Sudah Terlambat

Rabu, 30 April 2014

Komik-Strip-WarungSateKamu-20140430-Terlambat

Baca: Ibrani 4:1-11

4:1 Sebab itu, baiklah kita waspada, supaya jangan ada seorang di antara kamu yang dianggap ketinggalan, sekalipun janji akan masuk ke dalam perhentian-Nya masih berlaku.

4:2 Karena kepada kita diberitakan juga kabar kesukaan sama seperti kepada mereka, tetapi firman pemberitaan itu tidak berguna bagi mereka, karena tidak bertumbuh bersama-sama oleh iman dengan mereka yang mendengarnya.

4:3 Sebab kita yang beriman, akan masuk ke tempat perhentian seperti yang Ia katakan: “Sehingga Aku bersumpah dalam murka-Ku: Mereka takkan masuk ke tempat perhentian-Ku,” sekalipun pekerjaan-Nya sudah selesai sejak dunia dijadikan.

4:4 Sebab tentang hari ketujuh pernah dikatakan di dalam suatu nas: “Dan Allah berhenti pada hari ketujuh dari segala pekerjaan-Nya.”

4:5 Dan dalam nas itu kita baca: “Mereka takkan masuk ke tempat perhentian-Ku.”

4:6 Jadi sudah jelas, bahwa ada sejumlah orang akan masuk ke tempat perhentian itu, sedangkan mereka yang kepadanya lebih dahulu diberitakan kabar kesukaan itu, tidak masuk karena ketidaktaatan mereka.

4:7 Sebab itu Ia menetapkan pula suatu hari, yaitu “hari ini”, ketika Ia setelah sekian lama berfirman dengan perantaraan Daud seperti dikatakan di atas: “Pada hari ini, jika kamu mendengar suara-Nya, janganlah keraskan hatimu!”

4:8 Sebab, andaikata Yosua telah membawa mereka masuk ke tempat perhentian, pasti Allah tidak akan berkata-kata kemudian tentang suatu hari lain.

4:9 Jadi masih tersedia suatu hari perhentian, hari ketujuh, bagi umat Allah.

4:10 Sebab barangsiapa telah masuk ke tempat perhentian-Nya, ia sendiri telah berhenti dari segala pekerjaannya, sama seperti Allah berhenti dari pekerjaan-Nya.

4:11 Karena itu baiklah kita berusaha untuk masuk ke dalam perhentian itu, supaya jangan seorangpun jatuh karena mengikuti contoh ketidaktaatan itu juga.

Sebab itu, baiklah kita waspada, supaya jangan ada seorang di antara kamu yang dianggap ketinggalan, sekalipun janji akan masuk ke dalam perhentian-Nya masih berlaku. —Ibrani 4:1

Sudah Terlambat

Kejadian ini hampir selalu terjadi di tiap semester. Saya sering berkata pada para mahasiswa tingkat satu dalam mata kuliah menulis bahwa mereka harus menyelesaikan berbagai tugas menulis untuk syarat kelulusan mereka. Namun hampir di setiap semester, ada saja murid yang tidak mempercayai perkataan saya. Mereka itu biasanya mengirimi saya e-mail di hari terakhir semester dengan nada panik serta menjabarkan alasan mereka tidak menyelesaikan tugas. Saya tidak suka melakukannya, tetapi saya harus tetap memberitahukan kepada mereka, “Maafkan saya. Sekarang sudah terlambat. Kamu tidak lulus mata kuliah menulis.”

Bagi mahasiswa tingkat satu, menyadari bahwa kamu baru saja menghamburkan sejumlah besar uang kuliah merupakan hal yang memang buruk. Namun ada hal lain yang jauh lebih berbahaya, suatu penilaian akhir yang lebih permanen, yakni jika seseorang pada penghujung hidupnya belum menyelesaikan masalah dosanya dengan Allah. Dalam hal ini, jika seseorang meninggal dunia tanpa pernah mempercayai Yesus Kristus sebagai Juruselamat, ia akan masuk dalam kekekalan tanpa Dia.

Alangkah malangnya ketika seseorang berdiri di hadapan Juruselamat dan mendengar Dia berkata, “Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari pada-Ku!” (Mat. 7:23). Penulis kitab Ibrani memperingatkan kita untuk memastikan agar kita waspada dan “tidak ketinggalan” (4:1) untuk masuk ke tempat perhentian kekal yang telah Allah sediakan. Kabar baiknya, sekarang belumlah terlambat. Hari ini Yesus masih menawarkan kepada kita pengampunan dan keselamatan secara cuma-cuma melalui Dia. —JDB

Jika kamu ingin mengenal kasih dari Allah Bapa,
Datang kepada-Nya melalui Yesus Kristus, Anak-Nya terkasih;
Dia akan ampuni dosamu, selamatkan jiwamu selamanya,
Dan selamanya kau akan mengasihi Allah yang setia itu. —Felten

Salib Kalvari mengungkapkan begitu bobroknya dosa kita dan begitu besarnya kasih Allah.

Janganlah Kuatir Akan Hidupmu

Catatan Khotbah John Piper dari Matius 6:24-34

raja-atas-hidup

Ada sebagian penguasa yang menganggap baik untuk membuat rakyatnya selalu hidup dalam ketidakpastian. Jika orang kuatir, tidak tahu bagaimana mereka bisa mendapat makan esok hari, kemungkinan mereka akan lebih mau mengikuti keinginan Sang Raja demi mendapatkan makanan yang mereka butuhkan dari gudang istana. Kekuatiran memastikan rakyat tidak macam-macam. Ketakutan dapat mengokohkan kekuasaan Sang Raja.

Kerajaan Allah dan Kekuatiran Umat-Nya
Namun, salah satu hal terbesar tentang Yesus adalah: Dia tidak menghendaki umat-Nya hidup dalam kekuatiran. Poin utama yang ingin ditegaskan dalam Matius 6:24-34 adalah: Allah tidak mengokohkan status-Nya sebagai Raja dengan menanamkan rasa kuatir. Allah tidak perlu membuat kita terus berada dalam kekuatiran supaya kita mengakui-Nya sebagai Pribadi yang hebat dan berkuasa. Sebaliknya, Dia menyatakan diri sebagai Pribadi yang hebat dan berkuasa dengan mengangkat kekuatiran kita.

Jika kamu adalah seorang yang sudah lahir baru, jika kamu sudah berbalik dari dosa dan mengikut Yesus sebagai Tuhan dalam ketaatan iman, Dia menghendaki agar kamu tidak lagi kuatir tentang apapun juga, tetapi agar kamu menikmati ketenangan, kedamaian, dan rasa aman. Firman Allah dalam Matius 6:24-34 ini dimaksudkan untuk menolongmu mengatasi apa pun yang sedang membuatmu kuatir hari ini.

Pergumulan Tiap Orang
Bagian Firman Allah ini ditujukan bagi saya dan saudara. Saya merasa kuatir setiap kali saya selesai bepergian. Rasanya sama seperti ketika saya harus kembali ke sekolah setelah libur panjang. Saya tidak yakin apakah saya masih mampu menulis dengan baik. Saya kuatir guru yang baru akan memberi banyak tugas presentasi buku di depan kelas.

Pergumulan Saya
Namun, saya tidak hanya bergumul di akhir liburan. Saya bangun dengan gelisah hampir setiap hari. Mungkin ini adalah bagian dari kepribadian saya yang agak aneh, mungkin ini akibat kurang seimbangnya pola pengasuhan yang diberikan orangtua saya dulu, atau kemungkinan besar ini disebabkan oleh adanya dosa di dalam pikiran dan hati saya setiap hari. Apa pun alasannya, kekuatiran itu nyata dan saya tidak suka menghadapinya setiap hari.

Pergumulan Kaum Muda
Namun, saya tahu ini bukan masalah saya saja. Saya pernah menerima surat dari seorang perempuan muda yang baru saja putus dengan pacarnya karena pacarnya itu tidak mengambil inisiatif sebagai seorang pemimpin rohani dalam hubungan mereka. Ia menutup suratnya seperti ini, “Saya ingin menjalani hidup yang memuliakan Allah, dan mudah untuk berhenti sejenak dan membayangkan menjadi seorang istri dan ibu yang demikian dalam angan-angan saya. Tetapi, tanpa seorang laki-laki yang sungguh-sungguh bergantung kepada Allah, yang ada hanyalah sakit hati. Kadang-kadang saya merasa tidak ada lelaki yang betul-betul hidup seperti itu, tetapi saya tahu mereka ada. Jadi, saya akan terus memercayai bahwa Allah akan menyediakan yang terbaik bagi saya.” Ada banyak orang-orang muda yang kuatir tentang apakah mereka akan berkeluarga atau tidak.

Pergumulan Para Misionaris
Saya mendapatkan surat lain dari David Jaeger, salah satu misionaris kami yang melayani di Liberia. David sangat terbuka tentang sejumlah pergumulannya hidup di sebuah desa bersama suku Gola. Ia berkata, “Membayangkan masa depan pekerjaan kami di Liberia, saya merasa sangat kuatir. Saya bertanya-tanya apakah mereka yang kami layani akan mendengar penjelasan kami dengan hati yang terbuka? Apakah mereka akan percaya? Saya kuatir dengan jemaat yang hanya sedikit di sini. Akankah mereka mengubah cara hidup mereka yang lama dan berjalan dalam ketaatan? Proses belajar bahasa setempat juga merupakan sumber kekuatiran yang terus-menerus ada, demikian juga persiapan untuk studi Alkitab dan khotbah…” Para misionaris merasa kuatir, orang-orang muda merasa kuatir, para pendeta merasa kuatir, semua orang merasa kuatir.

Kita membutuhkan Firman Allah untuk mengingatkan kita bahwa kekuasaan Allah sebagai Raja tidaklah dibangun di atas dasar kekuatiran umat-Nya. Dia telah menjadikan diri-Nya sebagai Raja atas hidup kita untuk tujuan yang sangat berbeda, yaitu, untuk mengangkat segala kekuatiran kita. Dalam hidup saya sendiri, pernyataan Tuhan bahwa Dia tidak menghendaki saya hidup dalam kekuatiran, sedikit banyak menolong saya untuk merasa tenteram. Namun, ketika kita melengkapinya dengan alasan-alasan yang Dia berikan agar kita tidak kuatir, pernyataan-Nya ini menjadi sangat luar biasa. Sebab itu, mari kita mengambil waktu untuk melihat alasan-alasan yang diberikan-Nya dalam Matius 6:24-34.

Poin Utama, dalam kalimat negatif dan positif
Semua orang dapat melihat dengan jelas bahwa poin utama teks ini adalah para murid Yesus tidak seharusnya kuatir. Ayat 25 berkata: Janganlah kuatir akan hidupmu.” Ayat 31 berbunyi,”Janganlah kamu kuatir dan berkata,’Apakah yang akan kami makan?’” Ayat 34: Janganlah kamu kuatir akan hari esok.” Jadi satu hal harus terus kamu ingat hari ini: “Yesus tidak menghendaki saya kuatir.”

Tetapi ini adalah cara yang negatif untuk menyatakan poin utama Matius 6:24-34. Pernyataan yang positif dari poin yang sama dapat kita temukan dalam ayat 33. Daripada kuatir, “Carilah dahulu Kerajaan Allah.” Dengan kata lain, ketika kamu memikirkan tentang hidupmu atau makananmu atau pakaianmu atau pasanganmu atau pekerjaanmu atau ladang misimu, kamu tidak perlu kuatir. Jadikanlah Allah sebagai raja atas semua itu dan serahkanlah situasi yang kamu hadapi ke dalam kuasa Sang Raja. Lakukanlah kehendak-Nya yang benar dengan keyakinan bahwa Dia akan membereskan masalahmu dan memenuhi semua kebutuhanmu. Mengutamakan kerajaan Allah di dalam segala sesuatu dan situasi hidup adalah sebuah cara hidup yang luar biasa menyenangkan. Cara hidup yang penuh dengan kemerdekaan dan kedamaian, sukacita dan petualangan, juga tantangan yang sulit; sungguh suatu kehidupan yang sangat layak untuk dijalani. Jika kamu memiliki keyakinan akan kerajaan Bapamu yang di sorga, kamu tidak perlu kuatir tentang apa pun juga. Mari melihat beberapa alasannya:

Delapan Alasan untuk Tidak Kuatir
Saya melihat setidaknya ada delapan alasan yang diberikan Yesus agar kita tidak hidup dalam kekuatiran.
 
1.Hidup itu lebih dari sekadar makanan dan pakaian
Alasan pertama dapat kita jumpai dalam ayat 25 yang berkata: “Janganlah kuatir akan hidupmu, akan apa yang hendak kamu makan atau minum, dan janganlah kuatir pula akan tubuhmu, akan apa yang hendak kamu pakai.” Mengapa? “Bukankah hidup itu lebih penting dari pada makanan dan tubuh itu lebih penting dari pada pakaian?” Apa artinya?

Mengapa kita cenderung kuatir tentang makanan dan pakaian? Karena ketika kita tidak punya makanan dan pakaian, kita akan kehilangan setidaknya tiga hal. Pertama, kita akan kehilangan sejumlah kenikmatan. Makanan itu nikmat. Makan itu menyenangkan. Kedua, kita akan kehilangan sejumlah pujian dan tatapan kekaguman dari sesama manusia jika kita tidak punya pakaian yang bagus. Ketiga, kita akan kehilangan umur panjang jika kita tidak punya makanan samasekali atau tubuh kita tidak dilindungi dengan pakaian hangat pada musim dingin. Jadi kita kuatir tentang makanan dan pakaian karena kita tidak ingin kehilangan kenikmatan jasmani atau pujian manusia atau umur yang panjang.

Yesus menanggapinya demikian: Jika kamu dikuasai oleh kekuatiran atas hal-hal ini, kamu telah kehilangan kemampuan untuk melihat hal yang lebih besar dalam hidup. Hidup tidak diberikan semata-mata untuk menikmati kesenangan jasmani, tetapi untuk sesuatu yang lebih besar, yaitu menikmati Allah. Hidup tidak diberikan semata-mata untuk mendapatkan perkenan manusia, tetapi untuk sesuatu yang lebih besar, yaitu perkenan Allah. Hidup bahkan tidak diberikan semata-mata untuk umur panjang di bumi ini, tetapi untuk sesuatu yang lebih besar, yaitu keabadian bersama Allah dalam zaman yang akan datang.

Kita tidak seharusnya kuatir tentang makanan dan pakaian karena makanan dan pakaian tidak dapat menyediakan hal-hal yang paling penting dalam hidup, yaitu kenikmatan berelasi dengan Allah, kepuasan mendapatkan perkenan-Nya, dan pengharapan akan hidup yang kekal bersama-Nya. Seberapa besar kekuatiran kita tentang makanan dan pakaian menunjukkan seberapa besarnya kita telah kehilangan kemampuan melihat tujuan-tujuan besar dalam kehidupan yang berpusat pada Allah.
 
2. Burung-burung di udara bekerja, tetapi bergantung pada Allah untuk memberi mereka makan
Alasan yang kedua yang diberikan Yesus agar kita tidak kuatir dapat kita jumpai pada ayat 26 yang berkata: “Pandanglah burung-burung di langit, yang tidak menabur dan tidak menuai dan tidak mengumpulkan bekal dalam lumbung, namun diberi makan oleh Bapamu yang di sorga. Bukankah kamu jauh melebihi burung-burung itu?” Apa yang kita lihat dari burung-burung di udara bukanlah sebuah teladan kemalasan. Burung-burung itu bekerja, mereka mematuk cacing, menangkap serangga, dan mengalasi sarang dengan ranting dan dedaunan. Tetapi Yesus berkata, yang memberi mereka makan adalah Allah. Ketika kita melihat burung-burung di udara, kita melihat makhluk ciptaan yang tidak menganggap Allah hanya bermurah hati menyediakan kebutuhannya hari ini. Burung-burung tidak berusaha menumpuk perbekalan untuk menghadapi hari ketika Allah tidak berkuasa lagi. Mereka bekerja dengan keyakinan bahwa saat matahari terbit esok hari, Allah tetaplah Allah.

Betapa lebih lagi seharusnya kita bergantung pada Pribadi Allah dan kemurahan-Nya untuk hari esok, karena kita bukan burung-burung, tetapi anak-anak dari Bapa di Surga. Perbedaan terbesar antara seorang murid Yesus dan seekor burung adalah kita memiliki kapasitas untuk menghormati Allah dengan iman kita. Dan Allah menghargai pernyataan iman kita lebih dari burung-burung di udara. Jadi, kita seharusnya tidak perlu kuatir, karena burung-burung mengajarkan kita bahwa Allah dapat diandalkan untuk hari esok sebagaimana Dia dapat diandalkan hari ini.
 
3. Kekuatiran tidak menghasilkan apa-apa
Alasan ketiga untuk tidak kuatir bisa kita lihat di ayat 27: “Siapakah di antara kamu yang karena kekuatirannya dapat menambahkan sehasta saja pada jalan hidupnya?” Argumen yang diberikan sangatlah pragmatis: kekuatiran tidak akan menghasilkan apa-apa. Yakinlah bahwa kekuatiranmu tidak akan mengurangi masalah yang ada. Kekuatiran hanya akan membuatmu lebih sengsara dalam menghadapi masalah. Jadi, janganlah kuatir. Kuatir itu tidak membawa manfaat apa-apa.
 
4. Allah senang mendandani ciptaan-Nya
Alasan keempat yang diberikan Yesus untuk tidak kuatir bisa kita dapatkan dari ayat 28-30, kali ini dari bunga bakung. “Dan mengapa kamu kuatir akan pakaian? Perhatikanlah bunga bakung di ladang, yang tumbuh tanpa bekerja dan tanpa memintal, namun Aku berkata kepadamu: Salomo dalam segala kemegahannyapun tidak berpakaian seindah salah satu dari bunga itu. Jadi jika demikian Allah mendandani rumput di ladang, yang hari ini ada dan besok dibuang ke dalam api, tidakkah Ia akan terlebih lagi mendandani kamu, hai orang yang kurang percaya?”

Jika kita memperhatikan bunga bakung, yang tidak punya inisiatif untuk bekerja dan memintal namun didandani Allah dengan bentuk dan warna yang indah, dan jika kita memercayai Allah, setidaknya kita harus menarik kesimpulan ini: Allah senang mendandani ciptaan-Nya. Dan kesenangan-Nya itu dapat terlihat dari rerumputan yang hari ini ada dan besok tidak ada lagi, tentulah kesenangan-Nya itu akan dapat terlihat juga dari bagaimana Dia mendandani anak-anak-Nya!

Ada orang yang mungkin akan protes: Allah tidak mendandani saya! Dia tidak mendandani orang-orang Kristen yang miskin di negeri ini dan di tempat lain. Kamu yakin? Betul bahwa sangat sedikit dari kita yang berpakaian seperti Salomo. Tapi kalau kita semua berpakaian seperti Salomo, kita tidak akan bisa melakukan pekerjaan kita masing-masing. Saya hanya akan mengajukan satu pertanyaan ini: Di mana kamu pernah melihat seorang murid Yesus yang tidak mendapatkan apa yang ia perlukan untuk melakukan apa yang ditugaskan Allah kepada-Nya? Berhati-hatilah. Jangan mengukur pemeliharaan Allah dengan standar yang jauh di bawah panggilan-Nya yang mulia. Dan, janganlah lupa bahwa saat kita selesai memikul salib di pundak yang terluka dalam hidup ini seperti Yesus, akan ada jubah kerajaan yang menanti kita semua.
 
5. Orang yang tidak percaya kuatir tentang makanan dan pakaian
Alasan kelima dan keenam mengapa seorang pengikut Yesus tidak seharusnya kuatir, diberikan dalam ayat 32: “Semua itu dicari bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah. Akan tetapi Bapamu yang di sorga tahu, bahwa kamu memerlukan semuanya itu.” Kekuatiran tentang berbagai hal dalam hidup ini menempatkan kita pada posisi yang sama dengan dunianya orang yang tidak percaya. Kekuatiran menunjukkan bahwa kita tidak berbeda dengan dunia dalam hal apa yang membuat kita senang. Tidak seharusnya demikian.
 
6. Bapamu yang di sorga tahu kebutuhanmu
Kekuatiran juga menunjukkan bahwa kita menganggap Bapa kita di sorga tidak memahami kebutuhan kita. Atau mungkin kita merasa Dia tidak memiliki hati seorang Bapa. Kekuatiran menunjukkan bahwa kita terlalu dekat dengan dunia dan terlalu jauh dari Allah. Jadi, janganlah kuatir. Tawaran dunia ini tidak ada yang bernilai kekal, sedangkan Bapa di sorga yang penuh kasih memahami kebutuhanmu untuk hari ini dan untuk masa depan yang kekal.
 
7. Allah akan mengangkat bebanmu ketika kamu mengutamakan kehormatan-Nya
Alasan ketujuh untuk tidak kuatir ada dalam ayat 33, yaitu ketika kamu mencari dahulu Kerajaan Allah, maka semua kebutuhanmu akan dibereskan oleh Allah. Inilah alasan terbaik untuk berhenti kuatir: ketika kamu berhenti untuk memikul kekuatiran, Allah akan mulai memikulnya. Sungguh bodoh memaksa diri memikul beban kekuatiran, yang sesuai janji Allah akan diangkat-Nya ketika kita pertama-tama menghormati Dia sebagai Raja dalam segala sesuatu yang kita lakukan.
 
8. Hari esok memiliki kesusahannya sendiri
Argumen terakhir dalam ayat 34 berkata: “Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari.” Dengan kata lain, Allah telah menetapkan porsi kesenangan dan kesusahan untuk tiap-tiap hari. Sesuai dengan itulah porsi kekuatan yang kita miliki. Jadi, jangan mengambil jatah kesusahan untuk hari esok. Jangan bawa itu ke dalam hari ini dengan kekuatiranmu. Percayalah Allah akan tetap menjadi Allah pada esok hari.
 
Yesus tidak menghendaki para pengikut-Nya hidup dalam kekuatiran
Poin utama dari semua penjelasan ini sangat jelas: Yesus tidak menghendaki para pengikut-Nya hidup dalam kekuatiran. Dia tidak mengamankan kerajaan-Nya dengan membuat para pengikut-Nya hidup dalam kondisi yang tidak menentu. Sebaliknya, menurut ayat 33, ketika hidup kita makin berpusat pada kerajaan-Nya, kekuatiran kita akan makin berkurang. Yesus telah datang, hidup, mati, dan bangkit dari kematian, supaya Dia dapat memerintah sebagai Raja atas suatu umat yang bebas dari kekuatiran.

Jadi, datanglah kepada Yesus. Tinggalkan segala hal lain yang selama ini menjadi raja dalam hidupmu. Abdikanlah dirimu sepenuhnya kepada Sang Raja atas segala raja. Carilah dahulu dalam segala sesuatu yang kamu lakukan, bagaimana menunjukkan bahwa Allah adalah Raja yang menguasai hidupmu. Inilah satu-satunya jalan untuk mendapatkan kebebasan penuh dari kekuatiran.

Kristus Di Tengah Badai

Selasa, 29 April 2014

Kristus Di Tengah Badai

Baca: Markus 4:33-41

4:33 Dalam banyak perumpamaan yang semacam itu Ia memberitakan firman kepada mereka sesuai dengan pengertian mereka,

4:34 dan tanpa perumpamaan Ia tidak berkata-kata kepada mereka, tetapi kepada murid-murid-Nya Ia menguraikan segala sesuatu secara tersendiri.

4:35 Pada hari itu, waktu hari sudah petang, Yesus berkata kepada mereka: “Marilah kita bertolak ke seberang.”

4:36 Mereka meninggalkan orang banyak itu lalu bertolak dan membawa Yesus beserta dengan mereka dalam perahu di mana Yesus telah duduk dan perahu-perahu lain juga menyertai Dia.

4:37 Lalu mengamuklah taufan yang sangat dahsyat dan ombak menyembur masuk ke dalam perahu, sehingga perahu itu mulai penuh dengan air.

4:38 Pada waktu itu Yesus sedang tidur di buritan di sebuah tilam. Maka murid-murid-Nya membangunkan Dia dan berkata kepada-Nya: “Guru, Engkau tidak perduli kalau kita binasa?”

4:39 Iapun bangun, menghardik angin itu dan berkata kepada danau itu: “Diam! Tenanglah!” Lalu angin itu reda dan danau itu menjadi teduh sekali.

4:40 Lalu Ia berkata kepada mereka: “Mengapa kamu begitu takut? Mengapa kamu tidak percaya?”

4:41 Mereka menjadi sangat takut dan berkata seorang kepada yang lain: “Siapa gerangan orang ini, sehingga angin dan danaupun taat kepada-Nya?”

Mengapa kamu begitu takut? Mengapa kamu tidak percaya? —Markus 4:40

Kristus Di Tengah Badai

Dalam usianya yang ke-27, Rembrandt menghasilkan karya lukisan pemandangan laut yang diberi judul Kristus di Tengah Badai di Danau Galilea berdasarkan kisah dalam Injil Markus pasal 4. Dengan penggunaan perbedaan cahaya dan bayangan yang sangat tegas, lukisan Rembrandt menggambarkan sebuah perahu kecil yang terancam hancur di tengah badai yang sedang mengamuk kencang. Ketika para murid sedang berjuang melawan angin dan ombak, Yesus tidak terganggu sama sekali. Akan tetapi, aspek yang paling tidak biasa dari lukisan tersebut adalah kehadiran seorang murid ke-13 di dalam perahu tersebut yang menurut para ahli seni menyerupai sosok Rembrandt sendiri.

Injil Markus menggambarkan pelajaran gamblang yang diterima oleh para murid mengenai siapa diri Yesus dan apa yang bisa diperbuat-Nya. Sementara para murid dengan panik mencoba untuk menyelamatkan perahu yang akan tenggelam tersebut, Yesus justru tidur. Tidak pedulikah Dia bahwa mereka semua akan mati? (ay.38). Setelah Yesus menenangkan badai itu (ay.39), Dia mengajukan sebuah pertanyaan yang tajam, “Mengapa kamu begitu takut? Mengapa kamu tidak percaya?” (ay.40). Para murid justru menjadi semakin takut, dan mereka berkata seorang kepada yang lain, “Siapa gerangan orang ini, sehingga angin dan danaupun taat kepada- Nya?” (ay.41).

Kita juga dapat menempatkan diri kita dalam kisah tesebut dan, sama seperti para murid, mengetahui bahwa kepada setiap orang yang percaya kepada Yesus Kristus, Dia akan menyatakan kehadiran, belas kasihan, dan kendali-Nya atas setiap badai dalam hidup kita. —DCM

Tenanglah hatiku, karena Allah setia,
Firman kudus-Nya murni, teruji, dan benar;
Walaupun badai menerjang dan laut menggelora,
Janji-Nya bagaikan batu pijakan yang kuat. —NN.

Allah adalah tempat perlindungan yang aman di tengah terjangan badai kehidupan.

Miliuner

basket ball 01

Jumlah uang yang tercantum dalam kontrak para pemain liga bola basket NBA bisa membuat Anda berdecak kagum. Banyak pemain yang digaji lebih dari 8 juta dolar setiap tahunnya. Ketika masih bermain, Michael Jordan pernah menghasilkan 10 juta dolar setiap tahunnya dari nilai kontrak dan iklan yang diterimanya. Sebelumnya, Magic Johnson pernah menandatangani kontrak senilai 23 juta dolar, dan para pemain papan atas masa kini biasa menandatangani kontrak sebesar 70 juta dolar untuk beberapa musim pertandingan. Angka-angka sebesar itu membuat saya berpikir, berapa besar nilai diri saya?

Pernahkah Anda menanyakan hal yang sama? Kita mungkin pernah bermimpi untuk menjadi seorang atlet miliuner. Namun mungkin tidak ada yang pernah mengatakan kepada Anda betapa berharganya diri Anda. Nilai diri Anda tidak bisa diukur dalam angka jutaan. Malam ini, sebelum terlelap, lihatlah bintang-bintang (kalau langit sedang cerah). Semua bintang itu adalah milik Anda. Semuanya itu milik Allah, dan Dialah Bapa Anda. Alkitab berkata, “Tetapi semua orang yang menerima-Nya diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya” (Yoh. 1:12). “Dan jika kita adalah anak, maka kita juga adalah ahli waris” (Rm. 8:17). Sadarkah Anda bahwa Anda akan mewarisi kerajaan Allah?

Allah tidak menghendaki kita merasa rendah diri. Memang kerendahan hati adalah sifat yang penting bagi seorang Kristen, tetapi itu tidak berarti kita harus memandang diri sendiri sebagai orang yang tak berharga. Kerendahan hati berarti kita bergantung kepada Allah saja dalam setiap situasi yang ada dan selalu siap untuk belajar dari-Nya. Hal itu juga berarti kita mengakui bahwa Allah yang telah menjadikan setiap dari kita dan bahwa kita sangat berharga di mata-Nya.

Dia adalah Allah kita. Kita tidak berhak untuk berpikir bahwa Allah telah membuat kesalahan saat Dia menciptakan kita. Kita tidak berhak untuk berpikir: Andai saja aku lahir di tempat dan keluarga yang lain, dan dalam keadaan yang lain . . . Allah telah menempatkan kita di sini, pada saat ini, karena Dia bersuka atas diri kita dan pada keberadaan kita di masa mendatang. Dengan kata lain, Allah bersukacita atas diri Anda dan menikmati kehadiran Anda, seperti orangtua yang menyukai kehadiran anak-anak mereka.

Apabila Anda seorang anak Allah, bersyukurlah atas diri Anda! Dalam diri Anda tercermin sifat Bapa Anda di surga. Dialah Allah Anda, Raja atas alam semesta! Dia akan membuat Anda tersenyum kembali, karena Anda sangat berharga di mata-Nya.

Allah membuat kita tersenyum karena Dia senang bersama kita.

Pertanyaan Yang Mengusik

Senin, 28 April 2014

Pertanyaan Yang Mengusik

Baca: 1 Petrus 3:8-17

3:8 Dan akhirnya, hendaklah kamu semua seia sekata, seperasaan, mengasihi saudara-saudara, penyayang dan rendah hati,

3:9 dan janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan, atau caci maki dengan caci maki, tetapi sebaliknya, hendaklah kamu memberkati, karena untuk itulah kamu dipanggil, yaitu untuk memperoleh berkat. Sebab:

3:10 “Siapa yang mau mencintai hidup dan mau melihat hari-hari baik, ia harus menjaga lidahnya terhadap yang jahat dan bibirnya terhadap ucapan-ucapan yang menipu.

3:11 Ia harus menjauhi yang jahat dan melakukan yang baik, ia harus mencari perdamaian dan berusaha mendapatkannya.

3:12 Sebab mata Tuhan tertuju kepada orang-orang benar, dan telinga-Nya kepada permohonan mereka yang minta tolong, tetapi wajah Tuhan menentang orang-orang yang berbuat jahat.”

3:13 Dan siapakah yang akan berbuat jahat terhadap kamu, jika kamu rajin berbuat baik?

3:14 Tetapi sekalipun kamu harus menderita juga karena kebenaran, kamu akan berbahagia. Sebab itu janganlah kamu takuti apa yang mereka takuti dan janganlah gentar.

3:15 Tetapi kuduskanlah Kristus di dalam hatimu sebagai Tuhan! Dan siap sedialah pada segala waktu untuk memberi pertanggungan jawab kepada tiap-tiap orang yang meminta pertanggungan jawab dari kamu tentang pengharapan yang ada padamu, tetapi haruslah dengan lemah lembut dan hormat,

3:16 dan dengan hati nurani yang murni, supaya mereka, yang memfitnah kamu karena hidupmu yang saleh dalam Kristus, menjadi malu karena fitnahan mereka itu.

3:17 Sebab lebih baik menderita karena berbuat baik, jika hal itu dikehendaki Allah, dari pada menderita karena berbuat jahat.

Siap sedialah pada segala waktu untuk memberi pertanggungan jawab kepada tiap-tiap orang yang meminta pertanggungan jawab dari kamu tentang pengharapan yang ada padamu. —1 Petrus 3:15

Pertanyaan Yang Mengusik

Saat menaiki kereta api beberapa tahun setelah berakhirnya perang saudara di Amerika, Jendral Lew Wallace dari Angkatan Perang Bagian Utara bertemu dengan seorang rekan perwira, Kolonel Robert Ingersoll. Ingersoll adalah seorang penganut paham agnostik terkemuka di abad ke-19, sedangkan Wallace adalah seorang Kristen. Ketika pembicaraan mulai membahas perbedaan kepercayaan mereka, Wallace sadar ia tidak bisa menjawab pertanyaan dan keraguan yang dilontarkan Ingersoll. Didorong oleh rasa malu karena kurangnya pemahaman atas imannya sendiri, Wallace mulai menggali Kitab Suci untuk mencari jawabannya. Usahanya itu membuahkan suatu pernyataan iman yang kokoh mengenai sosok Sang Juruselamat yang tertuang dalam novel sejarah klasik karyanya: Ben-Hur: A Tale of The Christ (Ben-Hur: Kisah Tentang Kristus).

Pertanyaan yang mengusik dari orang-orang yang skeptis tidak perlu mengancam iman kita. Sebaliknya, pertanyaan mereka bisa mendorong kita untuk memperdalam pemahaman dan memperlengkapi kita agar dengan penuh kasih dan bijaksana kita dapat menanggapi mereka yang mempertanyakan iman kita. Dalam Alkitab, Rasul Petrus mendorong kita untuk mencari hikmat Allah, “Siap sedialah pada segala waktu untuk memberi pertanggungan jawab pada tiap-tiap orang yang meminta pertanggungan jawab dari kamu tentang pengharapan yang ada padamu, tetapi haruslah dengan lemah lembut dan hormat” (1Ptr. 3:15).

Kita tak perlu menguasai seluruh jawaban yang ada, tetapi kita perlu punya keberanian dan keyakinan teguh dalam usaha membagikan kasih kita dalam Kristus dan pengharapan yang kita miliki. —WEC

Aku berharap pada Tuhan yang serahkan nyawa-Nya untukku,
Dan yang telah membayar harga semua dosaku di Kalvari.
Untukku Dia telah mati, untukku Dia lalu hidup,
Terang dan hidup abadi Dia berikan cuma-cuma. —Clayton

Kristus adalah jawaban utama atas pertanyaan-pertanyaan terbesar dalam hidup ini.

Di Tengah Ketidakpastian

Oleh: Tri Nurdiyanso

di-tengah-ketidakpastian

Dua puluh empat jam selalu ada dalam sehari,
Begitu juga enam puluh detik dalam semenit.
Meski sedetikpun tak kurang dan tak lebih
Aku masih saja bimbang dalam gelisah diri

Tiap bertanya tentang waktu dan masa depan,
Sungguh aku bingung akan menjadi apa dan siapa.
Bukankah sedetik ke depan saja itu adalah ketidakpastian?
Bahkan dunia ini pun mengatakan ketidakpastian adalah kepastian.
Bukankah wajar bila aku ragu dan gelisah?
Bukankah lazim bila aku kuatir dan bimbang?

Pertanyaan demi pertanyaan itu seakan-akan membelaku
Tapi sesungguhnya mereka menjerumuskanku
menguburku perlahan-lahan ke dalam pesimisme hidup

Di manakah gerangan harapan ada?
harapan yang akan memberi kelegaan dari ketidakpastian ini
Di manakah gerangan harapan itu?
harapan yang akan membuat hidup penuh gairah
Aku meronta dan berteriak mencarinya dalam kegelisahanku,
hingga ku dengar sapa Tuhan yang datang ke dunia
mengurai rancangan akbar-Nya dalam tiap lembar suci
Ya, Sang Kekal datang membuktikan harapan itu ada,
Kepastian masa depan yang dijamin oleh tangan-Nya sendiri,
rancangan damai sejahtera bagiku dan bagimu
Karena Dialah Raja atas segenap ruang dan waktu.

 

Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu,
demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan,
untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan.
Yeremia 29:11

Belajar Mengasihi

Minggu, 27 April 2014

Belajar Mengasihi

Baca: 1 Korintus 13:4-13

13:4 Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong.

13:5 Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain.

13:6 Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran.

13:7 Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu.

13:8 Kasih tidak berkesudahan; nubuat akan berakhir; bahasa roh akan berhenti; pengetahuan akan lenyap.

13:9 Sebab pengetahuan kita tidak lengkap dan nubuat kita tidak sempurna.

13:10 Tetapi jika yang sempurna tiba, maka yang tidak sempurna itu akan lenyap.

13:11 Ketika aku kanak-kanak, aku berkata-kata seperti kanak-kanak, aku merasa seperti kanak-kanak, aku berpikir seperti kanak-kanak. Sekarang sesudah aku menjadi dewasa, aku meninggalkan sifat kanak-kanak itu.

13:12 Karena sekarang kita melihat dalam cermin suatu gambaran yang samar-samar, tetapi nanti kita akan melihat muka dengan muka. Sekarang aku hanya mengenal dengan tidak sempurna, tetapi nanti aku akan mengenal dengan sempurna, seperti aku sendiri dikenal.

13:13 Demikianlah tinggal ketiga hal ini, yaitu iman, pengharapan dan kasih, dan yang paling besar di antaranya ialah kasih.

Kasih itu sabar; kasih itu murah hati. —1 Korintus 13:4

Belajar Mengasihi

Ketika Hans Egede pergi ke Greenland sebagai seorang misionaris pada tahun 1721, ia tidak dapat berbahasa Inuit. Ia mempunyai sifat yang mudah tersinggung dan marah, dan ia juga bergumul untuk dapat bersikap ramah terhadap penduduk setempat.

Pada tahun 1733, virus cacar sempat mewabah di Greenland dan memusnahkan hampir dua pertiga warga suku Inuit—serta merenggut juga nyawa istri Egede. Penderitaan yang dirasakan bersama orang-orang Inuit itu meluluhkan tabiat Egede yang keras, dan ia pun mulai memperhatikan mereka baik secara jasmani maupun rohani dengan tidak kenal lelah. Karena hidup Egede sekarang lebih mencerminkan kabar baik tentang kasih Allah yang diceritakannya kepada mereka, orang-orang Inuit akhirnya dapat memahami maksud Allah yang rindu mengasihi mereka juga. Bahkan di tengah penderitaan besar itu, hati mereka mau berbalik dan percaya kepada Allah.

Mungkin kamu seperti para warga Inuit dalam kisah itu, dan kamu tidak dapat melihat cerminan Allah dalam diri orang-orang di sekitarmu. Atau mungkin kamu seperti Hans Egede, yang bergumul untuk mengungkapkan kasih dengan cara yang dapat membuat orang mau mendengar tentang Allah. Karena Allah tahu kita ini lemah dan tidak mampu, Dia menunjukkan kepada kita arti kasih yang sesungguhnya. Dia memberikan Anak-Nya, Yesus Kristus, untuk mati bagi dosa kita (Yoh. 3:16). Demikianlah besarnya Allah mengasihimu dan saya.

Yesus adalah teladan sempurna dari kasih yang digambarkan dalam 1 Korintus 13. Dengan melihat teladan-Nya, kita menyadari bahwa kita dikasihi dan kita belajar untuk membalas kasih-Nya. —RKK

Ya Yesus, kiranya di dalam-Mu aku mendapatkan keyakinan bahwa
aku dikasihi. Dan kiranya hatiku tak menjadi dingin hingga dipenuhi
amarah serta luka hati dari pengalaman masa lalu. Aku mau agar
orang lain dapat melihat cerminan diri-Mu di dalam hidupku.

Kiranya saya tidak pernah menjadi rintangan yang menghalangi seseorang memandang Allah.

Merendahkan Diri

Sabtu, 26 April 2014

Merendahkan Diri

Baca: 2 Tawarikh 12:1-8

12:1 Rehabeam beserta seluruh Israel meninggalkan hukum TUHAN, ketika kerajaannya menjadi kokoh dan kekuasaannya menjadi teguh.

12:2 Tetapi pada tahun kelima zaman raja Rehabeam, majulah Sisak, raja Mesir, menyerang Yerusalem–karena mereka berubah setia terhadap TUHAN–

12:3 dengan seribu dua ratus kereta dan enam puluh ribu orang berkuda, sedang rakyat yang mengikutinya dari Mesir, yakni orang Libia, orang Suki dan orang Etiopia, tidak terhitung banyaknya.

12:4 Ia merebut kota-kota benteng yang di Yehuda, bahkan mendekati Yerusalem.

12:5 Nabi Semaya datang kepada Rehabeam dan pemimpin-pemimpin Yehuda yang berkumpul di Yerusalem berhubung dengan ancaman Sisak, dan berkata kepada mereka: “Beginilah firman TUHAN: Kamu telah meninggalkan Aku, oleh sebab itu Akupun meninggalkan kamu juga dalam kuasa Sisak.”

12:6 Maka pemimpin-pemimpin Israel dan raja merendahkan diri dan berkata: “Tuhanlah yang benar!”

12:7 Ketika TUHAN melihat bahwa mereka merendahkan diri, datanglah firman TUHAN kepada Semaya, bunyinya: “Mereka telah merendahkan diri, oleh sebab itu Aku tidak akan memusnahkan mereka. Aku segera akan meluputkan mereka dan kehangatan murka-Ku tidak akan dicurahkan atas Yerusalem dengan perantaraan Sisak.

12:8 Tetapi mereka akan menjadi hamba-hambanya, supaya mereka tahu membedakan antara mengabdi kepada-Ku dan mengabdi kepada kerajaan-kerajaan duniawi.”

Dan umat-Ku . . . merendahkan diri, berdoa . . . lalu berbalik dari jalan-jalannya yang jahat, maka Aku akan mendengar dari sorga dan mengampuni dosa mereka. —2 Tawarikh 7:14

Merendahkan Diri

Sebuah video dimulai dengan menampilkan Daisy, seekor anak anjing yang takut untuk turun dari anak tangga teratas. Walaupun di bawah orang-orang terus memanggil dan menyorakinya, Daisy tetap tidak berani untuk turun. Daisy ingin sekali bergabung dengan orang-orang di bawah itu, tetapi rasa takut membuatnya enggan untuk menapaki anak tangga. Lalu Simon, seekor anjing yang lebih besar, datang untuk menolong. Simon berlari menaiki anak tangga itu, lalu turun lagi, dengan maksud supaya Daisy melihat betapa mudah caranya naik-turun. Daisy masih merasa tidak yakin. Simon kembali naik-turun tangga itu, tetapi kali ini dengan lebih pelan. Namun Daisy masih terlalu takut untuk mencoba. Sekali lagi Simon naik dan menunjukkan caranya. Akhirnya Daisy berani melangkahkan kaki belakangnya mengikuti kaki depannya. Dan Simon tetap mendampingi Daisy sampai berhasil. Semua orang pun bersorak gembira!

Sungguh suatu ilustrasi yang indah tentang pemuridan. Kita memberikan banyak waktu mengajar orang lain cara untuk berjalan maju, tetapi hal yang lebih penting dipelajari, dan yang lebih sulit, adalah cara untuk “turun”. Kita membaca di sepanjang Kitab Suci bahwa Allah menghendaki kita untuk merendahkan diri. Karena bangsa Yehuda rela merendahkan diri, Tuhan berkata, “Oleh sebab itu Aku tidak akan memusnahkan mereka” (2Taw. 12:7).

Berulang kali, Allah menunjukkan kerelaan-Nya merendahkan diri dengan turun menjumpai umat-Nya (Kel. 3:7-8; 19:10-12; Mi. 1:3). Pada akhirnya Allah mengutus Yesus, yang di sepanjang hidup-Nya mengajarkan kerendahan diri yang patut kita ikuti (Flp. 2:5-11). —JAL

Makin serupa Yesus, Tuhanku,
Inilah sungguh kerinduanku;
Makin bersabar, lembut dan merendah,
Makin setia dan rajin bekerja. —Gabriel
(Nyanyikanlah Kidung Baru, No. 138)

Seseorang tidak akan pernah belajar apa pun, jika ia tidak belajar merendahkan diri terlebih dahulu.

Ikan Yang Ketakutan

Jumat, 25 April 2014

Mengajari-Bob

Cerita & Ilustrasi oleh Heri Kurniawan

Baca: Yohanes 1:6-14

1:6 Datanglah seorang yang diutus Allah, namanya Yohanes;

1:7 ia datang sebagai saksi untuk memberi kesaksian tentang terang itu, supaya oleh dia semua orang menjadi percaya.

1:8 Ia bukan terang itu, tetapi ia harus memberi kesaksian tentang terang itu.

1:9 Terang yang sesungguhnya, yang menerangi setiap orang, sedang datang ke dalam dunia.

1:10 Ia telah ada di dalam dunia dan dunia dijadikan oleh-Nya, tetapi dunia tidak mengenal-Nya.

1:11 Ia datang kepada milik kepunyaan-Nya, tetapi orang-orang kepunyaan-Nya itu tidak menerima-Nya.

1:12 Tetapi semua orang yang menerima-Nya diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya;

1:13 orang-orang yang diperanakkan bukan dari darah atau dari daging, bukan pula secara jasmani oleh keinginan seorang laki-laki, melainkan dari Allah.

1:14 Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran.

Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya. —Yohanes 1:14

Ikan Yang Ketakutan

Saya mengalami bahwa merawat akuarium air laut bukanlah hal yang mudah. Saya harus memasang perangkat laboratorium kimia yang mudah dibawa ke mana-mana guna memantau tingkat nitrat dan kandungan amonia dari air tersebut. Saya perlu memasukkan berbagai vitamin, antibiotik, obat antibakteri, dan enzim. Saya harus menyaring airnya melalui kaca fiber dan arang.

Kamu mungkin berpikir ikan-ikan saya akan berterima kasih untuk semua itu. Ternyata tidak. Jika bayangan saya muncul di atas akuarium ketika hendak memberi mereka makan, mereka akan menyelam dan bersembunyi di balik kerang yang ada di sekitar mereka. Rupanya saya terlalu besar bagi mereka; dan tindakan saya tidak mereka mengerti. Mereka tidak menyadari bahwa sebenarnya saya berbuat baik bagi mereka. Agar persepsi mereka dapat berubah dibutuhkan semacam inkarnasi. Saya harus menjadi seekor ikan dan “berbicara” pada mereka dengan bahasa yang dapat mereka mengerti. Dan tentu hal itu mustahil buat saya.

Menurut Kitab Suci, Allah, Sang Pencipta jagat raya, telah melakukan sesuatu yang tampaknya mustahil. Dia datang ke dunia ini dalam wujud seorang bayi. “Ia telah ada di dalam dunia dan dunia dijadikan oleh-Nya,” menurut Yohanes, “tetapi dunia tidak mengenal-Nya” (Yoh. 1:10). Lalu Allah, yang menciptakan segala sesuatu, mengambil rupa ciptaan-Nya, bagaikan penulis yang memerankan seorang tokoh dalam drama yang ditulisnya sendiri. Allah menuliskan suatu kisah, dengan menggunakan tokoh-tokoh yang nyata, pada lembar-lembar sejarah yang sesungguhnya. “Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita” (ay.14). —PDY

Segala puji bagi-Nya, Tuhan yang kekal,
Yang turun menjadi darah dan daging;
Memilih palungan gantikan takhta-Nya
Padahal segala isi dunia adalah milik-Nya. —Luther

Allah masuk ke dalam sejarah umat manusia demi menawarkan anugerah hidup kekal kepada kita.