Matahari yang Direnggut

Oleh: Erlinel Manuel

mentari-yg-direnggut

Tanggal 14 Januari 2007 jatuh di hari Minggu kedua bulan Januari. Hari yang dirayakan dengan penuh sukacita oleh sebuah keluarga kecil yang tinggal di Kota Manado, Provinsi Sulawesi Utara. Wedding Anniversary ke-18 dari pasangan suami istri yang berbahagia dengan dua anak gadis mereka yang beranjak remaja. Mereka begitu yakin bahwa masih ada banyak lagi tahun-tahun penuh berkat Tuhan yang menanti di depan mereka.

Semua impian mereka kandas seketika keesokan harinya. Tuhan mengambil sang Ayah, tulang punggung keluarga. Pria yang gagah itu pergi berenang sekitar jam enam sore di laut yang cukup dekat dengan rumahnya, namun tiba-tiba mendapat serangan asma sehingga nyaris tenggelam. Meskipun sempat diselamatkan oleh penduduk sekitar, beliau akhirnya menghembuskan napas terakhir setelah sempat koma beberapa jam, di ruang ICU sebuah rumah sakit. Jam satu dini hari beliau sudah tidak bernyawa lagi. Betapa cepatnya suka berganti duka, tawa berganti tangis, impian berganti keputusasaan.

Kenapa Tuhan?” berulang kali aku berteriak kepada Tuhan. Kenapa Tuhan tega memanggil Papa tepat di hari ulang tahun pernikahannya, di saat kami sedang begitu berbahagia? Aku kehilangan matahari yang selalu menyinari keluarga kami dengan senyuman, ketegasan, dan kebijaksanaannya. Berat sekali rasanya. Apalagi bagiku, si anak bungsu yang paling dekat dengan beliau. Setiap malam aku menangis tanpa suara━takut terdengar Mama dan membuatnya makin bersedih━merindukan merdunya nyanyian Papa ketika beliau mempersiapkan diri untuk ibadah kolom (ibadah jemaat di sektor wilayah kami). Hatiku teriris-iris tiap kali melihat Mama duduk termenung dalam kamar sambil mendekap baju milik almarhum Papa.

Tanpa diduga, kejadian ini menjadi sarana Tuhan untuk menyentuh hidupku secara pribadi. Aku jadi menyadari bahwa selama ini aku hanya Kristen secara keturunan, karena orang tuaku juga beragama Kristen. Aku tidak sungguh-sungguh mengenal Tuhan. Kehilangan Papa membuatku tidak lagi dapat berdiam di balik status itu. Aku marah pada Tuhan yang telah mengambil Papa terlalu cepat dari sisiku. Aku tidak lagi memercayai-Nya. Aku menuduh-Nya sebagai Tuhan yang jahat dan tidak adil. Begitu besarnya kepahitan yang kurasakan sehingga aku tak hanya marah, tetapi juga membenci Tuhan.

Dengan sabar Tuhan menuntunku. Dia membawaku bersekolah di SMA Depok dan mengalami kasih saudara-saudara seiman di salah satu gereja karismatik. Di sanalah aku bertemu Tuhan Yesus secara pribadi. Dia menyentuh hatiku yang penuh kepahitan, kesedihan, kegelisahan, dan kemarahan. Perlahan aku mulai bisa melihat dengan jelas rencana Tuhan: pertobatanku. Tepat tanggal 8 Juli 2007 aku mengambil keputusan untuk menerima Yesus secara pribadi sebagai Tuhan dan Juruselamatku. Hari itu adalah hari bangkitnya aku dari segala keterpurukan yang kualami selama berbulan-bulan.

Saudaraku, mungkin kamu juga pernah atau sedang merasa bahwa “matahari” hidupmu sedang direnggut, dan harapan masa depanmu meredup. Dalam masa-masa itu, tanamkanlah dalam hati bahwa Tuhan memegang kendali atas hidupmu. Apapun bentuk kehilanganmu, seberat apapun kesedihanmu, yakinlah bahwa Tuhan tidak pernah meninggalkanmu. Rancangan-Nya selalu indah pada waktu-Nya.

Bukalah Alkitab dan lihatlah bagaimana orang sesaleh Ayub pun pernah diizinkan Tuhan mengalami kehilangan yang besar. Namun, di ujung pergumulannya, Ayub bersaksi bahwa ia kini mengenal Tuhan secara pribadi, tak hanya dari kata orang saja (Ayub 42:5). Titik-titik terberat dalam hidupmu bisa jadi adalah momen yang Tuhan izinkan terjadi agar kamu sungguh-sungguh mengenal-Nya secara pribadi, bukan hanya karena tradisi keluarga atau cerita orang lain. Dialah Sang Juruselamat. Sang Penghibur sejati. Mintalah Dia menerangi pikiranmu untuk dapat melihat dengan jelas rancangan-Nya yang indah dalam kehidupanmu.

Bagikan Konten Ini
5 replies
  1. melvin Tobondo
    melvin Tobondo says:

    sungguh sangat menyentuh dan membangkitkan iman kepercayaanku kepada Tuhan juru selamatku yang aku sembah dan memuji setiap hari didalam kehidupanku, terpujilah engkau Tuhan, Amin

Bagikan Komentar Kamu

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *