Doa dan Khawatir

Oleh Apollos Theophilus Charis

Dalam menjalani keseharian hidup kita, menghadapi berbagai masalah bukanlah hal yang langka. Namun terkadang ketika kita merasa masalah yang kita hadapi terlalu besar, kita takut membayangkan bagaimana pilihan yang kita ambil tersebut akan berdampak bagi masa depan kita. Kita bertanya pada diri sendiri: Mengapa hal ini harus terjadi? Mengapa Allah membiarkan masalah seperti ini masuk dalam hidupku?

Tanggapan yang umum terhadap masalah ini adalah berdoa, namun terkadang juga dengan merasa khawatir.

Ketika kita berdoa, kita sedang menikmati suatu waktu percakapan pribadi kita dengan Tuhan. Dan Tuhan meyakinkan kita dalam Matius 7:9 bahwa Dia tidak pernah memberi sebuah batu pada yang meminta roti. Akan tetapi, bagaimana dengan rasa khawatir? Dalam Matius 6:34, Dia berfirman, “Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari.”

Kamu belum yakin juga? Cobalah berhenti sejenak dari pekerjaanmu sekarang dan ambillah nafas yang panjang. Kemampuan kita untuk bernafas adalah anugerah luar biasa yang Bapa surgawi berikan kepada kita. Tanpa Dia, apa jadinya kita? Bila kita masih ragu, coba saja memutar ulang kenangan kita. Berapa kali Tuhan telah menjawab doa-doa kita? Tidak terhitung jumlahnya, bukan?

Kuatkan hatimu, masalah yang kamu hadapi saat ini ada agar kamu dapat belajar dari hal itu dan bertumbuh semakin kuat dalam hubungan kita dengan Tuhan. Ingatlah kawan, sebesar apapun masalahmu, Tuhan masih lebih besar dari itu. Dia mengasihani orang yang rendah hati (Yak. 4:6), selalu siap dan mampu menolong dalam kesesakan (Mzm. 46:2 BIS). Jadi janganlah khawatir akan hidupmu karena kita punya Tuhan yang hebat dan setia menyertai kita sampai akhir zaman. Tuhan memberkati!

“Sebab itu ingatlah; janganlah khawatir tentang hidupmu, yaitu apa yang akan kalian makan dan minum, atau apa yang akan kalian pakai. Bukankah hidup lebih dari makanan, dan badan lebih dari pakaian? Lihatlah burung di udara. Mereka tidak menanam, tidak menuai, dan tidak juga mengumpulkan hasil tanamannya di dalam lumbung. Meskipun begitu Bapamu yang di surga memelihara mereka! Bukankah kalian jauh lebih berharga daripada burung? Siapakah dari kalian yang dengan kekhawatirannya dapat memperpanjang umurnya biarpun sedikit?”

—Matius 6:25-27 (BIS)

Janji Yang Pasti Dipenuhi

Kamis, 18 Agustus 2011

Baca: 2 Tawarikh 6:1-11

Sebab Kristus adalah “ya” bagi semua janji Allah. Itulah sebabnya oleh Dia kita mengatakan “Amin” untuk memuliakan Allah. —2 Korintus 1:20

Setelah mengalami krisis keuangan global, pemerintah Amerika Serikat memberlakukan hukum yang lebih ketat untuk melindungi rakyat dari praktek-praktek perbankan yang tidak wajar. Bank-bank pun harus mengubah sejumlah kebijakan mereka supaya sesuai dengan hukum tersebut. Untuk memberitahukan tentang perubahan itu, bank tempat saya menabung mengirimkan surat kepada saya. Namun, ketika saya selesai membaca surat itu, alih-alih mengerti, saya justru punya semakin banyak pertanyaan. Penggunaan frasa seperti “kami mungkin” dan “keputusan di tangan kami” tentu tidak terdengar sebagai sesuatu yang dapat saya andalkan!

Sebaliknya, Perjanjian Lama berulang kali menuliskan perkataan Allah: “Aku akan”. Allah berjanji kepada Daud: “Aku akan membangkitkan keturunanmu yang kemudian, anak kandungmu, dan Aku akan mengokohkan kerajaannya. Dialah yang akan mendirikan rumah bagi nama-Ku dan Aku akan mengokohkan takhta kerajaannya untuk selama-lamanya” (2 Sam. 7:12-13). Tidak ada keragu-raguan dalam kata-kata tersebut. Menyadari kesetiaan Allah terhadap janji-Nya, Salomo mengucapkan demikian dalam doanya ketika mentahbiskan Bait Allah: “Engkau yang tetap berpegang pada janji-Mu terhadap hamba-Mu Daud, ayahku, dan yang telah menggenapi dengan tangan-Mu apa yang Kaufirmankan dengan mulut-Mu, seperti yang terjadi pada hari ini” (2 Taw. 6:15). Berabad-abad kemudian, Paulus mengatakan bahwa semua janji Allah adalah “ya” di dalam Kristus (2 Kor. 1:20).

Di tengah dunia yang tidak pasti, kita menaruh sikap percaya kepada Allah yang setia, yang akan senantiasa menepati janji-Nya. —JAL

Masalah apa pun yang menyerbu,
Satu hal dapat kita yakini:
Janji Allah tak pernah gagal,
Janji-Nya akan senantiasa bertahan. —Hess

Iman mengetahui bahwa Allah pasti menepati janji-Nya.