Pemikiran Yang Salah

Kamis, 31 Mei 2012

Pemikiran Yang Salah

Baca: Roma 5:12-21

Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa. —Roma 5:8

Alkisah ada empat orang—seorang pilot, profesor, pendeta, dan petualang—dalam suatu penerbangan dengan pesawat kecil. Tiba-tiba mesin pesawat itu mati. Si pilot berkata, “Hanya ada tiga parasut. Karena ini pesawat saya, satu parasut akan saya pakai.” Si pilot memakai parasutnya dan terjun dari pesawat. Si profesor berkata, “Saya orang yang pintar dan dunia membutuhkan saya, jadi saya ambil satu parasutnya,” dan ia pun melompat dari pesawat.

Lalu si pendeta berkata kepada si petualang, “Saya tak mau egois, silakan pakai parasut yang tersisa.” Si petualang berkata, “Parasutnya masih sisa dua, jadi kita masing-masing bisa pakai. Profesor tadi terjun bukan dengan parasut, tetapi dengan tas ransel saya!” Meski si profesor berpikir bahwa ia dapat mendarat dengan selamat, tetapi keyakinannya didasarkan pada pemikiran yang salah.

Banyak orang meyakini keselamatan yang dilandaskan pada pemikiran yang salah. Mereka percaya bahwa ibadah di gereja, baptisan, atau sekadar menjadi orang baik akan membuat mereka diterima oleh Allah. Namun pemikiran kita salah jika hal itu tidak dilandasi oleh apa yang dikatakan Allah dalam firman-Nya. Allah berkata bahwa “semua orang telah berbuat dosa” dan kita adalah musuh-musuh-Nya. Namun melalui kematian dan kebangkitan Anak-Nya, kita dapat diperdamaikan dengan Allah (Rm. 3:23; 5:8-10). Dengan mempercayai apa yang telah Kristus lakukan, kita dapat memperoleh damai sejahtera dengan Allah (5:1) dan memiliki jaminan hidup kekal di surga.

Percayakah Anda? Kekekalan Anda dipertaruhkan. Jangan mempercayai pemikiran yang salah, tetapi berimanlah kepada Kristus. —AMC

Aku percaya kepada-Mu, Tuhan Yesus—
Hanya percaya kepada-Mu;
Percaya kepada-Mu untuk keselamatan,
Purna, agung dan cuma-cuma. —Havergal

Jika kita dapat mengusahakan sendiri keselamatan kita, Kristus tidak perlu mati untuk menyediakannya.

Kursi Roda Allah

Rabu, 30 Mei 2012

Kursi Roda Allah

Baca: Mazmur 46

Kursi-Nya dari nyala api dengan roda-rodanya dari api yang berkobar-kobar. —Daniel 7:9

Jean Driscoll adalah seorang atlit yang luar biasa. Ia telah delapan kali memenangi lomba lari Boston Marathon. Ia juga telah berpartisipasi dalam empat kali Kejuaraan Paralympic (Olimpiade bagi Penyandang Cacat) dan memenangi lima medali emas. Karena lahir dengan kondisi spina bifida—suatu bentuk kelainan tulang belakang, Jean bertanding di atas kursi rodanya.

Salah satu ayat Alkitab kesukaan Driscoll adalah Daniel 7:9, “Duduklah Yang Lanjut Usianya . . . Kursi-Nya dari nyala api dengan roda-rodanya dari api yang berkobar-kobar.” Dengan mengaitkan penglihatan Daniel tentang Allah dengan keadaan dirinya di atas kursi roda, Driscoll dapat memberikan kata-kata penguatan kepada orang lain. “Setiap kali saya memiliki kesempatan untuk berbicara dengan mereka yang memakai kursi roda dan bersedih karena keadaannya itu, saya berkata kepada mereka, ‘Anda bukan hanya diciptakan segambar dengan Allah, tetapi kursi roda Anda pun diciptakan segambar dengan takhta-Nya!’”

Tentu saja, penglihatan Daniel tidak menggambarkan Allah yang geraknya terbatas. Bahkan, sejumlah orang melihat bahwa “kursi roda” Allah adalah lambang dari karya aktif Allah yang adil dan berdaulat dalam setiap urusan manusia. Bagian Alkitab lain juga menyatakan tentang pemeliharaan Allah yang menyediakan pertolongan kepada mereka yang percaya (Ams. 3:25-26; Mat. 20:29-34; Ef. 1:11).

Iman Jean Driscoll kepada Allah telah menolongnya menang atas tantangan diri yang dihadapinya. Kita pun dapat meyakini bahwa Yang Mahatinggi dan Mahakudus itu selalu dekat dan siap untuk menolong ketika kita memintanya (Mzm. 46). —HDF

Dia tak pernah gagal, Allahmu yang setia;
Dia akan menjagamu dengan kuat kuasa-Nya,
Janganlah takut, walaupun masalah melanda,
Pertolongan-Nya pasti dari masa ke masa. —Bosch

Bersama Allah yang mendukung dan tangan-Nya menopangmu, kau bisa hadapi apa pun di depanmu. —Ward

Keangkuhan Dan Prasangka

Selasa, 29 Mei 2012

Keangkuhan Dan Prasangka

Baca: Kisah Para Rasul 17:22-31

Dari satu orang saja Ia telah menjadikan semua bangsa dan umat manusia untuk mendiami seluruh muka bumi. —Kisah Para Rasul 17:26

Pada dekade 1930-an, rumah tempat saya tinggal semasa kanak-kanak dipenuhi dengan kasih sayang dan kegembiraan, tetapi orangtua saya sering tidak di rumah. Ketika mereka tidak di rumah, sumber kehangatan di rumah kami adalah ruang dapur dan Annie—pengurus rumah kami yang bertubuh mungil dan selalu ceria.

Saya banyak menghabiskan waktu bersama Annie, duduk di meja dapur sambil membaca buku atau bermain mainan dan mendengarnya bersenandung atau menyanyikan lagu-lagu rohani. Dari hatinya, terus-menerus terpancar hikmat, keceriaan, dan nyanyian.

Suatu pagi, dalam luapan kegembiraan seorang anak, saya mengucapkan ejekan rasial yang pernah saya dengar. “Ya ampun, jangan!” seru Annie. Ia pun mencurahkan isi hatinya dengan nasihat yang lemah lembut tentang bahaya dan luka yang disebabkan oleh ejekan tersebut, disertai dengan kesedihan mendalam di matanya. Sejak saat itu, saya tidak pernah mengucapkan kata itu lagi.

Saya belajar bahwa kita dapat menyebabkan kesedihan yang begitu mendalam ketika kita mengambil sikap tidak mau menghargai dan juga merendahkan orang lain dengan sikap kita yang tidak toleran. Setiap manusia diciptakan segambar dengan Allah—lebih serupa dengan Allah melebihi ciptaan lainnya dan layak dihargai. Menganggap rendah gambaran itu berarti melukai jati diri orang lain.

Hanya ada satu ras, yaitu umat manusia. Allah “telah menjadikan semua bangsa dan umat manusia untuk mendiami seluruh muka bumi dari satu orang saja” (Kis. 17:26). Kita semua adalah satu keluarga, diciptakan untuk saling menghargai dan menghormati. —DHR

Dari semua ciptaan yang berharga,
Tiada yang sepadan dengan manusia,
Segambar dengan Allah diciptakannya
Untuk genapi rencana agung-Nya. —D. De Haan

Allah ingin agar kita menghormati semua orang, karena setiap orang diciptakan menurut gambar-Nya.

Perkumpulan

Senin, 28 Mei 2012

Perkumpulan

Baca: Wahyu 7:9-17

Sebab Anak Domba yang di tengah-tengah takhta itu, akan menggembalakan mereka dan akan menuntun mereka ke mata air kehidupan. —Wahyu 7:17

Selama melayani sebagai pembina rohani bagi YMCA di Mesir (1915–1917), Oswald Chambers telah mempengaruhi hidup banyak tentara yang tewas dalam Perang Dunia I. Pada tanggal 6 November 1916, Chambers menulis dalam buku hariannya: “Kami menerima surat dari seorang teman asal Selandia Baru bahwa Ted Strack telah terbunuh. Jadi, Ted Strack telah ‘pergi untuk tinggal bersama Yesus.’ Begitulah caranya ia mau dikenang . . . [Ted] adalah seorang pemuda saleh yang lugas dan murah hati, tak mengenal takut, dan menyenangkan. Bersyukur kepada Allah untuk setiap kenangan tentang dirinya . . . Jadi mereka dikumpulkan satu demi satu.”

Ketika berduka atas kematian seseorang yang kita kasihi, kita berpegang pada janji Yesus tentang kehidupan setelah kematian. Kitab Wahyu mencatat penglihatan Yohanes tentang sekumpulan besar orang dari segala bangsa, suku, kaum dan bahasa yang berdiri di hadapan takhta Allah di surga (7:9). Kebenaran yang tersirat dan melingkupi bagian Alkitab ini adalah bahwa ini merupakan suatu perjumpaan kembali yang penuh sukacita ketika “Anak Domba yang di tengah-tengah takhta itu akan menggembalakan [kita] dan akan menuntun [kita] ke mata air kehidupan” (ay.17).

Meninggalnya setiap orang percaya dalam Kristus merupakan gambaran tentang suatu hari kelak ketika kita akan berkumpul kembali bersama mereka dan Tuhan. Dalam kesedihan kita sekarang ini, kita memiliki pengharapan karena mengetahui bahwa “mereka dikumpulkan satu demi satu.” —DCM

Di balik malam kita berjumpa
Kawan seiman yang ditebus;
Di rumah Bapa tak lagi pisah,
Di balik malam kekal kudus. —Brock
(Pelengkap Kidung Jemaat, No. 284)

Perpisahan merupakan kodrat duniawi; perjumpaan kembali itu kodrat surgawi.

Kecemasan

Minggu, 27 Mei 2012

Kecemasan

Baca: 2 Timotius 2:19-26

Hindarilah soal-soal yang dicari-cari, yang bodoh dan tidak layak. Engkau tahu bahwa soal-soal itu menimbulkan pertengkaran. —2 Timotius 2:23

Dalam puisi klasik “The Charge of the Light Brigade” (Serbuan Brigade Terang) karya Tennyson, suatu pasukan kavaleri yang dengan gagah berani maju menuju ke medan pertempuran digambarkan dengan frasa yang mengesankan, “Menuju ke lembah maut, majulah keenam ratus tentara berkuda itu.” Kata-kata itu memberikan peringatan akan adanya suatu tragedi yang kemudian terjadi atas mereka.

Ketika masih melayani sebagai seorang gembala gereja, terkadang saya merasa cemas pada saat akan menghadiri pertemuan gereja. Dengan menyadari konflik yang sedang atau mungkin terjadi, hal-hal kecil bisa dengan mudah menjadi masalah serius. Namun hal ini seharusnya tidak terjadi dalam gereja.

Kepada seorang gembala muda yang sedang bergumul dengan berbagai tekanan pelayanan, Paulus menulis, “Hindarilah soal-soal yang dicari-cari, yang bodoh dan tidak layak. Engkau tahu bahwa soal-soal itu menimbulkan pertengkaran” (2 Tim. 2:23). Nasihat ini berlaku baik bagi para gembala maupun jemaat gereja. Tingkah laku kita dapat membantu untuk mengurangi gesekan dan menghindari pertikaian yang terjadi akibat tindakan atau ucapan kita yang tidak pantas. Kita dapat menjadi teladan yang sesuai dengan Alkitab bagi orang lain dalam menghindari, mengelola, dan bahkan menyelesaikan perselisihan. Ayat 24-25 mendorong kita supaya selalu lemah lembut, sabar, dan rendah hati dalam hubungan dengan sesama.

Demikianlah juga yang dikatakan Yakobus, “Buah yang terdiri dari kebenaran ditaburkan dalam damai untuk mereka yang mengadakan damai” (Yak. 3:18). Ketika kita berusaha sungguh-sungguh untuk menjadi pendamai, potensi terjadinya konflik dapat dikurangi. —WEC

Oh Tuhan, tolonglah kami untuk menghindari
Kata-kata yang keluar dari keangkuhan pribadi,
Karena Engkau ingin anak-anak-Mu bersatu
Dalam pujian dan kasih kepada Putra-Mu. —D. De Haan

Orang Kristen yang saling bertengkar tidak mungkin berdamai dengan Bapa surgawi mereka.

Bertahan Atau Jalan Terus?

Sabtu, 26 Mei 2012

Bertahan Atau Jalan Terus?

Baca: Keluaran 14:5-22

Berkatalah Musa kepada bangsa itu: “Janganlah takut, berdirilah tetap dan lihatlah keselamatan dari Tuhan, yang akan diberikan-Nya hari ini kepadamu.” —Keluaran 14:13

Bangsa Israel terjebak. Ketika baru saja meninggalkan perbudakan dan Mesir, mereka menyaksikan suatu pemandangan yang menakutkan. Ada awan debu bergerak ke arah mereka, dan dibalik awan itu ada banyak tentara Mesir. “Penyakit” keras hati Firaun kumat lagi (Kel. 14:8). Alhasil, Firaun mengirim kereta-kereta tempurnya untuk mengejar Musa dan bangsa Israel.

Ketika pasukan Mesir hampir menyusul bangsa Israel, rasanya sudah tidak ada harapan lagi. Bangsa Israel terjebak di antara pasukan itu dan laut yang besar. Dalam keadaan panik, mereka berseru kepada Musa dan Allah.

Baik Musa dan Allah menanggapi seruan ini dengan perintah. Musa berkata: “Janganlah takut, berdirilah tetap dan lihatlah keselamatan dari TUHAN, yang akan diberikan-Nya hari ini kepadamu” (Kel. 14:13). Dan Allah berfirman, “Katakanlah kepada orang Israel, supaya mereka berangkat.” (ay.15). Meski sekilas kedua perintah ini tampak bertentangan tetapi keduanya berasal dari Allah dan benar adanya. Pertama, bangsa Israel harus “berdiri tetap” atau “bertahan” sampai menerima perintah dari Allah. Apa jadinya jika mereka bergegas menuju ke Laut Merah tanpa bertanya terlebih dulu kepada Allah? Namun dengan berdiri tetap, mereka mendengar perintah Allah, tentang apa yang harus mereka lakukan—melanjutkan perjalanan dan apa yang harus Musa lakukan, yaitu mengulurkan tangan ke atas laut dalam ketaatan dan Allah akan membelah airnya.

Apakah situasi yang ada telah membuat Anda terjebak? Berdirilah tetap. Sediakan waktu untuk bertanya kepada Allah dan mendengarkan firman-Nya. Kemudian, dengan menggunakan petunjuk-Nya, berjalanlah maju dan izinkan Allah menuntun Anda. —JDB

Segelap apa pun jalan yang dilalui,
Setebal apa pun awan hari demi hari,
Allah akan arahkan segala yang kita lakukan
Jika kita ambil waktu untuk berdoa. —Mead

Jika Anda sedang mencari tuntunan, jadikan Kristus sebagai penuntun Anda.

Pertobatan

Jumat, 25 Mei 2012

Pertobatan

Baca: 2 Korintus 12:14-21

Karena itu aku suka mengorbankan milikku, bahkan mengorbankan diriku untuk kamu. —2 Korintus 12:15

Sebelum saya dan suami mengadakan perjalanan, kami pergi ke bank dan menukarkan uang dolar Amerika Serikat dengan mata uang dari negara yang akan kami kunjungi. Kami melakukannya supaya dapat membayar segala pengeluaran ketika kami jauh dari rumah.

Ketika kita menjadi orang Kristen, suatu perubahan yang lain terjadi. Hidup kita seperti mata uang yang kita tukarkan. Kita menukar hidup kita yang lama dengan hidup yang baru supaya kita dapat “menggunakan” hidup kita untuk suatu kerajaan yang berbeda. Alih-alih menggunakan hidup kita untuk memajukan kepentingan duniawi, kita dapat mulai menggunakan hidup kita demi kepentingan Kristus.

Rasul Paulus adalah teladan yang baik dari perubahan ini. Setelah mengalami pertobatan yang dramatis dalam perjalanannya ke Damaskus (Kis. 9), ia mulai menggunakan hidupnya pada jalan yang jauh berbeda. Alih-alih mengejar orang Kristen untuk dipenjarakan dan dibunuh, Paulus mulai mencari orang-orang non-Kristen untuk mempertobatkan mereka. Kemudian ia menggunakan seluruh hidupnya demi kepentingan mereka. Ia menulis kepada jemaat di Korintus, “Aku suka mengorbankan milikku, bahkan mengorbankan diriku untuk kamu” (2 Kor. 12:15). Semua hal yang dilakukannya adalah untuk membangun iman anak-anak rohaninya (ay.14,19).

Pertobatan lebih dari sekadar mengubah tujuan akhir hidup kita. Pertobatan berarti mengubah cara kita menjalani hidup kita hari demi hari. —JAL

Tuhan, tolong aku menjalani hidupku untuk sesuatu yang kekal,
bukan untuk hal-hal yang kelak akan lenyap.
Aku menyerahkan hidupku kepada-Mu agar bisa kugunakan
dan digunakan demi sesama dan kehendak-Mu. Amin.

Pertobatan hanya perlu waktu sesaat—perubahan perlu waktu seumur hidup.

Menanti Dengan Sabar

Bacaan: Yohanes 11:1-44

Yesus memang mengasihi Marta dan kakaknya dan Lazarus. Namun setelah didengar-Nya, bahwa Lazarus sakit, Ia sengaja tinggal dua hari lagi di tempat, di mana Ia berada. —Yohanes 11:5-6

Walaupun saya sudah bertahun-tahun menjadi orang Kristen, tetap saja ada beberapa aspek kehidupan Yesus yang membuat saya bertanya-tanya baru-baru ini. Saya membayangkan, bagaimana bunyi aksen Galilea-Nya, perangai apa yang dipelajari-Nya dari Yusuf dan Maria, dan siapa saja sahabat-Nya. Nah, bacaan hari ini cukup menjawab pertanyaan terakhir tadi. Walaupun Yesus menyebut murid-muridnya sebagai “sahabat” (Yoh. 15:15), namun Marta, Maria, dan Lazaruslah yang dituliskan sebagai yang dikasihi Yesus (Yoh. 11:5,36).

Yesus memperlakukan mereka yang dikasihi-Nya dengan cara yang unik.

Kedua kakak beradik yang merupakan teman baik Yesus itu telah mengirim kabar: “Tuhan, dia yang Engkau kasihi, sakit” (Yoh. 11:3). Bukannya dengan segera pergi menolong mereka, Yesus seolah mengabaikan seruan mereka yang meminta pertolongan, dengan tinggal lebih lama di tempat Dia berada. Ketika Dia datang, Dia terlambat hadir di pemakaman Lazarus! (ay.17-19). Wajarlah saudara-saudara Lazarus mengungkapkan kedukaan mereka: “Tuhan, sekiranya Engkau ada di sini, saudaraku pasti tidak mati” (ay.21,32).

Jelas, ini bukan perlakuan yang pantas terhadap seseorang yang kita kasihi.

Akan tetapi Yesus telah mengatakan sesuatu yang tidak didengar oleh Marta dan Maria. “Penyakit itu tidak akan membawa kematian,” kata-Nya saat menerima kabar penyakit Lazarus. “Tetapi akan menyatakan kemuliaan Allah, sebab oleh penyakit itu Anak Allah akan dimuliakan” (ay.4).

Saat Yesus tiba, Dia menangis (ay.33-35). Sambil menangis, Dia mendatangi kubur Lazarus. Dan, seperti yang kita baca, seruan Yesus yang keras membuat Lazarus yang dikasihi-Nya keluar dari kubur (ay.43-44). Kedua saudari Lazarus benar-benar melihat kemuliaan Allah (ay.40).

Pernahkah kamu merasa diabaikan Tuhan? Seolah Dia tak mempedulikan tangisanmu?

Percayalah bahwa Dia punya maksud yang baik bagi masalahmu.

Percayalah bahwa Dia menangis ketika Dia melihat penderitaanmu.

Percayalah bahwa ketika kamu menanti dengan sabar, kamu akan melihat kemuliaan Allah. —Sheridan Voysey

Nantikanlah TUHAN! Kuatkanlah dan teguhkanlah hatimu! Ya, nantikanlah TUHAN! (Mzm. 27:14)

Untuk direnungkan:

Karya Allah apa yang sedang kamu nantikan dalam hidupmu?

Bagaimanakah Allah membentuk karaktermu dalam masa penantianmu?

Menutupi Bau

Kamis, 24 Mei 2012

Menutupi Bau

Baca: Mazmur 32:1-5

Berbahagialah orang yang diampuni pelanggarannya, yang dosanya ditutupi! —Mazmur 32:1

Bau yang timbul dari meluapnya sampah di suatu tempat pembuangan sampah telah menjadi hal yang memprihatinkan bagi masyarakat. Untuk mengatasi bau ini, para pekerja memasang alat penyemprot wewangian berkapasitas besar. Dalam satu menit, alat itu dapat menyemprotkan bergalon- galon zat pewangi dengan jangkauan hingga 45m melingkupi gundukan sampah yang membusuk. Meski demikian, sebanyak apa pun pewangi yang telah disemprotkan untuk menutupi bau sampah itu, bau wangi itu hanya dapat menutupi untuk sementara waktu saja sampai sumber bau itu benar-benar disingkirkan.

Raja Daud juga berusaha menutupi sesuatu. Setelah berzina dengan Batsyeba, Daud pun memilih untuk berdiam diri, menjalankan tipu daya, dan bersikap saleh untuk menutupi kejatuhan moralnya (2 Sam. 11–12). Dalam Mazmur 32, Daud berbicara tentang bagaimana tangan Allah yang menekannya dengan berat ketika ia berdiam diri (ay.3-4). Karena tidak tahan lagi oleh tekanan Allah itu, Daud mengungkapkan perbuatannya yang berdosa dengan menyadari, mengakui dan bertobat dari dosa itu (ay.5). Ia tidak perlu menutupi dosanya lagi karena Allah sudah mengampuninya.

Berusaha menyembunyikan dosa kita merupakan langkah yang sia-sia. Bau busuk dari ketidaktaatan kita akan tetap merembes keluar melalui apa pun yang kita gunakan untuk menyembunyikannya. Mari kita mengakui di hadapan Allah segala sampah yang ada di dalam hati, maka kita akan mengalami anugerah dan pengampunan Allah yang menyegarkan dan membersihkan. —MLW

Bapa, aku tahu bahwa aku tak bisa menyembunyikan dosa-dosaku
dari-Mu karena Engkau tahu apa yang ada di hatiku.
Aku mengakuinya sekarang kepada-Mu. Sucikan aku, ampuni aku,
dan tolong aku untuk memulai awal yang baru. Amin.

Akuilah dosamu dan alamilah sukacita dari pengakuan dosa.