Sharing: Dalam hal apa Tuhan menjadi Raja?

dalam-hal-apa-Tuhan-menjadi-rajamu

Engkaulah Tuhan, Engkaulah Raja
Berdaulat atas hidupku
Kuberserah penuh

Lagu itu melantun lembut di telinga. Menyemangatiku di tengah tumpukan buku dan catatan pelajaran. Masih dua bab lagi! Aku menarik napas panjang. Besok ujian tersulit. Tapi Tuhan, aku yakin Engkau pegang kendali. Tolong bantu aku berkonsentrasi lebih lagi. Rasanya beberapa hari belakangan ini aku jadi lebih banyak menyebut kata Tuhan. Tuhan, tolong aku supaya bisa belajar dengan baik. Tuhan, tolong aku supaya bisa memuliakan-Mu melalui studiku. Hmmm, ujian ternyata bermanfaat juga untuk mendekatkan orang dengan Tuhan.

“Kak Piiiiink!”

Aku membesarkan volume musik.

“Kak Piiiiink!”

Duh, tidak tahu apa aku lagi sibuk persiapan UN? Mengganggu amat sih anak ini!

“Kak Piiiiink!”

Bedebah!
Aku bangkit dengan jengkel. Kehilangan kesabaran. Membanting buku. Membuka pintu dengan kasar.

“Setan kecil! Sudah berapa kali kakak bilang kalo kakak tidak mau diganggu saat belajar! Jangan ketok pintu dan teriak-teriak seperti itu!”

Sosok yang berdiri di depan pintu sontak kaget seperti melihat monster. Ia melangkah mundur.
Duk! Prakk! Huaaaa….!

Aku ikut kaget. Deon, adik kecilku yang baru berusia 4 tahun, terduduk di lantai sambil menangis sesegukan. Di sebelahnya ada piring yang terbalik dan berlepotan saus.

Mama dengan cepat berlari menaiki tangga. Mengangkat Deon dalam dekapannya. “Kamu kenapa sih Pink? Hobinya marah-marah, gak bisa kontrol emosi. Untung Deon gak terguling di tangga!” sergah mama dengan keras. Kamarku memang dekat tangga. Aku menelan ludah.

“Habisnya Deon sih… ganggu orang belajar saja!” aku membela diri.

“Deon itu cuman mau anterin kamu martabak telur kesukaanmu. Katanya biar kamu semangat buat ujian! Heran mama sama kamu! Musik sekenceng itu kamu bisa belajar, tapi suara adikmu bisa begitu mengganggu”

Mama melangkah pergi. Sayup terdengar suaranya memanggil mbak Din untuk membereskan martabak yang berantakan di depan kamarku.

Engkaulah Tuhan, Engkaulah Raja
Berdaulat atas hidupku
Kuberserah penuh

Refrain lagu itu masih melantun berulang-ulang. Aku jengkel. Konsentrasi belajarku lenyap, dan martabak telur yang lezat tidak jadi kukecap. Arrghh! Tapi mama benar. Kenapa aku merasa begitu terganggu dengan Deon? Padahal aku belajar juga ditemani musik. Lagu-lagu rohani seperti ini rasanya menenangkan hati. Membuatku merasa Tuhan dekat dan akan menolongku membereskan masalah-masalahku. Wait! Membantumu? Tuhan kan Raja, bukan pembantumu! Sebuah suara tiba-tiba mengisi pikiranku yang buntu.

Apa kamu tulus saat memuji Tuhan sebagai Raja? Apa kamu serius ingin memuliakan Tuhan lewat studimu? Apa hatimu dipenuhi rasa hormat ketika memohon hikmat kepada Sang Sumber Hikmat atau sebenarnya kamu sedang berusaha mendesak Tuhan memenuhi egomu? Kamu tidak ingin jadi nomor dua. Kamu malu kalau kalah dari teman-temanmu. Kamu enggak benar-benar ingin menyenangkan Tuhan lewat tutur dan perilakumu, apalagi lewat nilai-nilaimu. Yang lebih kamu inginkan adalah sorot kekaguman orang tua dan teman-temanmu karena kehebatanmu menjadi juara. Kamu tak peduli jika untuk tujuan itu kamu menyakiti orang-orang di sekitarmu.

Pipiku terasa panas. Lalu basah. Aku boleh saja menjadi remaja paling rajin di gereja. Tapi, betapa aku masih perlu banyak bertumbuh untuk menempatkan Tuhan sebagai raja dalam hidupku. Dalam tutur kataku. Dalam sikapku di tengah keluarga. Dalam motivasiku belajar, bahkan motivasiku berdoa.

——————————————————————————————————-

Pink tidak sendiri. Bukankah setiap kita yang mengaku dengan mulut kita bahwa Tuhan adalah raja dalam hidup ini, seringkali bersikap seolah-olah Dia ada sekadar untuk “membantu” kita? Yang membuat kita senang atau susah adalah tercapainya kepentingan-kepentingan kita, bukan kepentingan-kepentingan Sang Raja kita. Tuhan mungkin menjadi “raja” di hari Minggu, atau saat kita di gereja. Tetapi tidak untuk hari-hari lainnya. Saat kehidupan lancar jaya sesuai keinginan kita, dengan gembira kita berserah kepada Tuhan sebagai Raja. Saat hal-hal yang di luar kehendak kita terjadi, kita mulai menarik diri, tidak mau diatur oleh Sang Raja.

Kamu punya pengalaman seperti Pink? Ayo sharingkan di sini dalam bidang kehidupan apa saja Tuhan telah menjadi raja dalam hidupmu. Bidang-bidang kehidupan mana pula yang belum kamu serahkan sepenuhnya untuk diatur oleh Sang Raja?

Sesendok Gula

Selasa, 15 April 2014

Sesendok Gula

Baca: Mazmur 19:8-15

19:8 Taurat TUHAN itu sempurna, menyegarkan jiwa; peraturan TUHAN itu teguh, memberikan hikmat kepada orang yang tak berpengalaman.

19:9 Titah TUHAN itu tepat, menyukakan hati; perintah TUHAN itu murni, membuat mata bercahaya.

19:10 Takut akan TUHAN itu suci, tetap ada untuk selamanya; hukum-hukum TUHAN itu benar, adil semuanya,

19:11 lebih indah dari pada emas, bahkan dari pada banyak emas tua; dan lebih manis dari pada madu, bahkan dari pada madu tetesan dari sarang lebah.

19:12 Lagipula hamba-Mu diperingatkan oleh semuanya itu, dan orang yang berpegang padanya mendapat upah yang besar.

19:13 Siapakah yang dapat mengetahui kesesatan? Bebaskanlah aku dari apa yang tidak kusadari.

19:14 Lindungilah hamba-Mu, juga terhadap orang yang kurang ajar; janganlah mereka menguasai aku! Maka aku menjadi tak bercela dan bebas dari pelanggaran besar.

19:15 Mudah-mudahan Engkau berkenan akan ucapan mulutku dan renungan hatiku, ya TUHAN, gunung batuku dan penebusku.

Hukum-hukum TUHAN itu benar, adil semuanya, . . . dan lebih manis dari pada madu, bahkan dari pada madu tetesan dari sarang lebah. —Mazmur 19:10-11

Sesendok Gula

Saya merindukan Mary Poppins. Mary adalah tokoh rekaan dalam serial film kuno yang bekerja sebagai seorang pengasuh anak dan terkenal dengan ucapannya, “Sesendok gula dapat membuat obat yang pahit jadi mudah ditelan.” Sebenarnya saya bukan ingin menyaksikan kembali film-film yang riang tetapi tidak realistis seperti itu, melainkan sedang merindukan adanya orang-orang yang mempunyai pandangan terhadap suatu masa depan yang optimis dan realistis. Saya merindukan orang-orang yang kreatif dan ceria, yang dapat menunjukkan sisi positif dari sesuatu yang kita anggap negatif.

Ternyata Daud menulis sebuah pujian yang mengungkapkan kebenaran serupa. Ia menulis, “hukum-hukum TUHAN itu . . . lebih manis dari pada madu” (Mzm. 19:10-11). Kita jarang mendengar bahwa kebenaran itu manis. Kita lebih sering mendengar bahwa kebenaran itu pahit atau bahkan sulit untuk ditelan. Namun kebenaran lebih dari sekadar obat yang dapat menyembuhkan, melainkan suatu asupan yang bermanfaat untuk mencegah penyakit. Kebenaran bukanlah vaksinasi atau suntikan. Kebenaran adalah makanan kelas atas yang sepatutnya dihidangkan sebagai santapan terlezat yang memikat mereka yang lapar untuk mengecap dan melihat “betapa baiknya TUHAN itu” (Mzm. 34:9).

Kita menyanyikan pujian “Yesus nama termanis yang kukenal,” tetapi ada di antara kita yang menampilkan-Nya seolah-seolah Dia bukanlah yang termanis. Kebenaran yang murni dan tidak tercemar oleh kecongkakan merupakan santapan yang termanis dan tersegar bagi semua jiwa yang merindukan asupan rohani. Kita diberikan kehormatan untuk menghidangkannya bagi dunia yang sedang kelaparan. —JAL

Yesus nama termanis yang kukenal,
Dan memang Dia seindah nama-Nya,
Karena itulah aku begitu mengasihi-Nya;
Ya, Yesus nama termanis yang kukenal. —Long

Kebenaran [TUHAN] tetap untuk selama-lamanya. —Mazmur 117:2 FAYH