Pengingat Akan Kasih

Ilustrasi oleh Shares Yehezky

Artikel oleh Anne Cetas

Allah adalah kasih. —1 Yohanes 4:8

Setelah Amerika terlibat di dalam Perang Dunia II di tahun 1941, Estelle mencoba untuk membujuk pacarnya, Sidney, supaya tidak menjadi anggota militer. Namun, Sidney telah mendaftar dan memulai pelatihannya di bulan April tahun berikutnya. Selama tiga tahun selanjutnya, ia menulis surat cintanya kepada Estelle, dan totalnya sebanyak 525 surat. Lalu di bulan Maret 1945, Estelle mengetahui bahwa tunangannya terkasih telah terbunuh di peperangan.

Meskipun Estelle akhirnya menikah dengan orang lain, kenangan-kenangan tentang cinta pertamanya tetap hidup di hatinya. Untuk mengenang kasihnya itu, lebih dari 60 tahun kemudian, ia menerbitkan buku yang berisi surat-surat yang ditulis Sidney di masa perang.

Sama seperti surat-suratnya Sidney, Tuhan memberi kita pengingat akan kasih-Nya, yaitu Alkitab. Dia mengatakan: “Aku mengasihi engkau dengan kasih yang kekal, sebab itu Aku melanjutkan kasih setia-Ku kepadamu” (Yer. 31:3).

“Seperti Bapa telah mengasihi Aku, demikianlah juga Aku telah mengasihi kamu; tinggallah di dalam kasih-Ku itu” (Yoh. 15:9).

Alkitab juga mengatakan kepada kita bahwa “Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya” (Ef. 5:25).

“[Yesus] telah menyerahkan diri-Nya bagi kita untuk membebaskan kita dari segala kejahatan” (Tit. 2:14).

“Allah adalah kasih” (1 Yoh. 4:8).

Bacalah firman Allah secara teratur supaya kita diingatkan bahwa Yesus mengasihi kita dan telah mati bagi kita.

Artikel ini diadaptasi dari artikel Santapan Rohani 31 Agustus 2009

Orang Yang Enggan?

Selasa, 21 Februari 2012

Baca: Amsal 6:6-11

Hai pemalas, berapa lama lagi engkau berbaring? —Amsal 6:9

Ketika mempelajari kitab Amsal dalam kelompok Pemahaman Alkitab kami, pemimpin kami memberi usul untuk mendeskripsikan kata pemalas sebagai orang yang enggan (6:6,9). Saya jadi dapat memahami lebih jelas apa maksud kata tersebut. Segera saja, saya mulai membayangkan siapa saja yang saya anggap sebagai orang yang enggan.

Contohnya, para ayah dan ibu yang gagal mendidik dan mendisiplinkan anak-anak mereka. Atau para pria yang menolak untuk menolong pekerjaan di rumah. Atau para remaja yang mengabaikan pendidikan mereka dan memilih untuk bermain di internet sepanjang hari.

Jika jujur, bisa jadi kita semua terjangkit sikap enggan ini. Apakah kita adalah “orang yang enggan berdoa” (1 Tes. 5:17-18), atau “orang yang enggan membaca Alkitab” (Mzm. 119:103; 2 Tim. 3:16-17) atau “orang yang enggan menggunakan karunia rohani” (Rm. 12:4-8), atau “orang yang enggan bersaksi?” (Mat. 28:19-20; Kis. 1:8).

Jika kita tidak melakukan apa yang kita ketahui dikehendaki Allah supaya kita lakukan, sudah pasti kita adalah orang-orang yang enggan rohani. Sebenarnya, ketika kita menolak untuk menaati Allah, kita berbuat dosa.

Perhatikanlah perkataan yang menantang dan menegur dari kitab Yakobus ini: “Jadi jika seorang tahu bagaimana ia harus berbuat baik, tetapi ia tidak melakukannya, ia berdosa” (4:17). Marilah kita tidak menjadi orang yang enggan rohani. —CHK

Ketika tahu apa yang dikehendaki Allah untuk kita lakukan,
Namun kemudian kita menolak untuk taat, Kita mengabaikan suara Tuhan,
Dan dengan berdosa memilih jalan kita sendiri. —Sper

Kita mungkin punya alasan untuk tidak menaati Allah, tetapi Dia tetap menyebutnya sebagai ketidaktaatan.