ABODA – Sekeluarga Mengabdikan Diri untuk Menyembah Tuhan

Oleh Daniel Gordon Ang

ABODA adalah sebuah band instrumental Kristen yang unik—kesemua anggotanya adalah 4 orang saudara kandung. Band ini bermula pada tahun 1993 dengan seluruh keluarga—termasuk ayah dan ibu mereka—bermain musik dan bernyanyi bersama di bawah nama Team Penyembah (yang kemudian menjadi Worshippers). Mereka mengubah nama bandnya menjadi Aboda pada tahun 2006. Kini, band ini beranggotakan Timotius Noya (piano & keyboard), Fanuel Noya (drum), Filemon Noya (gitar), dan Clement Noya (bass).

Kata “Aboda” sendiri berasal dari bahasa Ibrani yang berarti “bekerja, melayani, menyembah”. Dalam kata lain, pengabdian. Nama ini selaras dengan visi mereka, yaitu untuk “membagikan kisah hidup kepada setiap orang yang mendengarkan musik Aboda.”

Ada bermacam-macam musik yang berpengaruh dalam membentuk musik yang dimainkan oleh Aboda, antara lain pemusik seperti David Foster, Marcus Miller, Victor Wooten, Israel Houghton, Tom Brooks, dan drummer terkenal Akira Jimbo serta Thomas Pridgen. Aboda sering dianggap sebagai band beraliran musik jazz, namun Aboda tidak pernah mengklaim diri demikian. Ketika ditanya mengenai jenis musik apa yang menjadi favorit mereka, salah seorang anggota band berkata, “Inti penyembahan bukanlah jenis musik, tapi hati.”

Pada Juni 2007, mereka merilis album perdananya, “Today in Paradise” di bawah label Victorious Music Jazz. Album ini meraih penghargaan “The Best Instrumental Album” pada ajang Indonesian Gospel Music Awards 2008. Setahun kemudian Aboda menerbitkan album “Lite Edition”, dengan berisi salah satunya lagu “Journey to the Fatherland” yang diulas di bawah ini.

Kini Aboda rutin melayani dengan bermain di berbagai gereja di Jakarta setiap minggunya. Semua anggotanya bekerja sebagai pengajar musik. Di masa depan, Aboda berharap bahwa mereka dapat memperluas kiprah mereka ke ajang internasional dan, yang terutama, menolong semakin banyak orang dapat mengenal kasih Kristus melalui karya-karya mereka.

Ulasan lagu “Journey to Fatherland”

Dengar di sini:
Journey To The Fatherland (ABODA) by clementnoya

Lagu ini diciptakan ketika para anggota Aboda melihat orang-orang yang pulang kampung pada masa sebelum Lebaran. Dari peristiwa itu, mereka mendapat ilham bahwa “kehidupan ini sebenarnya adalah sebuah perjalanan pulang kembali ke tempat dari mana kita berasal.” Oleh karena itu, “Fatherland” dalam lagu ini bukanlah sekadar mengacu pada kampung halaman, melainkan rumah Bapa kita di Sorga.

Tidak mudah menilai sebuah lagu rohani instrumental, apalagi yang aransemen sepenuhnya orisinil. Namun kita bisa berusaha mengamati dengan cermat suasana dan atmosfir apa yang ditimbulkan oleh alat-alat musik dalam lagu ini dan mencoba menarik hubungan yang mungkin supaya mengerti bagaimana inspirasi Aboda diterjemahkan menjadi musik yang hidup.

Pada dasarnya Journey to Fatherland dimotori oleh suatu motif atau potongan melodi yang berperan seperti sebuah chorus. Motif ini dapat kita jumpai di awal lagu, di mana gitar listrik dan strings dari keyboard memainkannya bersama-sama. Motif ini sangat mudah diingat, karena adanya satu nada panjang diikuti nada pendek. Karakternya sangat lincah tetapi cukup tegas. Iringan gitar kedua yang sangat catchy dan juga drum menambah suasana menjadi hiruk-pikuk. Semua ini cukup memberi kesan seakan kita ada dalam kesibukan dan keramaian pada waktu mudik.

Setelah fase refrain ini selesai, kita memasuki bagian solo gitar tanpa iringan gitar kedua. Dengan hanya akor-akor piano lembut yang ditahan panjang untuk memberikan alas bagi solo, suasana menjadi sangat reflektif dan bahkan menimbulkan kesan nostalgia. Sesuatu yang kontras jika dibandingkan refrain tadi. Dengan memakai efek menggaung (echo) yang terdengar jelas pada setiap akhir potongan melodi, saya membayangkan sang pencipta lagu tertegun saat mengingat makna yang lebih dalam daripada kegiatan mudik semata. Setelah melalui suatu tahapan yang lebih lincah, gitar solo pun diakhiri dengan suatu sentuhan melankolis di mana terdapat sebuah tangga nada singkat yang berisi empat nada panjang menurun, sebelum kembali ke bagian refrain yang bersemangat.

Refrain yang singkat berganti tenang kembali dengan solo gitar kedua yang lebih kering dan warna suara yang akustik. Ini lalu melebur dengan mulus ke sebuah solo piano, yang penuh gerak tetapi juga sedikit berunsur melankolis dan reflektif. Lambat laun permainan piano berkembang menjadi semakin emosional, dan kita menjumpai serangkaian nada naik terus semakin tinggi, sampai tiba di suatu titik ketegangan emosional.

Tetapi titik ketegangan ini langsung buyar dengan hilangnya suara piano, diganti oleh gitar pertama dan bass yang berimprovisasi atas sepotong motif dari refrain. Atmosfir pun berubah kering, meskipun teknik improvisasi yang diperlihatkan sangat lancar dan subur inovasi. Namun ini hanyalah suatu persiapan menuju resolusi dari emosi yang telah dibangun oleh piano di bagian sebelumnya, dengan masuknya suatu suara seperti saksofon sopran yang mendayu-dayu lembut di kejauhan. Karena tidak pernah terdengar sebelumnya, efeknya sangat mengejutkan, hingga kembali membangkitkan suasana melankolis.

Setelah itu, momen emosional ini kembali buyar dengan potongan nada panjang-pendek dari refrain oleh gitar pertama. Dari sini refrain diulang dengan naik satu nada (overtone). Titik klimaks seluruh lagu ini tercapai ketika gitar kedua berangkat dari sekadar iringan menjadi suatu improvisasi yang ramai, sementara motif panjang-pendek refrain masih terus berdengung di atasnya. Lagu ini diakhiri dengan semua alat musik mengulang-ulang motif panjang-pendek bersamaan.

Secara keseluruhan, kita melihat keunikan penjajaran refrain yang lincah dan hidup dengan improvisasi para personel Aboda, yang selalu dimulai dengan rangkaian nada cepat dan piawai, namun kemudian berubah menjadi lebih melankolis dan emosional.

Semua ini seakan menggambarkan bahwa pada akhirnya, mudik adalah mudik—suatu kegiatan yang sangat manusiawi. Hanya saja, kita harus mengingat bahwa hidup ini adalah perjalanan pulang kampung ke suatu tempat yang jauh lebih besar dan mulia: pergi ke fatherland kita di Surga. Aboda tidak sedang berusaha menciptakan suasana surgawi dalam lagu ini, melainkan mereka ingin menggambarkan suatu perenungan dan inspirasi yang realistis di tengah hiruk-pikuk kegiatan kita sehari-hari.

Mazmur 84:2-3 berkata, “Betapa disenangi tempat kediaman-Mu, ya TUHAN semesta alam! Jiwaku hancur karena merindukan pelataran-pelataran TUHAN; hatiku dan dagingku bersorak-sorai kepada Allah yang hidup.” Biarlah ini juga menjadi seruan hati kita.

Dengar karya Aboda lainnya di sini, kunjungi Facebook fan page mereka di Aboda Music, dan saksikan penampilan mereka memainkan Allahku Dahsyat di sini.

Ulasan ini ditulis oleh Daniel Gordon Ang, DipABRSM adalah seorang cellist, pianis, komponis, dan pengamat musik  yang telah menulis artikel musik untuk situs ymiblogging.org dan warungsatekamu.org. Ia menikmati segala jenis musik, dengan preferensi utama Bach, Beethoven, Brahms, dan Mahler untuk musik klasik, dan Bon Jovi serta progressive rock untuk musik populer. Daniel adalah lulusan dari Anglo-Chinese School (Independent), Singapore dan akan melanjutkan kuliahnya di Amherst College, Massachusetts, Amerika Serikat pada August 2011.

Bagikan Konten Ini
8 replies
  1. Royke Jenly
    Royke Jenly says:

    “Inti penyembahan bukanlah jenis musik tapi hati”. Yaitu hati yang sungguh-sungguh diserahkan kepada Tuhan. Dan itulah yang benar-benar ada pada setiap personil ABODA setiap kali mengiringi pujian dalam ibadah. Buat Timotius, Fanuel, Filemon, dan Clement kembangkanlah terus potensi bermusik yang Tuhan telah karuniakan kepada kalian semua dengan terus memelihara hati yang sungguh-sungguh diserahkan kepada Tuhan untuk menjadi berkat bagi banyak orang. For Daniel, Thank’s very much to your articel, very inspiratif. GBU!

  2. nugroho eko nurcahyo a.k.a prambanan
    nugroho eko nurcahyo a.k.a prambanan says:

    jazzy abis…. bagus semangat ya buat ABODA , trs berkarya buat TUHAN

  3. nencor
    nencor says:

    baru nemu band bagus kek gini sekarang. what a shame ;’)

    ijin copas yah ceritanya

    segala perkara dapat kita tanggung dalam dia yang memberi kita kekuatan

  4. teguh jos
    teguh jos says:

    Semalem q nonton Aboda Band di TVRI,,,keren…
    Backyardnya ga di upload sekalian bang???hehehe

  5. yosep atmaja (ex. soundman "spirit sound malang")
    yosep atmaja (ex. soundman "spirit sound malang") says:

    shalom brader,

    kangen banget dengan kalian…
    sampai ketemu di acara pelayanan berikutnya di kota malang
    JBU

    shalom,

Bagikan Komentar Kamu

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *