Siapkan Diri Anda

Sabtu, 31 Maret 2012

Baca: Roma 5:1-11

Lebih-lebih, karena kita sekarang telah dibenarkan oleh darah-Nya, kita pasti akan diselamatkan dari murka Allah. —Roma 5:9

Sama seperti yang dilakukan teman-teman sebayanya, putri saya Melissa juga sibuk mempersiapkan diri untuk masa dewasanya. Di sekolah, ia bersiap-siap memasuki perguruan tinggi dengan mengikuti sejumlah kursus yang sesuai dengan minatnya dan telah mendaftar untuk mengikuti tes ujian masuk perguruan tinggi pilihannya.

Di luar kelas, Melissa mempelajari keterampilan dalam pergaulan, dengan cara meluangkan waktu bersama kawan, teman sekelas, dan rekan satu timnya. Dalam pekerjaannya, ia sedang mempelajari keahlian dalam menjalin relasi yang diperlukan untuk jenjang karirnya di masa mendatang. Di rumah, Melissa mempersiapkan diri untuk berkeluarga suatu saat nanti dengan mengalami sendiri bagaimana anggota suatu keluarga Kristen berinteraksi satu sama lain.

Mempersiapkan diri untuk hidup sebagai orang dewasa memerlukan kerja keras, dan Melissa telah melakukannya dengan baik.

Namun tidak satu pun dari kesiapan di atas yang benar-benar diperlukannya. Pada tahun 2002, ketika ia meninggal dalam kecelakaan mobil pada usia 17 tahun, satu-satunya persiapan yang berarti hanyalah kesiapannya untuk pergi ke surga.

Ketika ujian yang sesungguhnya atas kesiapan dirinya datang begitu mendadak di suatu senja yang indah pada bulan Juni, ia telah siap. Pintu gerbang yang kekal itu telah terbuka bagi Melissa. Ia telah menaruh imannya kepada Yesus dan mempercayai pengorbanan-Nya di kayu salib untuk dosa-dosanya (Yoh. 3:16; Rm. 5:8-9).

Ketika Melissa menghadapi ujian akhir tentang kesiapan dirinya, ia telah siap. Apakah Anda juga telah siap? —JDB

Sekaranglah waktu Allah, karena hari berlalu cepat,
Dan dengan cepat pula musim berganti;
Hari ini milikmu, mungkin hari terakhirmu;
Pilihlah hidup untuk jiwamu kekalmu! —Fithian

Jika kematian datang hari ini, apakah Anda telah siap bertemu Allah?

Siapakah Dia Di Mata Kita?

Jumat, 30 Maret 2012

Baca: Lukas 19:1-10

Sebab Anak Manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang. —Lukas 19:10

Selama bertahun-tahun, program televisi Candid Camera oleh Allen Funt begitu digemari oleh para pemirsa. Program ini menggunakan kamera tersembunyi untuk menangkap basah reaksi lucu dari orang-orang awam yang menghadapi situasi yang tidak terduga. Menurut putra Funt, Peter, alasan dari apa yang mereka lakukan adalah, “Kami percaya bahwa manusia itu pada umumnya menakjubkan, dan kami berusaha membuktikannya.” Peter merasa bahwa acara lain yang serupa mempunyai tujuan berbeda, yaitu “manusia itu pada umumnya bodoh, dan mereka akan mencari-cari cara untuk membuktikannya.”

Komentar Peter menunjukkan bahwa pandangan kita terhadap seseorang menentukan bagaimana perlakuan kita terhadapnya.

Penduduk Yerikho tersinggung ketika Yesus pergi ke rumah Zakheus si pemungut cukai. “Tetapi semua orang yang melihat hal itu bersungut-sungut, katanya: ‘Ia menumpang di rumah orang berdosa’” (Luk. 19:7). Namun pada saat Zakheus mengalami pertobatan yang sungguh dalam hatinya (ay.8), Yesus berkata kepadanya, “Hari ini telah terjadi keselamatan kepada rumah ini . . . Sebab Anak Manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang” (ay.9-10).

Sahabat saya Bob Horner mengatakan, “Ketika kita memandang orang sebagai pecundang, kita akan memperlakukan mereka dengan penghinaan. Ketika kita memandang mereka sebagai orang yang terhilang, kita akan memperlakukan mereka dengan belas kasihan.”

Yesus tidak memandang orang sebagai pecundang, melainkan sebagai orang terhilang yang dikasihi-Nya. Pada saat kita memandang orang lain, siapakah ia di mata kita? —DCM

Beri aku, Tuhan, kasih-Mu untuk jiwa-jiwa,
Untuk domba yang hilang dan tersesat,
Agar aku bisa melihat orang banyak itu
Menangisi yang Engkau tangisi. —Harrison

Mereka yang telah ditemukan haruslah mencari yang terhilang.

Percayalah Kepada-Ku

Kamis, 29 Maret 2012

Baca: Mazmur 121

Apabila engkau menyeberang melalui air, Aku akan menyertai engkau, atau melalui sungai-sungai, engkau tidak akan dihanyutkan. —Yesaya 43:2

Ketika saya masih kecil, saya diajak pergi paman dan bibi ke Danau Michigan. Ketika beberapa sepupu saya bermain-main ombak di bagian danau yang lebih dalam, saya hanya bermain di tepi pantai. Lalu paman saya, Norm, bertanya, “Apa kau bisa berenang?” “Tidak,” jawab saya. “Jangan khawatir,” katanya. “Aku akan membawamu ke sana.” “Tetapi di situ terlalu dalam,” protes saya. “Tetaplah berpegang padaku,” ia meyakinkan saya. “Apa kau mempercayaiku?” Lalu saya memegang tangannya dan kami mulai berjalan menuju ke bagian danau yang lebih dalam.

Ketika kaki saya tidak lagi dapat menyentuh dasar danau, Paman Norm mengangkat saya dan meyakinkan saya lagi, “Aku memegangmu. Aku memegangmu.” Lalu akhirnya ia berkata, “Baik, turunkan kakimu. Kau bisa berdiri di sini.” Saya merasa takut karena berpikir bahwa kami masih berada di bagian danau yang dalam, tetapi saya mempercayainya dan merasa senang ketika tahu bahwa saya berdiri di atas gundukan pasir.

Apakah Anda pernah sedemikian berputus asa sehingga Anda merasa seakan tenggelam di air yang dalam? Beragam kesulitan hidup bisa jadi menekan kita dengan berat. Allah tidak berjanji bahwa kita akan terlepas dari gelora hidup yang melanda, tetapi Dia berjanji, “Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau” (Ibr. 13:5).

Kita dapat mempercayai bahwa Allah kita yang setia hadir di setiap pergumulan kita. “Apabila engkau menyeberang melalui air, Aku akan menyertai engkau, atau melalui sungai-sungai, engkau tidak akan dihanyutkan” (Yes. 43:2). —CHK

Tuhan, beriku iman seperti anak kecil!
Iman yang akan terus memandang-Mu—
Iman yang tak mundur dan tak gagal,
Selalu mengikut-Mu dengan percaya. —Showerman

Sebelum beban menindasmu, percayalah pada tangan Allah yang senantiasa menopangmu.

Satu Momen Yang Indah

Rabu, 28 Maret 2012

Baca: Yesaya 40:6-11

Seluruh umat manusia adalah seperti rumput dan semua semaraknya seperti bunga di padang. —Yesaya 40:6

Cukup satu jepretan kamera, maka terekamlah satu momen indah yang tersimpan sekali untuk selamanya. Sinar matahari di akhir musim panas yang terpantul di riak ombak membuat permukaan air tampak bagai emas cair yang menghempas ke pantai. Jika teman saya tidak berada di sana dengan kameranya, ombak itu akan lolos dari perhatian kami, seperti deburan-deburan ombak lainnya yang menghempas silih berganti dan disaksikan oleh Allah semata.

Siapa yang dapat menghitung berapa banyak ombak Danau Michigan yang telah bergulung-gulung dan menghempas pantai? Namun setiap deburan ombak itu unik. Seperti yang terlihat pada setiap ombak, Allah menciptakan keindahan yang luar biasa dari sesuatu yang terlihat biasa saja. Dengan menggunakan air dan udara, Dia menciptakan karya seni yang menakjubkan. Kita menikmati galeri seni-Nya pada langit di atas, pada permukaan bumi, dan pada laut di bawah. Hanya saja, sebagian besar keindahan bumi tetap tidak terlihat oleh kita; dan hanya Allah yang melihatnya.

Allah juga menggunakan galeri lain untuk menyatakan kemuliaan-Nya, yaitu manusia. Kita juga diciptakan dari sesuatu yang biasa saja, yakni debu tanah (Kej. 2:7). Namun kepada kita Dia menambahkan suatu kandungan yang luar biasa—napas-Nya sendiri (ay.7). Sama seperti ombak di lautan dan bunga di padang (Yes. 40:6), hidup kita singkat dan dilihat oleh sedikit orang. Namun setiap kita merupakan “momen” indah yang diciptakan Allah untuk menyatakan kepada dunia, “Lihat, itu Allahmu!”—Allah yang firman-Nya tetap untuk selama-lamanya (ay.8). —JAL

Hidupmu hanya sekali, jalanilah dengan baik,
Biarlah lilin hidupmu bersinar terang;
Kekekalan, dan bukan usiamu, yang membuktikan
Berapa jauh cahaya lilinmu terpancar. —Miller

Kita menggenapi maksud kita diciptakan ketika kita melayani Pencipta kita.

Menjadi Yang Sejati

Selasa, 27 Maret 2012

Baca: 1 Yohanes 2:3-11

Barangsiapa menuruti firman-Nya, di dalam orang itu sungguh sudah sempurna kasih Allah; dengan itulah kita ketahui, bahwa kita ada di dalam Dia. —1 Yohanes 2:5

Jemaat gereja di Naperville, Illinois, Amerika Serikat, mengalami kegembiraan yang meluap-luap ketika menyambut hadirnya lonceng baru di menara yang terletak di atas tempat ibadah mereka. Ketika gereja ini dibangun bertahun-tahun sebelumnya, mereka tak memiliki cukup dana untuk membeli lonceng. Namun, pada ulang tahun gereja yang ke-25, gereja ini mampu menggalang dana untuk membeli dan memasang tiga buah lonceng di tempatnya yang kosong. Meski ketiga lonceng itu tampak mengesankan, masih ada masalah: jemaat tak akan pernah mendengar ketiga lonceng itu berdentang. Meski terlihat nyata, sesungguhnya lonceng-lonceng itu palsu.

Rasul Yohanes menulis surat pertamanya untuk menguatkan orang-orang percaya supaya tidak hanya terlihat seperti orang Kristen sejati, tetapi supaya membuktikan kesejatian itu melalui cara hidup mereka. Bukti bahwa seseorang memiliki iman sejati tidaklah dilihat dari sejumlah pengalaman mistis bersama Allah. Bukti bahwa seseorang benar-benar mengenal dan mengasihi Allah dapat dilihat dari penyerahan dirinya pada kuasa Allah dan firman-Nya. Yohanes menuliskan, “Tetapi barangsiapa menuruti firman-Nya, di dalam orang itu sungguh sudah sempurna kasih Allah; dengan itulah kita ketahui, bahwa kita ada di dalam Dia. Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup” (1 Yoh. 2:5-6).

Jika kita mengaku bahwa kita telah diubah oleh Injil dan kita mengenal serta mengasihi Allah, kita harus membuktikannya melalui ketaatan kita pada firman-Nya. —MLW

Jangan hanya mendengarkan firman Allah
Lalu mengabaikan apa yang telah kau dengar;
Tetapi taatilah kehendak Allah bagimu—
Jadilah seorang pelaku firman. —Sper

Ketaatan kepada Allah merupakan perwujudan kasih kita kepada-Nya.

Robin Hood

Oleh Monica Petra

Bacaan: Matius 25:35-45

Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudaraKu yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku (Matius 25:40)

Pastilah kita tidak asing dengan kisah Robin Hood. Sebuah legenda dari tanah Inggris yang begitu tenar dengan mengangkat ikon “sang pahlawan pencuri” dan tindakan-tindakannya yang kontroversial. Berdasarkan legenda itu, ia dan kelompoknya tinggal di hutan Sherwood untuk membangun perlawanan terhadap kekuasaan yang tiran di Nottingham. Dalam perlawanannya, Robin Hood sering melakukan aksi perampokan terhadap orang-orang kaya dan kemudian membagikan hasil jarahannya tersebut kepada rakyat miskin. Orang-orang kaya yang dirampoknya adalah kelompok penindas rakyat kecil, sehingga ada dua pendapat berbeda yang menjadi respon orang terhadap Robin Hood. Menurut pemerintah ia adalah penjahat, sedangkan menurut rakyat kecil ia adalah seorang pahlawan.

Bagaimana pendapat teman-teman tentang Robin Hood? Setuju atau tidak? Kamu memang bisa pro atau kontra tentang hal ini. Pertanyaannya, kalau kamu melihat orang-orang miskin dan membutuhkan, apa yang hendak kamu perbuat?

Coba kita lihat apa yang Tuhan Yesus katakan tentang orang-orang yang berkekurangan. Dalam Matius 25 Tuhan Yesus menggunakan istilah “yang paling hina” mengenai mereka. Terhadap mereka yang lapar, haus, butuh tumpangan, telanjang, sakit, terbelenggu di dalam penjara, Yesus menyebut mereka sebagai ‘saudara-Ku’. Apa yang bisa kita pelajari dari bagian ini? Bagi saya, Tuhan ingin kita sebagai anak-anak-Nya untuk peduli terhadap mereka yang disebut sampah masyarakat. Akan tetapi bagaimana caranya? Jelas kita tidak bisa seekstrim Robin Hood, yang berlagak menjadi superhero dengan merampok orang-orang kaya. Namun, kita bisa belajar memberi dan mengasihi dengan apa yang ada pada kita. Kita bisa mulai bersikap lebih peka terhadap sekeliling kita, karena di sanalah Tuhan menempatkan orang-orang yang membutuhkan bantuan kita.

Robin Hood didaulat sebagai seorang pahlawan berkat kepiawaiannya mencuri. Sebaliknya, sebagai anak-anak Tuhan, kita diberikan kemampuan untuk melakukan sesuatu yang berguna bagi sesama, tidak peduli apa pun bentuk bantuan yang bisa kita berikan. Mungkin ada di antara kamu yang bisa berbagi harta materi, ada yang bisa berdoa, ada yang bisa mendengarkan, dan ada juga yang cakap memberi nasihat. Semua itu bisa dipakai Tuhan untuk melayani sesamamu “yang paling hina”. Maukah kamu membuka hatimu untuk menerima mereka?

Saluran Kuasa

Senin, 26 Maret 2012

Baca: 2 Korintus 12:1-10

Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku. —2 Korintus 12:9

Ketika Tarah masih bersekolah di SMA, ia memiliki ketakutan bahwa suatu hari nanti ia akan menderita suatu penyakit serius. Jadi Tarah mulai berdoa dengan meminta Allah untuk menjauhkannya dari penyakit yang ditakutinya itu. Kemudian ia mencapai suatu kesadaran yang lebih dalam sehingga memutuskan untuk menyerahkan masa depannya kepada Allah, apa pun yang akan terjadi.

Bertahun-tahun kemudian, dokter yang memeriksa Tarah menemukan adanya tumor ganas. Akhirnya, tumor ini berhasil dibasmi dengan kemoterapi. Tarah berkata bahwa karena telah mempercayakan masa depannya kepada Allah, ia sudah siap ketika penyakit menimpanya. Masalah yang dihadapinya menjadi suatu saluran bagi kuasa Allah.

Perihal penyerahan diri kepada Allah ini juga dapat dilihat dalam kehidupan Paulus. Penyerahannya muncul setelah masalah yang disebut “duri dalam daging” menimpanya (2 Kor. 12:7). Berulang kali Paulus mendoakan masalahnya ini, meminta supaya Tuhan mengenyahkannya. Namun Allah menjawab, “Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna” (ay.9). Setelah memahami hal ini, Paulus pun mengadopsi suatu pandangan yang positif: “Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku . . . Sebab jika aku lemah, maka aku kuat” (ay.9-10).

Ketika menghadapi ketakutan dan pergumulan kita, penting bagi kita untuk berserah sepenuhnya kepada Allah. Ketika kita melakukannya, Allah dapat menggunakan masalah kita sebagai saluran bagi kuasa-Nya. —HDF

Ketika beban hidup menghimpitmu
Pencobaan terlalu besar untuk dihadapi,
Ingatlah kuasa Tuhan dalam kelemahanmu;
Dia akan memberi kuasa dan rahmat-Nya. —Sper

Kekuatan kita tidaklah sebanding dengan penyerahan diri kita kepada kuasa Allah.

Berbagi Ruang

Minggu, 25 Maret 2012

Baca: 1 Korintus 12:12-27

Malahan justru anggota-anggota tubuh yang nampaknya paling lemah, yang paling dibutuhkan. —1 Korintus 12:22

Ada jutaan orang yang menjalankan usaha mandiri di luar rumah mereka. Namun ada di antara mereka yang merasa bahwa bekerja sendirian membuat mereka kesepian. Untuk menyediakan komunitas bagi mereka yang kesepian ini, maka dirancang gedung kantor bersama. Gedung-gedung besar disewakan kepada umum di mana orang yang bekerja sendirian bisa berbagi ruang dengan orang lain. Mereka punya ruang kerja masing-masing, tetapi mereka juga dapat saling bertukar gagasan dengan rekan usaha mandiri yang lain. Fasilitas ini ditujukan bagi mereka yang merasa bisa bekerja lebih baik ketika mereka bersama-sama daripada sendirian.

Terkadang orang Kristen berpikir bahwa mereka bisa bekerja lebih baik dengan mengerjakannya sendiri. Namun kita memang dimaksudkan untuk bekerja sama dengan sesama kita di gereja. Orang Kristen telah ditempatkan dalam “tubuh Kristus” (1 Kor. 12:27), dan Tuhan menghendaki agar kita mengambil bagian dalam persekutuan orang percaya di mana kita ditempatkan—menggunakan karunia rohani kita dan bekerja sama dalam pelayanan-Nya.

Namun karena beragam alasan, ada yang tak bisa melibatkan diri. Karena masalah kesehatan, mereka terkungkung di rumah atau tidak tahu bagaimana bisa memberi diri melayani di gereja. Namun mereka adalah bagian yang dibutuhkan dari tubuh Kristus (ay. 22-25). Itulah saatnya kita bisa memenuhi kebutuhan mereka akan kebersamaan. Mari kerjakan bagian kita sehingga orang lain bisa merasakan bahwa mereka adalah bagian yang tak terpisahkan dari persekutuan orang percaya. Bekerja bersama lebih baik daripada bekerja sendiri. —AMC

UNTUK DIRENUNGKAN
Apa yang bisa Anda lakukan untuk menolong orang lain merasa
sebagai bagian dari persekutuan gereja Anda? Kunjungi mereka,
berdoa dengan mereka, membaca Alkitab bersama, kirimi surat, atau
mengundang mereka untuk melayani orang lain bersama Anda.

Persekutuan membangun dan mengikat kita bersama.

Saya Bersedia Membawanya

Sabtu, 24 Maret 2012

Baca: Mazmur 27:1-10

Sekalipun ayahku dan ibuku meninggalkan aku, namun TUHAN menyambut aku. —Mazmur 27:10

Bertahun-tahun yang lalu, ketika masih menjadi mahasiswa di Universitas California di Berkeley, saya menjalin persahabatan dengan seorang mahasiswa |yang pernah mengalami peristiwa kehilangan yang besar. Anaknya telah meninggal, lalu sang istri meninggalkannya karena tidak dapat menghadapi kepedihannya.

Suatu hari, ketika saya dan teman itu berjalan kaki, di depan kami ada seorang ibu yang berpenampilan kusut sedang berjalan menggandeng seorang anak laki-laki yang kumal. Ibu tersebut memarahi anaknya itu dan ia berjalan sangat cepat sehingga anaknya berjalan terseok-seok karena tidak dapat mengikuti langkah kaki si ibu.

Kami tiba di suatu perempatan yang ramai di mana anak kecil itu tiba-tiba berhenti dan tangannya terlepas dari genggaman ibunya. Si ibu berbalik, mengumpat, dan terus berjalan. Anak kecil itu pun duduk di pinggir jalan dan menangis. Tanpa pikir panjang, teman saya segera duduk di samping anak itu dan merengkuhnya.

Si ibu berpaling dan sambil memandangi anak tersebut, ia mulai mengumpat lagi. Teman saya menarik napas panjang dan memandanginya. “Ibu,” katanya dengan lembut, “Jika kau tak menginginkan anak ini, saya bersedia membawanya.”

Demikian juga dengan Bapa kita di surga. Dia juga telah mengalami kehilangan yang besar, tetapi Dia terus mengasihi kita dengan setia. Bahkan ketika sahabat dan keluarga meninggalkan kita, Allah kita tidak akan pernah melakukannya (Mzm. 27:10). Kita selamanya ada dalam pemeliharaan-Nya. —DHR

Aku senang merenungkan
Bahwa Yesus pedulikanku,
Apa pun yang terjadi dalam hidup—
Dia mengasihiku dengan setia. —Adams

Jika Allah memelihara burung pipit, Dia juga pasti memelihara kita.