Merenung Melalui Kaca Spion

Jumat, 31 Desember 2010

Baca: Mazmur 111

Sebab telah Kaubuat aku bersukacita, ya Tuhan, dengan pekerjaan-Mu, karena perbuatan tangan-Mu aku akan bersorak-sorai. —Mazmur 92:5

Saya selalu berpikir cara terbaik untuk melihat karya tangan Allah adalah dengan memandang seperti melalui kaca spion. Dengan melihat ke belakang, kita lebih mudah memahami mengapa Dia menempatkan kita di rumah yang kita tempati; mengapa Dia mengizinkan banyak orang dan situasi kita temui dalam hidup; mengapa Dia mengizinkan kesulitan dan kesakitan; mengapa Dia membawa kita ke berbagai tempat dan menempatkan kita dalam beragam pekerjaan dan karir.

Dalam hidup saya sendiri, saya mendapat banyak kejelasan (meski bukan kejelasan total yang hanya dialami di surga kelak!) tentang jalan Allah yang penuh kasih dan hikmat saat saya melihat kembali cara-Nya mengatur perjalanan saya dengan “perbuatan tangan-[Nya]” (Mzm. 92:5). Bersama pemazmur, saya merasa bersukacita di dalam hati saat melihat betapa seringnya Allah dengan setia membimbing, mengarahkan dan mengatur hingga akhir (Mzm. 111).

Meskipun demikian, memandang ke depan tidaklah selalu jelas. Pernahkah Anda merasa tersesat ketika jalan di depan Anda terlihat berliku, berkabut dan menakutkan? Sebelum melangkah memasuki tahun yang baru, berhentilah dan pandanglah melalui kaca spion dari tahun yang telah lalu, dan dengan sukacita sadarilah, bahwa Allah bersungguh-sungguh ketika Dia berkata, “Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau.” Sebab itu dengan yakin kita dapat berkata: ‘Tuhan adalah Penolongku. Aku tidak akan takut’” (Ibr. 13:5-6).

Dengan merenungkan janji kehadiran dan pertolongan Allah, Anda dapat memasuki tahun 2011 dengan keyakinan penuh. —JMS

Bukankah Dia yang telah memimpinku dengan selamat
Menapaki sepanjang hari ini
Menuntun dengan pemahaman yang sama
Sepanjang masa depanku juga? —Adams

Panduan Allah di masa lalu memberi keberanian untuk melangkah di masa mendatang.

Perenungan Seorang Remaja

Oleh Vincentius Dian

Tuhan . . .
Pandanglah diriku
Seorang remaja muda yang tak pernah
Luput dari permasalahan hidup
Untuk menemukan jati diri

Hidupku . . .
Penuh pergolakan
Dihadapkan pada arus perubahan
Dan tawaran dunia yang menggiurkan

Aku takut Tuhan . . .
Aku takut mengambil langkah
Aku takut tersesat
Dan menghilang tanpa jejak

Namun aku sadar, Tuhan
Takkan ada yang dapat aku ubah di dalam diam
Tuntun aku Tuhan dalam melangkah
Seperti seorang ibu pada anaknya
Biar badai menghadang
Tetaplah jadi perisai dalam hidupku.

Hidup Seperti Naik Sepeda

Kamis, 30 Desember 2010

Baca: Ibrani 11:32-40

Dan mereka semua . . . telah memberikan kepada mereka suatu kesaksian yang baik. —Ibrani 11:39

Dalam surat yang ditulis untuk putranya, Eduard, Albert Einstein memberikan nasihat ini: “Hidup itu seperti naik sepeda. Untuk mempertahankan keseimbangan, kau harus terus bergerak.” Nasihat ahli fisika terkemuka ini sangatlah bijaksana dan dapat diterapkan.

Nasihat bijaksana ini dapat kita terapkan dalam kehidupan Kristen. Banyak orang percaya dengan imannya bergerak maju melalui berbagai keadaan yang menyakitkan dan penuh cobaan. Namun, ketika jatuh dalam dosa moral, mereka pun kehilangan keseimbangan dan terjatuh. Penyesalan dan rasa tidak layak atas pengampunan Allah mungkin terus membuat mereka terpuruk dan tidak lagi bergerak maju dalam kehidupan rohani.

Alkitab memberi kita banyak teladan dari orang-orang yang jatuh dalam dosa yang sangat serius. Abraham berbohong kepada Firaun tentang istrinya, Sarah (Kej. 12:11-17). Yakub menipu ayahnya untuk mendapatkan berkat Esau (Kej. 27:18-29). Musa tidak menaati perintah Allah dengan memukul dan bukannya berbicara pada bukit batu (Bil. 20:7-12). Meskipun mereka mengalami kegagalan, kita mengetahui bahwa “mereka semua . . . telah memberikan kepada mereka suatu kesaksian yang baik” (Ibr. 11:39).

Tokoh-tokoh Alkitab ini diangkat sebagai teladan karena setelah mereka jatuh, mereka datang kembali kepada Allah dan mulai mengikuti-Nya lagi. Apakah Anda telah kehilangan keseimbangan rohani karena sebuah keputusan yang berdosa, yang membuat Anda terpuruk? Bertobatlah dan ikutilah kembali Allah yang memberi kesempatan ulang kepada Anda. —HDF

Aku tersesat, Oh Tuhan, dan berbalik dari-Mu
Aku tak menaati suara-Mu;
Tetapi sekarang dengan hati yang sesal aku kembali pada-Mu
Dan menjadikan kehendak-Mu sebagai pilihanku. —D. De Haan

Allah kita adalah Allah yang memberi kesempatan ulang kepada kita.

Standar Umum

Rabu, 29 Desember 2010

Baca: Ulangan 4:1-10

Dan bangsa besar manakah yang mempunyai ketetapan dan peraturan demikian adil seperti seluruh hukum ini. —Ulangan 4:8

Di awal hingar-bingarnya kelahiran Internet, para pengembang situs membuat aturan-aturan mereka sendiri. Alhasil, terjadilah kekacauan. Salah satu di antara permasalahan yang timbul adalah sesuatu yang terlihat bagus di satu komputer tidak dapat terbaca di komputer lain. Ini menyebabkan para perancang menyebut Internet sebagai jaringan liar, seperti suatu masa di wilayah Barat di Amerika Serikat ketika belum ada hukum yang berlaku. Untuk memperbaiki kekacauan ini, para pengembang situs mulai bertemu untuk menetapkan standar-standar yang disepakati bersama.

Permohonan mereka mengingatkan kita akan alasan penting mengapa bangsa Israel memiliki hukum yang mengatur hidup mereka ketika mereka meninggalkan Mesir (Ul. 4:1). Tanpa hukum-hukum itu, kehidupan mereka akan menjadi anarkis. Namun, dengan hukum-hukum itu, mereka memiliki suatu sistem kehidupan yang begitu unggul sehingga ini akan menunjukkan kebesaran Allah Israel kepada bangsa-bangsa lain (ay.8).

Di zaman sekarang, untuk mengatur dunia yang kacau, egois dan penuh dosa ini, hidup orang percaya tunduk kepada hukum Kristus (Gal. 6:2), dimana Kristus sendiri adalah penggenapan hukum Taurat (Mat. 5:17). Ketika kita tunduk kepada standar yang telah ditetapkan oleh Kristus dan mengasihi sesama sama seperti Allah telah mengasihi kita, kita akan hidup dalam damai dengan sesama dan dengan demikian, memberikan kesaksian bagi dunia tentang betapa agungnya Allah itu. —JAL

Mari maju, sesuai dengan panggilan Allah,
Ditebus dengan darah Yesus yang begitu mulia;
Kasih-Nya ditunjukkan, hidup-Nya dijadikan panutan,
Pesan-Nya diberitakan, belas kasih-Nya diteruskan. —Whittle

Melalui kasih kita pada Allah dan sesama,
dunia akan mengetahui betapa agungnya Allah kita.

Kilas Balik Tahun Ini

Selasa, 28 Desember 2010

Baca: Mazmur 77:1-15

Aku hendak mengingat perbuatan-perbuatan Tuhan, ya, aku hendak mengingat keajaiban-keajaiban-Mu dari zaman purbakala. —Mazmur 77:12

Sepanjang minggu terakhir Desember, para pembaca berita sering menayangkan kembali peristiwa-peristiwa penting yang terjadi di tahun yang akan lalu—kejayaan dan kegagalan orang-orang penting, bencana alam, pergerakan ekonomi, dan berpulangnya para selebritis dan pemimpin. Peristiwa-peristiwa paling mengejutkan biasanya menduduki tempat paling atas.

Jika Anda meninjau kembali bagaimana tahun ini berlalu dalam hidup Anda, apa yang akan tertulis dalam daftar Anda? Apakah peristiwa-peristiwa tidak terduga yang dialami membuat Anda mempertanyakan Allah atau justru lebih dalam mengalami kebaikan-Nya?

Mazmur 77 mencatat serangkaian ratapan dari seseorang yang dalam kesedihannya merasa bahwa Allah tidak lagi peduli (ay.8-10). “Sudah lenyapkah untuk seterusnya kasih setia-Nya, telah berakhirkah janji itu berlaku turun-temurun?” (ay.9). Meskipun demikian, dalam duka, pemazmur itu berkata, “Aku hendak mengingat perbuatan-perbuatan Tuhan, ya, aku hendak mengingat keajaiban-keajaiban-Mu dari zaman purbakala (ay.12). Hasilnya adalah diperbaruinya kepercayaan dan pengharapan: “Engkaulah Allah yang melakukan keajaiban; Engkau telah menyatakan kuasa-Mu di antara bangsa-bangsa” (ay.15).

Saat memikirkan tahun yang segera berlalu ini, mengapa Anda tidak tuliskan semua peristiwa penting di hidup Anda. Janganlah takut untuk memasukkan kesulitan dan kekecewaan Anda di dalamnya, tetapi ingatlah untuk merenungkan bagaimana Allah telah menyertai Anda.

Dalam setiap kesulitan, kita senantiasa dapat mengalami kesetiaan Allah. —DCM

Ketika melihat ke belakang dan merenung
Apa yang telah kami lalui sepanjang tahun,
Kami memuji-Mu, Tuhan, ‘tuk semua yang t’lah Kau lakukan—
Kesetiaan-Mu nyata kami rasakan. —Sper

Kesulitan-kesulitan hidup memberi kita kesempatan untuk mengalami kesetiaan Allah.

Pemilik Sejati

Senin, 27 Desember 2010

Baca: Mazmur 95:1-7

Segala sesuatu diciptakan oleh Dia dan untuk Dia.  —Kolose 1:16

Pernahkah Anda mendengar tentang gereja yang tidak punya cukup tempat untuk parkir? Untunglah, di sebelah gereja ada toko yang tutup di hari Minggu. Lalu, seorang anggota jemaat bertanya kepada pemilik toko apakah mereka dapat menggunakan lahan parkir di tokonya. “Tidak masalah,” jawab si pemilik toko, “kalian bisa menggunakannya selama 51 minggu dalam setahun, tetapi di minggu ke-52, tempat itu akan ditutup.” Anggota jemaat ini menyatakan terima kasihnya, tetapi karena penasaran, ia bertanya, “Apa yang terjadi di minggu ke-52?” Si pemilik toko tersenyum, “Tak ada apa-apa. Aku hanya ingin kalian ingat bahwa itu bukan tempat parkir kalian.”

Sangatlah mudah untuk menganggap remeh semua berkat jasmani dan rohani yang diberikan Allah kepada kita. Itulah sebabnya kita perlu berdiam diri dan mengingat bahwa Alkitab mengatakan, pemilik sejati dari semua yang kita miliki adalah Allah: “Ya Tuhan, punya-Mulah . . . segala-galanya yang ada di langit dan di bumi! Ya Tuhan, punya-Mulah kerajaan dan Engkau yang tertinggi itu melebihi segala-galanya sebagai kepala” (1 Taw. 29:11). Bahkan tubuh kita pun bukan milik kita: “Tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus . . . dan bahwa kamu bukan milik kamu sendiri? Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar” (1 Kor. 6:19-20).

Sebagaimana 1 Timotius 6:17 mengingatkan kita: “Allah yang dalam kekayaannya memberikan kepada kita segala sesuatu untuk dinikmati.” Kita diberkati begitu berlimpah dengan hal-hal yang baik! Janganlah menganggap remeh Bapa kita, tetapi gunakanlah semua yang telah diberikan-Nya kepada kita dengan bijaksana dan penuh syukur. CHK

Ketika kita semua menikmati berkat Allah,
Kiranya kita tidak melupakan Tuhan kita,
yang memberikan semua berkat yang baik—
Di dalam Dia kebutuhan kita tercukupi. —Fitzhugh

Allah memberkati kita sehingga kita dapat mengembalikan kemuliaan kepada-Nya.

Dia Berkata, Kita Menjawab

Minggu, 26 Desember 2010

Baca: Yakobus 1:21-27

Dengan mengasihi Tuhan, . . . mendengarkan suara-Nya. —Ulangan 30:20

Ketika istri saya mengingat kembali peristiwa sepanjang hari yang dialaminya, ia menceritakan kejadian dengan Eliana, cucu kami yang sedang datang berkunjung. Eliana sedang bermain dengan sejumlah mainan, jadi ketika ia ingin beranjak ke bagian lain dari rumah kami, neneknya berkata, “Eliana, kau harus membereskan dulu mainanmu.” Serta merta Eliana menjawab, “Aku tak punya waktu.”

Ia baru berumur dua tahun saat itu, tentu saja ia tidak memiliki jadwal yang padat!

Kadang-kadang saya berpikir mungkinkah Allah agak terkejut dengan kita ketika Dia mendengar jawaban kita terhadap semua perintah-Nya.

Sebagai contoh, ketika Yesus berkata, “Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat.” (Mat. 11:28), dan ketika kita menjawab, “Aku tak bisa. Terlalu banyak kesulitan dan masalah yang kualami,” saya bertanya-tanya apa yang dipikirkan-Nya. Ketika Dia berkata, “Diamlah dan ketahuilah, bahwa Akulah Allah!” (Mzm. 46:11), dan kita berkata, “Aku tak bisa melibatkan-Mu dalam jadwalku,” saya bertanya-tanya apa yang dipikirkan-Nya. Ketika Dia berkata, “Kuduslah kamu, sebab Aku kudus” (1 Ptr. 1:16), dan kita menjawab, “Tetapi terlalu banyak kesenangan di dunia ini,” saya bertanya-tanya apa yang dipikirkan-Nya.

Allah telah bersabda. Ketaatan adalah cara terbaik untuk menghormati-Nya atas apa yang telah dilakukan-Nya bagi kita dan untuk menunjukkan pada-Nya betapa kita mengasihi-Nya. JDB

Tuhan, bersabdalah dan buatku siap,
Ketika sungguh terdengar suara-Mu,
Dengan ketaatan yang bersukacita dan teguh,
Siap mengikut setiap sabda-Mu. —Havergal

Kerinduan kita untuk menyenangkan Allah merupakan motivasi terbaik untuk menaati Allah.

Inspirasi Natal: Pilihan Natal

Hari 6

Baca: Matius 2:1-12

Ketika mereka melihat bintang itu, sangat bersukacitalah mereka. —Matius 2:10

Gemerlapnya dekorasi yang terang benderang, suara puji-pujian Natal yang penuh sukacita, anak-anak yang gembira, dan ucapan “Selamat Natal” yang ceria kadang memberi kesan bahwa semua orang senang dengan kedatangan Yesus ke dunia. Namun, itu adalah kesan yang salah di masa sekarang, dan selamanya salah.

Berita tentang kelahiran Yesus menimbulkan reaksi yang beragam. Orang-orang Majus dengan sukacita menyambut dan menyembah sang Juruselamat (Mat. 2:10-11). Namun, Raja Herodes sangatlah tidak tenang ketika mendengar hal ini sehingga ia berusaha mencari dan membunuh bayi Yesus (ay.3-4,16).

Namun, kebanyakan orang tidak menyadari makna dari apa yang telah terjadi. Pada masa kini, banyak orang menghormati Yesus dan bersukacita dalam keselamatan yang mereka terima. Namun, banyak juga yang membenci-Nya. Mereka mengeluhkan puji-pujian Natal yang diperdengarkan di mal-mal dan dekorasi peristiwa kelahiran Yesus di tempat-tempat umum. Ada juga yang tidak peduli. Mereka ikut saja dalam keriuhan perayaan Natal. Mereka mungkin ikut menyanyikan pujian Natal, tetapi mereka tidak mempertanyakan kepada diri sendiri tentang siapakah Yesus atau mengapa Dia datang. Mereka tidak merasa perlu untuk percaya kepada-Nya dan menerima-Nya sebagai Juruselamat mereka.

Apakah Anda juga demikian? Mengabaikan Yesus dan semua pernyataan-Nya sama dengan menolak-Nya. Natal menuntut satu keputusan tentang Kristus. Keputusan ada di tangan Anda. —HVL

Apa yang akan Anda lakukan terhadap Yesus?
Anda tak dapat bersikap netral;
Suatu hari hati Anda akan bertanya,
“Apa yang akan Dia lakukan terhadap saya?” —Simpson

Sediakan tempat bagi Yesus di dalam hati Anda, dan Dia akan menyediakan tempat bagi Anda di surga.

Mengagumkan!

Sabtu, 25 Desember 2010

Baca: Matius 1:18-25

Sesudah bangun dari tidurnya, Yusuf berbuat seperti yang diperintahkan malaikat Tuhan itu kepadanya. Ia mengambil Maria sebagai isterinya. —Matius 1:24

Kisah Natal, yang diceritakan dalam Injil Matius dan Lukas, telah menjadi begitu biasa sehingga saya bertanya-tanya apakah kita menangkap makna dari apa yang sebenarnya terjadi: Seorang malaikat mengatakan pada seorang dara bahwa ia akan mengandung seorang anak oleh kuasa Roh Kudus (Luk. 1:26-38). Malaikat itu juga berkata kepada tunangan si dara supaya ia menikahinya dan menamai bayi itu Yesus, “Karena Dialah yang akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa” (Mat. 1:21). Para gembala melihat malaikat di langit dan mendapat berita tentang Juruselamat yang lahir di Betlehem (Luk. 2:11). Orang Majus berjalan ratusan kilometer untuk menyembah Dia, yang mereka katakan sebagai, “Raja orang Yahudi yang baru dilahirkan.” (Mat. 2:2). Luar biasa!

Tidak kalah luar biasanya adalah bahwa Maria, Yusuf, para gembala, dan orang Majus melakukan tepat seperti apa yang dikatakan kepada mereka. Maria menyerahkan dirinya pada Allah; Yusuf mengambil Maria sebagai istrinya; para gembala pergi ke Betlehem untuk melihat bayi di palungan; dan orang Majus berjalan mengikuti bintang. Tanpa mengetahui apa yang akan terjadi, mereka semua mengambil langkah iman di dalam Tuhan. Luar biasa!

Bagaimana dengan kita di Natal ini? Apakah kita akan mempercayai Allah dan mengikuti petunjuk-Nya bahkan ketika kita menghadapi keadaan-keadaan yang tidak pasti dan yang membuat kita kewalahan?

Ketika saya dan Anda menaati Tuhan, hasilnya benar-benar luar biasa! DCM

Mengikuti pimpinan Allah,
Melangkah dalam iman dan ketaatan,
Selalu jadi arah yang harus kita tempuh
Ketika kita tak bisa melihat jalannya. —Sper

Orang beriman tak tahu ke mana ‘kan dibawa,
tetapi ia kenal dan mengasihi Dia yang memimpinnya.
—Chambers