban kita pun menjadi ringan. Kita dipanggil untuk mencintai dan menaati Firman-Nya. Serahkan hasilnya kepada Tuhan. Diakui orang atau tidak, bukanlah masalah. Yang penting adalah penilaian Tuhan yang Mahatahu. Jangan habiskan waktu dan energi untuk merasa sakit hati dengan sikap orang yang kurang menghargai kita. Lebih baik belajar untuk makin serupa Kristus dalam tiap situasi yang Dia izinkan kita alami. Mari fokus untuk terus menaati Tuhan hingga kita tiba di garis akhir kehidupan. Kita akan menerima mahkota kebenaran yang dijanjikan Tuhan saat bertemu dengan-Nya kelak.

 

“Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik,
aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman.
Sekarang telah tersedia bagiku mahkota kebenaran
yang akan dikaruniakan kepadaku oleh Tuhan, Hakim yang adil pada hari-Nya;
tetapi bukan hanya kepadaku, melainkan juga kepada semua orang
yang merindukan kedatangannya.”
2 Timotius 4:7-8

Buat Apa Susah?

Oleh: Ovit Samuel Purba

Buat Apa Susah?

Mungkin kamu ingat ada lirik lagu yang pernah cukup populer:
“Buat apa susah, buat apa susah, susah itu tak ada gunanya…”

Memang andai hidup ini tak pernah mengenal susah, alangkah nyamannya. Namun, bukankah dalam kenyataan, tidak ada manusia yang bebas dari permasalahan? Dan, masalah selalu menimbulkan perasaan tidak enak, perasaan tidak terima.

Tiap kali aku menghadapi masalah, aku diingatkan dengan berbagai kejadian yang dicatat dalam Alkitab. Bukan hanya aku dan orang-orang pada zaman sekarang saja yang punya banyak masalah. Kehidupan para tokoh dalam Alkitab pada ribuan tahun lalu pun sudah sarat dengan masalah. Ada yang persembahannya tidak diterima Tuhan. Ada yang kehilangan hikmat dari Tuhan. Ada yang ditegur Tuhan dengan keras karena bersungut-sungut. Ada yang mendengarkan Firman Tuhan hingga tertidur, lalu jatuh dan mati. Macam-macam. Mulai dari masalah yang ringan hingga yang berat. Menjadi umat pilihan Tuhan atau murid-murid Tuhan Yesus tidak lantas membuat hidup mereka berjalan mulus.

Namun, dari sekian masalah yang pernah menghampiri hidupku, aku berani bilang bahwa susah itu banyak gunanya. Mengapa? Karena melalui masalah demi masalah itu, aku dibentuk makin serupa Kristus. Imanku diteguhkan melihat jalan keluar yang selalu Tuhan sediakan pada waktu-Nya. Pikiran ini tidak serta-merta muncul begitu saja. Awalnya aku banyak tidak terima dengan hal-hal tidak enak yang Tuhan izinkan terjadi dalam hidupku. Tapi Tuhan terus memprosesku hingga perlahan aku mulai bisa melihat kebaikan Tuhan di balik masalah-masalahku.

Tidak selalu aku memahami apa yang Tuhan mau. Sering aku berpikir solusiku adalah yang paling masuk akal. Tapi aku bersyukur boleh mengalami proses Tuhan ini. Menurutku, proses pembentukan Tuhan ini sangat penting dan mengubahkan hidup. Aku bahkan mulai merasa ini adalah proses yang menyenangkan, karena aku tahu aku sedang dibentuk menjadi pribadi yang lebih baik. Agar tidak lupa dengan pelajaran-pelajaran yang Tuhan berikan, aku pun mulai mendisiplin diri untuk menuliskannya. Catatan-catatan ini menolongku untuk tetap berpikir jernih dan berharap kepada Tuhan ketika aku menghadapi masalah yang lain.

Bersama Tuhan, susah itu banyak gunanya. So, friends, ketika masalah melanda, jangan menjauh dari-Nya. Kekecewaan muncul saat kita menjauh dari Tuhan. Mendekatlah. Ketidakmengertian kita adalah kesempatan untuk makin mengenal Tuhan dan bertumbuh dalam iman kita kepada-Nya. Bukankah iman adalah dasar bagi kita untuk memiliki pengharapan? Jika kita sudah memahami segala sesuatu, mungkin kita tak akan lagi berharap kepada Tuhan.

Mencari Zakheus

Jumat, 25 Juli 2014

Mencari Zakheus

Baca: Lukas 19:1-10

19:1 Yesus masuk ke kota Yerikho dan berjalan terus melintasi kota itu.

19:2 Di situ ada seorang bernama Zakheus, kepala pemungut cukai, dan ia seorang yang kaya.

19:3 Ia berusaha untuk melihat orang apakah Yesus itu, tetapi ia tidak berhasil karena orang banyak, sebab badannya pendek.

19:4 Maka berlarilah ia mendahului orang banyak, lalu memanjat pohon ara untuk melihat Yesus, yang akan lewat di situ.

19:5 Ketika Yesus sampai ke tempat itu, Ia melihat ke atas dan berkata: "Zakheus, segeralah turun, sebab hari ini Aku harus menumpang di rumahmu."

19:6 Lalu Zakheus segera turun dan menerima Yesus dengan sukacita.

19:7 Tetapi semua orang yang melihat hal itu bersungut-sungut, katanya: "Ia menumpang di rumah orang berdosa."

19:8 Tetapi Zakheus berdiri dan berkata kepada Tuhan: "Tuhan, setengah dari milikku akan kuberikan kepada orang miskin dan sekiranya ada sesuatu yang kuperas dari seseorang akan kukembalikan empat kali lipat."

19:9 Kata Yesus kepadanya: "Hari ini telah terjadi keselamatan kepada rumah ini, karena orang inipun anak Abraham.

19:10 Sebab Anak Manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang."

Hari ini telah terjadi keselamatan kepada rumah ini. —Lukas 19:9

Mencari Zakheus

Alf Clark menyusuri jalanan kota untuk mencari Zakheus. Tentunya bukan tokoh Zakheus yang tertulis dalam Alkitab—karena Yesus telah menemukannya. Alf dan beberapa teman yang terlibat dalam sebuah lembaga pelayanan perkotaan hendak melakukan seperti yang telah dilakukan Yesus di Lukas 19. Mereka sengaja menyusuri jalan demi jalan di kotanya untuk menemui dan membantu orang-orang yang membutuhkan.

Alf berjalan dari rumah ke rumah yang ada di lingkungannya, mengetuk pintu demi pintu, dan berkata kepada siapa pun yang mengintip di balik pintu, “Hai, nama saya Alf. Adakah kebutuhanmu yang bisa saya doakan?” Itulah cara Alf untuk memulai percakapan—seperti yang Yesus lakukan kepada Zakheus si pemungut cukai—dan dalam kerinduannya untuk memberikan perhatian, nasihat rohani, dan pengharapan bagi mereka yang membutuhkannya.

Perhatikanlah apa yang Yesus lakukan. Lukas hanya mengatakan bahwa Yesus “berjalan terus melintasi” kota Yerikho (Luk. 19:1). Tentu saja di sana ada sekerumunan orang, seperti yang biasanya terjadi ketika Yesus datang ke suatu kota. Zakheus, yang “badannya pendek”, memanjat sebatang pohon ara. Lalu Yesus, ketika sedang melintas, berjalan persis ke bawah pohon itu dan mengatakan kepada Zakheus bahwa Dia hendak berkunjung ke rumahnya. Pada hari itu, keselamatan terjadi di dalam rumah Zakheus. Yesus telah “datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang” (ay.10).

Apakah kita mencari Zakheus? Ia ada di mana-mana dan sangat membutuhkan Yesus. Dengan cara bagaimana kita dapat membagikan kasih Kristus kepada mereka yang memerlukan Juruselamat? —JDB

Ya Allah, tuntunlah langkah kami untuk mendekat dan
bukannya menjauh dari orang-orang yang membutuhkan-Mu.
Kemudian tuntunlah perkataan dan perbuatan kami sehingga
kami berani menyampaikan kebenaran kepada orang lain.

Kabar baik dari Allah itu terlalu indah untuk disimpan bagi diri sendiri.